Selasa, 24 September 2019

Renungan Harian 17 September 2019 BUKTI DAN BUAH KETAATAN

     Allah adalah Allah yang berintegritas sempurna. Allah konsekuen dengan hukum keadilan yang ada pada diri-Nya yang juga merupakan hakikat-Nya. Ingatkah Saudara dengan pengusiran Adam dan Hawa dari Eden (Kej. 3:23)? Ini adalah bentuk atau bukti keagungan integritas Allah yang sangat sempurna. Ia harus “tega” mengusir Adam dan Hawa, anak-anak yang sangat dikasihi-Nya, demi keadilan yang harus digelar. Allah tidak akan “menjilat ludah sendiri”. Ia tegas berkata bahwa pada hari manusia makan buah itu pasti akan mati, maka Allah konsekuen dengan ketetapan-Nya tersebut. Karena kesalahannya, manusia “harus mati”. Hal ini juga diberlakukan Allah dalam sepanjang sejarah kehidupan manusia, bahkan pada diri Tuhan Yesus sendiri, Anak Tunggal-Nya. Ketika Tuhan Yesus harus menebus dosa manusia, menggantikan tempat kita karena kesalahan kita, maka Bapa benar-benar meninggalkan Anak-Nya, sehingga Ia harus berseru, “eloi-eloi lama sabakhtani” (Mrk. 15:34). Sebenarnya kita yang seharusnya ditinggalkan oleh Bapa karena kejahatan dan pemberontakan kita, tetapi Anak Allah mengambil dan menggantikan tempat kita.

     Demikian pula dengan hal kebangkitan Tuhan Yesus. Pasti dengan tegasnya Allah menetapkan, kalau seandainya Tuhan Yesus tidak taat sampai mati, maka Ia tidak akan pernah dibangkitkan. Apakah Bapa bisa tega? Tentu. Sebagaimana Bapa tidak menyayangkan Lusifer, pangeran-Nya dengan membuangnya ke bumi dan nantinya akan terbuang ke dalam kegelapan abadi, demikian pula Bapa pasti bertindak tegas pula kepada Anak Tunggal-Nya kalau Ia tidak taat. Haleluya, Anak Domba Allah telah menang. Kemenangan-Nya adalah kemenangan bagi Bapa dan semua manusia.

     Kebangkitan Tuhan Yesus adalah bukti bahwa akan adanya kebangkitan bagi semua manusia untuk menjadi “orang hidup”. Kalau Tuhan Yesus gagal mengemban tugas kemesiasan-Nya, sehingga tidak ada kebangkitan, maka tidak akan ada “orang yang hidup”. Tidak terbayangkan apa jadinya jagat raya ini kalau tidak ada orang yang hidup, sebab Allah adalah Allah orang hidup, bukan Allah orang mati (Mat. 22:32; Mrk. 12:27; Luk. 20:38). Dalam hal ini kita mengerti mengapa Tuhan Yesus mengatakan bahwa Dia datang untuk memberi hidup dan Ia menyatakan bahwa Iblis adalah pembunuh. Dengan kebangkitan-Nya, Ia memberi pengharapan kepada semua orang yang percaya.

     Kalau selama ini kita memahami mengenai darah Yesus yang berkuasa, dan salib sebagai puncak karya keselamatan dan kebangkitan Tuhan Yesus sebagai bukti kemenangan-Nya atas maut, kita terpaku pada “kuasa Allah yang luar biasa” yang membuat semua itu terjadi. Sebenarnya di balik semua karya Allah tersebut ada satu kata penting yang menjadi kuncinya. Kata itu adalah “ketaatan” Tuhan Yesus Kristus kepada Bapa. Iblis tidak takut darah Yesus sebelum Ia menaati Bapa sampai mati di kayu salib.Karena ketaatan-Nya kepada Bapa, maka darah Yesus bisa mengusir Iblis dari lingkungan para malaikat di surga (Why. 12:9-11). Salib tidak ada artinya kalau Tuhan Yesus tidak taat kepada Bapa, dan tidak akan ada kebangkitan tanpa kesalehan atau kesucian yang memenuhi standar Allah.

     Ternyata hanya darah Anak Domba -yaitu darah Tuhan Yesus Kristus- yang bisa mengalahkannya (Why. 12:10-11). Demikian pula dengan pengampunan yang bisa diberikan kepada manusia, harus ada sarananya. Sarana satu-satunya agar manusia beroleh pengampunan adalah pengorbanan darah Anak Allah yang tidak bersalah, yang taat sampai mati di kayu salib. Jadi disini yang membuat Tuhan Yesus berhasil menyelesaikan tugas-Nya adalah ketaatan-Nya dan sikap hormat-Nya secara pantas kepada Bapa. Harus dipahami bahwa bukan karena Tuhan Yesus adalah Anak Allah, maka Bapa memberikan kemenangan dengan memberikan kemampuan-kemampuan ekstra. Dalam segala hal Ia disamakan dengan manusia (Ibr. 2:17). Jika tidak demikian, maka kemenangan Tuhan Yesus bukanlah kemenangan yang adil, tetapi kemenangan yang tidak adil. Ini berartipula Ia tidak bisa mengklaim bahwa kemenangan-Nya adalah kemenangan dari perjuangan-Nya sendiri. Alkitab menulis bahwa sekalipun Ia Allah Anak, tetapi Ia belajar taat kepada Bapa dari apa yang diderita-Nya (Ibr. 5:8-9). Dengan cara inilah maka Iblis bisa dikalahkan dan tidak mendapat tempat lagi di surga. Iblis bisa dinyatakan bersalah kalau ada pembuktiannya.

     Dalam Ibrani 5:7 dikatakan bahwa dalam hidup-Nya sebagai manusia, Ia telah mempersembahkan doa dan permohonan dengan ratap tangis dan keluhan kepada Dia, yang sanggup menyelamatkan-Nya dari maut, dan karena kesalehan-Nya Ia telah didengarkan. Tuhan Yesus memohon kepada Bapa agar Ia dapat dihindarkan dari maut atau bisa dibangkitkan. Alkitab mencatat, karena kesalehan-Nya, maka doa-Nya didengar atau dikabulkan. Dikabulkannya doa Tuhan Yesus bukan karena Ia adalah Anak Allah (Ibr. 5:8-9), tetapi karena Ia saleh atau taat kepada Bapa di surga. Ini sebuah pertaruhan yang luar biasa. Kalau Tuhan Yesus tidak taat, maka Ia tidak akan dibangkitkan. Kalau Ia tidak dibangkitkan berarti Ia menjadi milik kerajaan kegelapan. Tetapi akhirnya setelah perjuangan-Nya, Tuhan Yesus menang. Kemenangan-Nya adalah juga kemenangan surga dan dunia. Kemenangan-Nya adalah keselamatan surga dan dunia, sebab dengan kemenangan-Nya segala kuasa di surga dan di bumi ada dalam tangan Tuhan Yesus.

     Yang dikerjakan oleh Tuhan Yesus adalah taat kepada Bapa untuk membuktikan bahwa Iblis patut dipersalahkan dan dihukum. Dengan hal ini manusia bisa ditebus dari kuasa dan hukum dosa. Dari kuasa dosa artinya manusia bisa dihindarkan dari neraka abadi, sedangkan hukum dosa adalah keadaan di mana manusia tidak bisa mencapai kesucian yang dikehendaki oleh Allah. Hal ini tidak ada dalam agama dan kepercayaan manapun. Harus ditegaskan bahwa Allah tidak bisa mengampuni tanpa sarana. Itulah sebabnya Allah belum bisa menyelesaikan dosa Adam di taman Eden ketika jatuh dalam dosa.


https://overcast.fm/+IqOA2Zv-4

Tidak ada komentar:

Posting Komentar