Minggu, 25 November 2018

RH Truth Daily Enlightenment November 2018 25. MENYAMAI TUHAN

Ketika Iblis mau menyamai Tuhan yang ditulis dalam Yesaya pasal 14:13-14. Menyamai, artinya mau sejajar, dalam bahasa Ibraninya damah, itu bukan berarti Iblis bisa Satu level dengan Tuhan. Tidak mungkin dia bisa satu level. Kata menyamai dalam Yesaya 14 tersebut, adalah damah yang artinya sejajar. Dia hendak mensejajarkan diri dengan Tuhan. Dalam arti dia juga ingin memiliki takhta. Tetapi tentu tidak akan bisa menyamai. Sama seperti seorang pegawai, dia bekerja di satu perusahaan, dia mau membuka perusahaan sendiri, sejajar sebagai bos, tetapi tidak mungkin, tetapi tidak menyamai. Kalau itu perusahaan multi nasional dengan asset trilyun, dia mau membuka perusahaan sendiri dengan asset beberapa juta misalnya, tidak trilyun tapi sejajar dalam hal sama-sama sebagai bos, tapi tidak menyamai.
Sebenarnya Lusifer itu hendak mendirikan takhtanya sendiri karena ia ingin merdeka. Ia tidak mau disubordinasi atau dibawahi. Ia memang tidak pernah menjadi satu level dengan Tuhan, tetapi Iblis bisa memiliki kedaulatan wilayahnya sendiri.

Cara berpikir seperti ini, ini cara berpikir yang dimiliki oleh banyak orang. Orang hendak berdaulat atas wilayah hidupnya tanpa dibawahi oleh siapa pun, bahkan tanpa dibawahi oleh Tuhan sendiri. Pada dasarnya ketika Adam dan Hawa makan buah yang dilarang untuk dikonsumsi, ia mau keluar dari subordinasi Tuhan atau dia mau lepas dari subordinasi Allah. Dia tidak mau dibawahi oleh Allah. Kalau dia taat, berarti dia dibawahi, kalau dia tidak taat berarti dia keluar atau lepas dari subordinasi tersebut. Ini yang terjadi dalam hidup banyak orang Kristen hari ini, dia tidak mau dibawahi oleh siapa pun bahkan oleh Tuhan sendiri. Inilah godaan setiap manusia termasuk orang Kristen yang mau membangun takhtanya sendiri, mau memiliki kedaulatannya sendiri sama dengan Lusifer yang mau menyamai Tuhan; tetapi tidak akan mungkin sama. Dia mau sejajar, sama-sama bos, tetapi tindakan Lusifer itu pemberontakan. Hati-hati spirit seperti ini, menghinggapi kehidupan banyak manusia. Dan faktanya banyak orang yang telah terjerat oleh cara berpikir itu, banyak orang memiliki sikap hati seperti Lusifer, ia ingin memiliki takhtanya sendiri; ia ingin memiliki kebebasan atau kemerdekaan.

Bagaimana bentuknya atau apa buktinya orang yang mau mendirikan takhtanya sendiri? Ketika ia mau berkuasa atas keinginan-keinginannya sendiri, ia merasa berhak memerintah dirinya dengan mengumbar keinginan. Dia tidak mempersoalkan, tidak memperkarakan, apakah keinginan-keinginannya itu sesuai dengan keinginan Tuhan; sesuai dengan kehendak Allah atau tidak. Ia tidak mempersoalkan, yang penting ia senang, yang penting ia puas. Dengan cara demikian ia menjadi Tuhan bagi dirinya sendiri dan kalau dia kuat; artinya menjadi orang kaya atau berkedudukan  tinggi, memiliki kekuasaan; ia juga menjadi Tuhan bagi orang lain. Dan setiap orang memiliki godaan seperti ini. Ada yang kuat, ada yang kurang kuat, atau ada yang lemah, tetapi pasti ada. Ada yang berkesempatan, ada yang tidak berkesempatan. Yang berbahaya itu justru yang memiliki kesempatan. Orang yang bisa menjadi kaya, orang yang bisa menjadi pejabat tinggi, memiliki kekuasaan. Ini bahaya. Mengapa bahaya? Sebab dengan kekayaan, dengan uang berlimpah, dengan kedudukan atau jabatan, ia bisa berbuat lebih banyak. Ibarat burung ia punya sayap lebih besar, ia bisa terbang kemana saja. Beda dengan orang yang secara ekonomi lemah, rakyat jelata, tidak memiliki kekuasaan, ia tidak memiliki kapital atau modal untuk mengingini banyak; tetapi tetap punya keinginan. Jangan saudara berpikir bahwa kalau orang kaya sukar masuk Kerajaan Surga, orang miskin mudah. Orang miskin yang mau kaya, orang miskin yang haus kekayaan, sama susahnya untuk masuk surga.

Kalau kita mau menjadikan Yesus Tuhan, tidak bisa tidak kita harus mematikan segala keinginan kita. Kita harus bersedia tidak membangun keinginan sendiri. Semua keinginan yang muncul dalam diri kita, kita perkarakan dengan Tuhan, ini sesuai tidak, dengan keinginan atau kehendak-Nya. Jangan pikir, karena itu berkaitan dengan pelayanan pasti Tuhan kehendaki. Mau bangun gereja, mau beli tanah untuk membangun sekolah, misalnya. Mau membuat sekolah misi, mau membangun desa misi atau apa pun namanya, kelihatannya semua untuk Tuhan, dan lalu kita buru-buru mengerjakannya. Belum tentu itu kehendak dan rencana Allah. Kita harus memperkarakan.

Dewasa ini orang mudah mengatakan ia mendapatkan visi dari Tuhan. Padahal belum tentu itu visi dari Tuhan. Jadi keakuan, ego yang masih dia miliki itu bisa melahirkan visi-visi yang diakui dari Tuhan, padahal bukan. Kita harus berani turun dari takhta kita, atau melepaskan pemerintahan atas diri kita sendiri, walaupun ini bukan hal yang mudah. Tetapi tidak bisa tidak kalau kita mengatakan Yesus sebagai Tuhan, kita menerima Dia sebagai Tuhan, kita harus berani menyangkal diri. Makanya Tuhan berkata, kalau seorang tidak menyangkal diri, dia tidak layak bagi Tuhan. Coba perhatikan bagaimana hidup kita selama ini. Apakah kita benar-benar menundukkan diri kepada Tuhan, sebagai Tuhan yang kita akui berdaulat atas hidup kita. Atau tanpa sadar kita masih suka-suka sendiri, kita berdaulat atas diri kita dan kita merasa itu sebagai kewajaran. Namanya juga manusia, memiliki keinginan lalu kita merasa berhak memiliki keinginan, akhirnya kita bersalah kepada Tuhan karena hal tersebut. Ini dia saudara, yang menjadi masalah.

Kiranya kebenaran ini memberkati kita sekalian.

Solagracia.

https://overcast.fm/+IqOAt6eI4

Tidak ada komentar:

Posting Komentar