Kamis, 15 November 2018

RH Truth Daily Enlightenment Kamis, 15 November 2018"FOKUS YANG BENAR" Pdt. DR.Erastus Sabdono

Fokus orang percaya harus sepenuhnya diarahkan untuk menemukan kemuliaan Allah yang hilang.
 Artinya bagaimana memiliki keadaan mulia di mata Tuhan πŸ’“
Pasti nanti Roh Kudus akan menolong kita bagaimana memiliki keadaan yang mulia di mata Allah.

Jadi hidup di dunia 🌍 hanya untuk memperjuangkan bagaimana suatu hari Tuhan bisa memberikan pujian. Orang itu biasanya mencari pujian dari manusia, entah lewat segala hal. Dipuji karena cantik, dipuji karena ganteng, dipuji karena berprestasi, dipuji karena sukses dalam studi dan lain sebagainya.
Dan orang mencari pujian itu dan dia tidak akan pernah puas dengan satu pujian.
Mendapat satu pujian, dia mau pujian yang lain.

Yang kedua, dia mau mendapat pujian yang lebih besar, dan lebih besar, lebih besar, lebih besar dan akhirnya dia akan terbelenggu oleh pujian-pujian itu atau keinginan memperoleh pujian-pujian itu.

Kita tidak mencari pujian dari manusia, kita rindu pujian dari Allah. Kita harus bergumul bagaimana menjadi mulia di mata Allah. Aku mau menjadi mulia dalam pemandangan-Mu Tuhan. πŸ’“
Bukan mulia dalam pemandangan mata manusia.

Orang yang masih mencari pujian dari manusia, masih mau mendapat nilai diri dari manusia, tidak mungkin dia berjuang dengan benar untuk menemukan kemuliaan Allah yang hilang guna menerima pujian dari Allah, dengan menemukan kemuliaan Allah yang hilang itu.
Orang yang tidak sungguh-sungguh mencari kemuliaan Allah yang hilang, demi mendapat pujian dari Allah; ia tidak mungkin memperolehnya.

Harus sungguh-sungguh mengusahakan, harus sungguh-sungguh menggumulinya. Mengusahakan diri menemukan kemuliaan Allah yang hilang sama dengan mengusahakan diri bergaya hidup seperti Tuhan Yesus.
Ini berarti memiliki kemenangan.
Jadi seseorang itu bisa dikatakan menang kalau menemukan kemuliaan Allah yang hilang itu. Jadi berkarakter seperti Tuhan Yesus, memiliki manusia batiniah yang agung.

Kita sering mendengar orang berkata kamu umat pemenang.
 Ia juga menyuruh orang lain (di gereja) katakan kepada orang di sebelahmu kamu umat pemenang, menangnya di mana ? Bagaimana kita bisa lihat orang itu menang? Praktek-praktek seperti ini sebenarnya pembodohan.

Jadi bodoh, sebab tanpa melihat makna, tidak melihat maknanya, gelap makna, tidak tahu maknanya.
Maksudnya adalah apa itu menang? "yah, pokoknya menang saja".
 Itu kan pembodohan.
 Kalau kebiasaan seperti itu, lama-lama orang terbiasa berpikir secara tidak jelas. Menang yang dimaksud adalah ketika dia bisa mengalahkan hasrat pribadinya untuk mencari pujian, hasrat pribadinya untuk mencari kepuasan-kepuasan di luar kehendak Allah πŸ’“
Dia bisa menaklukkan dirinya, itulah kemenangan.

Kalau orang masih mencari kemuliaan secara fisik, secara harafiah di mata manusia, dia tidak mungkin bisa secara proposional bergumul untuk mencapai kemuliaan Allah πŸ’“
Selama orang masih mencari pujian bagi dirinya sendiri, dari manusia, dia tidak akan perduli pujian dari Allah, yang penting pujian untuk dirinya sendiri. Betapa bodohnya ini.

Mestinya kita ada ini sepenuhnya karena anugerah Tuhan.
Dan karena anugerah Tuhan kita harus sungguh-sungguh berusaha menyenangkan hati Tuhan πŸ’“
 Dan kalau saudara bertanya, Tuhan bagaimana aku bisa menyenangkan hati-Mu? sederhana jawabnya, miliki kemuliaan-Ku, yaitu  manusia batiniah yang agung, karakter yang mulia seperti yang Kumiliki. Kalau engkau memiliki itu, engkau menyenangkan hati-Ku. Karena kalau engkau memiliki hal ini berarti engkau mau menjadi corpus delicti, dan kalau engkau menjadi corpus delicti, kamu menjadi bagian dari laskar-Ku yang menyudahi pekerjaan Iblis.

Dunia 🌍 kita sudah begitu materialistis, dunia kita sudah begitu rusak. Semangat materialisme bukan hanya ada di luar lingkungan gereja, juga di dalam lingkungan gereja. Tidak heran kalau banyak khotbah-khotbah yang orientasinya itu berkat jasmani.
Orientasinya hanya bagaimana diberkati secara jasmani, orientasinya hanya berbicara bagaimana dia bisa memiliki fasilitas ini, fasilitas itu, jalan-jalan ke sana, jalan-jalan ke sini, uang, uang lagi, uang, uang, uang lagi, uang, dan selalu itu.

 Itulah dunia kita, di sekitar kita, sangat menyedihkan kalau suasana seperti itu masuk ke dalam gereja πŸ’’
 Dan sekarang sudah jelas, buktinya apa? Khotbah-khotbah kemakmuran, khotbah-khotbah berkat. Kita sudah tahu khotbah-khotbah seperti itu tidak menggiring orang untuk melihat Langit Baru, Bumi Baru.

Tidak menggiring orang untuk mencari pujian dari Allah, tetapi pujian dari manusia.
Tahukah saudara itu menyesatkan ? Tetapi kita ini orang-orang Timur yang seringkali tidak berani terus terang, membiarkan itu semua berlangsung. Dengan berpikir, "ya tidak apa-apalah, aman-aman saja".

Ini tidak aman, jemaat tidak aman, pembicara atau pendeta pun sebenarnya juga tidak aman kalau tidak mengajarkan kebenaran. Karena seorang pembicara dihakimi dengan ukuran yang berbeda.
Jangan main-main, dihakimi dengan ukuran yang berbeda.

Jadi mestinya fokus hidup kita itu hanya satu, bagaimana kita memiliki keberadaan seperti Tuhan, yang menjadi pola/teladan/prototype/ model kita, dan kita mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang memang itu akan berguna untuk kepentingan Kerajaan Allah πŸ’“
Kita berusaha untuk melakukan segala sesuatu sesuai dengan kehendak Allah, kita menemukan tempat kita untuk mengabdi kepada-Nya.

Dan tempat itu bisa saja warung, kantor, usaha bisnis kita, itulah tempat di mana kita dapat menyelesaikan pekerjaan Allah di dalamnya.
Tentu dengan motivasi bahwa kita melakukan semua itu untuk kemuliaan Allah.

Dengan kita mengusahakan diri demikian, kita melayani Tuhan. Kita bisa mendengar apa yang dikatakan dalam Firman Tuhan ,"Berbahagialah orang yang mati, mati dalam Tuhan". Mati, tetapi telah mengabdi kepada Tuhan. Paulus mengatakan bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan.

Jadi ketika kita berusaha untuk sungguh-sungguh fokus bagaimana memiliki kehidupan yang menyenangkan hati Allah, yaitu memiliki keberadaan yang agung dan mulia sehingga kita menjadi corpus delicti.
Sempurna seperti Bapa πŸ’“ serupa dengan Yesus.

Jika sungguh-sungguh itu berlangsung di dalam hidup kita, kita baru benar-benar memuaskan hati Bapa πŸ’“ di surga. Jadi kalau saya mau bicara jujur; fokus hidup kita itu tidak boleh dua, apalagi tiga, apalagi lima.
Fokus hidup kita hanya satu, bagaimana pada akhirnya kita mendapat pujian dari Allah, "ini anak-Ku yang Kukasihi, kepadanya Aku berkenan".
Kalau kita merasa belum berhak menerima sertifikat atau pengakuan ini, kita harus berjuang dan jangan berhenti sampai kita benar-benar mengerti dan mengalami bahwa kita berhak mendapat pengakuan itu, "Ini anak-Ku yang Kukasihi kepadanya Aku berkenan".

Jbu

https://overcast.fm/+IqOAmjzhI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar