Dalam agama-agama pada umumnya yang diutamakan adalah hukum-hukum, rumusan peraturan atau semacam syariat yang detail guna mengatur setiap langkah hidup umat; bahkan kadang-kadang disertai dengan sanksi-sanksinya. Seperti dalam agama Yudaism, pelanggaran mendapat sanksi : mata ganti mata; orang yang mencuri bisa dipotong tangannya; orang yang berzinah dilempari batu sampai mati; ada agama-agama yang demikian.
Berbeda dengan Kekristenan, yang tidak memiliki hukum-hukum semacam itu. Mengapa? Kekristenan menekankan hal-hal batiniah dan tindakan dalam kasih. Ada pun kasih itu sebenarnya; pada dasarnya adalah segala tindakan yang sesuai dengan pikiran, perasaan Allah. Segala tindakan yang sesuai dengan pikiran, perasaan Allah itu kasih. Jadi melakukan hukum sebaik apa pun; belum tentu kasih. Artinya belum tentu kasih dalam ukuran orang percaya. Tindakan sesuai dengan hukum belumlah standar kasih bagi orang percaya; orang percaya Perjanjian Baru. Bagi umat pilihan Perjanjian Lama, melakukan hukum sudah dianggap tindakan kasih kepada Allah. Dan kalau itu bertalian dengan sesama, itu dianggap ukuran kasih kepada sesama. Tetapi bagi orang percaya ukuran kasih itu adalah segala sesuatu yang sesuai dengan pikiran dan perasaan Allah. Itulah sebabnya orang percaya harus mengenakan pikiran dan perasaan Kristus.
Filipi 2:5-7 mengatakan : Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus.
Itulah sebabnya orang percaya harus mengenakan pikiran, perasaan Kristus; sehingga bisa berkata bahwa Tuhan itulah hukumnya.
Kalau agama itu memiliki instrumen/alat hukum yang tertulis sebagai tuntunan yang mengatur setiap langkah hidup mereka. Sedangkan orang percaya instrumen atau alatnya itu Roh Kudus. Roh Kudus dengan menggunakan kebenaran yang dipelajari untuk mencerdaskan pikiran sehingga orang mengerti kehendak Allah, apa yang baik, yang berkenan, dan yang sempurna.
Memiliki pikiran, perasaan Kristus itu, sebenarnya artinya juga memiliki cara berpikir Kristus. Ini tentu lebih dari sekadar kebaikan moral hukum.
Moral hukum agama pada umumnya belum tentu sesuai dengan standar kesucian Allah, tetapi orang yang berperilaku dalam standar kesucian Allah; pasti memiliki moral hukum yang baik.
Dalam Kekristenan kita menemukan kebenaran-kebenaran yang diajarkan Tuhan Yesus; yang sekilas hanya seperti cerita-cerita dan pernyataan-Nya kadang-kadang juga dianggap juga tidak up to date untuk zaman sekarang. Padahal dibalik tulisan itu ada pemahaman-pemahaman yang bisa mencerdaskan orang. Dari kecerdasan itulah seseorang dapat mengambil keputusan sesuai dengan pikiran, perasaan Allah.
Jadi Kekristenan itu terkesan tidak berhukum (anomian), padahal tidak. orang Kristen itu memiliki hukum. Tuhan itulah hukumnya, kalau agama-agama pada umumnya, seperti agama Yahudi, hukumnya itu yaitu Taurat, hukum yang tertulis. Semua harus diformatkan sesuai dengan apa yang tertulis di dalam hukum itu. Tetapi Kekristenan tidak. Tidak ada format seperti itu. Yang ada adalah pembaruan pikiran oleh kebenaran; sehingga bisa membedakan apa yang baik, yang berkenan, dan yang sempurna. Di sini dibutuhkan sebuah perjuangan untuk meneliti setiap perkataan Tuhan di dalam Injil. Maka dibutuhkan guru. Tuhan menunjuk ada jawatan guru, yang membimbing setiap orang percaya memahami kebenaran. Dari kebenaran-kebenaran yang dipahami, tentu diakumulasi/dikumpulkan dalam pikiran. Itu membangun kecerdasan roh; sehingga seseorang mengerti apa yang baik, yang berkenan, dan yang sempurna. Dia mulai mengerti kebaikan di dalam Tuhan itu.
Kesempurnaan dalam Tuhan itu apa? Jadi kalau dalam agama-agama pada umumnya, mereka harus tunduk kepada hukum-hukum. Tunduk kepada rumusan hukum/syariat sedetail-detailnya yang mengatur hidup mereka. Tetapi Kekristenan tidak. Kekristenan mengajarkan pengajaran atau kebenaran-kebenaran, yang membangun cara berpikir, sehingga mengerti apa yang dikehendaki Allah, apa yang baik, yang berkenan, dan yang sempurna.
Ada pun kalau ada tuduhan yang mengatakan orang Kristen tidak bermoral, orang Kristen kok jahat; karena melihat perbuatan-perbuatan jahat orang-orang Kristen di suatu tempat misalnya; itu harus dipahami sebagai kejahatan individu, bukan kejahatan Allah kita.
Alkitab tidak membuka peluang, seseorang itu menyakiti sesama, melukai sesama, apalagi menjadi teroris, tidak ada sama sekali, tidak ada peluang untuk itu; sebab yang diajarkan itu : kasihi musuhmu, berbuatlah baik bagi orang yang menganiaya kamu. Sekarang masalahnya perbuatan baik yang bagaimana yang dikehendaki Allah? ya Roh Kudus yang tuntun. Roh Kudus yang memimpin seseorang untuk bisa mengerti apakah yang dilakukan itu sesuai kehendak Allah atau tidak. Jadi hukum itu sesuatu yang legalistik. Tidak bisa tidak harus bersifat lahiriah, bisa atau dapat dibuktikan delik hukum dan kesalahannya.
Tetapi kalau Kekristenan tidak bisa, karena kebenaran. Kebenaran yang menuntun seseorang melakukan apa yang bukan saja baik menurut hukum, tetapi baik menurut pertimbangan pikiran Allah. Jadi orang yang hidup dalam moral hukum yang baik; belum tentu dia mengerti pikiran, perasaan Allah. Tetapi orang yang mengerti pikiran, perasaan Allah dan melakukannya; pasti tidak akan melanggar moral hukum. Tidak mungkin menyakiti sesama, tidak mungkin menjadi sombong, tidak mungkin menjadi sewenang-wenang. Sebab kalau seseorang sungguh-sungguh mengenal kebenaran, maka kebenaran itu akan mengubah dia. Akan menjadikan dia seperi Yesus; yang adalah Sang Kebenaran itu. Di sini kita bisa melihat, apakah seseorang sungguh-sungguh sudah diselamatkan; Lahir Baru atau belum.
Akan kelihatan, sebab orang yang Lahir Baru pasti hidup dalam kebenaran seperti Yesus.
Solagracia 🙏🏻
https://overcast.fm/+IqOCdsC6o
Tidak ada komentar:
Posting Komentar