Dalam perjalanan sejarah hidup manusia π₯, semakin nyata bahwa manusia menjadi bertambah jahat. Hal ini dikemukakan oleh Paulus dalam suratnya, yaitu dengan adanya penyembahan kepada berbagai obyek.
Orang-orang yang menggantikan penyembahan yang benar dengan berbagai obyek ini biasanya kelakuannya pun juga pasti rusak (Rm. 1:22-25).
Kejahatan manusia berkembang terus sampai pada penyimpangan seks, yaitu praktik homoseksual (lesbian dan gay) seperti yang sekarang ini marak terjadi (Rm. 1:26-27).
Akibat perbuatan ini mereka π₯ bukan saja menerima hukuman di balik kubur, nanti tetapi juga sementara di bumi; tidak jarang penyakit HIV berjangkit pada pelaku homoseksual.
Apakah dalam hal ini kelainan seks dalam diri seseorang pasti berarti dosa? Tentu saja tidak. Menjadi berdosa kalau seseorang menjadi pelaku dari homoseksual tersebut atau mempraktikkannya.
Dalam Roma 1:24 tertulis: Karena itu Allah menyerahkan mereka kepada keinginan hati mereka akan kecemaran, sehingga mereka saling mencemarkan tubuh mereka.
Dalam Roma 1:26 Paulus menulis: Karena itu Allah menyerahkan mereka kepada hawa nafsu yang memalukan dan dalam Roma 1: 28 tertulis: Dan karena mereka tidak merasa perlu untuk mengakui Allah, maka Allah π menyerahkan mereka kepada pikiran-pikiran yang terkutuk, sehingga mereka melakukan apa yang tidak pantas.
Kalimat-kalimat di atas ini menunjukkan bahwa Allah menyerahkan mereka kepada hawa nafsu dan pikiran yang terkutuk, sehingga melakukan berbagai kejahatan dan tidak lagi memiliki nurani yang baik.
Apakah tindakan Allah πini merupakan tindakan sewenang-wenang? Tentu tidak.
Ada beberapa alasan mengapa Tuhan π menyerahkan mereka kepada keinginan hati mereka, yaitu kecemaran, sehingga mereka saling mencemarkan tubuh mereka, menyerahkan mereka kepada hawa nafsu yang memalukan dan pikiran-pikiran yang terkutuk, sehingga mereka melakukan apa yang tidak pantas.
Alasan-alasan mengapa Allah menyerahkan mereka kepada perbuatan yang busuk itu dapat kita peroleh dari beberapa teks ini :
Pertama, dalam Roma 1:23 tertulis:
Mereka menggantikan kemuliaan Allah π yang tidak fana dengan gambaran yang mirip dengan manusia yang fana, burung-burung, binatang-binatang yang berkaki empat atau binatang-binatang yang menjalar.
Kedua, dalam Roma 1:25 tertulis: Sebab mereka menggantikan kebenaran Allah π dengan dusta dan memuja dan menyembah makhluk dengan melupakan Penciptanya yang harus dipuji selama-lamanya, amin.
Ketiga, dalam Roma 1:28 tertulis: Dan karena mereka tidak merasa perlu untuk mengakui Allah.
Ayat-ayat di atas ini menunjukkan bahwa mereka yang memilih untuk tidak hidup dalam penurutan terhadap kehendak Allah π atau tidak hidup dalam kebaikan moral.
Terkait dengan hal ini dapat diperoleh melalui fakta empiris bahwa obyek yang disembah seseorang sangat memengaruhi perilaku penyembahnya. Dengan kalimat lain dapat dikatakan bahwa bagaimana model dewa atau Allah yang disembah, menjadi model manusia π₯ yang menyembah.
Model di sini menyangkut gaya hidup dan seluruh perilaku serta budaya manusianya.
Di tengah-tengah kehidupan mereka, kadang dijumpai orang-orang yang nuraninya sangat baik, sehingga jika ilah atau dewa mereka dipandang melakukan kesalahan, maka mereka π₯ akan melawannya juga.
Tindakan manusia yang menggantikan kemuliaan Allah yang tidak fana dengan gambaran yang mirip dengan manusia yang fana, burung-burung, binatang-binatang yang berkaki empat atau binatang-binatang yang menjalar, menggantikan kebenaran Allah π dengan dusta dan memuja dan menyembah makhluk dengan melupakan Penciptanya dan tidak merasa perlu untuk mengakui Allah, adalah tindakan yang berangkat dari diri mereka sendiri.
Hal tersebut menunjukkan bahwa kehendak mereka yang bebas, yang mereka gunakan sesuai dengan kemauan mereka sendiri, melahirkan tindakan konkret.
Jadi sesungguhnya, apa pun yang manusia lakukan bukan karena ada faktor lain di luar dirinya, apalagi karena Tuhan π yang menggerakkan mereka atau menentukan mereka berbuat demikian. Dalam hal ini, tidak mungkin Allah menggiring seseorang secara paksa dan sepihak untuk berbuat baik, tetapi sementara itu juga Tuhan membiarkan orang berbuat kejahatan yang akhirnya terbuang dari hadirat Allah selama-lamanya.
Allah bukanlah Allah yang kejam dan jahat.
Ia adalah Allah yang kasih, yang tidak menghendaki seorang pun binasa. Kalau sampai seseorang dibiarkan Tuhan π menjadi semakin jahat (seperti Firaun), hal itu karena memang hatinya sudah sangat jahat dan tidak bisa diperbaiki lagi.
Niat hatinya sudah keras atau sudah bulat untuk melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kehendak Allah.
JBU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar