Kalau ada kalimat membunuh keinginan diri sendiri bukan berarti lalu kita tidak punya keinginan. Tetapi jiwa kita ini harus menjadi bejana atau wadah dari kehendak Allah untuk dicurahkan atau dituangkan. Kita harus berani untuk menyerahkan jiwa kita sepenuhnya. Jadi kalau kita mengatakan tubuh, nyawaku, roh dan jiwaku, kuserahkan kepada Tuhan, itu artinya kita bersedia untuk tidak membangun keinginan dari diri kita sendiri. Kita berusaha untuk menggelar hidup hanya melakukan kehendak Tuhan. Ini memang kelihatannya muluk-muluk, seperti lebay atau berlebihan. Namun inilah sebenarnya standar hidup orang Kristen yang benar itu. Jika tidak demikian berarti kita belum menerima dan menjadikan Yesus sebagai Tuhan kita. Belum menjadikan Yesus sebagai Tuhan artinya kita belum bersedia menundukkan diri sebagai pelayan yang hidup hanya untuk melakukan kehendak Sang Majikan.
Sebuah keindahan kalau kita mau menjadi pelayan Tuhan. Pelayan Tuhan itu bukan berarti menjadi pendeta. Nah, ini banyak orang salah. Kalau yang namanya melayani Tuhan itu jadi aktivis gereja, apalagi menjadi pendeta, ini salah, keliru sekali. Selama ini telah terbangun pemikiran yang naif seperti itu. Tidak semua orang harus jadi pendeta. Melayani Tuhan itu berarti melakukan apa yang diingini-Nya di dalam hidup ini. Orang-orang seperti ini, orang-orang yang pasti rela membunuh keinginannya sendiri, sehingga hidup hanya untuk melakukan kehendak Allah. Tapi kalau tidak mau membunuh keinginan diri sendiri, berarti tidak mengakui bahwa Yesus Pemilik kehidupan dan yang menciptakan segala sesuatu, yang segala sesuatu dari Dia, oleh Dia dan bagi Dia. Kalau kita menerima dan mengakui Dia, Yesus sebagai Tuhan, itu berarti kita kehilangan hidup kita, sama dengan kehilangan nyawa. Tapi Tuhan berjanji orang yang kehilangan nyawa, memperoleh nyawa.
Mungkin orang berkata, "Hari gini khotbah seperti itu pak, siapa yang mau dengar?" O iya, memang tidak banyak orang yang mau mendengar. Tetapi saya yakin Tuhan masih menyisakan orang-orang nekad yang rela membunuh keinginannya sendiri, demi mengerti kehendak Tuhan dan melakukan kehendak Tuhan. Selama ini orang merasa sudah menerima Yesus sebagai Tuhan, sebab telah memanggil Dia, Tuhan. Dan melakukan kegiatan agama Kristen, seperti ke gereja misalnya. Tetapi sebenarnya dirinya sendiri itulah Tuhannya. Dia belum menjadikan Yesus sebagai Tuhan. Ia masih hidup hanya selalu menyenangkan diri sendiri. Dia tidak pernah mempertimbangkan, apakah tindakan-tindakannya itu menyenangkan hati Tuhan atau tidak.
Kehidupan kita setiap hari akan menunjukkan apakah kita berusaha membangun takhta kita sendiri atau hanya memandang dan menghormati takhta Tuhan. Ayo, kita membangun takhta kita sendiri, atau kita menghormati takhta Tuhan. Mudah berkata, masuklah dalam hatiku ya Tuhan. Bertakhtalah di dalam hatiku. Oh, itu gampang omong begitu. Faktanya kita yang masih menguasai takhta hati kita sendiri dan banyak orang begitu. Setiap tahun pada bulan Desember selalu berkata, lahirlah di hatiku ya Tuhan. Yesus yang bayi, yang lahir di hati-Nya, bukan Yesus yang menjadi Tuhan, Yesus yang menjadi Tuan atas kehidupannya.
Seharusnya kita ini orang percaya memandang Tuhan Yesus dan berprinsip bahwa hanya Dia yang layak menerima kehormatan sebagai Tuhan, sebagai Kurios atau Majikan, dengan hidup hanya melakukan kehendak Bapa. Kehidupan orang percaya itu kehidupan yang menghadirkan pemerintahan Allah di bumi ini secara konkrit. Dan doa Bapa Kami memang mengajarkan begini; datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di Surga. Datanglah Kerajaan-Mu itu artinya menghadirkan Pemerintahan Allah dalam hidup kita. Itu berarti tidak boleh ada keinginan-keinginan dalam diri kita yang bertentangan dengan kehendak Allah. Dari kecil saya Kristen, saya sudah mendengar doa Bapa Kami, dan nyaris hafal di luar kepala, sebab diucapkan pada waktu Kebaktian Hari Minggu, Kebaktian Rumah Tangga, bahkan Kebaktian Pemakaman. Sehingga banyak orang Kristen bisa mengucapkan doa Bapa Kami tanpa berpikir, tentu juga tanpa berperasaan. Padahal begitu mengucapkan doa Bapa Kami datanglah Kerajaan-Mu, ia langsung ditawan oleh Kerajaan itu, di mana Tuhan sebagai Rajanya yang harus berdaulat memerintah.
Banyak orang yang sudah terbiasa nyaman dengan takhtanya sendiri, sehingga sulit untuk menundukkan diri di bawah subordinasi, di bawah kekuasaan atau dibawahi Allah, sudah sulit. Sulit bukan berarti tidak bisa. Kalau saudara nekad menembus ketidakberdayaan, saudara jadi berdaya, artinya rasanya tidak bisa, hidup dalam Pemerintahan Allah, tapi yakin Tuhan akan menolong. Harus berani untuk menembus ketidakberdayaan dengan menyatakan dan mengatakan; aku mau. Sebab tidak bisa dihindari. Orang percaya tidak bisa menghindari hidup dalam Pemerintahan Allah. Ia harus hidup dalam Pemerintahan Allah dan ini sebenarnya maksud tujuan keselamatan itu. Yaitu mengembalikan manusia kepada rancangan Allah yang agung sejak semula. Rancangan tersebut adalah menciptakan manusia yang segambar dan serupa dengan Allah sendiri dan manusia yang hidup segambar dan serupa dengan Allah pasti hidup dalam Pemerintahan-Nya. Kalau kita mengatakan datanglah Kerajaan-Mu, kita menghadirkan Pemerintahan Allah. Dan orang yang hidup dalam Pemerintahan Allah sejak di bumi ini, dia akan hidup dalam Pemerintahan Allah di kekekalan. Orang yang menolak hidup dalam Pemerintahan Allah di bumi, orang-orang yang hidup hanya untuk kesenangannya sendiri, jangan harap hidup dalam Pemerintahan Allah nanti.
Tuhan memberkati.
Solagracia.
https://overcast.fm/+IqOCEwV4E
Tidak ada komentar:
Posting Komentar