Alkitab mengatakan bahwa semua orang yang ditebus oleh darah Tuhan Yesus bukan milik mereka sendiri, tetapi telah menjadi milik Tuhan. Mereka harus hidup untuk kemuliaan Tuhan (1Kor. 6:19-29). Mereka yang telah menerima korban Tuhan Yesus telah mati bagi dirinya sendiri, tetapi hidup bagi kepentingan Tuhan (2Kor. 5:14-15). Ini adalah tatanan Allah terkait dengan pemilikan. Ini berarti setiap anak Tuhan adalah hamba Tuhan, setiap orang yang telah ditebus oleh darah Yesus adalah pelayan-Nya. Pekerjaan Tuhan yang luas tidak dapat dikerjakan hanya oleh mereka yang telah disahkan sinode sebagai pejabatnya, tetapi setiap orang percaya harus melayani Tuhan, untuk menggenapi rencana Allah yang agung.
Terkait dengan hal tersebut kita harus dapat membedakan antara misi dan panggilan. Kata “misi” diganti dengan kata “pelayanan”, kita harus bisa membedakan antara “pelayanan” dan “panggilan”. Setiap orang harus hidup dalam misi Bapa atau pelayanan pekerjaan Tuhan. Respon kita terhadap tanggung jawab hidup adalah kita memiliki peran melalui panggilan masing-masing di tempat di mana kita harus berada. Setiap orang Kristen harus hidup dalam misi Tuhan atau dalam pelayanan Tuhan (Hub. Yoh. 20:21). Setiap orang yang mengikut Yesus harus mengikuti jejak-Nya, setiap orang yang percaya kepada Yesus dan hidup di dalam Dia, ia harus hidup seperti Yesus hidup (1Yoh. 1:6). Hidup seperti Yesus hidup, juga berarti hidup dalam pelayanan (Mat. 20:28).
Panggilan itu berkenaan dengan respon kita terhadap tanggung jawab hidup kita kepada Tuhan untuk hidup dalam misi-Nya atau dalam pelayanan, maka kita harus menemukan tempat di mana kita harus berada. Dalam 1 Korintus 12:12 dikatakan bahwa kita semua satu tubuh tetapi memiliki anggota yang berbeda. Untuk menggenapi rencana-Nya, Tuhan menempatkan kita masing-masing pada tempat kita yang khusus. Masing-masing orang percaya pasti memiliki panggilan yang khas, khusus, dan benar-benar spesifik. Apakah itu sebagai pendeta, pegawai, insinyur, dokter, akuntan, dan sebagainya. Di tempat di mana seseorang memiliki bidang hidup, di situlah mereka memerankan panggilannya. Dengan demikian profesi yang disandang seseorang menjadi tempat di mana seseorang melayani Tuhan sebagai hamba-Nya.
Mengapa kita tidak berani berkata bahwa diri kita adalah hamba Tuhan yang statusnya full timer bagi Tuhan? Ada beberapa penyebabnya. Pertama, konsep yang salah mengenai pelayanan. Pelayanan selalu dikaitkan dengan kegiatan di lingkungan gereja. Padahal tanpa dukungan kaum di luar gereja, gereja lumpuh tidak dapat berbuat apa-apa. Harus diingat bahwa banyak anggota, tetapi satu tubuh (1Kor. 12:12). Masing-masing anggota memiliki panggilan khusus. Profesi yang disandang seseorang juga adalah jabatan rohani untuk mendukung rencana penyelamatan dunia. Pemisahan pekerjaan rohani dan pekerjaan duniawi yang diukur dengan pekerjaan di lingkungan gereja dan di luar lingkungan gereja adalah pembodohan yang membuat anak-anak Tuhan tidak sungguh-sungguh mengembangkan diri di bidang yang digelutinya sebagai pelayanan. Kemudian terjadi pengkultusan terhadap satu sosok. Padahal semua anak Tuhan adalah imamat-imamat bagi Tuhan (1Ptr. 2:9).
Kedua, ketidaksediaan mempersembahkan segenap hidup bagi Tuhan. Hal ini terjadi sebab ia berkeberatan menjadi seperti anggur yang tercurah dan roti yang terpecah. Pribadinya masih egois. Ia hanya melihat kepentingan dirinya, keluarga, dan orang-orang yang dianggap sebagai sesamanya. Orang-orang seperti akan merasa tidak aman kalau masuk dalam pelayanan. Ia merasa hidupnya akan terganggu. Ia merasa perjuangannya mencapai semua keberhasilan itu hanya pantas untuk dirinya sendiri. Kalaupun ia membagi miliknya bagi orang lain, ia pasti memberi dalam kelebihan atau kemewahannya, bukan seperti janda yang memberi segenap hidupnya, yang memberi dalam kekurangan (Luk. 21:1-4).
Ketiga, ketidaksediaan meninggalkan kesenangan dunia, termasuk praktik dosa dalam kehidupannya setiap hari. Menunggu hidup suci atau tidak melakukan praktik dosa kemudian baru mau melayani Tuhan, hampir pasti tidak pernah terjadi. Mestinya saat ini, ketika Firman Tuhan disampaikan ini, kita bertobat dan mengambil keputusan untuk sepenuh hati melayani Dia. Kalau tidak, maka kesempatan akan hilang sama sekali. Biasanya seseorang yang menolak mempersembahkan hidup bagi Tuhan bukan menolak mengabdikan hidupnya bagi Tuhan sama sekali, tetapi hanya menundanya. Berhubung ia merasa bahwa hidupnya belum bersih, banyak dosa dan kelemahan. Ia merasa tidak layak mengambil bagian dalam pelayanan, kemudian menunda apa yang seharusnya tidak ditunda.
https://overcast.fm/+IqOAkDRRk
Tidak ada komentar:
Posting Komentar