Kalau kita membaca Alkitab, kita menemukan kata Perjanjian. Perjanjian artinya sebuah persetujuan bersama dari dua Pribadi. Tentu maksud dua Pribadi di sini adalah Pribadi Allah, Elohim Yahwe dan manusia. Di Perjanjian Lama kita menemukan Ikatan Perjanjian antara Elohim Yahwe, Allah Israel dengan bangsa Israel. Satu pihak, Elohim Yahwe, pihak yang lain itu bangsa Israel. Di Perjanjian Baru, Ikatan Perjanjian itu antara Tuhan dengan kita. Ikatan Perjanjian antara Elohim Yahwe dengan Israel ditandai dengan sunat yang dilakukan oleh bangsa Israel dan kesediaan mereka untuk hidup menurut jalan Tuhan atau hukum Tuhan yang diberikan kepada mereka.
Kata Perjanjian ini semacam agreement atau di dalam bahasa Alkitab Covenant (Ibr. Berith).
Itu sebuah ikatan yang tidak boleh diputus. Ini menjadi gambaran hidup orang percaya di zaman Perjanjian Baru di mana ikatan kita dengan Tuhan itu, ikatan antara mempelai pria dan mempelai wanita. Kalau di dalam Perjanjian Lama, ikatan antara Yahwe dan bangsa Israel itu menggunakan instrument/alat; The Ten Commandments (Sepuluh Perintah Allah; Ibr. Aseret Hadevârïm) yang kita juga kenal sebagai Dekalog. Tapi di Perjanjian Baru ikatan itu ditandai dengan meterai Roh Kudus di dalam diri orang percaya.
Meterai Roh Kudus yang diberikan itu merupakan sarana orang percaya memenuhi Ikatan Perjanjiannya. Di mana sebagai mempelai wanita, hati dan jiwa kita tidak boleh terbagi, hati dan jiwa orang percaya tidak boleh terbagi. Hati jiwanya harus diarahkan sepenuhnya kepada Tuhan, Tuhan semesta alam. Tidak boleh ada keinginan dari diri sendiri yang dapat memuaskan dirinya. Tidak boleh ada keterikatan dengan sesuatu yaitu dunia ini dengan segala keindahannya. Sebagai perawan suci, itu maksudnya, bahwa orang percaya tidak terikat dengan apa pun selain dengan Tuhan. Itulah sebabnya menjadi panggilan kita, panggilan setiap orang percaya untuk menanggalkan segala keinginan. Sehingga pada waktu meninggal dunia, waktu pulang ke Surga hanya Yesus yang dimiliki. Pemazmur membahasakan dengan kalimat yang kuingini Engkau saja.
Ini satu hal yang luar biasa. Sebab sebagaimana Tuhan Yesus sangat fanatik mencintai, mengasihi kita, sampai memberikan diri-Nya sebagai korban untuk keselamatan kita; Maka kita seharusnya juga melepaskan apa yang terbaik yang kita miliki, melepaskan semua yang kita miliki dan kita mempersembahkannya bagi Tuhan tanpa batas. Kalau hubungan pria wanita, di mana mereka saling mencintai, itu bisa sampai tingkat tanpa batas. Cintanya, kerelaannya berkorban, dan yang jelas tidak boleh ada the other man, the other woman, tidak boleh ada pria lain di samping wanita itu dan tidak boleh juga ada wanita lain di samping pria itu. Ikatan dengan Tuhan juga demikian. Orang Kristen itu berat, karena terikat dengan Tuhan, dengan Ikatan Perjanjian di mana dia harus melepaskan segala sesuatu untuk melekat dengan Tuhan dan Tuhan pun berkata : Kamu harus melepaskan segala sesuatu, baru layak menjadi murid-Ku.
Paulus dalam Filipi 3:7, ia berkata: aku melepaskan semuanya dan menganggapnya sampah supaya aku memperoleh Kristus. Ini yang kita sekalian harus pahami. Menjadi Kristen itu tidak mudah, sangat tidak mudah, menjadi orang Kristen itu berat. Kalau menjadi anak dunia itu mudah, ia bebas mau buat apa saja, ia bebas menikmati dunia ini, ia bebas memiliki dirinya sendiri, ia bebas melangkah kemana dia mau melangkah, membeli apa yang dia mau beli, memiliki apa yang dia mau miliki. Tapi begitu menjadi anak tebusan Tuhan, memiliki Ikatan Perjanjian dengan Tuhan; maka Roh Kudus yang dimeteraikan dalam diri orang percaya itu, kehendak-Nya harus dituruti, kemauan-Nya harus dituruti, ini berat. Terjadi di sini proses penyangkalan diri, di mana orang percaya harus berjuang untuk mematikan keinginan diri sendiri dan menerima Tuhan sebagai Tuhan yang berdaulat penuh di dalam hidupnya.
Banyak orang Kristen merasa sudah menjadi anak-anak Tuhan, mengaku mempelai Tuhan juga, lalu merasa bahwa suatu hari dia akan layak dijemput dan masuk Kerajaan Surga. Ia tidak beragama lain, ia tidak ke dukun, dia memiliki kesantunan hidup, bukan koruptor, dia tidak pergi ke tempat pelacuran, dia tidak berjudi, ia tidak mengkonsumsi alkohol, apalagi narkoba; ia merasa bahwa dirinya orang baik yang sudah memenuhi standard sebagai mempelai Tuhan. Padahal mempelai Tuhan itu standardnya melepaskan segala sesuatu, standard mempelai Tuhan itu adalah tidak terikat dengan segala kesenangan apa pun. Orang yang telah melepaskan diri dari segala ikatan, orang yang kehilangan nyawa dan sepenuhnya hatinya tertuju kepada Tuhan Yesus. Dan ciri orang Kristen seperti ini adalah orang-orang yang tidak takut meninggal dunia, bahkan menjadikan hari kematiannya itu hari kebahagiaan, ia menantikan. Ia menantikan bagaimana ia bisa pulang diterima oleh Bapa di Surga sebagai anak-anak-Nya, anak-anak yang sah maksudnya, sebab ada orang-orang Kristen yang merasa dirinya sudah anak Allah, padahal dia bukan anak Allah yang sah. Bagaimana tahu? Ia belum berkodrat Ilahi. Orang yang belum berkodrat Ilahi belum sah sebagai anak Allah.
Kiranya kebenaran ini memberkati kita sekalian.
Solagracia.
https://overcast.fm/+IqOCFOP-k
Tidak ada komentar:
Posting Komentar