Kalau kata “dikuduskan” ini dihubungkan dengan pernyataan Tuhan Yesus 💗 bahwa Ia menguduskan diri-Nya, supaya orang percaya dikuduskan dalam kebenaran (Yoh. 17:18), bukan berarti Yesus membutuhkan pengampunan dosa dan penyucian seperti kita.
Yesus tidak berdosa dalam segala hal, sehingga Ia dapat menjadi penebus dosa kita.
Kalau Yesus tidak kudus dalam segala hal, maka Ia tidak dapat menjadi penebus bagi kita 👥
Orang berdosa tidak dapat menjadi penebus bagi sesamanya.
Itulah sebabnya tidak ada penebus dosa yang menjadi utusan Allah selain Yesus Kristus 💗Dalam hal ini perlu ditegaskan bahwa tidak ada keselamatan di luar Yesus Kristus.
Kalau Firman Tuhan menyatakan bahwa Yesus menguduskan diri-Nya artinya bahwa Tuhan Yesus berusaha untuk taat agar bisa menggenapi rencana Allah.
Satu hal yang harus dipahami bahwa Yesus bisa berbuat dosa, tetapi Ia tidak berbuat dosa. Pergumulan-Nya untuk taat kepada Bapa dan tidak jatuh dalam dosa bukanlah sandiwara.
Itulah sebabnya Firman Tuhan mengatakan : Dalam hidup-Nya sebagai manusia, Ia telah mempersembahkan doa dan permohonan dengan ratap tangis dan keluhan kepada Dia, yang sanggup menyelamatkan-Nya dari maut, dan karena kesalehan-Nya Ia telah didengarkan (Ibr. 5:7).
Tuhan Yesus sendiri 💗harus bergumul untuk bisa mencapai kesempurnaan. Ia tidak mencapainya dengan mudah. Ia harus bergumul hebat, seperti yang terjadi di taman Getsemani, antara kehendak-Nya sendiri dan kehendak Bapa.
Hal itu dilakukan agar setelah Ia mencapai kesempurnaan, Ia dapat menjadi teladan bagi orang percaya dan Allah 💗 memakai-Nya sebagai alat keselamatan.
Demikian pula orang percaya dapat dikuduskan dengan kebenaran supaya bisa dipakai oleh Bapa (Yoh. 17:19).
Dalam Ibrani 5:8-9 tertulis: “Dan sekalipun Ia adalah Anak, Ia telah belajar menjadi taat dari apa yang diderita-Nya, dan sesudah Ia mencapai kesempurnaan-Nya, Ia menjadi pokok keselamatan yang abadi bagi semua orang yang taat kepada-Nya”.
Setelah Tuhan Yesus menyelesaikan tugas penyelamatan-Nya, Ia menjadikan manusia 👥 untuk dikuduskan dan dipakai oleh Bapa, sebagaimana Diri-Nya sendiri juga telah mengalaminya.
Paulus juga dikuduskan untuk ini, yaitu menjadi alat dalam tangan Tuhan untuk menggenapi rencana Allah (Rm. 1:1).
Hal ini juga harus dialami orang percaya 👥 yang memberitakan Injil.
Mereka yang memberitakan Injil harus terlebih dahulu menghidupi Injil di dalam hidupnya.
Hal ini sama dengan menguduskan diri seperti yang Yesus lakukan.
Tidak mungkin seseorang dapat menjadi pemberita Injil yang benar, sebelum ia dapat menghidupi Injil di dalam hidupnya.
Dalam hal ini jelas sekali bahwa pengudusan Tuhan 💗 bukan hanya berhenti di mana orang percaya dipindahkan statusnya dari orang berdosa menjadi anak, juga bukan sekadar diperbaiki karakternya, tetapi juga direncanakan untuk menjadi alat dalam tangan Bapa guna menggenapi rancana-Nya.
Rencana Bapa 💗 adalah membinasakan pekerjaan Iblis (1Yoh. 3:8).
Hal ini sejajar dengan pengertian kudus dalam bahasa Ibrani qadosh, yang artinya dipisahkan dari yang lain untuk digunakan.
Semua perkakas yang hendak dipakai bagi pekerjaan Tuhan harus dikuduskan.
Dikuduskan bukan secara mistis atau menggunakan ritual dan seremonial (seperti dalam banyak agama), tetapi pergumulan hidup individu yang dipilih tersebut untuk menghidupi Injil di dalam hidupnya.
Mekanisme pelayanan ini sudah hilang dalam kehidupan orang percaya 👥 hari ini.
Banyak orang merasa sudah layak menjadi pemberita Injil hanya karena telah menyelesaikan studi di Sekolah Penginjil atau menyelesaikan studi di Sekolah Tinggi Teologi. Keadaan ini menjadikan Injil, yang adalah kekuatan Allah, tidak berdayaguna mengubah orang 👤, karena pemberita Injilnya sendiri tidak menghidupi Injil tersebut.
Pemberita Injil harus menjadi surat yang terbuka, artinya melalui hidupnya orang menemukan Injil yang diperagakan.
Mengapa demikian? Sebab Injil adalah jalan hidup yang memuat kebenaran, bukan hukum atau sekadar pengetahuan tentang Allah.
Pemahaman ini penting, agar orang percaya tidak merasa sudah selamat hanya karena mengakui status Yesus 💗 sebagai Juruselamat, tetapi harus berjuang untuk menjadi serupa dengan Yesus, sebab setiap orang percaya harus menjadi saksi.
Untuk menjadi saksi harus memiliki karakter Kristus. Seseorang tidak dapat menjadi milik Kristus tanpa memiliki karakter-Nya. Jadi, memiliki karakter Kristus adalah kemutlakan. Inilah inti keselamatan.
JBU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar