Sabtu, 28 September 2019

Renungan Harian 27 September 2019 TATANAN DALAM PENGHARAPAN

     Paulus menyatakan bahwa pengharapan itu adalah kekayaan yang tidak terduga. Ia berharap jemaat mengerti pengharapan tersebut (Ef. 1:18, Dan supaya Ia menjadikan mata hatimu terang, agar kamu mengerti pengharapan apakah yang terkandung dalam panggilan-Nya: betapa kayanya kemuliaan bagian yang ditentukan-Nya bagi orang-orang kudus). Pernyataan yang sama dapat diperoleh dalam Kolose 1:27 yang tertulis: Kepada mereka Allah mau memberitahukan, betapa kaya dan mulianya rahasia itu di antara bangsa-bangsa lain, yaitu: Kristus ada di tengah-tengah kamu, Kristus yang adalah pengharapan akan kemuliaan!

     Kekayaan dunia, kehormatan manusia, dan segala keindahan yang dapat diperoleh manusia di bumi ini tidak ada artinya jika dibanding dengan pengharapan di dalam Tuhan.Orang percaya yang benar -yang menghayati pengharapan ini- pasti memiliki hati yang sangat kuat menghadapi dunia dengan segala persoalannya, sebab ia memiliki harta yang tidak ternilai. Firman Tuhan menyatakan bahwa pengharapan tersebut menjadi kemegahan orang percaya. Paulus mengatakan: Di dalam kasih karunia ini kita berdiri dan kita bermegah dalam pengharapan akan menerima kemuliaan Allah (Rm. 5:2). Kata “bermegah” dalam teks aslinya adalah kaukhaomai (καυχάομαι), yang memiliki pengertian memuliakan atau mulia dan bersukacita serta bangga. Hal ini menunjukkan bahwa pengharapan dalam Tuhan membuat seseorang merasa terhormat, sukacita, dan bangga.Orang Kristen seperti ini tidak akan merasa rendah diri terhadap siapa pun, sebab apa yang dimiliki adalah sesuatu yang tidak ternilai, tidak ada bandingannya. Tetapi juga tidak menjadi sombong, sebab kekayaan Tuhan adalah sesuatu yang tidak dapat dikenali oleh siapa pun yang tidak menjadi orang percaya yang benar.

     Pengharapan dalam Tuhan memiliki pengaruh yang sangat kuat dalam kehidupan orang percaya. Paulus dalam pembelaannya di depan para pembesar pada zamannya menyaksikan bahwa dirinya rela mengalami dan menanggung banyak penderitaan demi pengharapan yang ada padanya. Dalam kesaksiannya ia berkata: Aku menaruh pengharapan kepada Allah, sama seperti mereka juga, bahwa akan ada kebangkitan semua orang mati, baik orang-orang yang benar maupun orang-orang yang tidak benar (Kis. 24:15). Pernyataan yang sama dapat kita peroleh dari Kisah Rasul 26:7; 28:20. Keberanian Paulus didasarkan pada pengharapan seperti yang disaksikan dalam tulisannya: Karena kami mempunyai pengharapan yang demikian, maka kami bertindak dengan penuh keberanian (2Kor. 3:12). Inilah yang membuat banyak orang yang tidak percaya pada zaman gereja mula-mula tidak mengerti mengapa pengikut Tuhan Yesus pada zaman gereja mula-mula itu begitu berani menantang maut dan rela kehilangan segala sesuatu.

     Pengharapan memberi optimis yang tidak terbatas, sangat luar biasa. Tidak ada optimisme hidup dalam kehidupan ini dalam menatap hari esok, selain pengharapan kemuliaan bersama dengan Tuhan setelah kebangkitan. Firman Tuhan mengatakan: Selanjutnya kami tidak mau, saudara-saudara, bahwa kamu tidak mengetahui tentang mereka yang meninggal, supaya kamu jangan berdukacita seperti orang-orang lain yang tidak mempunyai pengharapan (1Tes. 4:13). Kita yang bukan orang Israel, sebelum zaman anugerah, -karena tanpa Kristus kita tidak termasuk kewargaan Israel dan tidak mendapat bagian dalam ketentuan-ketentuan yang dijanjikan- hidup tanpa pengharapan, dan tanpa Allah di dalam dunia (Ef. 2:12). Tetapi sekarang di dalam Kristus kita memiliki pengharapan, sebab kita menjadi sewarga dengan umat pilihan untuk mewarisi tanah perjanjian, yaitu Kanaan Surgawi. Alkitab mengatakan bahwa kita diselamatkan dalam pengharapan, artinya bahwa perwujudan keselamatan yang kita miliki hari ini adalah nanti di Kerajaan Tuhan Yesus, yang sekarang belum dapat dilihat (Rm. 8:24). Di ayat ini Paulus mengatakan: Tetapi pengharapan yang dilihat, bukan pengharapan lagi; sebab bagaimana orang masih mengharapkan apa yang dilihatnya?

     Selanjutnya, pengharapan itu menyucikan. Dalam 1 Yohanes 3:1-3, Yohanes menulis bahwa seseorang yang meletakkan pengharapannya kepada Tuhan atas kasih karunia yang diberikan pada waktu kedatangan-Nya, akan menyucikan dirinya. Tanpa pengharapan tersebut seseorang akan terikat dengan kekayaan dunia. Betapa rusaknya orang seperti ini, sebab akar segala kejahatan adalah cinta uang. Oleh karena cinta uang, maka dosa-dosa yang lain pun dilakukan secara permanen sampai menjadi ikatan seperti candu yang dinikmati. Orang-orang seperti ini tidak akan pernah mengerti kekayaan di dalam Tuhan yang tidak ternilai atau tidak memahami pengharapan di dalam Tuhan.


https://overcast.fm/+IqOAewdn4

Tidak ada komentar:

Posting Komentar