Allah menghendaki agar orang percaya sebagai orang kudus berkeadaan sesuai dengan kekudusan-Nya, tetapi kalau seseorang menolak untuk menjadi kudus, maka Allah tidak memaksanya. Memaksa bukanlah hakikat Allah. Dari hal ini kita memperoleh fakta bahwa ada orang-orang yang bersedia bertobat dan menerima Yesus Kristus dengan benar dan banyak pula yang menolak-Nya. Dari hal ini juga kita memperoleh fakta bahwa orang percaya bisa menjadi orang yang menang atau orang yang kalah. Maka jelas bahwa hidup adalah perjuangan (Luk. 13:23-24). Untuk ini orang percaya harus memasuki proses pengudusan aktif.
Pengudusan aktif artinya respon manusia terhadap anugerah keselamatan dalam Tuhan Yesus Kristus untuk melepaskan karakter dosa dalam dirinya, sehingga atau agar tidak berbuat dosa lagi. Dengan demikian bukan hanya dosa atau kesalahan masa lalu yang dianggap telah beres atau dibereskan, tetapi kemungkinan untuk berbuat salah lagi juga dihilangkan. Dalam hal ini, orang yang menerima pengampunan dari Tuhan adalah orang yang memiliki tanggung jawab untuk mengubah hidupnya. Inilah yang disebut sebagai anugerah yang bertanggung jawab. Orang yang menerima pengampunan Tuhan harus memberi diri diperbaiki oleh Tuhan. Perbaikan di sini adalah perbaikan dari gambar Allah yang rusak untuk dikembalikan pada rancangan semula-Nya.
Proses menguduskan diri ini membuat seseorang menjadi kudus, artinya berbeda dari yang lain. Hal ini menunjuk bahwa perbaikan yang Tuhan kerjakan memiliki proyeksi, yaitu mereka yang dikuduskan menjadi manusia yang berbeda dari manusia yang tidak menerima keselamatan dalam Yesus Kristus. Proyeksinya adalah menjadi sempurna seperti Bapa di surga. Itulah sebabnya Firman Tuhan menyatakan dengan jelas bahwa orang percaya harus kudus seperti Dia kudus. Dalam hal ini kekudusan tidak dapat diperoleh secara otomatis, tetapi harus dicapai dengan perjuangan segenap hati, jiwa, dan akal budi. Inilah bentuk konkret kasih seseorang kepada Tuhan.
Kalau pengampunan Tuhan tidak disertai dengan respon kita untuk benar-benar menjadi kudus dalam seluruh hidup kita, maka Tuhan hanya diperlakukan sebagai “tukang sapu dosa”. Betapa salahnya pandangan ini. Sebab kalau seorang pencuri hanya dimaafkan atas kejahatan mencuri tetapi tidak diajar untuk tidak mencuri lagi, berarti ia akan semakin merajalela sebagai pencuri atau tidak berhenti dari kejahatannya. Kalau orang percaya hanya menerima pengampunan tanpa dididik untuk menjadi sempurna guna memperoleh kembali kemuliaan Allah yang hilang, apa bedanya dengan kesalehan umat Perjanjian Lama?
Perubahan status dari ‘pemberontak’ menjadi ‘anak’ harus berlanjut sampai orang yang dikuduskan tersebut benar-benar berkeadaan kudus seperti Bapa. “Menjadi kudus sama seperti Dia kudus” inilah yang menempatkan kita sebagai anak-anak Allah yang sah. Itulah sebabnya 1 Petrus 1:17 mengingatkan bahwa kalau kita memanggil Allah, Bapa, hendaknya kita hidup dalam ketakutan selama menumpang di dunia. Sebagai anak, kita harus meneladani apa yang dilakukan oleh Tuhan Yesus, karena proyeksi keselamatan adalah agar kita serupa dengan Tuhan Yesus (Rm. 8:28-29). Model Anak yang menyukakan hati Bapa adalah Tuhan Yesus Kristus. Oleh sebab itu, kalau kita tidak mau diproses menjadi seperti Tuhan Yesus, kita tidak perlu menerima pengampunan-Nya. Pengampunan diberikan untuk proses perubahan sampai dilayakkan untuk dipermuliakan bersama-sama dengan Tuhan Yesus.
Dalam 1 Petrus 1:2 tertulis: yaitu orang-orang yang dipilih, sesuai dengan rencana Allah, Bapa kita, dan yang dikuduskan oleh Roh, supaya taat kepada Yesus Kristus dan menerima percikan darah-Nya. Kiranya kasih karunia dan damai sejahtera makin melimpah atas kamu. “Dikuduskan oleh roh” di sini maksudnya adalah oleh pekerjaan atau pimpinan roh, seseorang dimungkinkan untuk memiliki ketaatan kepada Bapa. Alkitab menyatakan bahwa bukan dengan kuat dan gagah manusia bisa melakukan atau mencapai kesucian seperti yang dikehendaki oleh Allah; roh menolong orang percaya untuk itu.
https://overcast.fm/+IqODvA93Y
Tidak ada komentar:
Posting Komentar