Senin, 31 Desember 2018

RH Truth Daily Enlightenment Desember 2018 31. MEMPERCAYAKAN DIRI KEPADA TUHAN

Kalau saya mengatakan mempercayakan diri kepada Tuhan- bukan berarti lalu kita pasrah tanpa memiliki peran atau aktivitas sama sekali. Mempercayakan diri kepada Tuhan itu bukan karena kita sedang ada masalah, lalu kita menyerahkan masalah kita kepada Tuhan. Mempercayakan diri kepada Tuhan artinya bagaimana kita memahami maksud-maksud Tuhan di dalam hidup kita dan kita mengarahkan diri kepada maksud-maksud Tuhan tersebut. 

Selama ini berbicara mengenai mempercayakan diri kepada Tuhan biasanya selalu dikaitkan dengan masalah. Karena sedang ada problem maka menyerahkan masalah-masalah dan problem itu kepada Tuhan. Sering begitu dan ini tidak benar. Justru ketika kita sedang dalam masalah dan problem, kita harus bertanggungjawab menyelesaikannya. Jangan hanya berkata: "Tuhan kuserahkan masalah ini kepada-Mu." Maksudnya? "Selesaikan ya"- Itu berarti tidak bertanggungjawab! Justru ketika kita sedang ada dalam masalah kita harus berusaha menyelesaikannya dengan tanggungjawab. Tentu mohon petunjuk dan pimpinan Tuhan. Dan pasti Roh Kudus memimpin kita.

Tetapi kalau berbicara mengenai mempercayakan diri kepada Tuhan, maksudnya adalah kita berusaha mengerti maksud-maksud Tuhan di dalam hidup kita dan mengarahkan diri untuk memenuhi maksud-maksud itu di dalam hidup kita. Itu maksudnya. Justru kita sungguh-sungguh mau memenuhi apa yang Dia kehendaki untuk kita lakukan. Oleh sebab itu orang Kristen yang benar tidak mudah untuk membuat visi, cita-cita, kerinduan atau keinginan. Selama ini kita sering mendengar orang berkata: "Cita-cita saya ini kiranya Tuhan mengabulkan cita-citaku". Itu orang yang tidak mempercayakan dirinya kepada Tuhan. Dia mempercayakan dirinya kepada dirinya sendiri. Selama ini kita juga sering mendengar orang berkata: "Saya punya visi, ini visi saya."  Mana bisa orang berhak memiliki visi. Visi itu milik Tuhan. Kita ini hanya sebagai orang-orang kepercayaan yang diberi visi oleh Tuhan. Ini maksudnya. Jadi visi kita itu sebenarnya visinya Tuhan. Sehingga kita bisa berkata: "Tuhan beri aku mengerti visi-Mu yang Kau percayakan kepadaku untuk kugelar", "Tuhan tolong aku mengerti cita-cita-Mu di dalam hidupku yang harus kuwujudkan", Ini baru benar. "Tuhan aku tidak punya visi, aku tidak punya cita-cita, visi yang ada padaku adalah visi-Mu, cita-cita yang ada padaku adalah cita-cita-Mu, karena prinsip hidupku adalah melakukan kehendak Bapa dan menyelesaikan pekerjaan-Nya."

Jadi tidak ada istilah Allah meridhoi. Seakan-akan kita punya keinginan Allah meridhoi, Allah memperkenan. Sebaliknya apa pun yang Dia kehendaki kita ikuti, kita mau. Kalau saya menggunakan kalimat kita berkenan, wah siapa kita? Tetapi saya menggunakan kalimat 'kita menyukainya', 'kita menyenanginya', apa pun yang Tuhan kehendaki. 
Itulah sebabnya dalam doa Bapa Kami, Tuhan mengajarkan kita kalimat 'Datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu, di bumi seperti di surga.' Seperti doa Tuhan Yesus di Taman Getsemani 'Bukan kehendak-Ku yang jadi ya Bapa, tetapi kehendak-Mu'. Di Taman Getsemani itu Tuhan Yesus berkata: Bukan kehendak-Ku yang jadi ya Bapa, tetapi kehendak-Mu lah'. Ketika Tuhan Yesus mengucapkan kalimat itu Dia sedang bertarung dengan Diri-Nya juga. Dia harus memilih, kehendak-Nya sendiri atau kehendak Bapa. Di hadapan-Nya sedang terbentang Via Dolorosa, di hadapan-Nya sedang berdiri tegak Bukit Golgota dengan salib yang keji. Tidak heran kalau Tuhan Yesus seperti frustrasi atau stress sampai peluh-Nya menitik seperti tetesan darah. Pembuluh darah di dahi-Nya pecah karena begitu stress, begitu frustrasi dan tertekannya Dia. Tetapi Tuhan Yesus mengakhiri dengan kalimat 'Bukan kehendak-Ku yang jadi Bapa, tetapi kehendak-Mulah'. Itulah kemenangan Tuhan Yesus! Dia mempercayakan hidup-Nya kepada Bapa di surga. Jadi tidak heran kalau di kayu salib, di tengah penderitaan yang begitu hebat, ketika Dia merasa Bapa meninggalkan Dia- Dia tetap berkata: 'Ke dalam tangan-Mu Kuserahkan Roh-Ku, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku'. 

Tuhan Yesus benar-benar mempercayai Bapa. Walaupun seakan-akan Bapa meninggalkan Dia. Tetapi Dia tidak meninggalkan Bapa. Dia mempercayakan Diri-Nya, Dia mempercayakan hidup-Nya kepada Bapa di surga. 'Ke dalam tangan-Mu Aku menyerahkan nyawa-Ku ya Bapa'. Hebat bukan? Hebat! Luar Biasa! Inilah yang harus kita contoh! Jadi bukan seperti yang banyak orang ajarkan hari ini, "Klaim janji-Nya". Kok klaim klam klaim, memangnya siapa kita bisa meng-klaim Tuhan? Janji yang mana yang mau diklaim? Kita yang harus berkata: "Tuhan klaim hak-Mu atas hidupku yang sudah kuserahkan kepada-Mu, aku tidak meng-klaim apa-apa, tetapi aku membiarkan Engkau yang meng-klaim hidupku, menguasai hidupku dan aku mempercayakan seluruh hidupku tanpa batas kepada-Mu." .

Biarlah kebenaran hari ini memberkati kita sekalian.

Solagracia.

https://overcast.fm/+IqODyPqHM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar