Sabtu, 03 November 2018

RH Truth Daily Enlightenment "Perbedaan agama dan kekristenan" Pdt. DR. Erastus Sabdono 3 november 2018

Seperti yang beberapa kali saya kemukakan; agama itu arti katanya kepercayaan kepada Tuhan; sifat-sifat serta kekuasaan Tuhan dengan ajaran, dan kewajiban-kewajiban yang berhubungan dengan kepercayaan.
Biasanya agama ditandai dengan tata cara/upacara agama atau ritual, atau seremonial; atau kalau kita orang Kristen mengenal liturgi. Lalu ciri yang kedua hukum-hukum yang sifatnya legalistik, dan sangat formil. Jadi ada hukum-hukum yang harus dipatuhi secara legal dan formil, serta peranan tokoh agama yang dianggap penting untuk menjadi mediasi antara Allah yang disembah dan umat. Bahkan kadang-kadang dikesankan tanpa wakil tersebut umat tidak bisa berurusan secara proporsional dengan Allah-nya.
Keberagamaan seperti ini membuka peluang; bisa dimanfaatkan atau dijadikan komoditas  tokoh-tokoh atau sosok-sosok tertentu untuk kepentingan pribadi atau kepentingan sebuah lembaga atau sebuah institusi.

Kalau orang Kristen (orang percaya) tidak mengerti hal ini, maka mereka akan terpedaya. Dapat diperdaya oleh orang-orang yang menggunakan agama untuk kepentingan-kepentingan tertentu. Dan kita melihat dewasa ini, agama bisa menjadi komoditas politik, komuniti untuk memperoleh kekayaan, popularitas, dan lain sebagainya. Dan ini sebenarnya kejahatan dalam lingkungan orang beragama.
Di negara yang memiliki Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, agama adalah sangat dihargai dan dijunjung tinggi. Ini membuka peluang orang menggunakan agama sebagai sarana untuk memperoleh keuntungan.

Salah satu ciri dalam agama, yang paling menonjol itu adalah upacara agama atau seremonial. Biasanya kalau di gereja disebut liturgi. Hampir tidak ada agama yang tidak memiliki seremonial. Dari seremonial, atau liturgi, atau tata cara upacara suatu agama; nampak identitas agama tersebut.

Sejak zaman Musa, agama Yahudi memiliki seremonial yang baku dan permanen. Kalau kita membaca Alkitab, Kitab Imamat memuat tata cara ibadah secara detail dan sangat ketat. Bangsa Israel dalam berinteraksi dengan Elohim Allah Yahwe menggunakan sarana itu.
Agama-agama pada umumnya memiliki sarana seperti itu. Sarana-sarana seperti itu dianggap sebagai satu hal yang mutlak, hal yang wajib. Jadi dewa, illah, atau allah mereka itu dapat dipuaskan dengan seremonial atau ritual/upacara agama tersebut. Dan itu memberi ciri, siapa dewa/illah/allah yang disembah.

Memasuki kehidupan orang percaya di zaman Perjanjian Baru, kita sudah tidak lagi berpikir secara demikian. Allah yang benar yaitu Allah Abraham, Ishak, dan Yakub ( Elohim Yahwe), yang ternyata adalah Bapa, Anak, dan Roh Kudus tidak bisa dipuaskan dengan upacara agama dan seremonial.
Jadi kalau zaman Musa,  Allah menerima hal tersebut karena mereka adalah orang-orang yang belum mengenal kebenaran. Dengan cara berpikir mereka yang primitif, seperti cara berpikir bangsa-bangsa kafir atau bangsa-bangsa Kanaan, mereka mencoba untuk berbuat sesuatu yang mereka rasakan sebagai untuk dapat menyenangkan hati Elohim Yahwe. Allah menerima saja, karena hanya begitulah yang dapat mereka pahami, dan hanya begitulah yang dapat mereka lakukan.

Tetapi dalam Kekristenan tidak demikian. Ibadah kita kepada Allah itu adalah seluruh kehidupan kita. Allah yang kita sembah itu Allah yang Mahahadir. Bukan di tempat-tempat tertentu, juga di waktu-waktu tertentu, tetapi di segala tempat dan di sepanjang waktu, serta melalui segala perbuatan yang kita lakukan. Allah yang bersemayam di tempat tertentu dibatasi oleh ruangan, dan dijumpai dalam waktu-waktu tertentu, itu allah yang tidak berkualitas.
Allah yang benar, Allah yang mencengkeram jagad raya. Allah yang menjadi majikan jagad raya tanpa batas ini. Dan seremonial kita itu bukan nyanyian, bukan tarian, tetapi apa yang kita pikirkan, kita ucapkan, dan kita lakukan. Dan itu sebenarnya menyembah Allah dalam Roh dan Kebenaran. Itulah ibadah yang sejati.

Jadi kalau kita ke gereja, kita mengikuti liturgi tidak ada salahnya. Tetapi jangan berpikir itu adalah ibadah kita. Itu bagian kecil dari ibadah. Itu adalah isi dari pertemuan bersama, di mana kita  berinteraksi dengan Allah secara khusus bersama saudara-saudara seiman di dalam ruangan gereja. Tetapi ibadah kita yang sesungguhnya itu adalah segala sesuatu yang kita lakukan, baik kita di rumah, di lingkungan pekerjaan, di pergaulan, di mana pun dan kapan pun, melalui segala sesuatu yang kita lakukan. Itulah ibadah kita. Itulah yang dimaksud dengan menyembah Allah dalam roh dan kebenaran. Oleh sebab itu kita harus menghayati, bahwa Allah yang kita sembah itu Mahahadir. Tidak ada satu jengkal tempat yang tidak dihadiri oleh Allah. Tidak ada satu jengkal tanah/tempat yang tidak diperhatikan, atau lolos dari pengamatan Allah. Segala sesuatu dilihat oleh Dia. Di semua tempat mata Tuhan melihat.

Oleh sebab itu kehidupan yang sesuai kehendak Allah yaitu hidup dalam kebenaran, dan kesucian. Itu kemutlakan. Sebab itulah ibadah yang sejati. Apa gunanya kita ke gereja, kita mengikuti liturgi, kalau tangan kita cemar, pikiran kita kotor, perbuatan kita najis, kelakuan kita melukai sesama, percuma. Sebab itu bau busuk di hadapan Allah, walaupun ke gereja, walaupun ikut liturgi, bahkan mengambil bagian dalam pelayanan, kalau hidup kita kotor, hidup kita tidak bersih, itu kejijikan bagi Tuhan. Dan mestinya orang-orang seperti ini sadar, lalu mau berubah, kalau tidak, binasa. Walaupun dia Kristen, mengaku percaya, binasa dia. Sebab percaya itu bukan perkataan mulut, atau sekadar sebuah kegiatan nalar, percaya itu artinya bertindak atas apa pun yang Tuhan kehendaki.

https://overcast.fm/+IqOAu7alc

Tidak ada komentar:

Posting Komentar