Dari pembahasan sebelumnya, kita temukan dua versi pembenaran, versi pertama dibenarkan oleh karena melakukan hukum Taurat yang tertulis di hati.
Ini hanya ditujukan bagi orang-orang π₯ yang tidak memiliki Taurat dan yang tidak mendengar Injil, yang juga disebut sebagai bangsa-bangsa lain (Rm. 2:13-14).
Kata “bangsa-bangsa lain” dalam teks aslinya adalah ethne (αΌΞΈΞ½Ξ·) dari akar kata ethnos (αΌΞΈΞ½ΞΏΟ); yang diterjemahkan dalam bahasa Inggris sebagai gentile.
Sinonim gentile adalah heathen.
Sebenarnya kata ini kurang enak didengar sebab artinya selain bangsa di luar bangsa Yahudi, juga berarti bangsa kafir.
Pembenaran versi kedua, dibenarkan karena iman, yaitu bagi mereka yang menerima Yesus Kristus π sebagai Tuhan pada zaman anugerah.
Tentu dibenarkan versi kedua ini hanya bagi mereka yang berkesempatan menjadi umat pilihan, baik orang-orang Yahudi maupun non Yahudi.
Pembenaran versi kedua ini adalah pembenaran yang dihasilkan dari respon yang benar terhadap korban Kristus di kayu salib.
Pembenaran versi kedua ini tidak dibatasi oleh suku dan bangsa.
Pembenaran versi pertama terjadi karena melakukan inti hukum Taurat, walaupun mereka π₯ tidak memiliki hukum Taurat (bagi non-Yahudi) dan tidak pernah mendengar Injil.
Mereka inilah yang dimaksud dengan “bangsa-bangsa lain”.
Pembenaran bagi mereka dapat terjadi kalau mereka melakukan perintah kasih, yaitu mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri; inilah inti hukum Taurat (Mat. 22:39). Tindakan kasih mereka kepada orang lain diperhitungkan Tuhan π sebagai perbuatan untuk Tuhan sendiri (Mat. 25:31-46).
Seluruh isi hukum Taurat dan kitab para nabi tergantung pada hukum kasih ini. Tentu saja “bangsa-bangsa” lain ini tidak bisa dituntut seperti bangsa Israel yang mengenal Elohim Yahwe dan memiliki Taurat yang tertulis.
Mereka yang di luar umat pilihan tersebut juga tidak bisa disamakan atau disejajarkan dengan orang percaya π₯ yang mengenal Injil. (Rm. 2:13-16).
Terkait dengan hal di atas, perlu dipahami, bahwa orang yang mengasihi sesama manusia seperti dirinya sendiri belum tentu mengasihi Tuhan Allah π dengan segenap hati, jiwa, akal budi dan kekuatan, karena mereka tidak mengenal Allah yang benar seperti bangsa Israel dan orang percaya.
Tetapi mereka yang mengenal Allah dan mengasihi Dia dengan segenap hati, jiwa, akal budi, dan kekuatan, pasti mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri.
Jadi kalau umat pilihan, baik orang Yahudi maupun orang Kristen π₯ tidak mengasihi sesama seperti diri sendiri, berarti tidak mengasihi Allah dengan benar.
Orang yang tidak mengenal Elohim Yahweh dan tidak mengenal Injil tidak bisa disejajarkan dengan umat pilihan tersebut.
Mereka tidak dituntut mengasihi Allah π, karena tidak mengenal Allah yang benar.
Tetapi kasih mereka kepada sesama sudah merupakan ukuran pembenaran mereka untuk diperkenankan masuk dunia yang akan datang sebagai anggota masyarakat.
Harus digarisbawahi bahwa pembenaran atas “bangsa-bangsa lain” tersebut bisa terjadi atau bisa dilakukan hanya oleh karena Tuhan Yesus π telah memikul dosa mereka di kayu salib.
Dalam hal ini Tuhan Yesus mati untuk semua manusia di bumi ini; baik bagi mereka yang mendengar Injil atau tidak mendengar Injil.
Kalau Tuhan Yesus π tidak mati di kayu salib untuk semua manusia atau seluruh dosa dunia, maka sebaik apa pun seseorang tidak akan bisa dibenarkan dan diperkenankan masuk surga.
Jadi, pembenaran bagi mereka ini pun bisa terjadi karena korban Tuhan Yesus di kayu salib. Dengan demikian pernyataan bahwa keselamatan tidak ada di luar Kristus π adalah ketetapan, hukum, dan tatanan yang tidak bisa diganti oleh apa pun.
Paralel dengan dua versi pembenaran, juga ada dua versi keselamatan.
Pertama, keselamatan orang di luar Injil.
Yaitu mereka yang melakukan perbuatan kasih sehingga dibenarkan dan diperkenankan untuk masuk dunia π yang akan datang sebagai anggota masyarakat.
Sedangkan versi kedua hanya bagi umat pilihan.
Yaitu keselamatan yang memuat anugerah dikembalikannya manusia ke rancangan semula menjadi sempurna seperti Bapa atau serupa dengan Tuhan Yesus π
Keselamatan versi kedua ini memuat potensi atau kuasa yang diberikan kepada mereka yang menerima Yesus, sehingga mereka dimampukan untuk menjadi sempurna seperti Bapa atau serupa dengan Tuhan Yesus dan diperkenankan masuk anggota keluarga Kerajaan serta dimuliakan bersama-sama dengan Tuhan Yesus.
JBU
Kumpulan dari Khotbah, Seminar dan hal lain yang berhubungan dengan Gereja Rehobot Ministry
Rabu, 31 Januari 2018
Selasa, 30 Januari 2018
RH Truth Daily Enlightenment “PENGERTIAN TIDAK BERSALAH” 31 Januari 2018
Untuk kata “tidak bersalah” dalam Alkitab π kita menemukan beberapa kata.
Pertama adalah anaitios (αΌΞ½Ξ±α½·ΟΞΉΞΏΟ), yang artinya tidak bersalah dalam kaitannya dengan hukum. Jadi anaitios berarti ketidakbersalahan dalam kaitannya dengan pelanggaran terhadap hukum.
Kata ini dapat dijumpai dalam Matius 12: 5 dan 7.
Kata anaitios dalam bahasa Inggris diterjemahkan guiltless, innocent.
Kata anaitios besar kemungkinan bisa bertalian dengan kata aitios.
Kata aitios dapat dijumpai dalam Ibrani 5:9 (… dan sesudah Ia mencapai kesempurnaan-Nya, Ia menjadi pokok keselamatan yang abadi bagi semua orang yang taat kepada-Nya …).
Kata aitios berarti : penggubah atau penyusun. Kata anaitios bisa merupakan lawan kata aitios, yang bisa berarti perusak.
Kedua, untuk pengertian tidak bersalah adalah athoos (αΌΞΈαΏ·ΞΏΟ), yang berarti not guilty, innocent dan unpunished (tidak bersalah dan tidak dihukum).
Kata ini muncul pada waktu Pilatus mencuci tangan dan menyatakan bahwa dirinya tidak bersalah dalam kasus penyaliban Yesus.
Setelah Pilatus menginterogasi dan melakukan pengamatan, ternyata ia menemukan bahwa Yesus π tidak bersalah.
Tetapi orang-orang Yahudi dalam jumlah yang sangat besar mendesak Pilatus untuk menghukum Yesus dengan hukuman mati. Orang-orang Yahudi juga mengancam Pilatus dengan tuduhan bahwa ia bukan sahabat Kaisar (Yoh. 19:12). Hal ini benar-benar sangat membahayakan dirinya, sebab ia bisa berhadapan langsung dengan Kaisar Roma yang kejam.
Oleh karena itu Pilatus menyatakan dirinya tidak bersalah (athoos) dan membiarkan Yesus jatuh ke tangan orang-orang Yahudi yang dimotori para pemimpin agama dan disalib.
Ketiga adalah katharos (ΞΊΞ±ΞΈΞ±Οα½ΉΟ). Kata ini terdapat beberapa kali dalam Kisah Para Rasul (Kis. 18:6; 20:26).
Kata ini digunakan Paulus ketika menyatakan bahwa dirinya “tidak bersalah” kepada orang-orang yang menolak Injil yang diberitakan oleh Paulus. Kata ‘katharos’ berarti bersih (clean, clear).
Dalam hal ini Paulus menyatakan bahwa dirinya bersih dari hukuman yang bisa tertimpa atas mereka yang menolak pemberitaan Injil yang disampaikan. Paulus mengebaskan debu dari jubahnya, seperti yang diajarkan Tuhan Yesus π, dan menyatakan dirinya tidak bersalah (katharos).
Keempat adalah hagnos (αΌΞ³Ξ½α½ΉΟ).
Kata ini terdapat dalam 2 Korintus 7:11 yang tertulis: Sebab perhatikanlah betapa justru dukacita yang menurut kehendak Allah π itu mengerjakan pada kamu kesungguhan yang besar, bahkan pembelaan diri, kejengkelan, ketakutan, kerinduan, kegiatan, penghukuman!
Di dalam semuanya itu kamu telah membuktikan, bahwa kamu tidak bersalah di dalam perkara itu. Kalimat “kamu tidak bersalah” menunjukkan bahwa jemaat Korintus bersih (clear) dari kebiasaan jahat orang-orang Korintus yang kemungkinan sangat besar jemaat Korintus juga dahulu melakukannya. Kata hagnos selain berarti bersih, juga berarti menarik dan terhormat.
Jemaat Korintus karena tidak mengikuti atau terlibat dalam kebiasaan jahat orang-orang π₯Korintus, menjadi bersih atau terhormat.
Kelima adalah ptaio (ΟΟΞ±α½·Ο). Kata ini terdapat dalam Yakobus 3:2, Sebab kita semua bersalah dalam banyak hal; barangsiapa tidak bersalah dalam perkataannya, ia adalah orang sempurna, yang dapat juga mengendalikan seluruh tubuhnya.
Kata tidak bersalah dalam teks ini adalah ptaio yang berarti tidak melakukan kesalahan atau tidak tersandung.
Kata ini sebenarnya selain berarti tidak menyebabkan orang lain tersandung atau jatuh, juga berarti tidak melakukan kesalahan (to cause one to stumble or fall, to err, to make a mistake).
Keenam, dalam bahasa Yunani kata tidak bersalah juga bisa menggunakan kata hamartano (αΌΞΌΞ±ΟΟα½±Ξ½Ο). Kata ini terdapat dalam Kisah Para Rasul 25:8, “… sebaliknya Paulus membela diri, katanya: “Aku sedikit pun tidak bersalah, baik terhadap hukum Taurat orang Yahudi maupun terhadap Bait Allah atau terhadap Kaisar.”
Dalam teks bahasa Inggris versi King James tertulis: While he answered for himself, neither against the law of the Jews, neither against the temple, nor yet against Caesar, have I offended any thing at all. Dalam pernyataannya, Paulus membela diri di hadapan Festus bahwa ia tidak melawan hukum Yahudi dan tidak melawan Kaisar, bahwa dirinya tidak menyentuh pelanggaran atau tidak melakukan pemberontakan.
Ini juga berarti bahwa Paulus meleset dari tindakan melawan hukum agama dan hukum kekaisaran Roma.
Kata tidak menyentuh atau yang sama dengan meleset terjemahan dari hamartano.
Dengan memahami kata “tidak bersalah” dari bahasa asli Alkitab π, maka kita mengerti lebih lengkap pengertian ‘dibenarkan’. Sungguh-sungguh suatu kebenaran yang sangat luar biasa, Paulus menggunakan kata dikaio dalam Roma 2:13, yang artinya dianggap benar, bukan kalimat “tidak bersalah”.
Kalimat “tidak bersalah atau tidak memiliki kesalahan” berarti berkeadaan tidak melakukan pelanggaran sama sekali terhadap hukum atau kehendak Allah π
Kalau Paulus menggunakan kata “tidak bersalah”, bukan dibenarkan, maka berarti Paulus tidak jujur, sebab kenyataannya orang di luar Injil yang masuk dunia yang akan datang bukanlah orang-orang yang tidak memiliki salah sama sekali atau sudah sempurna.
JBU
Pertama adalah anaitios (αΌΞ½Ξ±α½·ΟΞΉΞΏΟ), yang artinya tidak bersalah dalam kaitannya dengan hukum. Jadi anaitios berarti ketidakbersalahan dalam kaitannya dengan pelanggaran terhadap hukum.
Kata ini dapat dijumpai dalam Matius 12: 5 dan 7.
Kata anaitios dalam bahasa Inggris diterjemahkan guiltless, innocent.
Kata anaitios besar kemungkinan bisa bertalian dengan kata aitios.
Kata aitios dapat dijumpai dalam Ibrani 5:9 (… dan sesudah Ia mencapai kesempurnaan-Nya, Ia menjadi pokok keselamatan yang abadi bagi semua orang yang taat kepada-Nya …).
Kata aitios berarti : penggubah atau penyusun. Kata anaitios bisa merupakan lawan kata aitios, yang bisa berarti perusak.
Kedua, untuk pengertian tidak bersalah adalah athoos (αΌΞΈαΏ·ΞΏΟ), yang berarti not guilty, innocent dan unpunished (tidak bersalah dan tidak dihukum).
Kata ini muncul pada waktu Pilatus mencuci tangan dan menyatakan bahwa dirinya tidak bersalah dalam kasus penyaliban Yesus.
Setelah Pilatus menginterogasi dan melakukan pengamatan, ternyata ia menemukan bahwa Yesus π tidak bersalah.
Tetapi orang-orang Yahudi dalam jumlah yang sangat besar mendesak Pilatus untuk menghukum Yesus dengan hukuman mati. Orang-orang Yahudi juga mengancam Pilatus dengan tuduhan bahwa ia bukan sahabat Kaisar (Yoh. 19:12). Hal ini benar-benar sangat membahayakan dirinya, sebab ia bisa berhadapan langsung dengan Kaisar Roma yang kejam.
Oleh karena itu Pilatus menyatakan dirinya tidak bersalah (athoos) dan membiarkan Yesus jatuh ke tangan orang-orang Yahudi yang dimotori para pemimpin agama dan disalib.
Ketiga adalah katharos (ΞΊΞ±ΞΈΞ±Οα½ΉΟ). Kata ini terdapat beberapa kali dalam Kisah Para Rasul (Kis. 18:6; 20:26).
Kata ini digunakan Paulus ketika menyatakan bahwa dirinya “tidak bersalah” kepada orang-orang yang menolak Injil yang diberitakan oleh Paulus. Kata ‘katharos’ berarti bersih (clean, clear).
Dalam hal ini Paulus menyatakan bahwa dirinya bersih dari hukuman yang bisa tertimpa atas mereka yang menolak pemberitaan Injil yang disampaikan. Paulus mengebaskan debu dari jubahnya, seperti yang diajarkan Tuhan Yesus π, dan menyatakan dirinya tidak bersalah (katharos).
Keempat adalah hagnos (αΌΞ³Ξ½α½ΉΟ).
Kata ini terdapat dalam 2 Korintus 7:11 yang tertulis: Sebab perhatikanlah betapa justru dukacita yang menurut kehendak Allah π itu mengerjakan pada kamu kesungguhan yang besar, bahkan pembelaan diri, kejengkelan, ketakutan, kerinduan, kegiatan, penghukuman!
Di dalam semuanya itu kamu telah membuktikan, bahwa kamu tidak bersalah di dalam perkara itu. Kalimat “kamu tidak bersalah” menunjukkan bahwa jemaat Korintus bersih (clear) dari kebiasaan jahat orang-orang Korintus yang kemungkinan sangat besar jemaat Korintus juga dahulu melakukannya. Kata hagnos selain berarti bersih, juga berarti menarik dan terhormat.
Jemaat Korintus karena tidak mengikuti atau terlibat dalam kebiasaan jahat orang-orang π₯Korintus, menjadi bersih atau terhormat.
Kelima adalah ptaio (ΟΟΞ±α½·Ο). Kata ini terdapat dalam Yakobus 3:2, Sebab kita semua bersalah dalam banyak hal; barangsiapa tidak bersalah dalam perkataannya, ia adalah orang sempurna, yang dapat juga mengendalikan seluruh tubuhnya.
Kata tidak bersalah dalam teks ini adalah ptaio yang berarti tidak melakukan kesalahan atau tidak tersandung.
Kata ini sebenarnya selain berarti tidak menyebabkan orang lain tersandung atau jatuh, juga berarti tidak melakukan kesalahan (to cause one to stumble or fall, to err, to make a mistake).
Keenam, dalam bahasa Yunani kata tidak bersalah juga bisa menggunakan kata hamartano (αΌΞΌΞ±ΟΟα½±Ξ½Ο). Kata ini terdapat dalam Kisah Para Rasul 25:8, “… sebaliknya Paulus membela diri, katanya: “Aku sedikit pun tidak bersalah, baik terhadap hukum Taurat orang Yahudi maupun terhadap Bait Allah atau terhadap Kaisar.”
Dalam teks bahasa Inggris versi King James tertulis: While he answered for himself, neither against the law of the Jews, neither against the temple, nor yet against Caesar, have I offended any thing at all. Dalam pernyataannya, Paulus membela diri di hadapan Festus bahwa ia tidak melawan hukum Yahudi dan tidak melawan Kaisar, bahwa dirinya tidak menyentuh pelanggaran atau tidak melakukan pemberontakan.
Ini juga berarti bahwa Paulus meleset dari tindakan melawan hukum agama dan hukum kekaisaran Roma.
Kata tidak menyentuh atau yang sama dengan meleset terjemahan dari hamartano.
Dengan memahami kata “tidak bersalah” dari bahasa asli Alkitab π, maka kita mengerti lebih lengkap pengertian ‘dibenarkan’. Sungguh-sungguh suatu kebenaran yang sangat luar biasa, Paulus menggunakan kata dikaio dalam Roma 2:13, yang artinya dianggap benar, bukan kalimat “tidak bersalah”.
Kalimat “tidak bersalah atau tidak memiliki kesalahan” berarti berkeadaan tidak melakukan pelanggaran sama sekali terhadap hukum atau kehendak Allah π
Kalau Paulus menggunakan kata “tidak bersalah”, bukan dibenarkan, maka berarti Paulus tidak jujur, sebab kenyataannya orang di luar Injil yang masuk dunia yang akan datang bukanlah orang-orang yang tidak memiliki salah sama sekali atau sudah sempurna.
JBU
RH Truth Daily Enlightenment “BUKAN TIDAK BERSALAH” 30 Januari 2018
Dalam bagian ini kita secara khusus membahas kata ‘dibenarkan’ dalam Roma 2:13.
Dalam Roma 2:13-16 tertulis: Karena bukanlah orang yang mendengar hukum Taurat yang benar di hadapan Allah π, tetapi orang yang melakukan hukum Tauratlah yang akan dibenarkan.
Apabila bangsa-bangsa lain yang tidak memiliki hukum Taurat oleh dorongan diri sendiri melakukan apa yang dituntut hukum Taurat, maka, walaupun mereka tidak memiliki hukum Taurat, mereka π₯ menjadi hukum Taurat bagi diri mereka sendiri.
Sebab dengan itu mereka menunjukkan, bahwa isi hukum Taurat ada tertulis di dalam hati mereka dan suara hati mereka turut bersaksi dan pikiran mereka saling menuduh atau saling membela.
Hal itu akan nampak pada hari, bilamana Allah π, sesuai dengan Injil yang kuberitakan, akan menghakimi segala sesuatu yang tersembunyi dalam hati manusia, oleh Kristus Yesus.
Dalam ayat-ayat di atas ini ada kata penting yang menjadi inti persoalan kita, yaitu kata “dibenarkan”. Jelas sekali Paulus dalam Roma 2:13, menulis bahwa “… orang yang melakukan hukum Tauratlah yang akan dibenarkan“.
Kalau seseorang tidak memahami dengan teliti dan cerdas tulisan Paulus, maka bisa menuduh bahwa Paulus tidak konsisten dalam tulisannya, sebab di bagian lain dalam kitab Roma dan Galatia, Paulus mengatakan bahwa orang dibenarkan bukan karena melakukan hukum Taurat (Rm. 3:20,24,28; Gal. 2:16; 3:11).
Secara hurufiah, jelas sekali Roma 2:13 mengatakan bahwa mereka dibenarkan karena melakukan hukum Taurat. Hal ini bertentangan dengan ayat-ayat yang menyatakan bahwa seseorang dibenarkan bukan karena melakukan hukum Taurat.
Dalam Roma 3:20, Paulus menyatakan: Sebab tidak seorang pun yang dapat dibenarkan di hadapan Allah π oleh karena melakukan hukum Taurat, karena justru oleh hukum Taurat orang mengenal dosa.
Dalam Roma 3:28 tertulis: Karena kami yakin, bahwa manusia dibenarkan karena iman, dan bukan karena ia melakukan hukum Taurat.
Dalam Galatia 2:16 tertulis: Kamu tahu, bahwa tidak seorang pun yang dibenarkan oleh karena melakukan hukum Taurat, tetapi hanya oleh karena iman dalam Kristus Yesus.
Sebab itu kami pun telah percaya kepada Kristus Yesus π, supaya kami dibenarkan oleh karena iman.
Beberapa tulisan yang lain dari Paulus jelas sekali menunjukkan hal ini. Apakah tulisan Paulus dalam Roma 2:13 tidak bertentangan dengan ayat-ayat ini? Bagaimana menjawab masalah ini?
Pertama yang harus diperhatikan adalah bahwa konteks tulisan Roma 2:12-16, khususnya ayat 13, Paulus sedang menulis mengenai orang-orang di luar umat pilihan yang juga memiliki Taurat yang ditulis di dalam hati (kardia) mereka.
Mereka π₯ juga dihakimi menurut Taurat yang tertulis di dalam hati mereka.
Taurat yang tertulis di hati mereka digambarkan atau ditunjukkan dalam kitab Wahyu sebagai “kitab-kitab” yang memuat hukum yang menjadi dasar penghakiman mereka (Why. 20:12, 20: Dan aku melihat orang-orang mati, besar dan kecil, berdiri di depan takhta itu. Lalu dibuka semua kitab.
Dan dibuka juga sebuah kitab lain, yaitu kitab kehidupan.
Dan orang-orang mati dihakimi menurut perbuatan mereka π₯, berdasarkan apa yang ada tertulis di dalam kitab-kitab itu).
Kitab-kitab tersebut sebenarnya figurative, yang menunjuk pemahaman hukum yang ada pada masing-masing suku bangsa yang tidak memiliki Taurat dan tidak mengenal Injil.
Bisa juga bagi orang Yahudi adalah Taurat yang tertulis dan bagi orang percaya adalah “kehendak Allah”.
Kata “dibenarkan” dalam Roma 2:13 adalah dikaioo (δικαιόΟ), yang artinya dinyatakan benar.
Kalau dinyatakan benar bukan berarti tidak memiliki kesalahan.
Dalam hal ini harus dipahami bahwa dibenarkan bukan berarti tidak pernah salah atau sudah tidak memiliki kesalahan sama sekali. Ini hal yang sangat unik dan sebenarnya sulit dipandang dari logika agama pada umumnya: bagaimana orang yang masih memiliki salah dinyatakan benar? Inilah kebenaran Injil. “Dinyatakan benar” berarti memenuhi syarat untuk hidup kembali di langit baru dan bumi π yang baru.
Kalau Paulus menggunakan kata “tidak bersalah”, bukan kata “dibenarkan” (dikaioo), maka pola keselamatan yang dikerjakan oleh Tuhan Yesus dalam Alkitab πtidak ditemukan.
Ini sama dengan rahasia mekanisme penyelamatan manusia di dalam atau melalui Tuhan Yesus akan dipahami salah.
Kata “tidak bersalah” sangatlah berbeda dengan kata “dibenarkan”. Untuk menemukan jawaban yang lebih utuh, lengkap dan benar mengenai hal ini, maka kita harus terlebih dahulu meneliti kata “tidak bersalah” dalam pengertian Alkitab π Perjanjian Baru.
Orang yang diperkenan masuk dunia yang akan datang bukan berarti orang yang tidak pernah bersalah.
Kalau bagi orang-orang di luar orang percaya π₯, mereka yang diperkenan masuk dunia yang akan datang adalah orang-orang yang tidak sempurna, tetapi mengasihi sesama seperti dirinya sendiri.
Mereka adalah orang-orang yang telah berbuat kebaikan.
Tetapi kalau orang percaya, mereka harus menjadi sempurna seperti Bapa atau serupa dengan Tuhan Yesus π, sebab mereka akan dimuliakan bersama-sama dengan Tuhan.
Dalam hal ini standar atau ukuran kebaikan moralnya berbeda.
JBU
Dalam Roma 2:13-16 tertulis: Karena bukanlah orang yang mendengar hukum Taurat yang benar di hadapan Allah π, tetapi orang yang melakukan hukum Tauratlah yang akan dibenarkan.
Apabila bangsa-bangsa lain yang tidak memiliki hukum Taurat oleh dorongan diri sendiri melakukan apa yang dituntut hukum Taurat, maka, walaupun mereka tidak memiliki hukum Taurat, mereka π₯ menjadi hukum Taurat bagi diri mereka sendiri.
Sebab dengan itu mereka menunjukkan, bahwa isi hukum Taurat ada tertulis di dalam hati mereka dan suara hati mereka turut bersaksi dan pikiran mereka saling menuduh atau saling membela.
Hal itu akan nampak pada hari, bilamana Allah π, sesuai dengan Injil yang kuberitakan, akan menghakimi segala sesuatu yang tersembunyi dalam hati manusia, oleh Kristus Yesus.
Dalam ayat-ayat di atas ini ada kata penting yang menjadi inti persoalan kita, yaitu kata “dibenarkan”. Jelas sekali Paulus dalam Roma 2:13, menulis bahwa “… orang yang melakukan hukum Tauratlah yang akan dibenarkan“.
Kalau seseorang tidak memahami dengan teliti dan cerdas tulisan Paulus, maka bisa menuduh bahwa Paulus tidak konsisten dalam tulisannya, sebab di bagian lain dalam kitab Roma dan Galatia, Paulus mengatakan bahwa orang dibenarkan bukan karena melakukan hukum Taurat (Rm. 3:20,24,28; Gal. 2:16; 3:11).
Secara hurufiah, jelas sekali Roma 2:13 mengatakan bahwa mereka dibenarkan karena melakukan hukum Taurat. Hal ini bertentangan dengan ayat-ayat yang menyatakan bahwa seseorang dibenarkan bukan karena melakukan hukum Taurat.
Dalam Roma 3:20, Paulus menyatakan: Sebab tidak seorang pun yang dapat dibenarkan di hadapan Allah π oleh karena melakukan hukum Taurat, karena justru oleh hukum Taurat orang mengenal dosa.
Dalam Roma 3:28 tertulis: Karena kami yakin, bahwa manusia dibenarkan karena iman, dan bukan karena ia melakukan hukum Taurat.
Dalam Galatia 2:16 tertulis: Kamu tahu, bahwa tidak seorang pun yang dibenarkan oleh karena melakukan hukum Taurat, tetapi hanya oleh karena iman dalam Kristus Yesus.
Sebab itu kami pun telah percaya kepada Kristus Yesus π, supaya kami dibenarkan oleh karena iman.
Beberapa tulisan yang lain dari Paulus jelas sekali menunjukkan hal ini. Apakah tulisan Paulus dalam Roma 2:13 tidak bertentangan dengan ayat-ayat ini? Bagaimana menjawab masalah ini?
Pertama yang harus diperhatikan adalah bahwa konteks tulisan Roma 2:12-16, khususnya ayat 13, Paulus sedang menulis mengenai orang-orang di luar umat pilihan yang juga memiliki Taurat yang ditulis di dalam hati (kardia) mereka.
Mereka π₯ juga dihakimi menurut Taurat yang tertulis di dalam hati mereka.
Taurat yang tertulis di hati mereka digambarkan atau ditunjukkan dalam kitab Wahyu sebagai “kitab-kitab” yang memuat hukum yang menjadi dasar penghakiman mereka (Why. 20:12, 20: Dan aku melihat orang-orang mati, besar dan kecil, berdiri di depan takhta itu. Lalu dibuka semua kitab.
Dan dibuka juga sebuah kitab lain, yaitu kitab kehidupan.
Dan orang-orang mati dihakimi menurut perbuatan mereka π₯, berdasarkan apa yang ada tertulis di dalam kitab-kitab itu).
Kitab-kitab tersebut sebenarnya figurative, yang menunjuk pemahaman hukum yang ada pada masing-masing suku bangsa yang tidak memiliki Taurat dan tidak mengenal Injil.
Bisa juga bagi orang Yahudi adalah Taurat yang tertulis dan bagi orang percaya adalah “kehendak Allah”.
Kata “dibenarkan” dalam Roma 2:13 adalah dikaioo (δικαιόΟ), yang artinya dinyatakan benar.
Kalau dinyatakan benar bukan berarti tidak memiliki kesalahan.
Dalam hal ini harus dipahami bahwa dibenarkan bukan berarti tidak pernah salah atau sudah tidak memiliki kesalahan sama sekali. Ini hal yang sangat unik dan sebenarnya sulit dipandang dari logika agama pada umumnya: bagaimana orang yang masih memiliki salah dinyatakan benar? Inilah kebenaran Injil. “Dinyatakan benar” berarti memenuhi syarat untuk hidup kembali di langit baru dan bumi π yang baru.
Kalau Paulus menggunakan kata “tidak bersalah”, bukan kata “dibenarkan” (dikaioo), maka pola keselamatan yang dikerjakan oleh Tuhan Yesus dalam Alkitab πtidak ditemukan.
Ini sama dengan rahasia mekanisme penyelamatan manusia di dalam atau melalui Tuhan Yesus akan dipahami salah.
Kata “tidak bersalah” sangatlah berbeda dengan kata “dibenarkan”. Untuk menemukan jawaban yang lebih utuh, lengkap dan benar mengenai hal ini, maka kita harus terlebih dahulu meneliti kata “tidak bersalah” dalam pengertian Alkitab π Perjanjian Baru.
Orang yang diperkenan masuk dunia yang akan datang bukan berarti orang yang tidak pernah bersalah.
Kalau bagi orang-orang di luar orang percaya π₯, mereka yang diperkenan masuk dunia yang akan datang adalah orang-orang yang tidak sempurna, tetapi mengasihi sesama seperti dirinya sendiri.
Mereka adalah orang-orang yang telah berbuat kebaikan.
Tetapi kalau orang percaya, mereka harus menjadi sempurna seperti Bapa atau serupa dengan Tuhan Yesus π, sebab mereka akan dimuliakan bersama-sama dengan Tuhan.
Dalam hal ini standar atau ukuran kebaikan moralnya berbeda.
JBU
Minggu, 28 Januari 2018
RH Truth Daily Enlightenment “HATI NURANI DIHAKIMI” 29 Januari 2018
Hati nurani sebenarnya seperti sebuah mahkamah atau semacam institusi dalam diri manusia π₯, yang berkemampuan kuat dan permanen untuk memutuskan apa yang baik dan buruk.
Jika hati nurani terwarnai baik, setiap keputusan dan pilihannya baik pula, maka perilakunya baik.
Tetapi sebaliknya, kalau hati nuraninya terwarnai buruk, maka kelakuannya juga buruk sebab keputusan dan pilihannya salah.
Hati nurani di sini sebenarnya juga merupakan mindset atau cara berpikir.
Bila aktivitas berpikir terdapat pada jiwa, tetapi cara berpikir atau kemampuan bertindak mengambil keputusan terdapat pada nuraninya.
Firman Tuhan π mengatakan agar orang percaya memiliki pikiran dan perasaan Kristus (Flp. 2:5-7). Dalam teks aslinya adalah phroneite (ΟΟΞΏΞ½Ξ΅αΏΟΞ΅) dari akar kata phroneo (ΟΟΞΏΞ½α½³Ο), yang artinya berpikir, membentuk opini dan menghakimi.
Hal ini menunjuk kepada aktivitas hati nurani.
Kata phroneo bertalian dengan cara berpikir (mindset).
Dalam terjemahan bahasa Inggris ada yang menerjemahkan attitude (sikap).
Tentu saja sikap menunjuk kepada keadaan batiniah atau hati nurani seseorang.
Bagi anak manusia yang masih kanak-kanak, mereka masih belum memiliki prinsip-prinsip yang kokoh, sebab hati nuraninya belum memiliki warna yang jelas sebab belum banyak masukan.
Hati nurani mereka π₯belum memiliki kemampuan yang kuat dan permanen untuk mengambil keputusan dan pilihan.
Tetapi ketika sudah dewasa, maka terbangun prinsip-prinsip hidup yang kuat sesuai dengan masukan (input) yang diterima.
Semakin tua, semakin kokoh prinsip-prinsip hidupnya.
Oleh sebab itu betapa besar peran orang tua dan lingkungan yang membangun mindset seorang anak manusia sejak dini agar hati nurani mereka terwarnai dengan lukisan atau goresan yang baik.
Nurani ini terdapat pada roh manusia yang dalam bahasa Ibrani adalah “neshamah”.
Untuk menunjuk kesadaran manusia, kata roh tidak diterjemahkan ruakh, tetapi neshamah.
Neshamah lebih menunjuk kepada unsur kesadaran, bukan unsur kehidupan. Kalau Firman Tuhan π mengatakan bahwa roh manusia adalah pelita Tuhan yang menyelidiki seluruh lubuk hatinya (Ams. 20:27).
Kata roh dalam ayat ini menggunakan kata neshamah, bukan ruakh. Neshamah inilah yang bersifat kekal.
Hasil akhir dari seluruh perjalanan hidup seseorang ada di neshamah-nya.
Neshamah manusia inilah yang akan diperhadapkan kepada pengadilan atau penghakiman Allah π, sebab di dalam neshamah manusia terdapat hati nurani.
Dalam Roma 2:16 tertulis: Hal itu akan nampak pada hari, bilamana Allah, sesuai dengan Injil yang kuberitakan, akan menghakimi segala sesuatu yang tersembunyi dalam hati manusia, oleh Kristus Yesus.
Pada hari penghakiman yang dihakimi adalah sesuatu yang tersembunyi dalam diri manusia.
Dalam Alkitab π terjemahan bahasa Indonesia diterjemahkan “hati manusia” (Rm. 2:16), tetapi dalam teks aslinya adalah krupta ton anthropon (ΞΊΟΟ ΟΟα½° ΟαΏΆΞ½ αΌΞ½ΞΈΟΟΟΟΞ½), yang artinya sesuatu yang tersembunyi di hati manusia.
Sesuatu yang tersembunyi di hati manusia adalah keadaan hati nurani.
Jadi, hati nurani adalah hasil akhir dari seluruh perjalanan pengembaraan hidup manusia.
Selanjutnya apa yang dimaksud dengan “sesuai dengan Injil yang kuberitakan”? Kalau kita memerhatikan dengan teliti, kalimat tersebut disambung dengan kalimat: “akan menghakimi segala sesuatu yang tersembunyi dalam hati manusia”. Maksud kalimat “oleh karena Injil (kabar baik)” adalah bahwa oleh karena Tuhan Yesus memikul dosa manusia, maka penghakiman Allah dapat terselenggara. Kalau Tuhan Yesus tidak memikul semua dosa manusia, maka tidak ada penghakiman lagi, semua manusia tanpa mempertimbangkan hati nuraninya dan semua perilakunya, pasti masuk neraka.
Dengan adanya darah Yesus yang ditumpahkan, maka ada penghakiman.
Jadi, kalimat “sesuai dengan Injil yang kuberitakan” menunjukkan betapa hebat peran darah Yesus yang ditumpahkan untuk mengangkat semua dosa manusia π₯
Oleh karena penumpahan darah Tuhan Yesus, maka ada keselamatan bagi orang percaya dan keselamatan bagi orang di luar Kristen.
Bukan keselamatan di luar Kristus, karena tidak ada keselamatan di luar Kristus.
Tentu bagi orang non-Kristen, keselamatannya hanyalah diperkenan masuk dunia yang akan datang sebagai anggota masyarakat; yaitu mereka yang mengasihi sesama seperti mengasihi diri sendiri.
Tapi tentu saja ini berlaku bagi mereka yang tidak memusuhi Tuhan Yesus.
Sedangkan bagi mereka yang memusuhi Tuhan Yesus, sebaik apa pun orang itu, ia tetap binasa. Adapun keselamatan bagi orang percaya adalah dikembalikannya manusia ke rancangan Allah semula.
Jika proyek keselamatan berlangsung atas orang percaya, maka mereka diperkenan menerima kemuliaan bersama-sama dengan Tuhan Yesus π
Dalam hal ini ada dua jenis keselamatan yang berbeda.
JBU
Jika hati nurani terwarnai baik, setiap keputusan dan pilihannya baik pula, maka perilakunya baik.
Tetapi sebaliknya, kalau hati nuraninya terwarnai buruk, maka kelakuannya juga buruk sebab keputusan dan pilihannya salah.
Hati nurani di sini sebenarnya juga merupakan mindset atau cara berpikir.
Bila aktivitas berpikir terdapat pada jiwa, tetapi cara berpikir atau kemampuan bertindak mengambil keputusan terdapat pada nuraninya.
Firman Tuhan π mengatakan agar orang percaya memiliki pikiran dan perasaan Kristus (Flp. 2:5-7). Dalam teks aslinya adalah phroneite (ΟΟΞΏΞ½Ξ΅αΏΟΞ΅) dari akar kata phroneo (ΟΟΞΏΞ½α½³Ο), yang artinya berpikir, membentuk opini dan menghakimi.
Hal ini menunjuk kepada aktivitas hati nurani.
Kata phroneo bertalian dengan cara berpikir (mindset).
Dalam terjemahan bahasa Inggris ada yang menerjemahkan attitude (sikap).
Tentu saja sikap menunjuk kepada keadaan batiniah atau hati nurani seseorang.
Bagi anak manusia yang masih kanak-kanak, mereka masih belum memiliki prinsip-prinsip yang kokoh, sebab hati nuraninya belum memiliki warna yang jelas sebab belum banyak masukan.
Hati nurani mereka π₯belum memiliki kemampuan yang kuat dan permanen untuk mengambil keputusan dan pilihan.
Tetapi ketika sudah dewasa, maka terbangun prinsip-prinsip hidup yang kuat sesuai dengan masukan (input) yang diterima.
Semakin tua, semakin kokoh prinsip-prinsip hidupnya.
Oleh sebab itu betapa besar peran orang tua dan lingkungan yang membangun mindset seorang anak manusia sejak dini agar hati nurani mereka terwarnai dengan lukisan atau goresan yang baik.
Nurani ini terdapat pada roh manusia yang dalam bahasa Ibrani adalah “neshamah”.
Untuk menunjuk kesadaran manusia, kata roh tidak diterjemahkan ruakh, tetapi neshamah.
Neshamah lebih menunjuk kepada unsur kesadaran, bukan unsur kehidupan. Kalau Firman Tuhan π mengatakan bahwa roh manusia adalah pelita Tuhan yang menyelidiki seluruh lubuk hatinya (Ams. 20:27).
Kata roh dalam ayat ini menggunakan kata neshamah, bukan ruakh. Neshamah inilah yang bersifat kekal.
Hasil akhir dari seluruh perjalanan hidup seseorang ada di neshamah-nya.
Neshamah manusia inilah yang akan diperhadapkan kepada pengadilan atau penghakiman Allah π, sebab di dalam neshamah manusia terdapat hati nurani.
Dalam Roma 2:16 tertulis: Hal itu akan nampak pada hari, bilamana Allah, sesuai dengan Injil yang kuberitakan, akan menghakimi segala sesuatu yang tersembunyi dalam hati manusia, oleh Kristus Yesus.
Pada hari penghakiman yang dihakimi adalah sesuatu yang tersembunyi dalam diri manusia.
Dalam Alkitab π terjemahan bahasa Indonesia diterjemahkan “hati manusia” (Rm. 2:16), tetapi dalam teks aslinya adalah krupta ton anthropon (ΞΊΟΟ ΟΟα½° ΟαΏΆΞ½ αΌΞ½ΞΈΟΟΟΟΞ½), yang artinya sesuatu yang tersembunyi di hati manusia.
Sesuatu yang tersembunyi di hati manusia adalah keadaan hati nurani.
Jadi, hati nurani adalah hasil akhir dari seluruh perjalanan pengembaraan hidup manusia.
Selanjutnya apa yang dimaksud dengan “sesuai dengan Injil yang kuberitakan”? Kalau kita memerhatikan dengan teliti, kalimat tersebut disambung dengan kalimat: “akan menghakimi segala sesuatu yang tersembunyi dalam hati manusia”. Maksud kalimat “oleh karena Injil (kabar baik)” adalah bahwa oleh karena Tuhan Yesus memikul dosa manusia, maka penghakiman Allah dapat terselenggara. Kalau Tuhan Yesus tidak memikul semua dosa manusia, maka tidak ada penghakiman lagi, semua manusia tanpa mempertimbangkan hati nuraninya dan semua perilakunya, pasti masuk neraka.
Dengan adanya darah Yesus yang ditumpahkan, maka ada penghakiman.
Jadi, kalimat “sesuai dengan Injil yang kuberitakan” menunjukkan betapa hebat peran darah Yesus yang ditumpahkan untuk mengangkat semua dosa manusia π₯
Oleh karena penumpahan darah Tuhan Yesus, maka ada keselamatan bagi orang percaya dan keselamatan bagi orang di luar Kristen.
Bukan keselamatan di luar Kristus, karena tidak ada keselamatan di luar Kristus.
Tentu bagi orang non-Kristen, keselamatannya hanyalah diperkenan masuk dunia yang akan datang sebagai anggota masyarakat; yaitu mereka yang mengasihi sesama seperti mengasihi diri sendiri.
Tapi tentu saja ini berlaku bagi mereka yang tidak memusuhi Tuhan Yesus.
Sedangkan bagi mereka yang memusuhi Tuhan Yesus, sebaik apa pun orang itu, ia tetap binasa. Adapun keselamatan bagi orang percaya adalah dikembalikannya manusia ke rancangan Allah semula.
Jika proyek keselamatan berlangsung atas orang percaya, maka mereka diperkenan menerima kemuliaan bersama-sama dengan Tuhan Yesus π
Dalam hal ini ada dua jenis keselamatan yang berbeda.
JBU
Sabtu, 27 Januari 2018
RH Truth Daily Enlightenment “HUKUM TERTULIS DI DALAM NURANI” 28 Januari 2018
Meneguhkan kebenaran bahwa orang-orang di luar bangsa Yahudi dan di luar orang Kristen juga memiliki hukum di dalam nurani mereka, ditulis Paulus dalam Roma 2:14-15 yang berbunyi : Apabila bangsa-bangsa lain yang tidak memiliki hukum Taurat oleh dorongan diri sendiri melakukan apa yang dituntut hukum Taurat, maka, walaupun mereka tidak memiliki hukum Taurat, mereka menjadi hukum Taurat bagi diri mereka sendiri.
Sebab dengan itu mereka menunjukkan, bahwa isi hukum Taurat ada tertulis di dalam hati mereka dan suara hati mereka π₯ turut bersaksi dan pikiran mereka saling menuduh atau saling membela. Siapa yang dimaksud bangsa-bangsa lain? Harus dimengerti bahwa yang dimaksud dengan “bangsa-bangsa lain” adalah mereka yang bukan bangsa Israel, tetapi juga bukan orang Kristen.
Kalau orang percaya kepada Tuhan Yesus π lebih sering disebut sebagai “orang percaya, anak-anak Allah, umat-Ku, umat pilihan”.
Kalimat bahwa isi hukum Taurat ada tertulis di dalam hati mereka dimaksudkan bahwa mereka (bangsa-bangsa lain) mengenal hukum Taurat dari warisan hukum yang diturunkan oleh nenek moyang mereka. Hukum Taurat maksudnya adalah hukum moral yang termuat dalam Dekalog, khususnya dari hukum ke-5 sampai ke-10, yaitu hukum yang mengatur hubungan antar umat.
Dalam hal ini harus dipahami bahwa Taurat yang tertulis di dalam hati mereka, mereka peroleh dari hasil interaksi dengan lingkungan, yaitu dari apa yang mereka dengar dan apa yang mereka lihat serta dari segala pengalaman yang indera alami.
Kata hati dalam teks ini adalah kardia (ΞΊΞ±ΟΞ΄α½·Ξ±), yang menunjuk kepada komponen jiwa manusia π₯
Di dalam jiwa juga terdapat pikiran dan perasaan.
Sejatinya pikiran dan perasaan tidak dapat dipisahkan, sebab apa yang dirasakan seseorang juga bertalian dengan pertimbangan nalar atau pikirannya.
Kata kardia sama dengan kata leb dalam bahasa Ibrani, yang selain menunjuk perasaan juga menunjukkan aktivitas pikiran.
Sebenarnya hati dan rasio atau pikiran merupakan komponen dalam diri manusia yang tidak terpisahkan.
Keadaan hati manusia π₯ tergantung dari masukan, yaitu segala sesuatu yang didengar dan dilihatnya serta semua pengalaman hidup.
Jadi kardia juga menunjuk pada kesadaran manusia, yaitu pada jiwa, yang merupakan hasil atau buah interaksinya dengan lingkungan melalui jendela jiwanya, yaitu panca inderanya.
Kardia adalah wilayah jiwa di mana semua yang ditangkap oleh indera masuk ke dalamnya. Dalam jiwa membangun ‘sirkuit’ yang selanjutnya mewarnai nurani.
Sesuatu yang paling banyak masuk dalam jiwa dan diakui sebagai bisa diterima akan dominan mewarnai nurani.
Dalam hal ini diterima atau tidaknya sesuatu yang masuk dalam jiwa tergantung oleh konsep yang sudah masuk dalam jiwa dan nuraninya terdahulu.
Bangsa-bangsa di luar Israel bisa memiliki ‘Taurat’ di hati mereka tentu bukan secara mistis, artinya : di luar kesadaran seseorang secara ajaib muncul pengertian mengenai norma-norma yang mirip dengan Taurat.
Tetapi proses penulisan Taurat di hati mereka melalui penerusan warisan secara estafet yang berlangsung dari generasi ke generasi.
Tentu saja semua berawal dari nenek moyang yang satu, yaitu Adam dan Hawa, yang mengajarkan moral kepada anak-anaknya.
Anak-anak Adam mengajarkan kepada generasi berikut dan seterusnya. Dari proses ini maka hukum Taurat tertulis di hati mereka atau di jiwa mereka atau di dalam kesadaran mereka. Hal ini berlangsung atau terjadi melalui proses pendidikan atau mentoring dari satu generasi ke generasi berikut.
Selanjutnya, dalam Roma 2:15: tertulis “suara hati mereka turut bersaksi dan pikiran mereka saling menuduh atau saling membela”.
Kalimat “suara hati” dalam teks aslinya adalah suneidesis (ΟΟ Ξ½Ξ΅α½·Ξ΄Ξ·ΟΞΉΟ). Kata lain dari suara hati adalah hati nurani atau nurani.
Suneidesis ini merupakan institusi dalam diri manusia π₯ hasil atau akibat dari apa yang paling dominan mengisi jiwanya. Dengan kalimat lain suneidesis adalah ekstraksi dari apa yang ada pada jiwa; yang paling banyak mengisi jiwa itulah yang mewarnai hati nuraninya.
Hati nurani inilah inti kehidupan moral seseorang.
Bagaimana kualitas hidup seseorang tergantung dari keadaan hati nuraninya. Hati nurani seseorang tergantung dari apa yang diterima oleh jiwa melalui jendela jiwa, yaitu indera fisik manusia π₯ terutama mata dan telinganya. Penghakiman Tuhan nanti ditentukan oleh keadaan hati nurani seseorang.
JBU
Sebab dengan itu mereka menunjukkan, bahwa isi hukum Taurat ada tertulis di dalam hati mereka dan suara hati mereka π₯ turut bersaksi dan pikiran mereka saling menuduh atau saling membela. Siapa yang dimaksud bangsa-bangsa lain? Harus dimengerti bahwa yang dimaksud dengan “bangsa-bangsa lain” adalah mereka yang bukan bangsa Israel, tetapi juga bukan orang Kristen.
Kalau orang percaya kepada Tuhan Yesus π lebih sering disebut sebagai “orang percaya, anak-anak Allah, umat-Ku, umat pilihan”.
Kalimat bahwa isi hukum Taurat ada tertulis di dalam hati mereka dimaksudkan bahwa mereka (bangsa-bangsa lain) mengenal hukum Taurat dari warisan hukum yang diturunkan oleh nenek moyang mereka. Hukum Taurat maksudnya adalah hukum moral yang termuat dalam Dekalog, khususnya dari hukum ke-5 sampai ke-10, yaitu hukum yang mengatur hubungan antar umat.
Dalam hal ini harus dipahami bahwa Taurat yang tertulis di dalam hati mereka, mereka peroleh dari hasil interaksi dengan lingkungan, yaitu dari apa yang mereka dengar dan apa yang mereka lihat serta dari segala pengalaman yang indera alami.
Kata hati dalam teks ini adalah kardia (ΞΊΞ±ΟΞ΄α½·Ξ±), yang menunjuk kepada komponen jiwa manusia π₯
Di dalam jiwa juga terdapat pikiran dan perasaan.
Sejatinya pikiran dan perasaan tidak dapat dipisahkan, sebab apa yang dirasakan seseorang juga bertalian dengan pertimbangan nalar atau pikirannya.
Kata kardia sama dengan kata leb dalam bahasa Ibrani, yang selain menunjuk perasaan juga menunjukkan aktivitas pikiran.
Sebenarnya hati dan rasio atau pikiran merupakan komponen dalam diri manusia yang tidak terpisahkan.
Keadaan hati manusia π₯ tergantung dari masukan, yaitu segala sesuatu yang didengar dan dilihatnya serta semua pengalaman hidup.
Jadi kardia juga menunjuk pada kesadaran manusia, yaitu pada jiwa, yang merupakan hasil atau buah interaksinya dengan lingkungan melalui jendela jiwanya, yaitu panca inderanya.
Kardia adalah wilayah jiwa di mana semua yang ditangkap oleh indera masuk ke dalamnya. Dalam jiwa membangun ‘sirkuit’ yang selanjutnya mewarnai nurani.
Sesuatu yang paling banyak masuk dalam jiwa dan diakui sebagai bisa diterima akan dominan mewarnai nurani.
Dalam hal ini diterima atau tidaknya sesuatu yang masuk dalam jiwa tergantung oleh konsep yang sudah masuk dalam jiwa dan nuraninya terdahulu.
Bangsa-bangsa di luar Israel bisa memiliki ‘Taurat’ di hati mereka tentu bukan secara mistis, artinya : di luar kesadaran seseorang secara ajaib muncul pengertian mengenai norma-norma yang mirip dengan Taurat.
Tetapi proses penulisan Taurat di hati mereka melalui penerusan warisan secara estafet yang berlangsung dari generasi ke generasi.
Tentu saja semua berawal dari nenek moyang yang satu, yaitu Adam dan Hawa, yang mengajarkan moral kepada anak-anaknya.
Anak-anak Adam mengajarkan kepada generasi berikut dan seterusnya. Dari proses ini maka hukum Taurat tertulis di hati mereka atau di jiwa mereka atau di dalam kesadaran mereka. Hal ini berlangsung atau terjadi melalui proses pendidikan atau mentoring dari satu generasi ke generasi berikut.
Selanjutnya, dalam Roma 2:15: tertulis “suara hati mereka turut bersaksi dan pikiran mereka saling menuduh atau saling membela”.
Kalimat “suara hati” dalam teks aslinya adalah suneidesis (ΟΟ Ξ½Ξ΅α½·Ξ΄Ξ·ΟΞΉΟ). Kata lain dari suara hati adalah hati nurani atau nurani.
Suneidesis ini merupakan institusi dalam diri manusia π₯ hasil atau akibat dari apa yang paling dominan mengisi jiwanya. Dengan kalimat lain suneidesis adalah ekstraksi dari apa yang ada pada jiwa; yang paling banyak mengisi jiwa itulah yang mewarnai hati nuraninya.
Hati nurani inilah inti kehidupan moral seseorang.
Bagaimana kualitas hidup seseorang tergantung dari keadaan hati nuraninya. Hati nurani seseorang tergantung dari apa yang diterima oleh jiwa melalui jendela jiwa, yaitu indera fisik manusia π₯ terutama mata dan telinganya. Penghakiman Tuhan nanti ditentukan oleh keadaan hati nurani seseorang.
JBU
Jumat, 26 Januari 2018
RH Truth Daily Enlightenment “PERBUATAN SESUAI HUKUM” 27 Januari 2018
Kebenaran mengenai penghakiman atas setiap orang, termasuk atas orang percaya π₯ dan adanya kemungkinan orang Kristen pun juga bisa ditolak oleh Tuhan, ditulis oleh Paulus dalam Roma 2:6-11, “Ia akan membalas setiap orang menurut perbuatannya, yaitu hidup kekal kepada mereka yang dengan tekun berbuat baik, mencari kemuliaan, kehormatan dan ketidakbinasaan, tetapi murka dan geram kepada mereka yang mencari kepentingan sendiri, yang tidak taat kepada kebenaran, melainkan taat kepada kelaliman.
Penderitaan dan kesesakan akan menimpa setiap orang yang hidup yang berbuat jahat, pertama-tama orang Yahudi dan juga orang Yunani, tetapi kemuliaan, kehormatan dan damai sejahtera akan diperoleh semua orang yang berbuat baik, pertama-tama orang Yahudi, dan juga orang Yunani.
Sebab Allah π tidak memandang bulu.”
Kebenaran di atas ini harus menjadi landasan berpikir semua orang, di dalamnya termasuk orang Kristen: “Bahwa semua orang harus menghadap takhta pengadilan Allah”.
Paulus juga meneguhkan dalam tulisannya, bahwa setiap kita (termasuk Paulus sendiri) harus menghadap takhta pengadilan Allah (2Kor. 5:9-10).
Penghakiman yang berlangsung didasarkan pada keadaan batin manusia π₯, yang tentu saja terekspresi dalam tindakan konkret yang kelihatan dan dapat dirasakan atau berdampak pada sesama.
Itulah sebabnya Roma 2:16 Paulus menyatakan: Tuhan akan membalas setiap orang menurut perbuatannya.
Dalam hal ini, keadaan batiniah yang menjadi landasan motivasi seseorang akan dihakimi. Bisa dimengerti mengapa Paulus berusaha untuk berkenan kepada Allah π (2Kor. 5:9-10).
Berkenan kepada Allah menunjuk sikap batin yang mulia di mata Allah.
Dalam hal tersebut jelas sekali bahwa penghakiman Allah berlaku atas semua orang, tidak ada pembedaan dan pengecualian; baik atas mereka yang memiliki Taurat dan yang tidak memiliki Taurat. Meneguhkan kebenaran ini patut kita perhatikan Roma 2:9, “Penderitaan dan kesesakan akan menimpa setiap orang yang hidup yang berbuat jahat, pertama-tama orang Yahudi dan juga orang Yunani …” Kalimat “… setiap orang yang berbuat jahat” jelas sekali menunjukkan tidak ada pengecualian.
Dalam Roma 2:11 tertulis: Sebab Allah tidak memandang bulu. Tidak pandang bulu dalam teks aslinya adalah ou gar estin prosopolepsia (ΞΏα½ Ξ³Ξ¬Ο αΌΟΟΞΉΞ½ ΟΟΞΏΟΟΟολημΟΞ―Ξ±), secara harafiah artinya Allah π tidak memberi penghargaan atau hormat kepada siapa pun.
Sesungguhnya, penghakiman Allah berlaku atas umat pilihan Allah baik orang Yahudi maupun orang Kristen dan juga atas bangsa-bangsa yang bukan umat pilihan.
Dalam Roma 2:12-13 tertulis: Sebab semua orang yang berdosa tanpa hukum Taurat akan binasa tanpa hukum Taurat; dan semua orang yang berdosa di bawah hukum Taurat akan dihakimi oleh hukum Taurat. Karena bukanlah orang yang mendengar hukum Taurat yang benar di hadapan Allah π, tetapi orang yang melakukan hukum Tauratlah yang akan dibenarkan.
Kalimat-kalimat dalam ayat di atas, menunjukkan pula bahwa terdapat bangsa-bangsa yang tidak memiliki Taurat (tidak mendengar Taurat), tetapi berkelakuan sesuai dengan Taurat. Harus dipahami bahwa inti hukum Taurat adalah selain mengasihi Tuhan dengan segenap hati, kekuatan dan akal budi, juga mengasihi sesama seperti diri sendiri (Mat. 22:37-40). Bangsa-bangsa non-Yahudi dan non-Kristen yang tidak mengenal Allah, mereka dapat “mengasihi sesama seperti diri sendiri”. Mereka juga memiliki filosofi untuk mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri bahkan lebih dari nyawa mereka sendiri.
Dalam hal ini, hendaknya kita tidak berpikir picik, seolah-olah hanya orang beragama Kristen yang bisa berbuat kebaikan.
Sesungguhnya dalam hal tersebut, kita π₯ tidak bisa membantah adanya orang-orang di luar bangsa Israel dan orang-orang di luar agama Kristen yang diperkenan masuk dunia yang akan datang (tentu hanya sebagai anggota masyarakat). Seperti yang dikatakan oleh Tuhan di dalam Matius 25:31-46, yaitu perumpamaan mengenai kambing dan domba.
Ukuran perkenan Tuhan yang memungkinkan seseorang diperkenan masuk dunia π yang datang dalam Kerajaan Tuhan Yesus adalah mereka memperlakukan sesamanya sesuai dengan kehendak Tuhan. Mereka memenuhi apa yang dikatakan oleh Tuhan Yesus: “Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka. Itulah isi seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi” (Mat. 7:12).
Perhatikan pernyataan penting dalam ayat ini, bahwa isi seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi termuat dalam tindakan atau hukum itu.
JBU
Penderitaan dan kesesakan akan menimpa setiap orang yang hidup yang berbuat jahat, pertama-tama orang Yahudi dan juga orang Yunani, tetapi kemuliaan, kehormatan dan damai sejahtera akan diperoleh semua orang yang berbuat baik, pertama-tama orang Yahudi, dan juga orang Yunani.
Sebab Allah π tidak memandang bulu.”
Kebenaran di atas ini harus menjadi landasan berpikir semua orang, di dalamnya termasuk orang Kristen: “Bahwa semua orang harus menghadap takhta pengadilan Allah”.
Paulus juga meneguhkan dalam tulisannya, bahwa setiap kita (termasuk Paulus sendiri) harus menghadap takhta pengadilan Allah (2Kor. 5:9-10).
Penghakiman yang berlangsung didasarkan pada keadaan batin manusia π₯, yang tentu saja terekspresi dalam tindakan konkret yang kelihatan dan dapat dirasakan atau berdampak pada sesama.
Itulah sebabnya Roma 2:16 Paulus menyatakan: Tuhan akan membalas setiap orang menurut perbuatannya.
Dalam hal ini, keadaan batiniah yang menjadi landasan motivasi seseorang akan dihakimi. Bisa dimengerti mengapa Paulus berusaha untuk berkenan kepada Allah π (2Kor. 5:9-10).
Berkenan kepada Allah menunjuk sikap batin yang mulia di mata Allah.
Dalam hal tersebut jelas sekali bahwa penghakiman Allah berlaku atas semua orang, tidak ada pembedaan dan pengecualian; baik atas mereka yang memiliki Taurat dan yang tidak memiliki Taurat. Meneguhkan kebenaran ini patut kita perhatikan Roma 2:9, “Penderitaan dan kesesakan akan menimpa setiap orang yang hidup yang berbuat jahat, pertama-tama orang Yahudi dan juga orang Yunani …” Kalimat “… setiap orang yang berbuat jahat” jelas sekali menunjukkan tidak ada pengecualian.
Dalam Roma 2:11 tertulis: Sebab Allah tidak memandang bulu. Tidak pandang bulu dalam teks aslinya adalah ou gar estin prosopolepsia (ΞΏα½ Ξ³Ξ¬Ο αΌΟΟΞΉΞ½ ΟΟΞΏΟΟΟολημΟΞ―Ξ±), secara harafiah artinya Allah π tidak memberi penghargaan atau hormat kepada siapa pun.
Sesungguhnya, penghakiman Allah berlaku atas umat pilihan Allah baik orang Yahudi maupun orang Kristen dan juga atas bangsa-bangsa yang bukan umat pilihan.
Dalam Roma 2:12-13 tertulis: Sebab semua orang yang berdosa tanpa hukum Taurat akan binasa tanpa hukum Taurat; dan semua orang yang berdosa di bawah hukum Taurat akan dihakimi oleh hukum Taurat. Karena bukanlah orang yang mendengar hukum Taurat yang benar di hadapan Allah π, tetapi orang yang melakukan hukum Tauratlah yang akan dibenarkan.
Kalimat-kalimat dalam ayat di atas, menunjukkan pula bahwa terdapat bangsa-bangsa yang tidak memiliki Taurat (tidak mendengar Taurat), tetapi berkelakuan sesuai dengan Taurat. Harus dipahami bahwa inti hukum Taurat adalah selain mengasihi Tuhan dengan segenap hati, kekuatan dan akal budi, juga mengasihi sesama seperti diri sendiri (Mat. 22:37-40). Bangsa-bangsa non-Yahudi dan non-Kristen yang tidak mengenal Allah, mereka dapat “mengasihi sesama seperti diri sendiri”. Mereka juga memiliki filosofi untuk mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri bahkan lebih dari nyawa mereka sendiri.
Dalam hal ini, hendaknya kita tidak berpikir picik, seolah-olah hanya orang beragama Kristen yang bisa berbuat kebaikan.
Sesungguhnya dalam hal tersebut, kita π₯ tidak bisa membantah adanya orang-orang di luar bangsa Israel dan orang-orang di luar agama Kristen yang diperkenan masuk dunia yang akan datang (tentu hanya sebagai anggota masyarakat). Seperti yang dikatakan oleh Tuhan di dalam Matius 25:31-46, yaitu perumpamaan mengenai kambing dan domba.
Ukuran perkenan Tuhan yang memungkinkan seseorang diperkenan masuk dunia π yang datang dalam Kerajaan Tuhan Yesus adalah mereka memperlakukan sesamanya sesuai dengan kehendak Tuhan. Mereka memenuhi apa yang dikatakan oleh Tuhan Yesus: “Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka. Itulah isi seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi” (Mat. 7:12).
Perhatikan pernyataan penting dalam ayat ini, bahwa isi seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi termuat dalam tindakan atau hukum itu.
JBU
Kamis, 25 Januari 2018
RH Truth Daily Enlightenment “BELAJAR MELAKUKAN KEHENDAK BAPA” 26 Januari 2018
Dalam Roma 2 terdapat tulisan Paulus yang kuat sekali membahas mengenai fakta adanya penghakiman Allah yang akan berlangsung atau terjadi atas semua orang. Dalam Roma 2:2-3 tertulis: Tetapi kita tahu, bahwa hukuman Allah πberlangsung secara jujur atas mereka yang berbuat demikian.
Dan engkau, hai manusia, engkau yang menghakimi mereka yang berbuat demikian, sedangkan engkau sendiri melakukannya juga, adakah engkau sangka, bahwa engkau akan luput dari hukuman Allah? Ayat-ayat ini jelas mengindikasikan bahwa setiap orang akan dihakimi oleh Tuhan π, oleh sebab itu kita tidak berhak menghakimi sesama kita.
Perlu kita memerhatikan kalimat “berbuat demikian” dalam Roma 2:2-3. Kalimat “berbuat demikian” menunjuk pada ayat sebelumnya, Roma 1:18-32, yaitu orang-orang π₯ yang hidup dalam kefasikan dan kelaliman manusia.
Kefasikan dan kelaliman pasti mendapat ganjaran yang setimpal. Dalam Roma 2:2-3 ini Paulus juga menunjuk bahwa orang-orang yang menghakimi sesamanya, ternyata mereka juga termasuk orang yang “berbuat hal yang sama”.
Hal ini juga ditunjukkan oleh Paulus dalam Roma 2:1-5, khususnya ayat 1 dan 3: Karena itu, hai manusia, siapapun juga engkau, yang menghakimi orang lain, engkau sendiri tidak bebas dari salah. Sebab, dalam menghakimi orang lain, engkau menghakimi dirimu sendiri, karena engkau yang menghakimi orang lain, melakukan hal-hal yang sama… Dan engkau, hai manusia, engkau yang menghakimi mereka yang berbuat demikian, sedangkan engkau sendiri melakukannya juga, adakah engkau sangka, bahwa engkau akan luput dari hukuman Allah?
Mereka yang menghakimi sesamanya tersebut sangat besar kemungkinan adalah orang-orang yang telah memiliki hukum dan kemungkinan juga mengenal Allah π
Tentu mereka yang memiliki hukum dan mengenal Allah adalah orang-orang Yahudi dan orang-orang Kristen.
Mereka dapat menghakimi sesama, sebab mereka memiliki hukum sebagai dasar penghakiman tersebut.
Seperti yang telah dibahas dalam pembahasan terdahulu bahwa orientasi tulisan Paulus dalam Roma 1 dan 2, pertama mengenai orang Yahudi mewakili umat pilihan secara darah dan daging; kedua mengenai orang Yunani yang mewakili bangsa di luar bangsa Yahudi.
Orang Kristen sebagai pihak ketiga yang tentu termasuk penerima surat Roma harus memerhatikan kebenaran tulisan Paulus.
Dalam Roma 2:4-5 tertulis: Maukah engkau menganggap sepi kekayaan kemurahan-Nya, kesabaran-Nya dan kelapangan hati-Nya? Tidakkah engkau tahu, bahwa maksud kemurahan Allah ialah menuntun engkau kepada pertobatan? Tetapi oleh kekerasan hatimu yang tidak mau bertobat, engkau menimbun murka atas dirimu sendiri pada hari waktu mana murka dan hukuman Allah πyang adil akan dinyatakan.
Ayat ini menunjukkan fakta adanya orang-orang π₯yang memiliki hukum dan mengenal Allah, tapi tidak hidup sesuai dengan hukum dan tidak bertobat dari kejahatan mereka. Tetapi sementara itu mereka menghakimi sesamanya.
Hal seperti ini sudah biasa terjadi atas orang-orang beragama, juga terjadi atas orang Kristen.
Bila kita membaca kitab Roma, kita temukan pernyataan bahwa adanya kemungkinan orang-orang Kristen yang ditolak oleh Allah π karena kekerasan hati mereka yang tidak bertobat artinya berbuat kejahatan seperti orang yang tidak mengenal Allah (Rm. 11:21-22).
Walaupun umat pilihan Allah (bangsa Israel dan orang Kristen) memiliki atau mengenal hukum dan mengenal Allah, tetapi kalau mereka melakukan kefasikan dan kelaliman, mereka juga akan dihukum oleh Allah.
Hal ini mengingatkan kita kepada orang-orang yang mengaku Tuhan Yesus π adalah Tuhan tetapi tidak melakukan kehendak Bapa, dan sebaliknya berbuat kejahatan, dengan tegas Tuhan Yesus menolak mereka dan mereka tidak diperkenan masuk Kerajaan Surga (Mat. 7:21-23).
Dalam hal ini bukan jaminan bahwa orang yang berseru kepada Tuhan Yesus π sebagai Tuhan akan masuk Kerajaan Surga, tetapi hanya orang yang melakukan kehendak Bapa yang akan masuk Kerajaan Surga.
Apakah tulisan Matius 7:21-23 di atas tidak bertentangan dengan prinsip ‘solagratia’? Tentu tidak.
Keselamatan dapat diperoleh bukan karena berbuat baik.
Perbuatan baik tidak membuat dosa manusia dapat terhapus.
Hanya darah Yesus yang dapat menghapus dosa dunia; hukuman atas kesalahan yang telah dilakukan.
Tetapi darah Yesus π tidak dapat menghapus kejahatan dalam diri manusia.
Orang percaya harus dikuduskan oleh Firman dan Roh Kudus.
Itulah sebabnya setelah mengenal Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat, maka orang percaya harus belajar melakukan kehendak Bapa.
Jika tidak, maka akan ditolak juga.
JBU
Dan engkau, hai manusia, engkau yang menghakimi mereka yang berbuat demikian, sedangkan engkau sendiri melakukannya juga, adakah engkau sangka, bahwa engkau akan luput dari hukuman Allah? Ayat-ayat ini jelas mengindikasikan bahwa setiap orang akan dihakimi oleh Tuhan π, oleh sebab itu kita tidak berhak menghakimi sesama kita.
Perlu kita memerhatikan kalimat “berbuat demikian” dalam Roma 2:2-3. Kalimat “berbuat demikian” menunjuk pada ayat sebelumnya, Roma 1:18-32, yaitu orang-orang π₯ yang hidup dalam kefasikan dan kelaliman manusia.
Kefasikan dan kelaliman pasti mendapat ganjaran yang setimpal. Dalam Roma 2:2-3 ini Paulus juga menunjuk bahwa orang-orang yang menghakimi sesamanya, ternyata mereka juga termasuk orang yang “berbuat hal yang sama”.
Hal ini juga ditunjukkan oleh Paulus dalam Roma 2:1-5, khususnya ayat 1 dan 3: Karena itu, hai manusia, siapapun juga engkau, yang menghakimi orang lain, engkau sendiri tidak bebas dari salah. Sebab, dalam menghakimi orang lain, engkau menghakimi dirimu sendiri, karena engkau yang menghakimi orang lain, melakukan hal-hal yang sama… Dan engkau, hai manusia, engkau yang menghakimi mereka yang berbuat demikian, sedangkan engkau sendiri melakukannya juga, adakah engkau sangka, bahwa engkau akan luput dari hukuman Allah?
Mereka yang menghakimi sesamanya tersebut sangat besar kemungkinan adalah orang-orang yang telah memiliki hukum dan kemungkinan juga mengenal Allah π
Tentu mereka yang memiliki hukum dan mengenal Allah adalah orang-orang Yahudi dan orang-orang Kristen.
Mereka dapat menghakimi sesama, sebab mereka memiliki hukum sebagai dasar penghakiman tersebut.
Seperti yang telah dibahas dalam pembahasan terdahulu bahwa orientasi tulisan Paulus dalam Roma 1 dan 2, pertama mengenai orang Yahudi mewakili umat pilihan secara darah dan daging; kedua mengenai orang Yunani yang mewakili bangsa di luar bangsa Yahudi.
Orang Kristen sebagai pihak ketiga yang tentu termasuk penerima surat Roma harus memerhatikan kebenaran tulisan Paulus.
Dalam Roma 2:4-5 tertulis: Maukah engkau menganggap sepi kekayaan kemurahan-Nya, kesabaran-Nya dan kelapangan hati-Nya? Tidakkah engkau tahu, bahwa maksud kemurahan Allah ialah menuntun engkau kepada pertobatan? Tetapi oleh kekerasan hatimu yang tidak mau bertobat, engkau menimbun murka atas dirimu sendiri pada hari waktu mana murka dan hukuman Allah πyang adil akan dinyatakan.
Ayat ini menunjukkan fakta adanya orang-orang π₯yang memiliki hukum dan mengenal Allah, tapi tidak hidup sesuai dengan hukum dan tidak bertobat dari kejahatan mereka. Tetapi sementara itu mereka menghakimi sesamanya.
Hal seperti ini sudah biasa terjadi atas orang-orang beragama, juga terjadi atas orang Kristen.
Bila kita membaca kitab Roma, kita temukan pernyataan bahwa adanya kemungkinan orang-orang Kristen yang ditolak oleh Allah π karena kekerasan hati mereka yang tidak bertobat artinya berbuat kejahatan seperti orang yang tidak mengenal Allah (Rm. 11:21-22).
Walaupun umat pilihan Allah (bangsa Israel dan orang Kristen) memiliki atau mengenal hukum dan mengenal Allah, tetapi kalau mereka melakukan kefasikan dan kelaliman, mereka juga akan dihukum oleh Allah.
Hal ini mengingatkan kita kepada orang-orang yang mengaku Tuhan Yesus π adalah Tuhan tetapi tidak melakukan kehendak Bapa, dan sebaliknya berbuat kejahatan, dengan tegas Tuhan Yesus menolak mereka dan mereka tidak diperkenan masuk Kerajaan Surga (Mat. 7:21-23).
Dalam hal ini bukan jaminan bahwa orang yang berseru kepada Tuhan Yesus π sebagai Tuhan akan masuk Kerajaan Surga, tetapi hanya orang yang melakukan kehendak Bapa yang akan masuk Kerajaan Surga.
Apakah tulisan Matius 7:21-23 di atas tidak bertentangan dengan prinsip ‘solagratia’? Tentu tidak.
Keselamatan dapat diperoleh bukan karena berbuat baik.
Perbuatan baik tidak membuat dosa manusia dapat terhapus.
Hanya darah Yesus yang dapat menghapus dosa dunia; hukuman atas kesalahan yang telah dilakukan.
Tetapi darah Yesus π tidak dapat menghapus kejahatan dalam diri manusia.
Orang percaya harus dikuduskan oleh Firman dan Roh Kudus.
Itulah sebabnya setelah mengenal Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat, maka orang percaya harus belajar melakukan kehendak Bapa.
Jika tidak, maka akan ditolak juga.
JBU
SBT( Sunday Bible Teaching) , 21 Januari 2018 Pdt Dr Erastus Sabdono
[21:58, 1/25/2018] Afung Xiaomi Telkomsel: Efesus 2 : 1 - 3
Pengertian mati di sini
bukan berarti manusia sama sekali tidak bisa meresponi.
Kita harus memahami maksud kalimat itu.
Orang - orang yang mengartikan bahwa kata mati, manusia π₯ tidak dapat meresponi, Itu premis yang dipaksakan.
Sebab dari pandangan tersebut ada doktrin yang mengatakan, bahwa seseorang bisa menerima keselamatan karena ditentukan, dan yang lain tidak.
Ada orang yang tidak bisa menolak anugerah.
Tapi sebaliknya kalau jujur, ada orang tidak bisa menerima anugerah.
Di sini iman seakan - akan sesuatu yang bersifat spektakuler yang disuntikkan oleh Allah π sehingga orang itu bisa merespon dan menyambut anugerah.
Pengertian anugerah itu secara umum pemberian yang cuma - cuma, pemberian tanpa melihat kepantasan. yang menerima anugrah tersebut.
Sekarang masalahnya apa bentuk pemberian itu ?
Apa isi anugrah itu ?
Isi anugerah itu keselamatan. Keselamatan tidak boleh dipahami sebagai terhindar dari neraka, dan masuk surga.
Tapi Keselamatan harus dipahami sebagai dikembalikannya
manusia π₯ ke rancangan semula.
Anugerah berbicara mengenai dipulihkannya hubungan antara manusia dengan Allah...setuju
Tetapi apakah hubungan itu menjadi harmoni ? apakah adanya kecocokan, tidak bisa tidak, manusianya harus hidup.
Ini prinsip - prinsip penting yang tidak boleh diabaikan.
Keselamatan diterima oleh iman.
Adalah picik kalau orang memahami iman sekedar pengaminan akali atau persetujuan.
Setuju Yesus juruselamat, tidak menolak.
Iman itu berarti tindakan. Abraham tidak mengenal hukum Taurat, tapi dia memiliki kehidupan yang mematuhi dan menuruti kehendak Elohim Yahwe.
Percaya itu sebuah pekerjaan ergon, tindakan.
Jadi tidak sekedar aktivitas nalar atau pikiran.
Dahulu kamu sudah mati kamu tidak mampu mencapai standar kesucian Allah π
Paulus bukan orang bejat.
Dipandang dari Taurat Paulus tidak bercacat, tapi dia tidak dapat mencapai kesucian Allah, artinya : dia termasuk manusia yang kehilangan kemuliaan Allah.
Memang Paulus bukan orang yang durhaka seperti penduduk Efesus. Terhitung dalam arti hidup dalam hawa nafsu daging, tetapi tidak hidup dalam roh.
Ada orang yang hidup dalam hawa nafsu daging sampai tingkat bejat dan durhaka.
Ada orang yang hidup menurut hawa nafsu daging dalam tingkat kesopanan dan kesantunan, tetapi tidak hidup menurut roh.
Jangan dipukul rata.
Pikiran yang jahat di sini artinya : meleset tidak sesuai kesucian Allah π
Jadi orang yang kehilangan kemuliaan Allah itu dipatok, dipenjara dalam keadaan tidak bisa mencapai kesucian Allah.
Allah kalau ada ruangan - ruangan - ruangan :
- Ini ruangan orang jahat
....ini orang durhaka dan bejat
- Ini ruangan orang baik
....ini orang baik, juga durhaka di mata Allah.
- Ini ruangan orang sempurna
Tapi pada dasarnya sama - sama dimurkai karena tidak mencapai standar kesucian Allah.
Kalau di kitab Roma
mengatakan semua manusia pembohong.
Itu bukan semua orang π₯ suka menipu.
Pembohong di situ artinya : mengingkari perjanjian.
Adam mengingkari perjanjian, seluruh manusia tidak bisa mencapai kesucian Allah.
2 kelompok manusia ini mati.
Anugerah Tuhan membuat peluang masuk ke sini, ini
dikembalikan ke rancangan semula.
Misteri manusia adalah : bagaimana orang meresponi anugerah tersebut ?
Apakah orang Kristen semua sukses ?
Banyak yang dipanggil sedikit yang terpilih.
Banyak orang berusaha masuk, tapi tidak bisa.
Jadi potensi untuk menjadi sempurna itu ada tanggung jawab.
Itu hanya dialami orang - orang yang tidak menyayangkan nyawanya.
Sekarang tinggal bagaimana free will kehendak bebasnya.
Jadi bukan secara mistis spektakuler bisa menerima anugerah, merespon anugerah.
Anugerah itu memberi kesempatan dikembalikan ke rancangan semula.
Di dalam anugerah tersebut ada :
- Penebusan darah Yesus.
Oleh penebusan Tuhan Yesus kita menjadi miliknya.
Dengan jadi milikNya tubuh kita menjadi bait Roh Kudus.
- Roh kudus yang memimpin kita pada segala kebenaran.
- Injil yang menyelamatkan.
- Penggarapan
Allah bekerja dalam segala hal.
Ini sarana Allah πmembawa manusia pada keselamatan.
Kalau kita memperhatikan fakta dalam Alkitab π setiap tindakan Tuhan selalu dimbangi respon manusia.
Tuhan selalu menghendaki manusia meresponi tindakanNya sejak penciptaanNya.
Sejak penciptaan tidak ada unsur sama kali manusia menjadi boneka, dan tidak memiliki indipendensi.
Manusia memiliki indipendensi, manusia π₯ memiliki kemandirian.
Kalau kita berpendirian, bahwa segala sesuatu yang terjadi di dalam hidup manusia dikerjakan Tuhan sendiri tanpa respon atau tindakan manusia dalam kehidupan ini.
Maka pengertian mati di sini harus dipahami dengan benar, mati di sini bukan berarti manusia tidak sanggup merespon anugerah Tuhan.
Lalu di pihak lain orang yang memiliki Roh Kudusπ mengatakan ada orang yang tidak bisa menolak anugerah, yang lain mengatakan ada orang yang bisa menerima anugerah, ini fatalistik.
Hidup menjadi tidak menarik karena tidak ada tantangan dan pergumulan.
Sebab manusia hanya menerima apa saja yang ditentukan.
Lalu kita bicara jujur Adam dan Hawa jatuh dalam dosa tidak ditentukan Tuhan.
Adam yang memilih san menentukan nasibnya, sehingga Adam ada di dalam
ruangan orang durhaka dan orang baik.
Maka ada keturunan Set yang baik harus diakui,
Henokh, Nuh.
Tapi semua itu kehilangan kemuliaan Allah atau mengingkari perjanjian.
Keselamatan dalam Yesus Kristus π hendak membawa manusia ke sini (ruangan sempurna )
Yang diberi kesempatan ini hanya umat pilihan.
Disebut umat pilihan bukan berarti pasti terpilih.
Kita berpotensi masuk ke sini ( ruangan sempurna )
Jadi bukan keputusan Allah sepihak.
Orang berpikir Kejatuhan Adam dan Hawapun oleh karena skenario Tuhan π sebagai sutradara yang mengatur alur cerita.
Dan ini menjadi hal yang membuat manusia tidak bertanggung jawab, etika tidak bisa tampil secara proposional.
Yoh 10 : 12 - 13
Diberi kuasa, lebih tepat diterjemahkan sebagai hak ( exousia )
Satu pihak ada hak, pihak lain ada kewajiban.
Bagaimana bisa ada hak dan kewajiban ?
Exousia ini, kita berhak -
- Menerima penebusan.
- Setelah ditebus tubuhmu menjadi bait Roh Kudus.
- Roh Kudus menuntun kamu ke dalam segala kebenaran melalui Injil.
- Dan Allah bekerja dalam segala hal mendatangkan kebaikan.
Tetapi kewajibanmu hidup dari penurutan.
Maka Filipi 2 : 12 mengatakan kerjakanlah keselamatanmu dengan takut dan gentar.
Ada hak ada kewajiban.
Betapa rusaknya struktur berpikir yang mengatakan tidak ada hak, tidak ada kewajiban.
Seakan - akan hak ini otomatis membuat orang bisa berkodrat.
Jadi dulu kamu sudah mati sekarang kami mau hidup, berjuanglah ...
Yang membuat banyak orang Kristen π₯ menjadi ngawur terbonsai bahkan mati ketika diisyaratkan bahwa orang - orang yang mengaku Yesus sebagai Juruselamat, artinya. mempunyai pengaminan akali, berarti sudah jadi anak - anak Allah dan sudah selamat, punya hak masuk surga, tapi tidak pernah diperkenalkan kewajiban.
Bagaimana menghidupkan Yesus dalam diri kita ?
Tidak gampang.
Jadi orang baik saja sulit, apalagi sempurna.
Betapa rusaknya kalau isyaratkan kalau sudah mengaku Yesus juruselamat, sudah selamat.
Dan ini terjadi di banyak orang Kristen hari ini.
Sehingga Kekristenan tidak beda dengan agama.
- Dengan merasa puas sudah Ke gereja π
- Di aspek lain, ke gereja
hanya mau berkat jasmani.
- Mau mengalami mukjizat.
- Jawaban segala kebutuhan - kebutuhan jasmani.
Padahal mestinya orang datang kepada Tuhan ia berkata kepada Tuhan,
Tuhan... aku tidak punya masalah lain, Kecuali bagaimana aku hidup ?
Ibrani 12 : 9
Kalau Kamu tidak dihajar kamu anak gampang, anak yang tidak sah ( Nothos)
Kalau kamu dididik dan dihajar kamu anak sah
( Huios)
Kalau ajaran yang diterima mengisyarakan orang percaya Tuhan Yesus juruselamat sudah selamat, itu menciptakan Nothos - Nothos.
Kalau ada masalah orang ke gereja malam minta didoakan agar lulus dari masalah itu.
Padahal justru masalah itu mendidik untuk mendewasakan.
Ajaran itu menjadi alat iblis untuk memarkir banyak orang Kristen π₯ tetap menjadi anak - anak yang tidak sah (Nothos)
Kita akan diproses Tuhan supaya kita yang diberi kesempatan hidup bisa melangsungkan proses kehidupan ini yang terjadi tidak otomatis.
Tapi orang berkata bahwa orang yang mati artinya tidak bisa respon anugerah Allah, jadi secara ajaib dan mistis.
Tuhan menitipkan iman supaya selamat.
Apa iman itu ?
Anugerah itu bagaimana?
Dan bagaimana proses menjadi sempurna?
Sebagian kita adalah : korban kebodohan, korban dari premis yang salah.
Maka kita banyak yang merasa tenang, rileks tidak memiliki perasaan krisis.
Perasaan Krisis adalah : apakah kita pernah memperkarakan hal hidup atau keadaan kita di hadapan Bapa jika bertemu Bapa π di surga ?
Kuasa Bapa di Surga.
Agenda kita satu - satunya adalah belajar menjadi murid Yesus.
Dulu kita sudah mati, sekarang kita dihidupkan oleh Tuhan
Dan ini tidak terjadi secara otomatis.
Kuasa di situ maksudnya adalah potensi.
Jadi kita harus memahami pengertian kata mati ini dengan benar.
Kalau kita membaca, ayat - ayat yang lain.
Misalnya :
- Efesus 4 : 17
Kita harus berubah sampai kita mencium keharuman Tuhan π
Kita tidak bodoh lagi, karena kita sudah belajar.
Bukan dengan mukjizat, tapi harus dengan kerja keras, lewat proses yang bertahap.
Bukan autonamis, tapi belajar.
Kita sendiri yang menggerakkan diri.
- Efesus 4 : 18
Kita saja sendiri.
Kamu tidak bodoh lagi karena belajar.
Allah menyuntikkan
Dia harus
Menghalau kebodohan,
harus kerja keras.
- Efesus 4 : 20 - 21
Bukan otomatis tapi belajar.
Jangan berkata Tuhan tidak menggerakkan kita.
- Efesus 4 : 21
Menerima bukan disuntikkan dalam pikiran.
- Efesus 4 : 22
Siapa yang menanggalkan ?
Kita yang harus menanggalkan, melepaskan.
Apakah Kita merasa ada dorongan - dorongan daging yang menyesatkan kita ?
Penyesatan bukan hanya pengajaran, tapi juga selera jiwa kita π₯ yang terlanjur mengikat kita.
Kita yang harus yang menanggalkan.
Luar biasa dan ajaibnya, nanti Tuhan akan memimpin dan mengajarkan bagaimana kita menanggalkan.
Di situlah Roh Kudus akan berbicara.
- Efesus 4 : 23
Jadi dengan menanggalkan kehidupan kita yang dulu, pembaharuan itu kita terima.
Ini sebuah kerja sama.
- Ada hak,
- Ada potensi,
- Ada Allah, anugerah dan keselamatan yang Allah π sediakan.
- Ada tanggung jawab.
Tapi kalau kita merasa sudah selamat sudah masuk surga, tidak terjadi sama kali.
Yang lebih parah lagi ketika kita ke gereja π karena :
- Urusan jodoh
- Urusan bisnis
- Segala macam urusan.
Kalau jujur itu Karena kesalahan kita.
Kalau jujur penderitaan,
- karena keserakahan kita.
- Karena kita tidak mau hemat
- karena kita mau hidup mewah - mewah.
- Karena kita mau menang sendiri dstnya.
Setelah kita harus menelan pil pahit akibat taburan kita baru kita sadari.
Misalnya :
- Orang boros, sembarangan, lalu sekarang menderita, lalu minta Tuhan pulihkan ekonomi ?
- Orang watak yang buruk merusak rumah tangga, sekarang minta dipulihkan ?
Seharusnya watak yang harus diperbaiki.
Efesus 4 : 24
Kita sendiri yang harus proaktif.
Polanya harus jelas.
- Efesus 4 : 25
Kita yang harus membuang dusta.
- Efesus 4 : 26
Artinya : Kalau tidak boleh marah secara terus menerus atau berkesinambungan.
- Ada marah kudus, ada marah tidak Kudus.
- Ada marah konstruktif dan distruktif.
Marah bukan berarti dosa.
Jangan marah merusak orang lain dan menguasai hidup.
Marah itu boleh, tapi harus marah kudus.
Yang memadamkan marah itu kita sendiri.
- Efesus 4 : 27
Jangan memberi topon = tempat berpijak.
Jangan membuat pangkalan untuk tubuh kita.
Jangan memberi kesempatan kepada iblis.
Apa yang kita tonton, apa yang kita dengar, orang yang menjadi sahabat kita.
Itu yang memberi topon.
Kita yang mesti berhati - hati.
Kalau kita memberi pangkalan kita jatuh ke dalam dosa, jangan menyalahkan Tuhan.
Kalau kita selalu mendengar Firman, berjaga - jaga terus.
Kalau kita selalu sediakan waktu ⌚ untuk berdoa, tidak ada pangkalan (topon)
Amin....π·
Pengertian mati di sini
bukan berarti manusia sama sekali tidak bisa meresponi.
Kita harus memahami maksud kalimat itu.
Orang - orang yang mengartikan bahwa kata mati, manusia π₯ tidak dapat meresponi, Itu premis yang dipaksakan.
Sebab dari pandangan tersebut ada doktrin yang mengatakan, bahwa seseorang bisa menerima keselamatan karena ditentukan, dan yang lain tidak.
Ada orang yang tidak bisa menolak anugerah.
Tapi sebaliknya kalau jujur, ada orang tidak bisa menerima anugerah.
Di sini iman seakan - akan sesuatu yang bersifat spektakuler yang disuntikkan oleh Allah π sehingga orang itu bisa merespon dan menyambut anugerah.
Pengertian anugerah itu secara umum pemberian yang cuma - cuma, pemberian tanpa melihat kepantasan. yang menerima anugrah tersebut.
Sekarang masalahnya apa bentuk pemberian itu ?
Apa isi anugrah itu ?
Isi anugerah itu keselamatan. Keselamatan tidak boleh dipahami sebagai terhindar dari neraka, dan masuk surga.
Tapi Keselamatan harus dipahami sebagai dikembalikannya
manusia π₯ ke rancangan semula.
Anugerah berbicara mengenai dipulihkannya hubungan antara manusia dengan Allah...setuju
Tetapi apakah hubungan itu menjadi harmoni ? apakah adanya kecocokan, tidak bisa tidak, manusianya harus hidup.
Ini prinsip - prinsip penting yang tidak boleh diabaikan.
Keselamatan diterima oleh iman.
Adalah picik kalau orang memahami iman sekedar pengaminan akali atau persetujuan.
Setuju Yesus juruselamat, tidak menolak.
Iman itu berarti tindakan. Abraham tidak mengenal hukum Taurat, tapi dia memiliki kehidupan yang mematuhi dan menuruti kehendak Elohim Yahwe.
Percaya itu sebuah pekerjaan ergon, tindakan.
Jadi tidak sekedar aktivitas nalar atau pikiran.
Dahulu kamu sudah mati kamu tidak mampu mencapai standar kesucian Allah π
Paulus bukan orang bejat.
Dipandang dari Taurat Paulus tidak bercacat, tapi dia tidak dapat mencapai kesucian Allah, artinya : dia termasuk manusia yang kehilangan kemuliaan Allah.
Memang Paulus bukan orang yang durhaka seperti penduduk Efesus. Terhitung dalam arti hidup dalam hawa nafsu daging, tetapi tidak hidup dalam roh.
Ada orang yang hidup dalam hawa nafsu daging sampai tingkat bejat dan durhaka.
Ada orang yang hidup menurut hawa nafsu daging dalam tingkat kesopanan dan kesantunan, tetapi tidak hidup menurut roh.
Jangan dipukul rata.
Pikiran yang jahat di sini artinya : meleset tidak sesuai kesucian Allah π
Jadi orang yang kehilangan kemuliaan Allah itu dipatok, dipenjara dalam keadaan tidak bisa mencapai kesucian Allah.
Allah kalau ada ruangan - ruangan - ruangan :
- Ini ruangan orang jahat
....ini orang durhaka dan bejat
- Ini ruangan orang baik
....ini orang baik, juga durhaka di mata Allah.
- Ini ruangan orang sempurna
Tapi pada dasarnya sama - sama dimurkai karena tidak mencapai standar kesucian Allah.
Kalau di kitab Roma
mengatakan semua manusia pembohong.
Itu bukan semua orang π₯ suka menipu.
Pembohong di situ artinya : mengingkari perjanjian.
Adam mengingkari perjanjian, seluruh manusia tidak bisa mencapai kesucian Allah.
2 kelompok manusia ini mati.
Anugerah Tuhan membuat peluang masuk ke sini, ini
dikembalikan ke rancangan semula.
Misteri manusia adalah : bagaimana orang meresponi anugerah tersebut ?
Apakah orang Kristen semua sukses ?
Banyak yang dipanggil sedikit yang terpilih.
Banyak orang berusaha masuk, tapi tidak bisa.
Jadi potensi untuk menjadi sempurna itu ada tanggung jawab.
Itu hanya dialami orang - orang yang tidak menyayangkan nyawanya.
Sekarang tinggal bagaimana free will kehendak bebasnya.
Jadi bukan secara mistis spektakuler bisa menerima anugerah, merespon anugerah.
Anugerah itu memberi kesempatan dikembalikan ke rancangan semula.
Di dalam anugerah tersebut ada :
- Penebusan darah Yesus.
Oleh penebusan Tuhan Yesus kita menjadi miliknya.
Dengan jadi milikNya tubuh kita menjadi bait Roh Kudus.
- Roh kudus yang memimpin kita pada segala kebenaran.
- Injil yang menyelamatkan.
- Penggarapan
Allah bekerja dalam segala hal.
Ini sarana Allah πmembawa manusia pada keselamatan.
Kalau kita memperhatikan fakta dalam Alkitab π setiap tindakan Tuhan selalu dimbangi respon manusia.
Tuhan selalu menghendaki manusia meresponi tindakanNya sejak penciptaanNya.
Sejak penciptaan tidak ada unsur sama kali manusia menjadi boneka, dan tidak memiliki indipendensi.
Manusia memiliki indipendensi, manusia π₯ memiliki kemandirian.
Kalau kita berpendirian, bahwa segala sesuatu yang terjadi di dalam hidup manusia dikerjakan Tuhan sendiri tanpa respon atau tindakan manusia dalam kehidupan ini.
Maka pengertian mati di sini harus dipahami dengan benar, mati di sini bukan berarti manusia tidak sanggup merespon anugerah Tuhan.
Lalu di pihak lain orang yang memiliki Roh Kudusπ mengatakan ada orang yang tidak bisa menolak anugerah, yang lain mengatakan ada orang yang bisa menerima anugerah, ini fatalistik.
Hidup menjadi tidak menarik karena tidak ada tantangan dan pergumulan.
Sebab manusia hanya menerima apa saja yang ditentukan.
Lalu kita bicara jujur Adam dan Hawa jatuh dalam dosa tidak ditentukan Tuhan.
Adam yang memilih san menentukan nasibnya, sehingga Adam ada di dalam
ruangan orang durhaka dan orang baik.
Maka ada keturunan Set yang baik harus diakui,
Henokh, Nuh.
Tapi semua itu kehilangan kemuliaan Allah atau mengingkari perjanjian.
Keselamatan dalam Yesus Kristus π hendak membawa manusia ke sini (ruangan sempurna )
Yang diberi kesempatan ini hanya umat pilihan.
Disebut umat pilihan bukan berarti pasti terpilih.
Kita berpotensi masuk ke sini ( ruangan sempurna )
Jadi bukan keputusan Allah sepihak.
Orang berpikir Kejatuhan Adam dan Hawapun oleh karena skenario Tuhan π sebagai sutradara yang mengatur alur cerita.
Dan ini menjadi hal yang membuat manusia tidak bertanggung jawab, etika tidak bisa tampil secara proposional.
Yoh 10 : 12 - 13
Diberi kuasa, lebih tepat diterjemahkan sebagai hak ( exousia )
Satu pihak ada hak, pihak lain ada kewajiban.
Bagaimana bisa ada hak dan kewajiban ?
Exousia ini, kita berhak -
- Menerima penebusan.
- Setelah ditebus tubuhmu menjadi bait Roh Kudus.
- Roh Kudus menuntun kamu ke dalam segala kebenaran melalui Injil.
- Dan Allah bekerja dalam segala hal mendatangkan kebaikan.
Tetapi kewajibanmu hidup dari penurutan.
Maka Filipi 2 : 12 mengatakan kerjakanlah keselamatanmu dengan takut dan gentar.
Ada hak ada kewajiban.
Betapa rusaknya struktur berpikir yang mengatakan tidak ada hak, tidak ada kewajiban.
Seakan - akan hak ini otomatis membuat orang bisa berkodrat.
Jadi dulu kamu sudah mati sekarang kami mau hidup, berjuanglah ...
Yang membuat banyak orang Kristen π₯ menjadi ngawur terbonsai bahkan mati ketika diisyaratkan bahwa orang - orang yang mengaku Yesus sebagai Juruselamat, artinya. mempunyai pengaminan akali, berarti sudah jadi anak - anak Allah dan sudah selamat, punya hak masuk surga, tapi tidak pernah diperkenalkan kewajiban.
Bagaimana menghidupkan Yesus dalam diri kita ?
Tidak gampang.
Jadi orang baik saja sulit, apalagi sempurna.
Betapa rusaknya kalau isyaratkan kalau sudah mengaku Yesus juruselamat, sudah selamat.
Dan ini terjadi di banyak orang Kristen hari ini.
Sehingga Kekristenan tidak beda dengan agama.
- Dengan merasa puas sudah Ke gereja π
- Di aspek lain, ke gereja
hanya mau berkat jasmani.
- Mau mengalami mukjizat.
- Jawaban segala kebutuhan - kebutuhan jasmani.
Padahal mestinya orang datang kepada Tuhan ia berkata kepada Tuhan,
Tuhan... aku tidak punya masalah lain, Kecuali bagaimana aku hidup ?
Ibrani 12 : 9
Kalau Kamu tidak dihajar kamu anak gampang, anak yang tidak sah ( Nothos)
Kalau kamu dididik dan dihajar kamu anak sah
( Huios)
Kalau ajaran yang diterima mengisyarakan orang percaya Tuhan Yesus juruselamat sudah selamat, itu menciptakan Nothos - Nothos.
Kalau ada masalah orang ke gereja malam minta didoakan agar lulus dari masalah itu.
Padahal justru masalah itu mendidik untuk mendewasakan.
Ajaran itu menjadi alat iblis untuk memarkir banyak orang Kristen π₯ tetap menjadi anak - anak yang tidak sah (Nothos)
Kita akan diproses Tuhan supaya kita yang diberi kesempatan hidup bisa melangsungkan proses kehidupan ini yang terjadi tidak otomatis.
Tapi orang berkata bahwa orang yang mati artinya tidak bisa respon anugerah Allah, jadi secara ajaib dan mistis.
Tuhan menitipkan iman supaya selamat.
Apa iman itu ?
Anugerah itu bagaimana?
Dan bagaimana proses menjadi sempurna?
Sebagian kita adalah : korban kebodohan, korban dari premis yang salah.
Maka kita banyak yang merasa tenang, rileks tidak memiliki perasaan krisis.
Perasaan Krisis adalah : apakah kita pernah memperkarakan hal hidup atau keadaan kita di hadapan Bapa jika bertemu Bapa π di surga ?
Kuasa Bapa di Surga.
Agenda kita satu - satunya adalah belajar menjadi murid Yesus.
Dulu kita sudah mati, sekarang kita dihidupkan oleh Tuhan
Dan ini tidak terjadi secara otomatis.
Kuasa di situ maksudnya adalah potensi.
Jadi kita harus memahami pengertian kata mati ini dengan benar.
Kalau kita membaca, ayat - ayat yang lain.
Misalnya :
- Efesus 4 : 17
Kita harus berubah sampai kita mencium keharuman Tuhan π
Kita tidak bodoh lagi, karena kita sudah belajar.
Bukan dengan mukjizat, tapi harus dengan kerja keras, lewat proses yang bertahap.
Bukan autonamis, tapi belajar.
Kita sendiri yang menggerakkan diri.
- Efesus 4 : 18
Kita saja sendiri.
Kamu tidak bodoh lagi karena belajar.
Allah menyuntikkan
Dia harus
Menghalau kebodohan,
harus kerja keras.
- Efesus 4 : 20 - 21
Bukan otomatis tapi belajar.
Jangan berkata Tuhan tidak menggerakkan kita.
- Efesus 4 : 21
Menerima bukan disuntikkan dalam pikiran.
- Efesus 4 : 22
Siapa yang menanggalkan ?
Kita yang harus menanggalkan, melepaskan.
Apakah Kita merasa ada dorongan - dorongan daging yang menyesatkan kita ?
Penyesatan bukan hanya pengajaran, tapi juga selera jiwa kita π₯ yang terlanjur mengikat kita.
Kita yang harus yang menanggalkan.
Luar biasa dan ajaibnya, nanti Tuhan akan memimpin dan mengajarkan bagaimana kita menanggalkan.
Di situlah Roh Kudus akan berbicara.
- Efesus 4 : 23
Jadi dengan menanggalkan kehidupan kita yang dulu, pembaharuan itu kita terima.
Ini sebuah kerja sama.
- Ada hak,
- Ada potensi,
- Ada Allah, anugerah dan keselamatan yang Allah π sediakan.
- Ada tanggung jawab.
Tapi kalau kita merasa sudah selamat sudah masuk surga, tidak terjadi sama kali.
Yang lebih parah lagi ketika kita ke gereja π karena :
- Urusan jodoh
- Urusan bisnis
- Segala macam urusan.
Kalau jujur itu Karena kesalahan kita.
Kalau jujur penderitaan,
- karena keserakahan kita.
- Karena kita tidak mau hemat
- karena kita mau hidup mewah - mewah.
- Karena kita mau menang sendiri dstnya.
Setelah kita harus menelan pil pahit akibat taburan kita baru kita sadari.
Misalnya :
- Orang boros, sembarangan, lalu sekarang menderita, lalu minta Tuhan pulihkan ekonomi ?
- Orang watak yang buruk merusak rumah tangga, sekarang minta dipulihkan ?
Seharusnya watak yang harus diperbaiki.
Efesus 4 : 24
Kita sendiri yang harus proaktif.
Polanya harus jelas.
- Efesus 4 : 25
Kita yang harus membuang dusta.
- Efesus 4 : 26
Artinya : Kalau tidak boleh marah secara terus menerus atau berkesinambungan.
- Ada marah kudus, ada marah tidak Kudus.
- Ada marah konstruktif dan distruktif.
Marah bukan berarti dosa.
Jangan marah merusak orang lain dan menguasai hidup.
Marah itu boleh, tapi harus marah kudus.
Yang memadamkan marah itu kita sendiri.
- Efesus 4 : 27
Jangan memberi topon = tempat berpijak.
Jangan membuat pangkalan untuk tubuh kita.
Jangan memberi kesempatan kepada iblis.
Apa yang kita tonton, apa yang kita dengar, orang yang menjadi sahabat kita.
Itu yang memberi topon.
Kita yang mesti berhati - hati.
Kalau kita memberi pangkalan kita jatuh ke dalam dosa, jangan menyalahkan Tuhan.
Kalau kita selalu mendengar Firman, berjaga - jaga terus.
Kalau kita selalu sediakan waktu ⌚ untuk berdoa, tidak ada pangkalan (topon)
Amin....π·
RH Truth Daily Enlightenment “DIPERMULIAKAN NAMA-MU” 25 Januari 2018
Jadi, kalau dikatakan bahwa Tuhan πmengeraskan hati, itu berarti Tuhan sudah tidak memberi kesempatan lagi kepada seseorang untuk berubah menjadi baik. Tuhan tidak lagi menegor atau memberi tuntunan.
Oleh sebab itu pengertian mengeraskan hati hendaknya tidak dipahami secara mistik, yaitu Tuhanπ masuk dalam hati seseorang dan membuat seseorang menjadi lebih jahat.
Membuat seseorang menjadi lebih jahat bukanlah karakter Allah.
Kalau kita π₯ meneliti ayat-ayat dalam Roma 1:18-32 dengan cerdas, teliti dan jujur, maka kita dapat memperoleh kebenaran bahwa Allah tidak sembarangan “mengeraskan hati” seseorang atau yang sama dengan menyerahkan mereka kepada hawa nafsu dan pikiran yang terkutuk sehingga melakukan berbagai-bagai kejahatan dan tidak lagi memiliki nurani yang baik untuk berbuat kebajikan.
Keadaan seseorang di mana Tuhan πmenyerahkan mereka kepada keinginan hati yang cemar, hawa nafsu yang memalukan dan pikiran-pikiran yang terkutuk adalah akibat pilihan dan keputusan mereka sendiri.
Hal ini sama dengan Firaun yang memang sudah berkeadaan sangat jahat, sehingga tidak akan melepaskan bangsa Israel dari Mesir.
Keadaan Firaun seperti itu bukan karena Tuhan yang mengadakannya, tetapi karena pilihan dan keputusan-keputusan Firaun tersebut dalam waktu yang panjang. Sangatlah bodoh dan kurang ajar terhadap Tuhan, kalau ada yang berpikir bahwa Allah sudah mengeraskan hati Firaun sejak kecil, atau Tuhan π sengaja mengkondisikan Firaun menjadi jahat untuk kemuliaan nama-Nya.
Kebenaran di atas ini sudah cukup mematahkan kalau seseorang berpandangan bahwa Allah menentukan orang selamat yang sama artinya Tuhan akan merancang dan membuat (kalau perlu dengan paksa sesuai dengan kedaulatan Allah sepihak), di pihak lain tentu ada orang-orang yang binasa karena Tuhan πtidak membuat mereka menjadi baik.
Dari Roma 1:18-32, sangat jelas bahwa seseorang menjadi jahat karena pilihan dan keputusan mereka sendiri, bukan karena rekayasa Allah atau pihak eksternal.
Allah π tidak pernah menjadikan manusia sebagai boneka yang diatur dengan remote control oleh pihak di luar manusia, juga bukan oleh Tuhan sendiri.
Kalau ada orang yang berpandangan bahwa Tuhan “mengeraskan hati” seseorang atau membiarkan seseorang terbelenggu dalam kejahatan berdasarkan kehendak dari kedaulatan Allah, apalagi kalau ditambah dengan bahwa demi kemuliaan dan kebesaran nama-Nya Allah π membiarkan orang menjadi jahat dan masuk neraka, maka hal itu sangatlah keliru.
Pandangan tersebut menciderai Allah yang Mahamulia. Tuhan tidak akan membuat nama-Nya dimuliakan atau dibesarkan dengan mengorbankan keselamatan manusia π₯ Tuhan tidak akan pernah berbuat sangat bodoh, dengan mencelakai seseorang atau orang banyak demi kemuliaan nama-Nya.
Allah tidak perlu bertindak demikian untuk membuat nama-Nya dipermuliakan. Allah π dimuliakan oleh anak-anak-Nya yang mengikuti jejak Tuhan Yesus, yang diajar dengan Doa Bapa Kami : Dipermuliakanlah nama-Mu.
Melengkapi penjelasan di atas perlulah kita mengutip Roma 1:32.
Dalam ayat tersebut tertulis: Sebab walaupun mereka mengetahui tuntutan-tuntutan hukum Allah π, yaitu bahwa setiap orang yang melakukan hal-hal demikian, patut dihukum mati, mereka bukan saja melakukannya sendiri, tetapi mereka juga setuju dengan mereka yang melakukannya.
Orang-orang yang dihukum mati atau dibinasakan tersebut bukan karena keputusan tanpa alasan dari pihak Allah π, tetapi karena mereka sendiri, bukan saja melakukan kejahatan, tetapi juga setuju dengan mereka yang melakukan kejahatan.
Kata setuju dalam teks aslinya adalah suneudokeo (ΟΟ Ξ½Ξ΅Ο Ξ΄ΞΏΞΊα½³Ο).
Kata ini bukan saja berarti setuju (agree), tapi berarti juga to be pleased together with, approve together, to applaud (menyenangi bersama, menyetujui bersama, memberi tepuk tangan dalam arti mendukung atau memberi penghargaan).
Adalah tidak mungkin Tuhan π membuat seseorang menyenangi kejahatan dan memberi penghargaan atau mendukung kejahatan.
Orang bisa berkeadaan batin atau hati nurani yang jahat karena keputusan dan pilihannya sendiri. Sangatlah tidak mungkin Tuhan π intervensi ke dalam batin atau hati manusia dan “menyetir” orang tersebut untuk melakukan atau tindakan dan mengambil satu keputusan atau pilihan.
Sejatinya, manusia dalam kehendak bebasnya yang menyetir dirinya sendiri. Manusia π₯ mengambil keputusan dan pilihan atas segala sesuatu yang dilakukan. Dengan demikian, manusia dapat diperhadapkan kepada pengadilan Allah dan harus mempertanggungjawabkan semua yang dilakukannya selama di bumi ini.
JBU
Oleh sebab itu pengertian mengeraskan hati hendaknya tidak dipahami secara mistik, yaitu Tuhanπ masuk dalam hati seseorang dan membuat seseorang menjadi lebih jahat.
Membuat seseorang menjadi lebih jahat bukanlah karakter Allah.
Kalau kita π₯ meneliti ayat-ayat dalam Roma 1:18-32 dengan cerdas, teliti dan jujur, maka kita dapat memperoleh kebenaran bahwa Allah tidak sembarangan “mengeraskan hati” seseorang atau yang sama dengan menyerahkan mereka kepada hawa nafsu dan pikiran yang terkutuk sehingga melakukan berbagai-bagai kejahatan dan tidak lagi memiliki nurani yang baik untuk berbuat kebajikan.
Keadaan seseorang di mana Tuhan πmenyerahkan mereka kepada keinginan hati yang cemar, hawa nafsu yang memalukan dan pikiran-pikiran yang terkutuk adalah akibat pilihan dan keputusan mereka sendiri.
Hal ini sama dengan Firaun yang memang sudah berkeadaan sangat jahat, sehingga tidak akan melepaskan bangsa Israel dari Mesir.
Keadaan Firaun seperti itu bukan karena Tuhan yang mengadakannya, tetapi karena pilihan dan keputusan-keputusan Firaun tersebut dalam waktu yang panjang. Sangatlah bodoh dan kurang ajar terhadap Tuhan, kalau ada yang berpikir bahwa Allah sudah mengeraskan hati Firaun sejak kecil, atau Tuhan π sengaja mengkondisikan Firaun menjadi jahat untuk kemuliaan nama-Nya.
Kebenaran di atas ini sudah cukup mematahkan kalau seseorang berpandangan bahwa Allah menentukan orang selamat yang sama artinya Tuhan akan merancang dan membuat (kalau perlu dengan paksa sesuai dengan kedaulatan Allah sepihak), di pihak lain tentu ada orang-orang yang binasa karena Tuhan πtidak membuat mereka menjadi baik.
Dari Roma 1:18-32, sangat jelas bahwa seseorang menjadi jahat karena pilihan dan keputusan mereka sendiri, bukan karena rekayasa Allah atau pihak eksternal.
Allah π tidak pernah menjadikan manusia sebagai boneka yang diatur dengan remote control oleh pihak di luar manusia, juga bukan oleh Tuhan sendiri.
Kalau ada orang yang berpandangan bahwa Tuhan “mengeraskan hati” seseorang atau membiarkan seseorang terbelenggu dalam kejahatan berdasarkan kehendak dari kedaulatan Allah, apalagi kalau ditambah dengan bahwa demi kemuliaan dan kebesaran nama-Nya Allah π membiarkan orang menjadi jahat dan masuk neraka, maka hal itu sangatlah keliru.
Pandangan tersebut menciderai Allah yang Mahamulia. Tuhan tidak akan membuat nama-Nya dimuliakan atau dibesarkan dengan mengorbankan keselamatan manusia π₯ Tuhan tidak akan pernah berbuat sangat bodoh, dengan mencelakai seseorang atau orang banyak demi kemuliaan nama-Nya.
Allah tidak perlu bertindak demikian untuk membuat nama-Nya dipermuliakan. Allah π dimuliakan oleh anak-anak-Nya yang mengikuti jejak Tuhan Yesus, yang diajar dengan Doa Bapa Kami : Dipermuliakanlah nama-Mu.
Melengkapi penjelasan di atas perlulah kita mengutip Roma 1:32.
Dalam ayat tersebut tertulis: Sebab walaupun mereka mengetahui tuntutan-tuntutan hukum Allah π, yaitu bahwa setiap orang yang melakukan hal-hal demikian, patut dihukum mati, mereka bukan saja melakukannya sendiri, tetapi mereka juga setuju dengan mereka yang melakukannya.
Orang-orang yang dihukum mati atau dibinasakan tersebut bukan karena keputusan tanpa alasan dari pihak Allah π, tetapi karena mereka sendiri, bukan saja melakukan kejahatan, tetapi juga setuju dengan mereka yang melakukan kejahatan.
Kata setuju dalam teks aslinya adalah suneudokeo (ΟΟ Ξ½Ξ΅Ο Ξ΄ΞΏΞΊα½³Ο).
Kata ini bukan saja berarti setuju (agree), tapi berarti juga to be pleased together with, approve together, to applaud (menyenangi bersama, menyetujui bersama, memberi tepuk tangan dalam arti mendukung atau memberi penghargaan).
Adalah tidak mungkin Tuhan π membuat seseorang menyenangi kejahatan dan memberi penghargaan atau mendukung kejahatan.
Orang bisa berkeadaan batin atau hati nurani yang jahat karena keputusan dan pilihannya sendiri. Sangatlah tidak mungkin Tuhan π intervensi ke dalam batin atau hati manusia dan “menyetir” orang tersebut untuk melakukan atau tindakan dan mengambil satu keputusan atau pilihan.
Sejatinya, manusia dalam kehendak bebasnya yang menyetir dirinya sendiri. Manusia π₯ mengambil keputusan dan pilihan atas segala sesuatu yang dilakukan. Dengan demikian, manusia dapat diperhadapkan kepada pengadilan Allah dan harus mempertanggungjawabkan semua yang dilakukannya selama di bumi ini.
JBU
Selasa, 23 Januari 2018
RH Truth Daily Enlightenment “KEHENDAK BEBAS” 24 Januari 2018
Dalam perjalanan sejarah hidup manusia π₯, semakin nyata bahwa manusia menjadi bertambah jahat. Hal ini dikemukakan oleh Paulus dalam suratnya, yaitu dengan adanya penyembahan kepada berbagai obyek.
Orang-orang yang menggantikan penyembahan yang benar dengan berbagai obyek ini biasanya kelakuannya pun juga pasti rusak (Rm. 1:22-25).
Kejahatan manusia berkembang terus sampai pada penyimpangan seks, yaitu praktik homoseksual (lesbian dan gay) seperti yang sekarang ini marak terjadi (Rm. 1:26-27).
Akibat perbuatan ini mereka π₯ bukan saja menerima hukuman di balik kubur, nanti tetapi juga sementara di bumi; tidak jarang penyakit HIV berjangkit pada pelaku homoseksual.
Apakah dalam hal ini kelainan seks dalam diri seseorang pasti berarti dosa? Tentu saja tidak. Menjadi berdosa kalau seseorang menjadi pelaku dari homoseksual tersebut atau mempraktikkannya.
Dalam Roma 1:24 tertulis: Karena itu Allah menyerahkan mereka kepada keinginan hati mereka akan kecemaran, sehingga mereka saling mencemarkan tubuh mereka.
Dalam Roma 1:26 Paulus menulis: Karena itu Allah menyerahkan mereka kepada hawa nafsu yang memalukan dan dalam Roma 1: 28 tertulis: Dan karena mereka tidak merasa perlu untuk mengakui Allah, maka Allah π menyerahkan mereka kepada pikiran-pikiran yang terkutuk, sehingga mereka melakukan apa yang tidak pantas.
Kalimat-kalimat di atas ini menunjukkan bahwa Allah menyerahkan mereka kepada hawa nafsu dan pikiran yang terkutuk, sehingga melakukan berbagai kejahatan dan tidak lagi memiliki nurani yang baik.
Apakah tindakan Allah πini merupakan tindakan sewenang-wenang? Tentu tidak.
Ada beberapa alasan mengapa Tuhan π menyerahkan mereka kepada keinginan hati mereka, yaitu kecemaran, sehingga mereka saling mencemarkan tubuh mereka, menyerahkan mereka kepada hawa nafsu yang memalukan dan pikiran-pikiran yang terkutuk, sehingga mereka melakukan apa yang tidak pantas.
Alasan-alasan mengapa Allah menyerahkan mereka kepada perbuatan yang busuk itu dapat kita peroleh dari beberapa teks ini :
Pertama, dalam Roma 1:23 tertulis:
Mereka menggantikan kemuliaan Allah π yang tidak fana dengan gambaran yang mirip dengan manusia yang fana, burung-burung, binatang-binatang yang berkaki empat atau binatang-binatang yang menjalar.
Kedua, dalam Roma 1:25 tertulis: Sebab mereka menggantikan kebenaran Allah π dengan dusta dan memuja dan menyembah makhluk dengan melupakan Penciptanya yang harus dipuji selama-lamanya, amin.
Ketiga, dalam Roma 1:28 tertulis: Dan karena mereka tidak merasa perlu untuk mengakui Allah.
Ayat-ayat di atas ini menunjukkan bahwa mereka yang memilih untuk tidak hidup dalam penurutan terhadap kehendak Allah π atau tidak hidup dalam kebaikan moral.
Terkait dengan hal ini dapat diperoleh melalui fakta empiris bahwa obyek yang disembah seseorang sangat memengaruhi perilaku penyembahnya. Dengan kalimat lain dapat dikatakan bahwa bagaimana model dewa atau Allah yang disembah, menjadi model manusia π₯ yang menyembah.
Model di sini menyangkut gaya hidup dan seluruh perilaku serta budaya manusianya.
Di tengah-tengah kehidupan mereka, kadang dijumpai orang-orang yang nuraninya sangat baik, sehingga jika ilah atau dewa mereka dipandang melakukan kesalahan, maka mereka π₯ akan melawannya juga.
Tindakan manusia yang menggantikan kemuliaan Allah yang tidak fana dengan gambaran yang mirip dengan manusia yang fana, burung-burung, binatang-binatang yang berkaki empat atau binatang-binatang yang menjalar, menggantikan kebenaran Allah π dengan dusta dan memuja dan menyembah makhluk dengan melupakan Penciptanya dan tidak merasa perlu untuk mengakui Allah, adalah tindakan yang berangkat dari diri mereka sendiri.
Hal tersebut menunjukkan bahwa kehendak mereka yang bebas, yang mereka gunakan sesuai dengan kemauan mereka sendiri, melahirkan tindakan konkret.
Jadi sesungguhnya, apa pun yang manusia lakukan bukan karena ada faktor lain di luar dirinya, apalagi karena Tuhan π yang menggerakkan mereka atau menentukan mereka berbuat demikian. Dalam hal ini, tidak mungkin Allah menggiring seseorang secara paksa dan sepihak untuk berbuat baik, tetapi sementara itu juga Tuhan membiarkan orang berbuat kejahatan yang akhirnya terbuang dari hadirat Allah selama-lamanya.
Allah bukanlah Allah yang kejam dan jahat.
Ia adalah Allah yang kasih, yang tidak menghendaki seorang pun binasa. Kalau sampai seseorang dibiarkan Tuhan π menjadi semakin jahat (seperti Firaun), hal itu karena memang hatinya sudah sangat jahat dan tidak bisa diperbaiki lagi.
Niat hatinya sudah keras atau sudah bulat untuk melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kehendak Allah.
JBU
Orang-orang yang menggantikan penyembahan yang benar dengan berbagai obyek ini biasanya kelakuannya pun juga pasti rusak (Rm. 1:22-25).
Kejahatan manusia berkembang terus sampai pada penyimpangan seks, yaitu praktik homoseksual (lesbian dan gay) seperti yang sekarang ini marak terjadi (Rm. 1:26-27).
Akibat perbuatan ini mereka π₯ bukan saja menerima hukuman di balik kubur, nanti tetapi juga sementara di bumi; tidak jarang penyakit HIV berjangkit pada pelaku homoseksual.
Apakah dalam hal ini kelainan seks dalam diri seseorang pasti berarti dosa? Tentu saja tidak. Menjadi berdosa kalau seseorang menjadi pelaku dari homoseksual tersebut atau mempraktikkannya.
Dalam Roma 1:24 tertulis: Karena itu Allah menyerahkan mereka kepada keinginan hati mereka akan kecemaran, sehingga mereka saling mencemarkan tubuh mereka.
Dalam Roma 1:26 Paulus menulis: Karena itu Allah menyerahkan mereka kepada hawa nafsu yang memalukan dan dalam Roma 1: 28 tertulis: Dan karena mereka tidak merasa perlu untuk mengakui Allah, maka Allah π menyerahkan mereka kepada pikiran-pikiran yang terkutuk, sehingga mereka melakukan apa yang tidak pantas.
Kalimat-kalimat di atas ini menunjukkan bahwa Allah menyerahkan mereka kepada hawa nafsu dan pikiran yang terkutuk, sehingga melakukan berbagai kejahatan dan tidak lagi memiliki nurani yang baik.
Apakah tindakan Allah πini merupakan tindakan sewenang-wenang? Tentu tidak.
Ada beberapa alasan mengapa Tuhan π menyerahkan mereka kepada keinginan hati mereka, yaitu kecemaran, sehingga mereka saling mencemarkan tubuh mereka, menyerahkan mereka kepada hawa nafsu yang memalukan dan pikiran-pikiran yang terkutuk, sehingga mereka melakukan apa yang tidak pantas.
Alasan-alasan mengapa Allah menyerahkan mereka kepada perbuatan yang busuk itu dapat kita peroleh dari beberapa teks ini :
Pertama, dalam Roma 1:23 tertulis:
Mereka menggantikan kemuliaan Allah π yang tidak fana dengan gambaran yang mirip dengan manusia yang fana, burung-burung, binatang-binatang yang berkaki empat atau binatang-binatang yang menjalar.
Kedua, dalam Roma 1:25 tertulis: Sebab mereka menggantikan kebenaran Allah π dengan dusta dan memuja dan menyembah makhluk dengan melupakan Penciptanya yang harus dipuji selama-lamanya, amin.
Ketiga, dalam Roma 1:28 tertulis: Dan karena mereka tidak merasa perlu untuk mengakui Allah.
Ayat-ayat di atas ini menunjukkan bahwa mereka yang memilih untuk tidak hidup dalam penurutan terhadap kehendak Allah π atau tidak hidup dalam kebaikan moral.
Terkait dengan hal ini dapat diperoleh melalui fakta empiris bahwa obyek yang disembah seseorang sangat memengaruhi perilaku penyembahnya. Dengan kalimat lain dapat dikatakan bahwa bagaimana model dewa atau Allah yang disembah, menjadi model manusia π₯ yang menyembah.
Model di sini menyangkut gaya hidup dan seluruh perilaku serta budaya manusianya.
Di tengah-tengah kehidupan mereka, kadang dijumpai orang-orang yang nuraninya sangat baik, sehingga jika ilah atau dewa mereka dipandang melakukan kesalahan, maka mereka π₯ akan melawannya juga.
Tindakan manusia yang menggantikan kemuliaan Allah yang tidak fana dengan gambaran yang mirip dengan manusia yang fana, burung-burung, binatang-binatang yang berkaki empat atau binatang-binatang yang menjalar, menggantikan kebenaran Allah π dengan dusta dan memuja dan menyembah makhluk dengan melupakan Penciptanya dan tidak merasa perlu untuk mengakui Allah, adalah tindakan yang berangkat dari diri mereka sendiri.
Hal tersebut menunjukkan bahwa kehendak mereka yang bebas, yang mereka gunakan sesuai dengan kemauan mereka sendiri, melahirkan tindakan konkret.
Jadi sesungguhnya, apa pun yang manusia lakukan bukan karena ada faktor lain di luar dirinya, apalagi karena Tuhan π yang menggerakkan mereka atau menentukan mereka berbuat demikian. Dalam hal ini, tidak mungkin Allah menggiring seseorang secara paksa dan sepihak untuk berbuat baik, tetapi sementara itu juga Tuhan membiarkan orang berbuat kejahatan yang akhirnya terbuang dari hadirat Allah selama-lamanya.
Allah bukanlah Allah yang kejam dan jahat.
Ia adalah Allah yang kasih, yang tidak menghendaki seorang pun binasa. Kalau sampai seseorang dibiarkan Tuhan π menjadi semakin jahat (seperti Firaun), hal itu karena memang hatinya sudah sangat jahat dan tidak bisa diperbaiki lagi.
Niat hatinya sudah keras atau sudah bulat untuk melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kehendak Allah.
JBU
Senin, 22 Januari 2018
RH Truth Daily Enlightenment “MENGHADAPI PENGHAKIMAN” 23 Januari 2018
Dari yang dikemukakan dalam Roma 1:18-23 jelas sekali kebenaran yang menunjukkan bahwa Tuhan π sangat memerhatikan perilaku atau perbuatan seseorang; siapa pun orang itu apakah umat pilihan (bangsa Israel dan orang percaya) atau bangsa-bangsa lain.
Dalam hal tersebut Tuhan tidak memandang muka. Roma 1:18 mengatakan: murka Allah nyata dari sorga atas segala kefasikan dan kelaliman manusia, yang menindas kebenaran dengan kelaliman. Kata “kelaliman manusia” menunjukkan tidak ada perbedaan. Perlu kita perhatikan kalimat “kelaliman manusia”, bukan kelaliman orang kafir atau orang tertentu, tetapi semua manusia; bahwa semua manusia π₯ mendapat perlakukan yang sama, tentu termasuk di dalamnya orang beragama.
Kalau seseorang melakukan kefasikan dan kelaliman, maka murka menimpa mereka; Tuhan tidak memandang muka.
Dalam hal ini status sebagai umat pilihan, dan keberimanan kepada Tuhan Yesus π bukanlah jaminan dapat terhindar dari penghakiman Tuhan.
Semua perbuatan manusia akan diperhadapkan kepada pengadilan Allah, termasuk perbuatan orang-orang Kristen.
Hal ini patut diperhatikan karena ada orang-orang Kristen π₯ yang berpikir bahwa dirinya akan bebas dari penghakiman sebab mereka merasa bahwa dirinya sudah percaya kepada Tuhan Yesus. Mereka berpikir bahwa orang percaya tanpa pengadilan akan masuk surga.
Hal itu didasarkan pada pengertian yang salah terhadap konsep solagratia (hanya oleh anugerah).
Mereka keliru menfasirkan konsep “keselamatan bukan karena perbuatan baik, tetapi karena anugerah”.
Mereka π₯ berasumsi bahwa anugerah menghilangkan pengadilan atas orang yang menerima anugerah.
Mereka berpikir, bahwa oleh karena Tuhan Yesus telah mati di kayu salib, maka semua masalah dosa telah selesai; tidak ada perhitungan lagi.
Banyak orang Kristen yang tidak mengerti kebenaran Injil.
Mereka percaya dan merasa bahwa dengan mudah atau secara otomatis orang yang percaya kepada Tuhan Yesus π sudah selamat dan pasti masuk surga.
Mereka tidak memahami apakah yang dimaksud dengan percaya itu dan mereka tidak mengerti bahwa orang percaya harus dimuridkan untuk memiliki kehidupan seperti Tuhan Yesus π atau sempurna seperti Bapa.
Menurut mereka yang berpandangan keliru tersebut, perbuatan atau perilaku individu tidak diperhatikan oleh Allah, sebab keselamatan terjadi bukan karena perbuatan baik.
Betapa salahnya bangunan berpikir ini. Pengajaran ini benar-benar menyesatkan dan merusak bangunan iman orang percaya π₯
Harus dipahami bahwa Paulus sendiri berjuang untuk berkenan di hadapan Allah, karena dirinya harus menghadap takhta pengadilan Allah (2Kor. 5:9-10).
Dalam kitab Roma Paulus mengatakan: Demikianlah setiap orang di antara kita akan memberi pertanggungan jawab tentang dirinya sendiri kepada Allah (Rm. 14:12). Perhatikan kata “kita” dalam ayat ini yang menunjuk semua orang percaya, termasuk Paulus sendiri.
Pengadilan Allah π berlaku bagi siapa pun, sebab faktanya memang terdapat orang-orang yang mengetahui tentang Allah tetapi mereka tidak memuliakan Allah, dan hidup mereka menjadi sia-sia karena tidak melakukan kehendak-Nya, sehingga hati mereka yang bodoh menjadi gelap (Rm. 1:19-21).
Bukankah fenomena riil tersebut kita jumpai dalam kehidupan banyak orang π₯, termasuk orang-orang Kristen? Dalam kehidupan setiap hari sering kita menjumpai kenyataan orang non-Kristen lebih jujur, lebih mengasihi sesama dan berperilaku lebih baik dibanding orang Kristen sendiri.
Apakah orang Kristen “yang brengsek” tersebut masuk surga karena merasa memiliki iman kepada Tuhan Yesus π, sedangkan orang di luar Kristen masuk neraka karena tidak terhisap sebagai orang beriman kepada Tuhan Yesus? Harus diingat, pengadilan Allah berorientasi pada perbuatan, bukan iman.
Iman bukanlah perbuatan baik menurut hukum, tetapi perbuatan baik yang berstandar kesucian Allah π sendiri.
Itulah sebabnya maka orang percaya harus mengalami pemuridan yang diasuh sendiri oleh Tuhan Yesus melalui Roh Kudus.
Inilah proses pendewasaan di mana orang percaya dikehendaki untuk mencapai target sempurna seperti Bapa atau serupa dengan Yesus. Dengan kehidupan yang sempurna seperti Bapa atau serupa dengan Yesus tersebut orang percaya π₯ tidak takut menghadapi penghakiman Allah.
Di sini orang percaya π₯ bukan saja yakin bisa masuk surga, tetapi mengerti dan tahu pasti masuk surga.
Keselamatan menjadi milik yang pasti, bukan sekadar keyakinan dalam nalar yang dibangun dari doktrin, jika kita memiliki perjalanan hidup dengan Tuhan guna mencapai kesucian-Nya secara nyata atau konkret.
Orang percaya yang benar yakin bahwa penghakiman Tuhan bukan sesuatu yang membahayakan dan menakutkan lagi.
Hal ini bukan didasarkan pada pengertian secara nalar, tetapi kehidupan setiap hari yang berkenan di hadapan-Nya.
Dalam hal tersebut Tuhan tidak memandang muka. Roma 1:18 mengatakan: murka Allah nyata dari sorga atas segala kefasikan dan kelaliman manusia, yang menindas kebenaran dengan kelaliman. Kata “kelaliman manusia” menunjukkan tidak ada perbedaan. Perlu kita perhatikan kalimat “kelaliman manusia”, bukan kelaliman orang kafir atau orang tertentu, tetapi semua manusia; bahwa semua manusia π₯ mendapat perlakukan yang sama, tentu termasuk di dalamnya orang beragama.
Kalau seseorang melakukan kefasikan dan kelaliman, maka murka menimpa mereka; Tuhan tidak memandang muka.
Dalam hal ini status sebagai umat pilihan, dan keberimanan kepada Tuhan Yesus π bukanlah jaminan dapat terhindar dari penghakiman Tuhan.
Semua perbuatan manusia akan diperhadapkan kepada pengadilan Allah, termasuk perbuatan orang-orang Kristen.
Hal ini patut diperhatikan karena ada orang-orang Kristen π₯ yang berpikir bahwa dirinya akan bebas dari penghakiman sebab mereka merasa bahwa dirinya sudah percaya kepada Tuhan Yesus. Mereka berpikir bahwa orang percaya tanpa pengadilan akan masuk surga.
Hal itu didasarkan pada pengertian yang salah terhadap konsep solagratia (hanya oleh anugerah).
Mereka keliru menfasirkan konsep “keselamatan bukan karena perbuatan baik, tetapi karena anugerah”.
Mereka π₯ berasumsi bahwa anugerah menghilangkan pengadilan atas orang yang menerima anugerah.
Mereka berpikir, bahwa oleh karena Tuhan Yesus telah mati di kayu salib, maka semua masalah dosa telah selesai; tidak ada perhitungan lagi.
Banyak orang Kristen yang tidak mengerti kebenaran Injil.
Mereka percaya dan merasa bahwa dengan mudah atau secara otomatis orang yang percaya kepada Tuhan Yesus π sudah selamat dan pasti masuk surga.
Mereka tidak memahami apakah yang dimaksud dengan percaya itu dan mereka tidak mengerti bahwa orang percaya harus dimuridkan untuk memiliki kehidupan seperti Tuhan Yesus π atau sempurna seperti Bapa.
Menurut mereka yang berpandangan keliru tersebut, perbuatan atau perilaku individu tidak diperhatikan oleh Allah, sebab keselamatan terjadi bukan karena perbuatan baik.
Betapa salahnya bangunan berpikir ini. Pengajaran ini benar-benar menyesatkan dan merusak bangunan iman orang percaya π₯
Harus dipahami bahwa Paulus sendiri berjuang untuk berkenan di hadapan Allah, karena dirinya harus menghadap takhta pengadilan Allah (2Kor. 5:9-10).
Dalam kitab Roma Paulus mengatakan: Demikianlah setiap orang di antara kita akan memberi pertanggungan jawab tentang dirinya sendiri kepada Allah (Rm. 14:12). Perhatikan kata “kita” dalam ayat ini yang menunjuk semua orang percaya, termasuk Paulus sendiri.
Pengadilan Allah π berlaku bagi siapa pun, sebab faktanya memang terdapat orang-orang yang mengetahui tentang Allah tetapi mereka tidak memuliakan Allah, dan hidup mereka menjadi sia-sia karena tidak melakukan kehendak-Nya, sehingga hati mereka yang bodoh menjadi gelap (Rm. 1:19-21).
Bukankah fenomena riil tersebut kita jumpai dalam kehidupan banyak orang π₯, termasuk orang-orang Kristen? Dalam kehidupan setiap hari sering kita menjumpai kenyataan orang non-Kristen lebih jujur, lebih mengasihi sesama dan berperilaku lebih baik dibanding orang Kristen sendiri.
Apakah orang Kristen “yang brengsek” tersebut masuk surga karena merasa memiliki iman kepada Tuhan Yesus π, sedangkan orang di luar Kristen masuk neraka karena tidak terhisap sebagai orang beriman kepada Tuhan Yesus? Harus diingat, pengadilan Allah berorientasi pada perbuatan, bukan iman.
Iman bukanlah perbuatan baik menurut hukum, tetapi perbuatan baik yang berstandar kesucian Allah π sendiri.
Itulah sebabnya maka orang percaya harus mengalami pemuridan yang diasuh sendiri oleh Tuhan Yesus melalui Roh Kudus.
Inilah proses pendewasaan di mana orang percaya dikehendaki untuk mencapai target sempurna seperti Bapa atau serupa dengan Yesus. Dengan kehidupan yang sempurna seperti Bapa atau serupa dengan Yesus tersebut orang percaya π₯ tidak takut menghadapi penghakiman Allah.
Di sini orang percaya π₯ bukan saja yakin bisa masuk surga, tetapi mengerti dan tahu pasti masuk surga.
Keselamatan menjadi milik yang pasti, bukan sekadar keyakinan dalam nalar yang dibangun dari doktrin, jika kita memiliki perjalanan hidup dengan Tuhan guna mencapai kesucian-Nya secara nyata atau konkret.
Orang percaya yang benar yakin bahwa penghakiman Tuhan bukan sesuatu yang membahayakan dan menakutkan lagi.
Hal ini bukan didasarkan pada pengertian secara nalar, tetapi kehidupan setiap hari yang berkenan di hadapan-Nya.
JBU
Minggu, 21 Januari 2018
RH Truth Daily Enlightenment “PENGHAKIMAN ALLAH” 22Januari 2018
Roma 1:18-32 berbicara mengenai adanya penghakiman; Allah mengadakan perhitungan atas setiap orang mengenai segala sesuatu yang dilakukan selama hidup di bumi π
Pertanyaan penting yang harus dijawab untuk mengupas Roma 1:18-32 adalah ditujukan kepada siapakah ayat-ayat tersebut? Menjawab pertanyaan ini kita harus dengan teliti memerhatikan beberapa ayat yang menjadi kunci jawabannya.
Pertama, dalam Roma 1:16, konteks pembahasannya sekitar orang Yahudi dan Yunani. Orang Yahudi mewakili bangsa pilihan secara darah daging (keturunan Abrahan) yaitu bangsa Israel.
Sedangkan Yunani selain mewakili orang-orang Yunani sendiri, juga dapat mewakili bangsa-bangsa non-Yahudi yang oleh orang-orang Yahudi sering disebut sebagai bangsa kafir atau bangsa yang tidak bersunat.
Kedua, dalam Roma 1:19-21 jelas sekali mengatakan bahwa peringatan dan tegoran serta ancaman itu ditujukan kepada mereka yang mengenal Allah.
Hal ini kecil kemungkinan menunjuk kepada orang kafir yang tidak memiliki kitab yang memuat wahyu Allah π
Kecil kemungkinan bukan berarti tidak sama sekali, sebab di dalam agama-agama suku atau agama bangsa-bangsa non-Yahudi dan non-Kristen terdapat keyakinan mengenai Allah yang menciptakan langit dan bumi atau sejajar dengan Allah Yang Maha Esa.
Dan mereka juga memiliki hukum moral (walau tidak tertulis di atas kertas atau loh batu), yang menyerupai Taurat yang tertulis di dalam nurani mereka.
Meneguhkan pendapat bahwa ayat-ayat dalam Roma 1:18-23 ditujukan kepada orang Yahudi dan Kristen dialaskan pada Roma 1:23.
Dalam Roma 1:23 tertulis: Sebab walaupun mereka mengetahui tuntutan-tuntutan hukum Allah, yaitu bahwa setiap orang yang melakukan hal-hal demikian, patut dihukum mati, mereka bukan saja melakukannya sendiri, tetapi mereka π₯ juga setuju dengan mereka yang melakukannya.
Ini berarti mereka yang menjadi tujuan ayat-ayat tersebut adalah orang yang mengerti tuntutan hukum Allah.
Siapakah mereka yang mengerti tuntutan hukum Allah? Pertama, orang Yahudi yang memiliki Taurat. Kedua orang Kristen juga memahami Sepuluh Perintah Allah π dan pengajaran untuk hidup dalam kasih seperti yang diajarkan oleh Tuhan Yesus.
Hukum Allah bagi orang percaya adalah melakukan kehendak Allah π, apa yang baik, yang berkenan dan yang sempurna.
Ketiga, ayat-ayat dalam Roma 1:18-32 juga ditujukan kepada “bangsa-bangsa lain”. Bangsa-bangsa lain menunjuk kepada bangsa-bangsa non-Yahudi, tetapi juga bukan orang Kristen (Rm. 2:12-15). Walaupun bangsa-bangsa lain tidak memiliki hukum yang tertulis di atas kertas atau loh batu atau tidak memahami hukum (Taurat), tetapi mereka memahami hukum (inti hukum Taurat) di dalam hati nurani mereka.
Inti hukum Taurat selain mengasihi Tuhan dengan segenap hati, kekuatan dan akal budi, juga mengasihi sesama seperti diri sendiri (Mat. 22:37-40).
Bangsa-bangsa non-Yahudi dan non-Kristen tidak mengenal Allah π, sehingga mereka hanya mengenal hukum “mengasihi sesama seperti diri sendiri”.
Dalam hal ini kita π₯ dapat mengerti mengapa dalam kehidupan banyak bangsa non-Yahudi dan non-Kristen kita dapati kisah-kisah kepahlawanan orang-orang yang membela sesama, yang sama dengan mengasihi sesama seperti mengasihi diri sendiri.
Mereka juga memiliki filosofi untuk mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri, bahkan lebih dari nyawa mereka sendiri. Tuhan Yesus π jelas sekali menunjukkan bahwa perbuatan baik yang dilakukan seseorang kepada orang yang menderita atau yang hina dan membutuhkan pertolongan, diperhitungkan Tuhan seakan-akan ditujukan bagi Tuhan sendiri.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa orientasi ayat-ayat yang memuat peringatan dan tegoran itu adalah bangsa Yahudi, orang Kristen dan bangsa-bangsa lain.
Dalam hal ini terkait dengan penghakiman Allah π, tidak ada pembedaan antara umat pilihan secara darah daging, yaitu orang Yahudi, dengan bangsa non-Yahudi, dan juga tidak ada perbedaan antara orang beriman kepada Tuhan Yesus dan orang yang tidak beriman kepada Tuhan Yesus.
Penghakiman Tuhan πsama rata atau adil kepada setiap orang.
Itulah sebabnya Petrus menulis dalam suratnya bahwa Bapa (Allah Bapa) “tanpa memandang muka menghakimi semua orang menurut perbuatannya”. Dalam kita Roma, juga di kitab lain, kita juga menemukan tulisan Paulus yang jelas-jelas menunjukkan bahwa setiap orang akan dihakimi menurut perbuatan, bukan menurut iman (Rm. 14:1; 2Kor. 5:9-10 dan lain sebagainya).
JBU
Pertanyaan penting yang harus dijawab untuk mengupas Roma 1:18-32 adalah ditujukan kepada siapakah ayat-ayat tersebut? Menjawab pertanyaan ini kita harus dengan teliti memerhatikan beberapa ayat yang menjadi kunci jawabannya.
Pertama, dalam Roma 1:16, konteks pembahasannya sekitar orang Yahudi dan Yunani. Orang Yahudi mewakili bangsa pilihan secara darah daging (keturunan Abrahan) yaitu bangsa Israel.
Sedangkan Yunani selain mewakili orang-orang Yunani sendiri, juga dapat mewakili bangsa-bangsa non-Yahudi yang oleh orang-orang Yahudi sering disebut sebagai bangsa kafir atau bangsa yang tidak bersunat.
Kedua, dalam Roma 1:19-21 jelas sekali mengatakan bahwa peringatan dan tegoran serta ancaman itu ditujukan kepada mereka yang mengenal Allah.
Hal ini kecil kemungkinan menunjuk kepada orang kafir yang tidak memiliki kitab yang memuat wahyu Allah π
Kecil kemungkinan bukan berarti tidak sama sekali, sebab di dalam agama-agama suku atau agama bangsa-bangsa non-Yahudi dan non-Kristen terdapat keyakinan mengenai Allah yang menciptakan langit dan bumi atau sejajar dengan Allah Yang Maha Esa.
Dan mereka juga memiliki hukum moral (walau tidak tertulis di atas kertas atau loh batu), yang menyerupai Taurat yang tertulis di dalam nurani mereka.
Meneguhkan pendapat bahwa ayat-ayat dalam Roma 1:18-23 ditujukan kepada orang Yahudi dan Kristen dialaskan pada Roma 1:23.
Dalam Roma 1:23 tertulis: Sebab walaupun mereka mengetahui tuntutan-tuntutan hukum Allah, yaitu bahwa setiap orang yang melakukan hal-hal demikian, patut dihukum mati, mereka bukan saja melakukannya sendiri, tetapi mereka π₯ juga setuju dengan mereka yang melakukannya.
Ini berarti mereka yang menjadi tujuan ayat-ayat tersebut adalah orang yang mengerti tuntutan hukum Allah.
Siapakah mereka yang mengerti tuntutan hukum Allah? Pertama, orang Yahudi yang memiliki Taurat. Kedua orang Kristen juga memahami Sepuluh Perintah Allah π dan pengajaran untuk hidup dalam kasih seperti yang diajarkan oleh Tuhan Yesus.
Hukum Allah bagi orang percaya adalah melakukan kehendak Allah π, apa yang baik, yang berkenan dan yang sempurna.
Ketiga, ayat-ayat dalam Roma 1:18-32 juga ditujukan kepada “bangsa-bangsa lain”. Bangsa-bangsa lain menunjuk kepada bangsa-bangsa non-Yahudi, tetapi juga bukan orang Kristen (Rm. 2:12-15). Walaupun bangsa-bangsa lain tidak memiliki hukum yang tertulis di atas kertas atau loh batu atau tidak memahami hukum (Taurat), tetapi mereka memahami hukum (inti hukum Taurat) di dalam hati nurani mereka.
Inti hukum Taurat selain mengasihi Tuhan dengan segenap hati, kekuatan dan akal budi, juga mengasihi sesama seperti diri sendiri (Mat. 22:37-40).
Bangsa-bangsa non-Yahudi dan non-Kristen tidak mengenal Allah π, sehingga mereka hanya mengenal hukum “mengasihi sesama seperti diri sendiri”.
Dalam hal ini kita π₯ dapat mengerti mengapa dalam kehidupan banyak bangsa non-Yahudi dan non-Kristen kita dapati kisah-kisah kepahlawanan orang-orang yang membela sesama, yang sama dengan mengasihi sesama seperti mengasihi diri sendiri.
Mereka juga memiliki filosofi untuk mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri, bahkan lebih dari nyawa mereka sendiri. Tuhan Yesus π jelas sekali menunjukkan bahwa perbuatan baik yang dilakukan seseorang kepada orang yang menderita atau yang hina dan membutuhkan pertolongan, diperhitungkan Tuhan seakan-akan ditujukan bagi Tuhan sendiri.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa orientasi ayat-ayat yang memuat peringatan dan tegoran itu adalah bangsa Yahudi, orang Kristen dan bangsa-bangsa lain.
Dalam hal ini terkait dengan penghakiman Allah π, tidak ada pembedaan antara umat pilihan secara darah daging, yaitu orang Yahudi, dengan bangsa non-Yahudi, dan juga tidak ada perbedaan antara orang beriman kepada Tuhan Yesus dan orang yang tidak beriman kepada Tuhan Yesus.
Penghakiman Tuhan πsama rata atau adil kepada setiap orang.
Itulah sebabnya Petrus menulis dalam suratnya bahwa Bapa (Allah Bapa) “tanpa memandang muka menghakimi semua orang menurut perbuatannya”. Dalam kita Roma, juga di kitab lain, kita juga menemukan tulisan Paulus yang jelas-jelas menunjukkan bahwa setiap orang akan dihakimi menurut perbuatan, bukan menurut iman (Rm. 14:1; 2Kor. 5:9-10 dan lain sebagainya).
JBU
Sabtu, 20 Januari 2018
RH Truth Daily Enlightenment “YESUS MENGUDUSKAN DIRI-NYA” 21 Januari 2018
Kalau kata “dikuduskan” ini dihubungkan dengan pernyataan Tuhan Yesus π bahwa Ia menguduskan diri-Nya, supaya orang percaya dikuduskan dalam kebenaran (Yoh. 17:18), bukan berarti Yesus membutuhkan pengampunan dosa dan penyucian seperti kita.
Yesus tidak berdosa dalam segala hal, sehingga Ia dapat menjadi penebus dosa kita.
Kalau Yesus tidak kudus dalam segala hal, maka Ia tidak dapat menjadi penebus bagi kita π₯
Orang berdosa tidak dapat menjadi penebus bagi sesamanya.
Itulah sebabnya tidak ada penebus dosa yang menjadi utusan Allah selain Yesus Kristus πDalam hal ini perlu ditegaskan bahwa tidak ada keselamatan di luar Yesus Kristus.
Kalau Firman Tuhan menyatakan bahwa Yesus menguduskan diri-Nya artinya bahwa Tuhan Yesus berusaha untuk taat agar bisa menggenapi rencana Allah.
Satu hal yang harus dipahami bahwa Yesus bisa berbuat dosa, tetapi Ia tidak berbuat dosa. Pergumulan-Nya untuk taat kepada Bapa dan tidak jatuh dalam dosa bukanlah sandiwara.
Itulah sebabnya Firman Tuhan mengatakan : Dalam hidup-Nya sebagai manusia, Ia telah mempersembahkan doa dan permohonan dengan ratap tangis dan keluhan kepada Dia, yang sanggup menyelamatkan-Nya dari maut, dan karena kesalehan-Nya Ia telah didengarkan (Ibr. 5:7).
Tuhan Yesus sendiri πharus bergumul untuk bisa mencapai kesempurnaan. Ia tidak mencapainya dengan mudah. Ia harus bergumul hebat, seperti yang terjadi di taman Getsemani, antara kehendak-Nya sendiri dan kehendak Bapa.
Hal itu dilakukan agar setelah Ia mencapai kesempurnaan, Ia dapat menjadi teladan bagi orang percaya dan Allah π memakai-Nya sebagai alat keselamatan.
Demikian pula orang percaya dapat dikuduskan dengan kebenaran supaya bisa dipakai oleh Bapa (Yoh. 17:19).
Dalam Ibrani 5:8-9 tertulis: “Dan sekalipun Ia adalah Anak, Ia telah belajar menjadi taat dari apa yang diderita-Nya, dan sesudah Ia mencapai kesempurnaan-Nya, Ia menjadi pokok keselamatan yang abadi bagi semua orang yang taat kepada-Nya”.
Setelah Tuhan Yesus menyelesaikan tugas penyelamatan-Nya, Ia menjadikan manusia π₯ untuk dikuduskan dan dipakai oleh Bapa, sebagaimana Diri-Nya sendiri juga telah mengalaminya.
Paulus juga dikuduskan untuk ini, yaitu menjadi alat dalam tangan Tuhan untuk menggenapi rencana Allah (Rm. 1:1).
Hal ini juga harus dialami orang percaya π₯ yang memberitakan Injil.
Mereka yang memberitakan Injil harus terlebih dahulu menghidupi Injil di dalam hidupnya.
Hal ini sama dengan menguduskan diri seperti yang Yesus lakukan.
Tidak mungkin seseorang dapat menjadi pemberita Injil yang benar, sebelum ia dapat menghidupi Injil di dalam hidupnya.
Dalam hal ini jelas sekali bahwa pengudusan Tuhan π bukan hanya berhenti di mana orang percaya dipindahkan statusnya dari orang berdosa menjadi anak, juga bukan sekadar diperbaiki karakternya, tetapi juga direncanakan untuk menjadi alat dalam tangan Bapa guna menggenapi rancana-Nya.
Rencana Bapa π adalah membinasakan pekerjaan Iblis (1Yoh. 3:8).
Hal ini sejajar dengan pengertian kudus dalam bahasa Ibrani qadosh, yang artinya dipisahkan dari yang lain untuk digunakan.
Semua perkakas yang hendak dipakai bagi pekerjaan Tuhan harus dikuduskan.
Dikuduskan bukan secara mistis atau menggunakan ritual dan seremonial (seperti dalam banyak agama), tetapi pergumulan hidup individu yang dipilih tersebut untuk menghidupi Injil di dalam hidupnya.
Mekanisme pelayanan ini sudah hilang dalam kehidupan orang percaya π₯ hari ini.
Banyak orang merasa sudah layak menjadi pemberita Injil hanya karena telah menyelesaikan studi di Sekolah Penginjil atau menyelesaikan studi di Sekolah Tinggi Teologi. Keadaan ini menjadikan Injil, yang adalah kekuatan Allah, tidak berdayaguna mengubah orang π€, karena pemberita Injilnya sendiri tidak menghidupi Injil tersebut.
Pemberita Injil harus menjadi surat yang terbuka, artinya melalui hidupnya orang menemukan Injil yang diperagakan.
Mengapa demikian? Sebab Injil adalah jalan hidup yang memuat kebenaran, bukan hukum atau sekadar pengetahuan tentang Allah.
Pemahaman ini penting, agar orang percaya tidak merasa sudah selamat hanya karena mengakui status Yesus π sebagai Juruselamat, tetapi harus berjuang untuk menjadi serupa dengan Yesus, sebab setiap orang percaya harus menjadi saksi.
Untuk menjadi saksi harus memiliki karakter Kristus. Seseorang tidak dapat menjadi milik Kristus tanpa memiliki karakter-Nya. Jadi, memiliki karakter Kristus adalah kemutlakan. Inilah inti keselamatan.
JBU
Yesus tidak berdosa dalam segala hal, sehingga Ia dapat menjadi penebus dosa kita.
Kalau Yesus tidak kudus dalam segala hal, maka Ia tidak dapat menjadi penebus bagi kita π₯
Orang berdosa tidak dapat menjadi penebus bagi sesamanya.
Itulah sebabnya tidak ada penebus dosa yang menjadi utusan Allah selain Yesus Kristus πDalam hal ini perlu ditegaskan bahwa tidak ada keselamatan di luar Yesus Kristus.
Kalau Firman Tuhan menyatakan bahwa Yesus menguduskan diri-Nya artinya bahwa Tuhan Yesus berusaha untuk taat agar bisa menggenapi rencana Allah.
Satu hal yang harus dipahami bahwa Yesus bisa berbuat dosa, tetapi Ia tidak berbuat dosa. Pergumulan-Nya untuk taat kepada Bapa dan tidak jatuh dalam dosa bukanlah sandiwara.
Itulah sebabnya Firman Tuhan mengatakan : Dalam hidup-Nya sebagai manusia, Ia telah mempersembahkan doa dan permohonan dengan ratap tangis dan keluhan kepada Dia, yang sanggup menyelamatkan-Nya dari maut, dan karena kesalehan-Nya Ia telah didengarkan (Ibr. 5:7).
Tuhan Yesus sendiri πharus bergumul untuk bisa mencapai kesempurnaan. Ia tidak mencapainya dengan mudah. Ia harus bergumul hebat, seperti yang terjadi di taman Getsemani, antara kehendak-Nya sendiri dan kehendak Bapa.
Hal itu dilakukan agar setelah Ia mencapai kesempurnaan, Ia dapat menjadi teladan bagi orang percaya dan Allah π memakai-Nya sebagai alat keselamatan.
Demikian pula orang percaya dapat dikuduskan dengan kebenaran supaya bisa dipakai oleh Bapa (Yoh. 17:19).
Dalam Ibrani 5:8-9 tertulis: “Dan sekalipun Ia adalah Anak, Ia telah belajar menjadi taat dari apa yang diderita-Nya, dan sesudah Ia mencapai kesempurnaan-Nya, Ia menjadi pokok keselamatan yang abadi bagi semua orang yang taat kepada-Nya”.
Setelah Tuhan Yesus menyelesaikan tugas penyelamatan-Nya, Ia menjadikan manusia π₯ untuk dikuduskan dan dipakai oleh Bapa, sebagaimana Diri-Nya sendiri juga telah mengalaminya.
Paulus juga dikuduskan untuk ini, yaitu menjadi alat dalam tangan Tuhan untuk menggenapi rencana Allah (Rm. 1:1).
Hal ini juga harus dialami orang percaya π₯ yang memberitakan Injil.
Mereka yang memberitakan Injil harus terlebih dahulu menghidupi Injil di dalam hidupnya.
Hal ini sama dengan menguduskan diri seperti yang Yesus lakukan.
Tidak mungkin seseorang dapat menjadi pemberita Injil yang benar, sebelum ia dapat menghidupi Injil di dalam hidupnya.
Dalam hal ini jelas sekali bahwa pengudusan Tuhan π bukan hanya berhenti di mana orang percaya dipindahkan statusnya dari orang berdosa menjadi anak, juga bukan sekadar diperbaiki karakternya, tetapi juga direncanakan untuk menjadi alat dalam tangan Bapa guna menggenapi rancana-Nya.
Rencana Bapa π adalah membinasakan pekerjaan Iblis (1Yoh. 3:8).
Hal ini sejajar dengan pengertian kudus dalam bahasa Ibrani qadosh, yang artinya dipisahkan dari yang lain untuk digunakan.
Semua perkakas yang hendak dipakai bagi pekerjaan Tuhan harus dikuduskan.
Dikuduskan bukan secara mistis atau menggunakan ritual dan seremonial (seperti dalam banyak agama), tetapi pergumulan hidup individu yang dipilih tersebut untuk menghidupi Injil di dalam hidupnya.
Mekanisme pelayanan ini sudah hilang dalam kehidupan orang percaya π₯ hari ini.
Banyak orang merasa sudah layak menjadi pemberita Injil hanya karena telah menyelesaikan studi di Sekolah Penginjil atau menyelesaikan studi di Sekolah Tinggi Teologi. Keadaan ini menjadikan Injil, yang adalah kekuatan Allah, tidak berdayaguna mengubah orang π€, karena pemberita Injilnya sendiri tidak menghidupi Injil tersebut.
Pemberita Injil harus menjadi surat yang terbuka, artinya melalui hidupnya orang menemukan Injil yang diperagakan.
Mengapa demikian? Sebab Injil adalah jalan hidup yang memuat kebenaran, bukan hukum atau sekadar pengetahuan tentang Allah.
Pemahaman ini penting, agar orang percaya tidak merasa sudah selamat hanya karena mengakui status Yesus π sebagai Juruselamat, tetapi harus berjuang untuk menjadi serupa dengan Yesus, sebab setiap orang percaya harus menjadi saksi.
Untuk menjadi saksi harus memiliki karakter Kristus. Seseorang tidak dapat menjadi milik Kristus tanpa memiliki karakter-Nya. Jadi, memiliki karakter Kristus adalah kemutlakan. Inilah inti keselamatan.
JBU
SBT ( Sunday Bible Teaching ) , 14 januari 2018 Pdt Dr Erastus Sabdono
[22:33, 1/20/2018] Afung Xiaomi Telkomsel: Efesus 2 : 2 - 3
Sebagian Theolog dan khususnya Theolog dari Eropa memahami kata mati di sini adalah keadaan di mana manusia π₯ tidak dapat
meresponi anugrahNya.
Jadi diparalelkan dengan kematian di mana seorang yang mati itu tidak memiliki kemampuan sama sekali untuk bergerak untuk hidup.
Ini penafsiran yang dipaksakan.
Berhubung ada premis atau asumsi bahwa Tuhan π menetapkan orang - orang yang selamat atau kelompok tertentu selamat, dan lain tidak.
Kita harus jadi jujur melihat Alkitab π tanpa terbelenggu atau tanpa terintimidasi oleh satu pandangan Theolog manapun.
Karena :
- Kita harus mengerti apa anugrah itu ?
- Apa keselamatan Itu ?
Bagaimana proses keselamatan itu ?
Jadi tidak sederhana.
Bila ayat ini dipahami bahwa, seseorang tidak dapat merespon anugrah Allah π tanpa campur tangan dari pihak Allah di dalam kehidupan individu itu tentu secara ajaib atau secara mistik.
Maka hal ini akan merusak tatanan.
Tatanan doktrin yang lain dari banyak buku π untuk mempertahankan premis itu.
Salah satu kesalahan ciri pandangan terhadap Alkitab π berusaha untuk dipertahankan.
- Doktrin atau theologi itu tidak tidak akan dipahami oleh orang awam.
- Hanya Theolog - theolog ini cakap berbicara, tapi jemaat tidak, karena kompleks, jadi ruwet.
Padahal Alkitab π ini walaupun kompleks harus dipahami semua orang dan yang memiliki implikasi yang jelas bagaimana seseorang menyelenggarakan hidup dalam pengiringan kepada Tuhan.
Kalau kata mati dipahami di mana manusia tidak memiliki kesanggupan meresponi anugrah.
Lalu kira - kira di mana letak tanggung jawab individu dalam menjalani hidup kekristenan atau
Keselamatan dalam Tuhan Yesus ?
Kata mati dipahami sebagai ketidakmampuan manusia untuk mencapai standar kesucian Allah π
- Kamu hidup di dalamNya, tapi mengikuti jalan dunia.
- Ketidak mampuan manusia mengikuti jalan anugrah, jalan keselamatan yang membawa kesempurnaan, jalan yang membawa manusia kepada keserupaan Yesus.
Ini kepada jemaat Efesus
Begitu kuat kekafirannya.
Di kota ini ada dewi artenis, ada kuil - kuil penyembahan, artinya pelacuran di hadapan dewa - dewa mereka, jadi memang bejat.
Paulus π€ terhitung tidak bercacat secara hukum Taurat, tetapi terhitung di luar jalan Tuhan, di luar anugrah.
Kalau di luar anugrah tidak ada penebusan dosa.
Walaupun Paulus tidak termasuk kelompok orang bejat seperti jemaat Efesus, tetapi pada dasarnya orang - orang yang dimurkai.
Kamu π€ sudah mati karena pelanggaran - pelanggaran dan dosa - dosamu.
Itu berarti bahwa cara hidup mereka di luar orang percaya, itu tidak diperhitungkan sebagai kebenaran.
Mau bejat, mau setengah bejat, mau tidak bejat.
Mati di sini maksudnya manusia π₯ tidak mampu mencapai standar kesucian Allah.
Jadi kita harus mengerti bahwa, kejatuhan manusia dalam dosa tidak jahat seperti binatang.
Manusia masih bisa baik.
Baik dalam ukuran relatif.
Relatif artinya : sesuai dengan kebaikan yang dipahami manusia π₯ itu masing - masing suku bangsa kelompok dan standar hukum yamg berbeda.
Tapi kebaikan itu mutlak dari sudut pandang Tuhan.
Kalau kita melihat sejarah kehidupan manusia ternyata tidak semua manusia betul - betul semua bejat.
Masih ada orang - orang yang berjalan bersama Tuhan π₯
Orang - orang yang dipuji Tuhan, yang hidup tidak bercacat tidak bercela.
dibanding dengan manusia sezamannya seperti Nuh.
- Ada orang - orang baik yang bisa bergaul dengan Allah seperti Henokh.
- Yang diperkenan seperti Musa.
Yang Jadi kekasih Tuhan seperti Daud.
Ini kan bukan orang - orang yang bejat, tetapi tidak mampu mencapai standar kesucian Tuhan.
Keselamatan dalam Yesus Kristus itu menghidupkan.
Menghidupkan di sini artinya : tidak secara mistik Tuhan π menaruh iman di dalam hatinya.
Orang yang doktrin yang Theologi menyatakan pula di dalamnya, mereka mengatakan imanpun karena anugrah.
Tetapi kita π₯ tidak boleh maksa.
Harus lihat konteksnya.
Iman itu timbul dari pendengaran oleh rhema.
Manusia tidak bejat sama sekali, tetapi tidak mampu mencapai kesucian Allah π sebaik apapun.
Tuhan juga tidak menuntut orang itu sempurna.
- Abraham itu Bapa orang percaya zaman tersebut.
Tapi jangan contoh kehidupan Abraham yang bergundik.
- Kita belajar cinta kasihnya Daud kepada Tuhan π
Tapi jangan melihat kesalahan dan kebejatan Daud mengambil istri orang.
Dan istrinya Daud ada lima di zaman itu.
- Dalam kehidupan Abraham tidak bisa dituntut sempurna.
Tetapi penurutan Abraham di zaman itu sempurna dan luar biasa.
Jadi mati di sini tidak mampu mencapai standar kesucian Allah π
Kasih karunia dalam Tuhan Yesus Kristus memampukan manusia untuk kembali mencapai kesucian yang dikehendaki oleh Allah.
Dan Itu tidak terjadi secara otomatis atau secara mistis.
Imanpun anugrah.
Ini kan akhirnya manusia tidak memiliki tanggung jawab secara proposional.
Jika begitu nanti manusia binasa masuk neraka juga semua harus dipertanggungjawabkan oleh Allah π yang menentukan, siapa yang selamat, siapa yang tidak.
Kenapa Allah menaruh iman dalam hati orang itu, dan tidak menaruh iman yang lain ?
Mengapa Allah π menghidupkan orang tersebut memberi memampuan menerima Kasih karunia dan tidak memberikan kemampuan kepada orang lain untuk menerima Kasih karunia ?
Tetapi yang benar adalah
- Ada sekelompok orang yang tidak mengenal Injil.
ini zaman perjanjian lama.
- Ada kelompok walaupun di perjanjian baru, tetapi tidak pernah mendengar injil juga.
Misalnya : di Tibet, Afrika.
- Ada orang salah mendengar injil.
Kita tidak bisa paksa mereka, dan tidak bisa dipersalahkan mereka itu.
Bahkan orang di sekitar kita supir, pembantu, dan pegawai kita.
Itu tidak bisa menjadi Kristen.
Dari kecil sudah salah mendengar injil.
Kita terpanggil membuat mereka tidak membenci Yesus π
Kita menjadi berkat untuk mereka.
Kita terpanggil untuk membuat mereka agar tapi tidak membenci Yesus,
sehingga mereka berbuat baik, kemungkinan mereka masuk ke dunia π yang akan datang.
Seorang yang percaya dibuktikan dengan kehidupan yang semakin seperti Yesus π
Keberimanan seseorang itu ditandai dengan kehidupan yang makin sempurna seperti Bapa.
Kalau Abraham menuruti segala kehendak Allah sesuai kelasnya.
Kalau kita melakukan kehendak Allah π dalam. segala hal.
Inilah kita orang - orang yang diberi karunia.
Diberi kesempatan.
Dan kepada orang - orang ini Tuhan π memberikan kuasa atau hak ( exousia ) supaya menjadi anak - anak Allah.
Kalau hak itu tidak kita gunakan dengan baik, sia - sia.
Diberi hak, supaya, tidak otomatis.
Jadi mati di sini dipahami sebagai di mana keadaan manusia tidak bisa meresponi anugrah Allah.
Bagaimana cara orang bisa merespon ?
Iman itu apa ?
Sampai di sini ada mulai ada kerancuan.
Kalau jujur iman yang dipahami banyak orang π₯ Kristen Karena pengaruh Theologi dari Eropa ini Iman yang dipahami
pengaminan akali, persetujuan pikiran.
Rata - rata memahami iman itu hanya percaya Yesus juruselamat.
Iman itu penurutan terhadap kehendak Allah.
Mengerti kehendaknya saja belum, apalagi nurut.
Jadi tidak sederhana.
Iman datang dari pendengaran, pendengaran oleh rhema, bukan logos.
Rhema itu yang keluar dari mulut Allah π, yang keluar dari mulut Allah itu keluar dari hati.
Mulut dan hati beda.
Bagaimana setiap individu memiliki persekutuan dengan Tuhan π sampai bisa mengerti kehendakNya.
Untuk itu masing - masing individu secara spesifik secara khusus.
Kita harus menemukan kehendak Tuhan π dalam hidup kita secara pribadi. Tetapi untuk memahami Allah orang harus mempunyai kepekaan, kecerdasan roh.
Untuk memiliki kecerdasan roh orang harus mengerti kebenaran, maka harus belajar Alkitab, datang ke gereja π ikut PA, SK, SBT.
Manusia π₯ jatuh dalam dosa bisa memiliki dua kemungkinan
bisa jahat bisa baik, tapi tidak bisa sempurna.
Ketika Tuhan Yesus π datang, Tuhan membuka pintu, itu tidak mistik.
Jadi kalau iman diberikan lalu kemampuan menerima anugerah.
Isi anugerah itu biasanya dipahami tidak masuk neraka, boleh masuk surga, itu picik dan dangkal.
Anugrah di situ exousia tadi kuasa supaya menjadi anak Allah dikembalikan ke rancangan semula ini intinya.
Nanti bicara luas itu menjadi corpus delicti.
Ini perjuangan πͺ
"Sedikit sajakah orang yang diselamatkan ? "
Maka Tuhan berkata "Berjuanglah masuk jalan sempit ".
Kamu harus berjuang πͺ
Itu ayat yang jelas yang harus dipahami.
Belum lagi Paulus mengatakan, kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar, artinya : selesaikan, maka Allah akan mengerjakan di dalam kamu, energon, memberikan energi.
Kalau mau kamu berjuang.
Jadi kalau ayat satu ini kata mati kalau diartikan manusia π₯ tidak sanggup untuk menyambut anugrah, ini dipaksakan.
Dia mencari ayat - ayat untuk mendukung premisnya dan jadi kacau.
Kekacauan itu harus banyak buku diurus, ribuan - ribuan buku π untuk mempertahankan ini, jadi kompleks.
Kita π₯ harus mengerti jelas kebenaran dan
Implikasinya dan hidup kita benar - benar berubah.
Jadi bukan sebuah ruangan untuk berdebat, mengemukakan doktrin, dan berargumentasi, itu tidak perlu.
Bukan paparan kesaksian hidupnya atau doktrin - doktrin.
Yang terpenting si pembicara mau mengubah hidupku agar masuk surga.
Kalau kita π₯ cuma jadi baik tidak perlu jadi Kristen. Orang - orang non Kristen banyak yang baik - baik dari kita.
Nikodemus itu plin - plan.
Dia orang Yahudi, tokoh Yahudi yang kumpulan paling membenci Yesus dan menjadi pelaku pembunuhan salib atas Yesus, tapi di belakang layar dia menjumpai Yesus mengaku Yesus π berasal dari Allah.
Beda dengan Paulus.
Soal Taurat, aku tidak bercacat, dia serius.
Dia tunjukkan, dia memegang tentara hukum dia kelompok mana.
Ketika dia melihat orang Kristen yang dipandang (dulu Saulus) Paulus
melecehkan Allah Yahwe bunuh dia dan membela Yahwe.
Dia tidak tahu Yesus itu Yahwe sendiri.
Maka begitu Paulus bertemu Yesus, all out dia.
Bahkan kita melihat sejarah hidupnya, Filipus, Natanael lenyap dari peredaran.
Tapi Paulus luar biasa.
Integritasnya ini.
Harus diakui ada orang - orang ekstrim.
Demi Keyakinannya meninggalkan keluarganya di isis, atau bom bunuh diri.
Harus diakui, dia π€ konsekwen dengan yang diyakini.
Orang Kristen harus punya nekad seperti mereka.
Banyak kita π₯ ini dibekali dengan kebenaran.
Ini membuat kita bisa terbang tinggi.
Ibarat pesawat kita punya avtur yang murni dengan landasan pacu yang cukup, bisa terbang.
Jadi mati di sini bukan berarti orang tidak bisa merespon anugrah Tuhan.
Mati di sini artinya : manusia terpenjara dalam keadaan tidak bisa mencapai kesucian Allah.
Dan di situ baru bisa dikenakan Nonposse non piccare.
Pernyataan Martin luther yang mengatakan bahwa
manusia dosa semua.
Tapi dosa di situ dipahami sekedar meleset.
Banyak orang tidak jahat semata - mata.
Banyak orang baik juga.
Jadi kata Nonposse non piccare jangan dipandang sebagai sesuatu yang fatalistik.
Manusia π₯ bisa berbuat baik, cuma tidak bisa memenuhi standar Tuhan.
Memang agak rumit, tetapi kita harus pintar Bacalah buku rohani, renungan harian yang ditulis gembala, pelajarilah, yakinlah kita akan menjadi cerdas.
Kekristenan itu bukan ilmu agama.
Yang mengajarkan ini boleh, itu tidak boleh.
Ini halal itu haram, bukan.
Kekristenan itu mengajarkan kebenaran yang membuat orang π€ memiliki kecerdasan.
Dari kecerdasan itu orang mengerti kehendak Allah, apa yang baik yang didengar, yang sempurna.
Dibenarkan bukan karena melakukan hukum Taurat.
Bukan berarti hukum Taurat hilang.
Sampai langit dan bumi π lenyap, satu titik tidak boleh lenyap, koq dibuang ?
Yesus datang bukan meniadakan hukum taurat, tapi menyempurnakan.
KebenaranNya datang menyempurnakan hukum Taurat.
Hukum Taurat yang disempurnakan itu hukum Taurat itu yang bersifat batiniah.
Misalnya :
- Membunuh bukan menghabiskan nyawa orang.
membenci sudah membunuh.
- Berzinah bukan melakukan hubungan di luar nikah.
Memandang lawan jenis menginginkannya dan terbakar hawa nafsunya sudah berzinah.
Dan seterusnya...
Singkatnya Hukum Taurat yang disempurnakan adalah Tuhan π sebagai hukumNya.
Sebab kalau kita melihat 10 perintah Allah hukum Taurat yang disempurnakan Tuhan π sebagai hukumnya.
Sebab kalau kita melihat 10 perintah Allah kita melihat cermin kesucian Tuhan.
Tapi cermin yang masih samar - samar.
Di Perjanjian baru Roh Kudus π dimeteraikan di mana tubuh kita menjadi bait Roh Kudus, di mana kita bisa berinteraksi dengan Tuhan setiap saat.
Maka kita bisa mengerti kehendakNya, apa yang baik, yang berkenan, yang sempurna dan itu dipenuhi.
Iman di situ penurutan terhadap kehendak Allah.
Kalau Abraham menuruti apapun yang Tuhan π perintahkan.
Tapi jangan mencontoh bergundiknya, tapi nurutnya.
Kalau kita π₯ apapun yang Allah perintahkan.
Memang kita dibenarkan bukan melakukan hukum Taurat.
Seperti Abraham tidak melakukan hukum Taurat, tidak ada hukum.
Tapi kita melakukan hukum Taurat yang disempurnakan.
Dan itu pun karena ada Salib.
Karena Salib ini kita menerima pengampunan dosa.
Kalau tidak ada Salib biar melakukan hukum Taurat sempurna tidak selamat.
Jadi bukan karena Hukum Taurat versi Israel.
Ini harus dipahami.
Ini kan kesombongan Israel merasa bisa dibenarkan karena hukum.
Karena kita π₯ menerima Salib, Kita harus melakukan kehendak Allah.
Jangan karena kita dibenarkan karena perbuatan.
Perbuatan sesuai hukum, tidak....
Karena menerima salib, maka kita harus sempurna.
Dan untuk sempurna kamu harus nekad, gairahmu harus seperti orang yang bergabung dengan isis.
Salahnya banyak orang π₯ nekadnya :
- Duit
- Untuk segala kesenangan - kesenangan dunia π
Ya sudah habis...
Arahkan Kesenangan hidupmu bagaimana melakukan kehendak Allah.
Roh Kudus π ditaruh di dalam diri kita untuk
apa ? membawa kita ke seluruh kebenaran.
Supaya watak karakter kita seperti Yesus.
Itu yang baru namanya injil.
Jadi selama ini kekristenan banyak yang kosong.
Jangan punya fantasi Allah yang gila hormat.
Allah yang senang dipuji - puji, allah yang bodoh itu.
Allah π yang agung dan cerdas menghendaki Kita day by day berubah dan selalu menyenangkan hatiNya.
Jadi hidup kita menjadi berharga karena masuk ke proyek ini dikembalikan ke rancangan semula.
Kita harus Mendengar suara Tuhan π
- Maka masing - masing individu harus ada persekutuan dengan Tuhan
- Harus punya pergumulan dengan Tuhan.
Kalau kita mperhatikan, fakta dalam Alkitab π setiap tindakan Tuhan selalu harus diimbangi respon manusia.
Makanya itu maksa banget kata mati dipahami manusia tidak sanggup merespon anugrah.
Tuhan menciptakan Eden yang begitu indah
untuk Adam.
Manusia π₯ harus merespon, kelola tanah itu.
Sambil kelola bumi ini dan jangan makan buah yang terlarang, ini sebenarnya hanya figuratif, sebuah kiasan.
Jangan melakukan yang Aku tidak kehendaki, itu intinya.
Kamu menikmati semua, boleh, hanya jangan berbuat dosa, gampang l
Tapi tidak semudah yang diajarkan.
Respon manusia salah.
Semua manusia, pembohong, bukan maksudnya semua manusia itu menipu.
Maksudnya semua orang π₯ mengingkari perjanjian yang diawali oleh Adam, sehingga tidak ada orang bisa mencapai kesucian Allah, semua mengingkari perjanjian.
Karena perjanjiannya harus nurut apapun yang Tuhan kehendaki.
Di Alkitab π juga menemukan hambamu ini tidak ada kejahatan di bibirnya, ada...
Tak bercacat tak bercela ada dalam ukurannya.
Tapaia semua manusia, pembohong dalam kitab Roma, maksudnya semua orang mengingkari perjanjian yang tidak mampu mencapai kesucian Allah yang mestinya dicapai
makhluk ciptaan yang untuk melakukan kehendaknya.
Manusia π₯ itu diberi Tuhan pikiran dan perasaan.
Dengan pikiran dan perasaan ini manusia bisa mempertimbangkan itu manusia bisa memilih.
Dengan memilih manusia Kehendak.
Kalau Allah yang menggerakkan orang itu punya iman, itu kacau.
Jadi bukan mistis.
Kalau kita lahir di pedalaman Aceh, kamu tidak jadi Kristen.
Karena kita π₯ punya pikiran dan perasaan dikembangkan terus, kita memilih menjadi orang baik, jadi orang Kristen, jadi pendeta.
Bukan ada sesuatu secara mistik menggerakkan kita.
Sebenarnya manusia π₯ diciptakan dengan pertimbangan seperti itu supaya manusia punya pikiran dan perasaan dapat berinteraksi dengan penciptaNya, sehingga manusia dengan Kerelaan melakukan apa yang Dia kehendaki, walaupun dia bisa tidak melakukannya, dengan demikian memberikan dinamika yang indah dengan penciptaNya.
Kalau tidak begitu semua dikendalikan Tuhan π
Tuhan bermain dengan diriNya sendiri, itu konyol.
Jadi tidak ada dinamika.
Kita bisa berbuat dosa, tetapi kita memilih taat
Di situlah keindahan kita menjadi orang Kristen.
Amin....π·
Sebagian Theolog dan khususnya Theolog dari Eropa memahami kata mati di sini adalah keadaan di mana manusia π₯ tidak dapat
meresponi anugrahNya.
Jadi diparalelkan dengan kematian di mana seorang yang mati itu tidak memiliki kemampuan sama sekali untuk bergerak untuk hidup.
Ini penafsiran yang dipaksakan.
Berhubung ada premis atau asumsi bahwa Tuhan π menetapkan orang - orang yang selamat atau kelompok tertentu selamat, dan lain tidak.
Kita harus jadi jujur melihat Alkitab π tanpa terbelenggu atau tanpa terintimidasi oleh satu pandangan Theolog manapun.
Karena :
- Kita harus mengerti apa anugrah itu ?
- Apa keselamatan Itu ?
Bagaimana proses keselamatan itu ?
Jadi tidak sederhana.
Bila ayat ini dipahami bahwa, seseorang tidak dapat merespon anugrah Allah π tanpa campur tangan dari pihak Allah di dalam kehidupan individu itu tentu secara ajaib atau secara mistik.
Maka hal ini akan merusak tatanan.
Tatanan doktrin yang lain dari banyak buku π untuk mempertahankan premis itu.
Salah satu kesalahan ciri pandangan terhadap Alkitab π berusaha untuk dipertahankan.
- Doktrin atau theologi itu tidak tidak akan dipahami oleh orang awam.
- Hanya Theolog - theolog ini cakap berbicara, tapi jemaat tidak, karena kompleks, jadi ruwet.
Padahal Alkitab π ini walaupun kompleks harus dipahami semua orang dan yang memiliki implikasi yang jelas bagaimana seseorang menyelenggarakan hidup dalam pengiringan kepada Tuhan.
Kalau kata mati dipahami di mana manusia tidak memiliki kesanggupan meresponi anugrah.
Lalu kira - kira di mana letak tanggung jawab individu dalam menjalani hidup kekristenan atau
Keselamatan dalam Tuhan Yesus ?
Kata mati dipahami sebagai ketidakmampuan manusia untuk mencapai standar kesucian Allah π
- Kamu hidup di dalamNya, tapi mengikuti jalan dunia.
- Ketidak mampuan manusia mengikuti jalan anugrah, jalan keselamatan yang membawa kesempurnaan, jalan yang membawa manusia kepada keserupaan Yesus.
Ini kepada jemaat Efesus
Begitu kuat kekafirannya.
Di kota ini ada dewi artenis, ada kuil - kuil penyembahan, artinya pelacuran di hadapan dewa - dewa mereka, jadi memang bejat.
Paulus π€ terhitung tidak bercacat secara hukum Taurat, tetapi terhitung di luar jalan Tuhan, di luar anugrah.
Kalau di luar anugrah tidak ada penebusan dosa.
Walaupun Paulus tidak termasuk kelompok orang bejat seperti jemaat Efesus, tetapi pada dasarnya orang - orang yang dimurkai.
Kamu π€ sudah mati karena pelanggaran - pelanggaran dan dosa - dosamu.
Itu berarti bahwa cara hidup mereka di luar orang percaya, itu tidak diperhitungkan sebagai kebenaran.
Mau bejat, mau setengah bejat, mau tidak bejat.
Mati di sini maksudnya manusia π₯ tidak mampu mencapai standar kesucian Allah.
Jadi kita harus mengerti bahwa, kejatuhan manusia dalam dosa tidak jahat seperti binatang.
Manusia masih bisa baik.
Baik dalam ukuran relatif.
Relatif artinya : sesuai dengan kebaikan yang dipahami manusia π₯ itu masing - masing suku bangsa kelompok dan standar hukum yamg berbeda.
Tapi kebaikan itu mutlak dari sudut pandang Tuhan.
Kalau kita melihat sejarah kehidupan manusia ternyata tidak semua manusia betul - betul semua bejat.
Masih ada orang - orang yang berjalan bersama Tuhan π₯
Orang - orang yang dipuji Tuhan, yang hidup tidak bercacat tidak bercela.
dibanding dengan manusia sezamannya seperti Nuh.
- Ada orang - orang baik yang bisa bergaul dengan Allah seperti Henokh.
- Yang diperkenan seperti Musa.
Yang Jadi kekasih Tuhan seperti Daud.
Ini kan bukan orang - orang yang bejat, tetapi tidak mampu mencapai standar kesucian Tuhan.
Keselamatan dalam Yesus Kristus itu menghidupkan.
Menghidupkan di sini artinya : tidak secara mistik Tuhan π menaruh iman di dalam hatinya.
Orang yang doktrin yang Theologi menyatakan pula di dalamnya, mereka mengatakan imanpun karena anugrah.
Tetapi kita π₯ tidak boleh maksa.
Harus lihat konteksnya.
Iman itu timbul dari pendengaran oleh rhema.
Manusia tidak bejat sama sekali, tetapi tidak mampu mencapai kesucian Allah π sebaik apapun.
Tuhan juga tidak menuntut orang itu sempurna.
- Abraham itu Bapa orang percaya zaman tersebut.
Tapi jangan contoh kehidupan Abraham yang bergundik.
- Kita belajar cinta kasihnya Daud kepada Tuhan π
Tapi jangan melihat kesalahan dan kebejatan Daud mengambil istri orang.
Dan istrinya Daud ada lima di zaman itu.
- Dalam kehidupan Abraham tidak bisa dituntut sempurna.
Tetapi penurutan Abraham di zaman itu sempurna dan luar biasa.
Jadi mati di sini tidak mampu mencapai standar kesucian Allah π
Kasih karunia dalam Tuhan Yesus Kristus memampukan manusia untuk kembali mencapai kesucian yang dikehendaki oleh Allah.
Dan Itu tidak terjadi secara otomatis atau secara mistis.
Imanpun anugrah.
Ini kan akhirnya manusia tidak memiliki tanggung jawab secara proposional.
Jika begitu nanti manusia binasa masuk neraka juga semua harus dipertanggungjawabkan oleh Allah π yang menentukan, siapa yang selamat, siapa yang tidak.
Kenapa Allah menaruh iman dalam hati orang itu, dan tidak menaruh iman yang lain ?
Mengapa Allah π menghidupkan orang tersebut memberi memampuan menerima Kasih karunia dan tidak memberikan kemampuan kepada orang lain untuk menerima Kasih karunia ?
Tetapi yang benar adalah
- Ada sekelompok orang yang tidak mengenal Injil.
ini zaman perjanjian lama.
- Ada kelompok walaupun di perjanjian baru, tetapi tidak pernah mendengar injil juga.
Misalnya : di Tibet, Afrika.
- Ada orang salah mendengar injil.
Kita tidak bisa paksa mereka, dan tidak bisa dipersalahkan mereka itu.
Bahkan orang di sekitar kita supir, pembantu, dan pegawai kita.
Itu tidak bisa menjadi Kristen.
Dari kecil sudah salah mendengar injil.
Kita terpanggil membuat mereka tidak membenci Yesus π
Kita menjadi berkat untuk mereka.
Kita terpanggil untuk membuat mereka agar tapi tidak membenci Yesus,
sehingga mereka berbuat baik, kemungkinan mereka masuk ke dunia π yang akan datang.
Seorang yang percaya dibuktikan dengan kehidupan yang semakin seperti Yesus π
Keberimanan seseorang itu ditandai dengan kehidupan yang makin sempurna seperti Bapa.
Kalau Abraham menuruti segala kehendak Allah sesuai kelasnya.
Kalau kita melakukan kehendak Allah π dalam. segala hal.
Inilah kita orang - orang yang diberi karunia.
Diberi kesempatan.
Dan kepada orang - orang ini Tuhan π memberikan kuasa atau hak ( exousia ) supaya menjadi anak - anak Allah.
Kalau hak itu tidak kita gunakan dengan baik, sia - sia.
Diberi hak, supaya, tidak otomatis.
Jadi mati di sini dipahami sebagai di mana keadaan manusia tidak bisa meresponi anugrah Allah.
Bagaimana cara orang bisa merespon ?
Iman itu apa ?
Sampai di sini ada mulai ada kerancuan.
Kalau jujur iman yang dipahami banyak orang π₯ Kristen Karena pengaruh Theologi dari Eropa ini Iman yang dipahami
pengaminan akali, persetujuan pikiran.
Rata - rata memahami iman itu hanya percaya Yesus juruselamat.
Iman itu penurutan terhadap kehendak Allah.
Mengerti kehendaknya saja belum, apalagi nurut.
Jadi tidak sederhana.
Iman datang dari pendengaran, pendengaran oleh rhema, bukan logos.
Rhema itu yang keluar dari mulut Allah π, yang keluar dari mulut Allah itu keluar dari hati.
Mulut dan hati beda.
Bagaimana setiap individu memiliki persekutuan dengan Tuhan π sampai bisa mengerti kehendakNya.
Untuk itu masing - masing individu secara spesifik secara khusus.
Kita harus menemukan kehendak Tuhan π dalam hidup kita secara pribadi. Tetapi untuk memahami Allah orang harus mempunyai kepekaan, kecerdasan roh.
Untuk memiliki kecerdasan roh orang harus mengerti kebenaran, maka harus belajar Alkitab, datang ke gereja π ikut PA, SK, SBT.
Manusia π₯ jatuh dalam dosa bisa memiliki dua kemungkinan
bisa jahat bisa baik, tapi tidak bisa sempurna.
Ketika Tuhan Yesus π datang, Tuhan membuka pintu, itu tidak mistik.
Jadi kalau iman diberikan lalu kemampuan menerima anugerah.
Isi anugerah itu biasanya dipahami tidak masuk neraka, boleh masuk surga, itu picik dan dangkal.
Anugrah di situ exousia tadi kuasa supaya menjadi anak Allah dikembalikan ke rancangan semula ini intinya.
Nanti bicara luas itu menjadi corpus delicti.
Ini perjuangan πͺ
"Sedikit sajakah orang yang diselamatkan ? "
Maka Tuhan berkata "Berjuanglah masuk jalan sempit ".
Kamu harus berjuang πͺ
Itu ayat yang jelas yang harus dipahami.
Belum lagi Paulus mengatakan, kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar, artinya : selesaikan, maka Allah akan mengerjakan di dalam kamu, energon, memberikan energi.
Kalau mau kamu berjuang.
Jadi kalau ayat satu ini kata mati kalau diartikan manusia π₯ tidak sanggup untuk menyambut anugrah, ini dipaksakan.
Dia mencari ayat - ayat untuk mendukung premisnya dan jadi kacau.
Kekacauan itu harus banyak buku diurus, ribuan - ribuan buku π untuk mempertahankan ini, jadi kompleks.
Kita π₯ harus mengerti jelas kebenaran dan
Implikasinya dan hidup kita benar - benar berubah.
Jadi bukan sebuah ruangan untuk berdebat, mengemukakan doktrin, dan berargumentasi, itu tidak perlu.
Bukan paparan kesaksian hidupnya atau doktrin - doktrin.
Yang terpenting si pembicara mau mengubah hidupku agar masuk surga.
Kalau kita π₯ cuma jadi baik tidak perlu jadi Kristen. Orang - orang non Kristen banyak yang baik - baik dari kita.
Nikodemus itu plin - plan.
Dia orang Yahudi, tokoh Yahudi yang kumpulan paling membenci Yesus dan menjadi pelaku pembunuhan salib atas Yesus, tapi di belakang layar dia menjumpai Yesus mengaku Yesus π berasal dari Allah.
Beda dengan Paulus.
Soal Taurat, aku tidak bercacat, dia serius.
Dia tunjukkan, dia memegang tentara hukum dia kelompok mana.
Ketika dia melihat orang Kristen yang dipandang (dulu Saulus) Paulus
melecehkan Allah Yahwe bunuh dia dan membela Yahwe.
Dia tidak tahu Yesus itu Yahwe sendiri.
Maka begitu Paulus bertemu Yesus, all out dia.
Bahkan kita melihat sejarah hidupnya, Filipus, Natanael lenyap dari peredaran.
Tapi Paulus luar biasa.
Integritasnya ini.
Harus diakui ada orang - orang ekstrim.
Demi Keyakinannya meninggalkan keluarganya di isis, atau bom bunuh diri.
Harus diakui, dia π€ konsekwen dengan yang diyakini.
Orang Kristen harus punya nekad seperti mereka.
Banyak kita π₯ ini dibekali dengan kebenaran.
Ini membuat kita bisa terbang tinggi.
Ibarat pesawat kita punya avtur yang murni dengan landasan pacu yang cukup, bisa terbang.
Jadi mati di sini bukan berarti orang tidak bisa merespon anugrah Tuhan.
Mati di sini artinya : manusia terpenjara dalam keadaan tidak bisa mencapai kesucian Allah.
Dan di situ baru bisa dikenakan Nonposse non piccare.
Pernyataan Martin luther yang mengatakan bahwa
manusia dosa semua.
Tapi dosa di situ dipahami sekedar meleset.
Banyak orang tidak jahat semata - mata.
Banyak orang baik juga.
Jadi kata Nonposse non piccare jangan dipandang sebagai sesuatu yang fatalistik.
Manusia π₯ bisa berbuat baik, cuma tidak bisa memenuhi standar Tuhan.
Memang agak rumit, tetapi kita harus pintar Bacalah buku rohani, renungan harian yang ditulis gembala, pelajarilah, yakinlah kita akan menjadi cerdas.
Kekristenan itu bukan ilmu agama.
Yang mengajarkan ini boleh, itu tidak boleh.
Ini halal itu haram, bukan.
Kekristenan itu mengajarkan kebenaran yang membuat orang π€ memiliki kecerdasan.
Dari kecerdasan itu orang mengerti kehendak Allah, apa yang baik yang didengar, yang sempurna.
Dibenarkan bukan karena melakukan hukum Taurat.
Bukan berarti hukum Taurat hilang.
Sampai langit dan bumi π lenyap, satu titik tidak boleh lenyap, koq dibuang ?
Yesus datang bukan meniadakan hukum taurat, tapi menyempurnakan.
KebenaranNya datang menyempurnakan hukum Taurat.
Hukum Taurat yang disempurnakan itu hukum Taurat itu yang bersifat batiniah.
Misalnya :
- Membunuh bukan menghabiskan nyawa orang.
membenci sudah membunuh.
- Berzinah bukan melakukan hubungan di luar nikah.
Memandang lawan jenis menginginkannya dan terbakar hawa nafsunya sudah berzinah.
Dan seterusnya...
Singkatnya Hukum Taurat yang disempurnakan adalah Tuhan π sebagai hukumNya.
Sebab kalau kita melihat 10 perintah Allah hukum Taurat yang disempurnakan Tuhan π sebagai hukumnya.
Sebab kalau kita melihat 10 perintah Allah kita melihat cermin kesucian Tuhan.
Tapi cermin yang masih samar - samar.
Di Perjanjian baru Roh Kudus π dimeteraikan di mana tubuh kita menjadi bait Roh Kudus, di mana kita bisa berinteraksi dengan Tuhan setiap saat.
Maka kita bisa mengerti kehendakNya, apa yang baik, yang berkenan, yang sempurna dan itu dipenuhi.
Iman di situ penurutan terhadap kehendak Allah.
Kalau Abraham menuruti apapun yang Tuhan π perintahkan.
Tapi jangan mencontoh bergundiknya, tapi nurutnya.
Kalau kita π₯ apapun yang Allah perintahkan.
Memang kita dibenarkan bukan melakukan hukum Taurat.
Seperti Abraham tidak melakukan hukum Taurat, tidak ada hukum.
Tapi kita melakukan hukum Taurat yang disempurnakan.
Dan itu pun karena ada Salib.
Karena Salib ini kita menerima pengampunan dosa.
Kalau tidak ada Salib biar melakukan hukum Taurat sempurna tidak selamat.
Jadi bukan karena Hukum Taurat versi Israel.
Ini harus dipahami.
Ini kan kesombongan Israel merasa bisa dibenarkan karena hukum.
Karena kita π₯ menerima Salib, Kita harus melakukan kehendak Allah.
Jangan karena kita dibenarkan karena perbuatan.
Perbuatan sesuai hukum, tidak....
Karena menerima salib, maka kita harus sempurna.
Dan untuk sempurna kamu harus nekad, gairahmu harus seperti orang yang bergabung dengan isis.
Salahnya banyak orang π₯ nekadnya :
- Duit
- Untuk segala kesenangan - kesenangan dunia π
Ya sudah habis...
Arahkan Kesenangan hidupmu bagaimana melakukan kehendak Allah.
Roh Kudus π ditaruh di dalam diri kita untuk
apa ? membawa kita ke seluruh kebenaran.
Supaya watak karakter kita seperti Yesus.
Itu yang baru namanya injil.
Jadi selama ini kekristenan banyak yang kosong.
Jangan punya fantasi Allah yang gila hormat.
Allah yang senang dipuji - puji, allah yang bodoh itu.
Allah π yang agung dan cerdas menghendaki Kita day by day berubah dan selalu menyenangkan hatiNya.
Jadi hidup kita menjadi berharga karena masuk ke proyek ini dikembalikan ke rancangan semula.
Kita harus Mendengar suara Tuhan π
- Maka masing - masing individu harus ada persekutuan dengan Tuhan
- Harus punya pergumulan dengan Tuhan.
Kalau kita mperhatikan, fakta dalam Alkitab π setiap tindakan Tuhan selalu harus diimbangi respon manusia.
Makanya itu maksa banget kata mati dipahami manusia tidak sanggup merespon anugrah.
Tuhan menciptakan Eden yang begitu indah
untuk Adam.
Manusia π₯ harus merespon, kelola tanah itu.
Sambil kelola bumi ini dan jangan makan buah yang terlarang, ini sebenarnya hanya figuratif, sebuah kiasan.
Jangan melakukan yang Aku tidak kehendaki, itu intinya.
Kamu menikmati semua, boleh, hanya jangan berbuat dosa, gampang l
Tapi tidak semudah yang diajarkan.
Respon manusia salah.
Semua manusia, pembohong, bukan maksudnya semua manusia itu menipu.
Maksudnya semua orang π₯ mengingkari perjanjian yang diawali oleh Adam, sehingga tidak ada orang bisa mencapai kesucian Allah, semua mengingkari perjanjian.
Karena perjanjiannya harus nurut apapun yang Tuhan kehendaki.
Di Alkitab π juga menemukan hambamu ini tidak ada kejahatan di bibirnya, ada...
Tak bercacat tak bercela ada dalam ukurannya.
Tapaia semua manusia, pembohong dalam kitab Roma, maksudnya semua orang mengingkari perjanjian yang tidak mampu mencapai kesucian Allah yang mestinya dicapai
makhluk ciptaan yang untuk melakukan kehendaknya.
Manusia π₯ itu diberi Tuhan pikiran dan perasaan.
Dengan pikiran dan perasaan ini manusia bisa mempertimbangkan itu manusia bisa memilih.
Dengan memilih manusia Kehendak.
Kalau Allah yang menggerakkan orang itu punya iman, itu kacau.
Jadi bukan mistis.
Kalau kita lahir di pedalaman Aceh, kamu tidak jadi Kristen.
Karena kita π₯ punya pikiran dan perasaan dikembangkan terus, kita memilih menjadi orang baik, jadi orang Kristen, jadi pendeta.
Bukan ada sesuatu secara mistik menggerakkan kita.
Sebenarnya manusia π₯ diciptakan dengan pertimbangan seperti itu supaya manusia punya pikiran dan perasaan dapat berinteraksi dengan penciptaNya, sehingga manusia dengan Kerelaan melakukan apa yang Dia kehendaki, walaupun dia bisa tidak melakukannya, dengan demikian memberikan dinamika yang indah dengan penciptaNya.
Kalau tidak begitu semua dikendalikan Tuhan π
Tuhan bermain dengan diriNya sendiri, itu konyol.
Jadi tidak ada dinamika.
Kita bisa berbuat dosa, tetapi kita memilih taat
Di situlah keindahan kita menjadi orang Kristen.
Amin....π·
Jumat, 19 Januari 2018
RH Truth Daily Enlightenment “OLEH IMAN MENJADI HIDUP” 20 Januari 2018
Dalam Roma 1:17 tertulis: Sebab di dalamnya nyata kebenaran Allah π, yang bertolak dari iman dan memimpin kepada iman, seperti ada tertulis: “Orang benar akan hidup oleh iman.Ayat ini sangat penting untuk dibedah secara khusus.
Dikatakan “sebab di dalamnya nyata kebenaran Allah”, artinya berdasarkan Injil yang diajarkan oleh Tuhan Yesus, maka kebenaran Allah dapat dinyatakan atau diungkapkan.
Jadi, kalau tidak ada Injil, maka kebenaran Allah π tidak dapat dinyatakan atau diungkapkan secara lengkap atau utuh bagi manusia.
Dalam hal ini kita meyakini bahwa tidak ada kebenaran yang lengkap atau utuh di luar Injil yang diajarkan oleh Tuhan Yesus.
Kalimat “yang bertolak dari iman dan memimpin kepada iman”, maksudnya adalah dimulai dari menerima Yesus bahwa Dia adalah Logos yang menciptakan langit dan bumi bersama Theos (Bapa), kemudian menaruh percaya kepada segala sesuatu yang diajarkan, maka seseorang π€memiliki penurutan terhadap kehendak Allah.
Dalam hal ini kata iman yang pertama adalah pengaminan akali atau persetujuan pikiran. Adapun kata iman yang kedua adalah penurutan terhadap kehendak Allah. Penurutan terhadap kehendak Allah ini adalah penurutan yang standarnya adalah diri Yesus sendiri.
Pada akhirnya, iman yang dikehendaki oleh Allah π adalah iman yang sempurna seperti yang dijalani oleh Tuhan Yesus (Ibr. 12:1-2).
Iman yang sempurna adalah ketaatan kepada Bapa seperti Tuhan Yesus, yang taat sampai mati, bahkan mati di kayu salib. Ini adalah ketaatan standar yang menjadi model atau prototipe ketaatan bagi semua orang percaya.
Jadi maksud “memimpin kepada iman” adalah membawa iman itu kepada kesempurnaan.
Selanjutnya, kita harus memahami dengan tepat maksud kalimat “Orang benar akan hidup oleh iman”.
Dalam teks aslinya kalimat ini terjemahan dari ho de dikaios ek pisteos zesetai (α½ Ξ΄α½² Ξ΄α½·ΞΊΞ±ΞΉΞΏΟ αΌΞΊ Οα½·ΟΟΞ΅ΟΟ ΞΆα½΅ΟΞ΅ΟΞ±ΞΉ).
Selain bisa diterjemahkan “Orang benar akan hidup oleh iman”, kalimat ini juga bisa diterjemahkan “orang beriman akan menjadi hidup”.
Dalam terjemahan Alkitab π bahasa Inggris ada yang menerjemahkan : He who through faith is righteous shall live atau and the righteous one by faith shall live.
Dua versi terjemahan tersebut bisa memiliki makna yang sama, tetapi memiliki tekanan yang berbeda.
Jika kita hubungkan dengan Ibrani 12:1-10, mengenai panggilan untuk mengikuti perlombaan yang diwajibkan, yaitu memiliki iman yang sempurna, maka pada akhirnya ketaatan kepada Allah π adalah agar orang percaya mengambil bagian dalam kekudusan Allah dan “beroleh hidup”.
Kata hidup dalam teks aslinya adalah zesomen (΢ὡΟομΡν) dari akar kata zao (ΞΆα½±Ο), yang berarti dihidupkan (menggunakan kata kerja).
Jadi kalau diterjemahkan bebas kalimat tersebut bisa berarti “orang benar oleh iman akan dihidupkan”.
Kata zao terkait dengan kata zoe (ΞΆΟὡ), yang artinya : hidup secara natural tetapi berkualitas. Dalam hal ini ayat tersebut hendak menunjukkan bahwa kalau seseorang di dalam iman yang benar kepada Tuhan Yesus π, maka hidupnya akan berkualitas.
Kualitas hidup ini tidak ditentukan oleh keberadaannya secara lahiriah, tetapi kehidupan yang mengambil bagian dalam kekudusan Allah.
Menganalisa teks tersebut, maka dapatlah disimpulkan bahwa kehidupan orang percaya π₯ adalah kehidupan yang harus ada dalam penurutan terhadap kehendak Allah.
Tanpa hidup dalam penurutan terhadap kehendak Allah π berarti tidak beriman.
Dengan demikian, beriman bukan hanya berarti memiliki keyakinan di dalam nalar atau pikiran, tetapi bertindak sesuai dengan segala sesuatu yang dikehendaki oleh Allah.
Inilah iman yang benar, iman yang telah diperagakan oleh Abraham.
Banyak orang Kristen π₯yang merasa beriman hanya karena dengan pikiran setuju atau mengakui bahwa Yesus adalah Tuhan dan Juruselamat.
Dengan hal itu mereka merasa sudah selamat karena memiliki “iman”.
Berdasarkan uraian di atas ini, maka dapat dimengerti kalau seseorang pasti masuk ke dalam Kerajaan Surga untuk dimuliakan bersama dengan Tuhan Yesus π, sudah nampak gejala-gejalanya atau ciri-ciri dari kehidupan orang beriman yang benar itu. Sehingga seseorang meyakini diri selamat, bukan hanya karena di dalam pikirannya ia percaya pasti masuk surga, tetapi karena memiliki pengalaman nyata berjalan dalam kehidupan yang berkualitas setiap hari.
JBU
Dikatakan “sebab di dalamnya nyata kebenaran Allah”, artinya berdasarkan Injil yang diajarkan oleh Tuhan Yesus, maka kebenaran Allah dapat dinyatakan atau diungkapkan.
Jadi, kalau tidak ada Injil, maka kebenaran Allah π tidak dapat dinyatakan atau diungkapkan secara lengkap atau utuh bagi manusia.
Dalam hal ini kita meyakini bahwa tidak ada kebenaran yang lengkap atau utuh di luar Injil yang diajarkan oleh Tuhan Yesus.
Kalimat “yang bertolak dari iman dan memimpin kepada iman”, maksudnya adalah dimulai dari menerima Yesus bahwa Dia adalah Logos yang menciptakan langit dan bumi bersama Theos (Bapa), kemudian menaruh percaya kepada segala sesuatu yang diajarkan, maka seseorang π€memiliki penurutan terhadap kehendak Allah.
Dalam hal ini kata iman yang pertama adalah pengaminan akali atau persetujuan pikiran. Adapun kata iman yang kedua adalah penurutan terhadap kehendak Allah. Penurutan terhadap kehendak Allah ini adalah penurutan yang standarnya adalah diri Yesus sendiri.
Pada akhirnya, iman yang dikehendaki oleh Allah π adalah iman yang sempurna seperti yang dijalani oleh Tuhan Yesus (Ibr. 12:1-2).
Iman yang sempurna adalah ketaatan kepada Bapa seperti Tuhan Yesus, yang taat sampai mati, bahkan mati di kayu salib. Ini adalah ketaatan standar yang menjadi model atau prototipe ketaatan bagi semua orang percaya.
Jadi maksud “memimpin kepada iman” adalah membawa iman itu kepada kesempurnaan.
Selanjutnya, kita harus memahami dengan tepat maksud kalimat “Orang benar akan hidup oleh iman”.
Dalam teks aslinya kalimat ini terjemahan dari ho de dikaios ek pisteos zesetai (α½ Ξ΄α½² Ξ΄α½·ΞΊΞ±ΞΉΞΏΟ αΌΞΊ Οα½·ΟΟΞ΅ΟΟ ΞΆα½΅ΟΞ΅ΟΞ±ΞΉ).
Selain bisa diterjemahkan “Orang benar akan hidup oleh iman”, kalimat ini juga bisa diterjemahkan “orang beriman akan menjadi hidup”.
Dalam terjemahan Alkitab π bahasa Inggris ada yang menerjemahkan : He who through faith is righteous shall live atau and the righteous one by faith shall live.
Dua versi terjemahan tersebut bisa memiliki makna yang sama, tetapi memiliki tekanan yang berbeda.
Jika kita hubungkan dengan Ibrani 12:1-10, mengenai panggilan untuk mengikuti perlombaan yang diwajibkan, yaitu memiliki iman yang sempurna, maka pada akhirnya ketaatan kepada Allah π adalah agar orang percaya mengambil bagian dalam kekudusan Allah dan “beroleh hidup”.
Kata hidup dalam teks aslinya adalah zesomen (΢ὡΟομΡν) dari akar kata zao (ΞΆα½±Ο), yang berarti dihidupkan (menggunakan kata kerja).
Jadi kalau diterjemahkan bebas kalimat tersebut bisa berarti “orang benar oleh iman akan dihidupkan”.
Kata zao terkait dengan kata zoe (ΞΆΟὡ), yang artinya : hidup secara natural tetapi berkualitas. Dalam hal ini ayat tersebut hendak menunjukkan bahwa kalau seseorang di dalam iman yang benar kepada Tuhan Yesus π, maka hidupnya akan berkualitas.
Kualitas hidup ini tidak ditentukan oleh keberadaannya secara lahiriah, tetapi kehidupan yang mengambil bagian dalam kekudusan Allah.
Menganalisa teks tersebut, maka dapatlah disimpulkan bahwa kehidupan orang percaya π₯ adalah kehidupan yang harus ada dalam penurutan terhadap kehendak Allah.
Tanpa hidup dalam penurutan terhadap kehendak Allah π berarti tidak beriman.
Dengan demikian, beriman bukan hanya berarti memiliki keyakinan di dalam nalar atau pikiran, tetapi bertindak sesuai dengan segala sesuatu yang dikehendaki oleh Allah.
Inilah iman yang benar, iman yang telah diperagakan oleh Abraham.
Banyak orang Kristen π₯yang merasa beriman hanya karena dengan pikiran setuju atau mengakui bahwa Yesus adalah Tuhan dan Juruselamat.
Dengan hal itu mereka merasa sudah selamat karena memiliki “iman”.
Berdasarkan uraian di atas ini, maka dapat dimengerti kalau seseorang pasti masuk ke dalam Kerajaan Surga untuk dimuliakan bersama dengan Tuhan Yesus π, sudah nampak gejala-gejalanya atau ciri-ciri dari kehidupan orang beriman yang benar itu. Sehingga seseorang meyakini diri selamat, bukan hanya karena di dalam pikirannya ia percaya pasti masuk surga, tetapi karena memiliki pengalaman nyata berjalan dalam kehidupan yang berkualitas setiap hari.
JBU
RH Truth Daily Enlightenment “DE JURE DAN DE FACTO” 19 Januari 2018
[04:41, 1/19/2018] Afung Xiaomi Telkomsel: Memercayai Tuhan Yesus berarti menuruti kehendak-Nya.
Iman merupakan penyerahan diri sepenuh kepada seluruh kehendak Tuhan secara mutlak sepanjang hidup sampai kekekalan.
Hal ini sesuai dengan pengertian iman dalam bahasa Alkitab π, yaitu aman (Ibrani) dan pisteuo (Yunani), yang artinya menyerahkan diri secara tetap atau teguh atau berkesinambungan kepada sesuatu atau seseorang.
Oleh sebab itu seseorang tidak akan dapat meningkatkan kualitas imannya kepada Tuhan π tanpa bertumbuh dalam kebenaran yang termuat di dalam Injil.
Untuk mewujudkan apa yang diajarkan Injil, seseorang harus masuk ke dalam kebenaran Tuhan sepenuh hati dan segenap hidup dengan segala pengorbanannya. Dalam hal ini kita mengerti mengapa Tuhan Yesus berkata: ”Demikian pulalah tiap-tiap orang di antara kamu, yang tidak melepaskan dirinya dari segala miliknya, tidak dapat menjadi murid-Ku” (Luk. 14:33).
Perjalanan hidup Kekristenan kita π₯ haruslah sebuah perjalanan untuk mewujudkan apa yang diajarkan dalam kebenaran Injil.
Mewujudkan apa yang diajarkan dalam kebenaran Injil pada dasarnya adalah mengenakan kehidupan yang dikenakan oleh Tuhan Yesus.
Pada kenyataannya dalam sejarah gereja π, tokoh-tokoh iman yang terpilih sebagai sahabat Tuhan mempertaruhkan seluruh hidupnya untuk menerima panggilan berjalan dengan Tuhan. Ketika mereka masih hidup di bumi ini, pasti mereka dianggap konyol oleh orang-orang sezamannya.
Tetapi sekarang, setelah ribuan tahun peristiwa itu berlalu, kita dapat menemukan betapa beruntungnya mereka bisa berjalan dengan Tuhan. Terlebih lagi, ketika mereka ada di dalam Kerajaan Tuhan Yesus π, mereka adalah orang-orang yang sangat beruntung.
Dengan meneladani cara hidup Abraham, yaitu ketaatan kepada semua kehendak Allah, maka dalam kehidupan umat Perjanjian Baru hal itu harus diterjemahkan dalam bentuk memahami Injil dan mengenakan gaya hidup Tuhan Yesus oleh tuntunan Injil.
Dengan begitu barulah seseorang dapat dibenarkan.
Itulah sebabnya setelah seseorang memiliki iman persetujuan pikiran (pengaminan akali) dan berlanjut pada kesediaan hidup dalam tuntunan Roh guna hidup seperti Tuhan Yesus π, maka hasilnya orang seperti itu dapat dikatakan sebagai “benar” di mata Allah. Dalam hal ini orang benar tidak hidup oleh hukum Taurat, tetapi oleh iman.
Perlu dipahami bahwa kalimat : Orang benar hidup oleh iman, adalah kalimat dalam ayat yang diambil dari Habakuk 2:4. Selanjutnya kalau kita memerhatikan pasal-pasal berikut dalam kitab Roma, ternyata dibenarkan oleh iman menunjuk pada kehidupan Abraham, bukan sejarah hidup Habakuk. Seseorang tidak dapat dikatakan sebagai dibenarkan oleh iman kalau tidak memiliki penurutan terhadap kehendak Allah, seperti yang diperagakan oleh Abraham.
Dengan demikian, dua ayat dalam Roma 1:16-17 tersebut bisa mengacaukan pikiran kalau tidak dipahami secara komprehensif. Sebab bisa timbul pertanyaan: sebenarnya yang menyelamatkan orang percaya itu korban Kristus, iman atau Injil? Menjawab pertanyaan ini perlu dibedah secara cerdas dan teliti.
Pertama, bahwa korban Kristus di kayu salib adalah satu-satu jalan yang dapat menempatkan manusia pada posisi yang baru. Korban Tuhan Yesus π mengangkat semua dosa manusia.
Oleh korban Tuhan Yesus maka semua dosa yang dilakukan oleh manusia sejak zaman Adam sampai manusia terakhir, dipikul-Nya atau dihapus-Nya (Yoh. 1:29). Kata “menghapus” dalam teks aslinya di ayat tersebut adalah memikul atau mengangkat (Yun. airo, Ξ±αΌ΄ΟΟ).
Apakah dengan hal ini berarti semua orang secara otomatis masuk surga? Pandangan universalisme mengatakan bahwa pada akhirnya semua orang π₯ akan masuk surga.
Pandangan itu sesat.
Kita harus menentang keras faham universalisme.
Korban Kristus tidak secara otomatis membuat orang masuk surga. Oleh korban Tuhan Yesus π tersebut maka penghakiman dapat dilakukan. Bagi mereka yang menerima Injil, harus masuk dalam proses pendewasaan atau penyempurnaan dengan hidup dalam percaya yang benar.
Percaya artinya penyerahan sepenuh kepada obyek yang dipercayai.
Hal ini bukan sesuatu yang mudah.
Tetapi perjuangan yang membuat kita mempertaruhkan segenap hidup kita tanpa batas. Dalam hal ini percaya kepada Tuhan Yesus berarti kehilangan segala sesuatu untuk memiliki Kristus (Flp. 3:7-9).
Seseorang tidak akan dapat dimiliki Kristus πkalau masih memiliki dirinya sendiri.
Penebusan membuat seseorang secara hukum (de jure) dimiliki Kristus. Oleh sebab itu kalau seseorang dimiliki Kristus tidak boleh lagi hidup secara sembarangan. Ia harus mewujudkan dirinya menjadi milik Kristus dalam seluruh perilakunya (de facto).
Hal ini sama dengan maksud tatanan dalam kehidupan umat yang telah ditebus, bahwa orang yang tidak memiliki karakter Kristus, tidak mungkin dimiliki oleh Tuhan Yesus Kristus.
JBU
Iman merupakan penyerahan diri sepenuh kepada seluruh kehendak Tuhan secara mutlak sepanjang hidup sampai kekekalan.
Hal ini sesuai dengan pengertian iman dalam bahasa Alkitab π, yaitu aman (Ibrani) dan pisteuo (Yunani), yang artinya menyerahkan diri secara tetap atau teguh atau berkesinambungan kepada sesuatu atau seseorang.
Oleh sebab itu seseorang tidak akan dapat meningkatkan kualitas imannya kepada Tuhan π tanpa bertumbuh dalam kebenaran yang termuat di dalam Injil.
Untuk mewujudkan apa yang diajarkan Injil, seseorang harus masuk ke dalam kebenaran Tuhan sepenuh hati dan segenap hidup dengan segala pengorbanannya. Dalam hal ini kita mengerti mengapa Tuhan Yesus berkata: ”Demikian pulalah tiap-tiap orang di antara kamu, yang tidak melepaskan dirinya dari segala miliknya, tidak dapat menjadi murid-Ku” (Luk. 14:33).
Perjalanan hidup Kekristenan kita π₯ haruslah sebuah perjalanan untuk mewujudkan apa yang diajarkan dalam kebenaran Injil.
Mewujudkan apa yang diajarkan dalam kebenaran Injil pada dasarnya adalah mengenakan kehidupan yang dikenakan oleh Tuhan Yesus.
Pada kenyataannya dalam sejarah gereja π, tokoh-tokoh iman yang terpilih sebagai sahabat Tuhan mempertaruhkan seluruh hidupnya untuk menerima panggilan berjalan dengan Tuhan. Ketika mereka masih hidup di bumi ini, pasti mereka dianggap konyol oleh orang-orang sezamannya.
Tetapi sekarang, setelah ribuan tahun peristiwa itu berlalu, kita dapat menemukan betapa beruntungnya mereka bisa berjalan dengan Tuhan. Terlebih lagi, ketika mereka ada di dalam Kerajaan Tuhan Yesus π, mereka adalah orang-orang yang sangat beruntung.
Dengan meneladani cara hidup Abraham, yaitu ketaatan kepada semua kehendak Allah, maka dalam kehidupan umat Perjanjian Baru hal itu harus diterjemahkan dalam bentuk memahami Injil dan mengenakan gaya hidup Tuhan Yesus oleh tuntunan Injil.
Dengan begitu barulah seseorang dapat dibenarkan.
Itulah sebabnya setelah seseorang memiliki iman persetujuan pikiran (pengaminan akali) dan berlanjut pada kesediaan hidup dalam tuntunan Roh guna hidup seperti Tuhan Yesus π, maka hasilnya orang seperti itu dapat dikatakan sebagai “benar” di mata Allah. Dalam hal ini orang benar tidak hidup oleh hukum Taurat, tetapi oleh iman.
Perlu dipahami bahwa kalimat : Orang benar hidup oleh iman, adalah kalimat dalam ayat yang diambil dari Habakuk 2:4. Selanjutnya kalau kita memerhatikan pasal-pasal berikut dalam kitab Roma, ternyata dibenarkan oleh iman menunjuk pada kehidupan Abraham, bukan sejarah hidup Habakuk. Seseorang tidak dapat dikatakan sebagai dibenarkan oleh iman kalau tidak memiliki penurutan terhadap kehendak Allah, seperti yang diperagakan oleh Abraham.
Dengan demikian, dua ayat dalam Roma 1:16-17 tersebut bisa mengacaukan pikiran kalau tidak dipahami secara komprehensif. Sebab bisa timbul pertanyaan: sebenarnya yang menyelamatkan orang percaya itu korban Kristus, iman atau Injil? Menjawab pertanyaan ini perlu dibedah secara cerdas dan teliti.
Pertama, bahwa korban Kristus di kayu salib adalah satu-satu jalan yang dapat menempatkan manusia pada posisi yang baru. Korban Tuhan Yesus π mengangkat semua dosa manusia.
Oleh korban Tuhan Yesus maka semua dosa yang dilakukan oleh manusia sejak zaman Adam sampai manusia terakhir, dipikul-Nya atau dihapus-Nya (Yoh. 1:29). Kata “menghapus” dalam teks aslinya di ayat tersebut adalah memikul atau mengangkat (Yun. airo, Ξ±αΌ΄ΟΟ).
Apakah dengan hal ini berarti semua orang secara otomatis masuk surga? Pandangan universalisme mengatakan bahwa pada akhirnya semua orang π₯ akan masuk surga.
Pandangan itu sesat.
Kita harus menentang keras faham universalisme.
Korban Kristus tidak secara otomatis membuat orang masuk surga. Oleh korban Tuhan Yesus π tersebut maka penghakiman dapat dilakukan. Bagi mereka yang menerima Injil, harus masuk dalam proses pendewasaan atau penyempurnaan dengan hidup dalam percaya yang benar.
Percaya artinya penyerahan sepenuh kepada obyek yang dipercayai.
Hal ini bukan sesuatu yang mudah.
Tetapi perjuangan yang membuat kita mempertaruhkan segenap hidup kita tanpa batas. Dalam hal ini percaya kepada Tuhan Yesus berarti kehilangan segala sesuatu untuk memiliki Kristus (Flp. 3:7-9).
Seseorang tidak akan dapat dimiliki Kristus πkalau masih memiliki dirinya sendiri.
Penebusan membuat seseorang secara hukum (de jure) dimiliki Kristus. Oleh sebab itu kalau seseorang dimiliki Kristus tidak boleh lagi hidup secara sembarangan. Ia harus mewujudkan dirinya menjadi milik Kristus dalam seluruh perilakunya (de facto).
Hal ini sama dengan maksud tatanan dalam kehidupan umat yang telah ditebus, bahwa orang yang tidak memiliki karakter Kristus, tidak mungkin dimiliki oleh Tuhan Yesus Kristus.
JBU
Langganan:
Postingan (Atom)