Sabtu, 28 September 2019

( Sunday Bible Teaching ) SBT, 8 September 2019 " Mengakhiri Jalan Hidupmu " Pdt. Dr. Erastus Sabdono

Ikut Yesus itu sederhana, tetapi tidak mudah, sukar, dan berat.
Sebab pertaruhannya segenap hidup.
Kalau ikut Tuhan Yesus harus berani merasa menjalani bahwa kita telah mati 2000 th yang lalu bersama Dia.

Jadi semua cara hidup kita, gaya hidup kita, berkebiasaan kita harus ditinggalkan.
Dan punya satu prinsip bahwa saya telah mati 2000 tahun yang lalu bersama Dia di kayu salib.

Matius 11 : 28 - 29
Letih lesu berbeban berat ini bukan karena banyak masalah - masalah hidup.
Kamu tidak akan pernah lepas dari masalah - masalah hidup.
Tapi datang kepadaku, kamu kuberi anapauso = perhentian.

Perhentian bukan kamu lepas dari masalah, problem hidup.
Tapi kamu tidak menganggap problem itu hal
yang sukar.
Kamu tidak memandang problem itu sebagai beban yang menyakitkan dan melukai.

Sebab dengan engkau datang kepadaKu, kamu merasa telah mengakhiri hidupmu.
Sudah mati 2000 th yang lalu sama dengan mengakhiri hidup.
Semua ambisi - ambisimu harus kamu kubur.

Kalau kamu ada ambisi, keinginan, semua karena dan oleh dan untuk Tuhan.
Sesuai dengan talenta, bidang yang dimiliki kita.

Jadi benar - benar tidak antoprosentris tetapi theosentris.
Gairah kita gairah duniawi, sudah menjadi kesukaan, habit, bahkan sampai tingkat kecanduan.

Orang yang sudah ditebus oleh Tuhan Yesus keinginannya itu harus sesuai kehendak Allah.

Bejana hatinya harus diisi oleh kehendak Allah.
Sehingga apa yang diingini fotocopy - fotocopy dari apa yang dikehendaki Allah.

Kita tidak akan menyesal jika kita menggumuli hal ini.
Di singkatnya waktu hari hidup kita.
Kita diajar untuk berjalan dengan Tuhan.

Tuhan aku mengingini Engkau.
Hanya Engkau yang kuingini.
Artinya kalau kita mengingini Tuhan, kita mau mengerti kehendakNya, mengerti apa yang Dia kehendaki, apa yang Dia ingini, dan kita lakukan.

Tuhan akan memberi kita kemampuan melakukan apa yang Dia kehendaki.
Roh Kudus akan menuntun kita.
Jadi kalau kita mengingini Tuhan itu bukan sekedar kita happy - happy.

Apalagi bukan karena kita mau memanfaatkan kuasaNya.
Tetapi karena kita mau melakukan kehendakNya dan menjadi kesukaan kita kalau kita melakukan kehendakNya.
Dari Antroposentris menjadi Theosentris, menjadi terpusat kepada Tuhan.

Dari mengingini apa yang kita ingini lalu memuaskan diri dengan apapun yang kita ingini, lalu sekarang kita mengerti apa yang Dia kehendaki dan melakukan apa yang Dia kehendaki kita lakukan.
Ini sederhana, tapi sangat sukar.

Kalau kita berani meninggalkan percintaan dunia 🌎 kita tidak akan kekurangan hikmat.
Rahasia firman akan disingkapkan.
Kita tidak terpaku, terjerat, terbelenggu oleh pandangan - pandangan Theolog - Theolog saja.
Tidak terjerat keputusan - keputusan konsili - konsili.
Karena kita bisa berhadapan langsung dengan pemilik firman.
Sumber hikmat dan kebijaksaan.

Kita bisa memiliki kebijaksaan -  kebijaksaan yang tidak pernah kita miliki sebelumnya.
Suatu saat kita tidak perlu minta pertimbangan manusia dan berkonseling dengan konseler manapun.
Karena memiliki koneksi yang tiada putus dengan Allah yang hidup.

Paulus berkata Aku selalu membawa kematian Tuhan dalam tubuhku ini, jadi berprinsip aku telah mati 2000 th yang lalu.
Aku telah mengakhiri jalan hidupku.

Tuhan berkata : " Datanglah kepadaku yang letih lesu dan berbeban berat."
Asumsi banyak orang hari ini, kita datang kepada Tuhan menyelesaikan masalah - masalah hidup kita, lalu kita dibebaskan dan dimerdekakan dari masalah - masalah hidup yang dialami orang lalu kita mendapatkan kelegaan.

Betapa miskinnya asumsi itu.
Masalah kita tidak ada artinya jika dibanding dengan keadaan manusia yang terpisah dari Allah.

Jadi itu bukan masalah.
Kamu letih lesu berbeban berat karena kamu salah arah konsep hidup.
Kalau kamu mau meletakkan semua itu, Tuhan memberi kita perhentian.

Jadi akhirnya kita tidak menganggap masalah - masalah itu menyakitkan.
Apalagi kita memahami Allah bekerja dalam segala hal mendatangkan kebaikan  bagi orang yang mengasihi Dia.

Setiap orang pasti mengenal kelemahannya, kekurangannya apa ?
Jika dia sungguh - sungguh mengasihi Allah, dan akan meninggalkan cara hidup yang salah.
Hal - hal yang kita kehendaki yang kita lakukan.

Lalu Allah akan membidik kekurangan kesalahan atau cacat karakter kita melalui peristiwa - peristiwa hidup.
Artinya kalau kita mengasihi Allah, kita tidak melukai hatinya, kita mau berubah, kita mau melakukan kehendak Allah.

Kita tahu di mana kelemahan kita.
Dan kita tahu Allah sedang menggarap kita melalui
peristiwa - peristiwa hidup tersebut.
Di situ kita bisa membuktikan kehadiran Allah dalam hidup kita.

Kita tidak mengalami Tuhan melalui mujizat atau peristiwa yang spektakuler.
Tapi kita mengalami Tuhan melalui perubahan karakter di mana Tuhan membidik cacat karakter kita, dan mengubah kita melalui peristiwa hidup, dan kita bisa mengerti betapa bijaksananya Allah.

Yang tidak mengasihi Tuhan tidak merasakan pembentukan Tuhan melalui peristiwa - peristiwa itu.

Kalau yang kita pikirkan perkara - perkara dunia, masalah - masalah hidup seperti bencana, musibah, itu menghalangi Tuhan membentuk kita.

Kalau kita melihat di balik semua itu Tuhan membidik cacat karakter kita, luar biasa.
Kita sudah tidak mempersoalkan bagaimana ending dari masalah itu, ending dari problem - problem kita.
Tetapi kita melihat ending dari karakter kita.

Jangan kita lari dari proses pembentukan Tuhan.
Pengobanan darah Yesus mahal.
Kasih Allah itu tidak bisa dibalas dan dibayar.

Yesus mati di kayu salib dengan berdarah - darah, supaya Ia bisa membiayai proses perubahan kita dari kodrat dosa menjadi kodrat ilahi, itu keselamatan.

Kita harus melihat dimensi perkara yang Tuhan ijinkan yang kita alami, dimensi rohani, yang melalui itu Tuhan membentuk kita.
Jadi tidak apa - apa, apapun yang terjadi.
Itu namanya perhentian, anapauso.
Baru Tuhan berkata pikul kuk yang kupasang.

Jadi berurusan dengan Tuhan bukan untuk menikmati dunia 🌎
Sebab Kita pikul kuk yang bukan Tuhan pasang.
Semua orang juga mengalami.
Kalau kita berhenti dari dimensi berpikir kita, baru Tuhan ajarin kuk yang dipasang, itu salib Tuhan.
Dan itu tidak bisa diberikan kepada orang yang masih sibuk dengan masalah - masalah dunia.

Kalau kita sibuk dengan diri sendiri, kita tidak pernah sibuk dengan orang lain.
Tuhan Yesus sibuk dengan orang lain, bukan sibuk dengan diriNya sendiri.

Dia kosongkan diriNya, Dia lepaskan semua hakNya, supaya Dia bisa selesaikan tugas Bapa.
Dan ini hidup yang agung dan mulia.
Kita harus belajar bagaimana kita berhenti di dalam Tuhan.

Kita banyak urusan yang sia - sia yang tidak mempercantik diri.
Hidup kita jangan sia - sia.
Kita harus kembali ke Injil yang benar, mengikuti jejakNya Tuhan Yesus.

Kita berjuang untuk taat dan setia kepada Tuhan.
Perhentian kita di dalam Tuhan.
Betapa berbahayanya, banyak orang menunda,
siapakah yang bertakhta dalam hidupnya ?
Yesus ada dalam hidupmu, kalau kau berjalan dengan Dia.
Sepikiran dan seperasaan dengan Allah.

JBU 🌷

Renungan Harian 28 September 2019 TATANAN MENGENAKAN KODRAT ILAHI

     Pada dasarnya, kesucian orang percaya sama dengan mengenakan kodrat Ilahi. Kodrat sama artinya dengan sifat asli atau bawaaan. Kata ini bersinonim dengan natur. Disebut kodrat Ilahi artinya memiliki sifat atau karakter seperti Allah. Berkodrat Ilahi artinya mengenakan karakter Allah. Itulah sebabnya orang percaya disebut sebagai manusia Allah (man of God). Inilah panggilan orang percaya sampai pada level tertentu, setelah melalui proses pendewasaan, dapat mengenakan kodrat Ilahi (2Ptr. 1:3-4). Kodrat Ilahi inilah yang menentukan seseorang menemukan kemuliaan Allah. Pada dasarnya kemuliaan Allah terdapat pada kodrat-Nya. Manusia telah kehilangan kemuliaan Allah artinya kehilangan kodrat Ilahi. Dengan menemukan kembali atau membangun kodrat Ilahi dalam hidupnya, manusia menemukan kemuliaan Allah yang hilang.

     Mengenakan kodrat Ilahi sama dengan mengambil bagian dalam kekudusan Allah (Ibr. 12:10). Keselamatan pada dasarnya memiliki fokus tujuan ini, yaitu mengembalikan manusia kepada rancangan Allah. Rancangan Allah adalah menjadikan manusia yang bisa berkualitas moral seperti Allah yang adalah gambar-Nya. Hal ini dimungkinkan karena roh manusia sesungguhnya adalah roh dari Allah. Sejak manusia berdosa, maka kodrat Ilahitelah hilang, artinya manusia tidak mampu mencapai standar kesucian Allah. Tetapi manusia tidak kehilangan kemuliaan manusia. Manusia masih bisa menjadi manusia yang beradab, yang jauh lebih mulia dari hewan. Pengertian ini penting, sebab dalam proses keselamatan, gambar Allah yang rusak ini akan dipulihkan kembali.Pikiran, perasaan, dan kehendak manusia yang rusak atau cacat atau sakit diberi kemampuan untuk dipulihkan atau diproses menjadi berkualitas seperti kualitas Allah.

     Didikan Bapa bertujuan agar orang percaya mengambil bagian dalam kekudusan Allah atau mengenakan kodrat Ilahi. Orang yang akan selamat di kekekalan sudah nampak gejalanya, yaitu mengubah diri menjadi orang yang berkarakter seperti Bapa di bumi ini. Oleh sebab itu proses pemuridan atau pendewasaan adalah proses yang mutlak harus dialami oleh setiap orang percaya. Tanpa proses ini seseorang berarti tidak selamat atau tidak dilayakkan menjadi anak-anak Allah. Tuhan Yesus tegas berkata agar orang yang percaya kepada-Nya dibaptis dalam nama Bapa, Anak, dan Roh Kudus dan diajar untuk melakukan segala sesuatu yang diperintahkan Tuhan. Ini berarti sepanjang umur hidup kita hanyalah perjalanan untuk diubah menjadi manusia seperti yang dikehendaki oleh Allah. Dari kodrat manusia berdosa menjadi manusia yang berkodrat Allah (kodrat Ilahi).

     Manusia tidak akan dapat menemukan kodrat Ilahi yang hilang dengan kemampuannya sendiri. Manusia memerlukan intervensi Tuhan untuk menyelamatkannya. Untuk itu Tuhan menyediakan sarananya. Sarananya adalah keselamatan dalam Tuhan Yesus Kristus. Di dalam anugerah keselamatan tersebut tersedia fasilitas untuk menemukan kodrat Ilahi yang hilang. Setelah seseorang ditebus oleh Tuhan Yesus, maka Tuhan berhak memilikinya untuk mengubahnya (1Kor. 2:19-20). Jadi, kalau seseorang memberi diri ditebus oleh Tuhan Yesus berarti ia menyediakan diri untuk diubah atau untuk menemukan kodrat Ilahi yang hilang. Orang yang ditebus memiliki panggilan untuk mencari kemuliaan Allah yang hilang. Panggilan ini tidak dimiliki oleh umat Perjanjian Lama. Oleh sebab itu sehebat apa pun mereka, mereka belum menemukan kodrat Ilahi. Mereka merindukan masa anugerah ini, tetapi mereka tidak mengalaminya (Luk. 10:23-24).

     Kematian terhadap dosa bertalian dengan usaha untuk memadamkan atau mematikan keinginan daging yang bertentangan dengan kehendak Allah. Ini adalah tindakan untuk memadamkan cita-cita pribadi, ambisi pribadi, segala hawa nafsu dalam daging yang bertentangan dengan kehendak Allah dan lain sebagainya. Selanjutnya, mengarahkan diri sepenuhnya untuk melakukan kehendak Allah guna mencapai kesucian-Nya. Ini berarti seseorang harus rela kehilangan segala hak, kepuasan, dan kesenangan diri sendiri. Hal ini menunjuk kepada suatu proses perjalanan hidup Kekristenan yang benar. Jadi sebelum kita mati secara fisik dan dikubur, maka kita harus terlebih dahulu memasuki proses kematian terhadap dosa yang sama dengan kematian manusia lama atau menanggalkan manusia lama. Terkait dengan hal ini Paulus mengatakan: yaitubahwa kamu, berhubung dengan kehidupan kamu yang dahulu, harus menanggalkan manusia lama, yang menemui kebinasaannya oleh nafsunya yang menyesatkan (Ef. 4:22).

     Orang yang mengalami kematian terhadap dosa sepenuhnya hidup bagi kepentingan Tuhan. Tidak ada lagi bagian hidupnya yang digunakan untuk kepentingannya sendiri. Baginya, hidup bagi Tuhan bukanlah sebuah kewajiban, tetapi kebutuhan. Ia merasa tidak bisa hidup tanpa mengabdi kepada Tuhan. Hidup bagi Tuhan atau kepentingan Kerajaan Allah adalah gaya hidup Tuhan Yesus.Tuhan Yesus menunjukkan gaya hidup seperti ini dalam pernyataan-Nya “makanan-Ku adalah melakukan kehendak Bapa” (Yoh. 4:34).


https://overcast.fm/+IqODEYHqk

Renungan Harian 27 September 2019 TATANAN DALAM PENGHARAPAN

     Paulus menyatakan bahwa pengharapan itu adalah kekayaan yang tidak terduga. Ia berharap jemaat mengerti pengharapan tersebut (Ef. 1:18, Dan supaya Ia menjadikan mata hatimu terang, agar kamu mengerti pengharapan apakah yang terkandung dalam panggilan-Nya: betapa kayanya kemuliaan bagian yang ditentukan-Nya bagi orang-orang kudus). Pernyataan yang sama dapat diperoleh dalam Kolose 1:27 yang tertulis: Kepada mereka Allah mau memberitahukan, betapa kaya dan mulianya rahasia itu di antara bangsa-bangsa lain, yaitu: Kristus ada di tengah-tengah kamu, Kristus yang adalah pengharapan akan kemuliaan!

     Kekayaan dunia, kehormatan manusia, dan segala keindahan yang dapat diperoleh manusia di bumi ini tidak ada artinya jika dibanding dengan pengharapan di dalam Tuhan.Orang percaya yang benar -yang menghayati pengharapan ini- pasti memiliki hati yang sangat kuat menghadapi dunia dengan segala persoalannya, sebab ia memiliki harta yang tidak ternilai. Firman Tuhan menyatakan bahwa pengharapan tersebut menjadi kemegahan orang percaya. Paulus mengatakan: Di dalam kasih karunia ini kita berdiri dan kita bermegah dalam pengharapan akan menerima kemuliaan Allah (Rm. 5:2). Kata “bermegah” dalam teks aslinya adalah kaukhaomai (καυχάομαι), yang memiliki pengertian memuliakan atau mulia dan bersukacita serta bangga. Hal ini menunjukkan bahwa pengharapan dalam Tuhan membuat seseorang merasa terhormat, sukacita, dan bangga.Orang Kristen seperti ini tidak akan merasa rendah diri terhadap siapa pun, sebab apa yang dimiliki adalah sesuatu yang tidak ternilai, tidak ada bandingannya. Tetapi juga tidak menjadi sombong, sebab kekayaan Tuhan adalah sesuatu yang tidak dapat dikenali oleh siapa pun yang tidak menjadi orang percaya yang benar.

     Pengharapan dalam Tuhan memiliki pengaruh yang sangat kuat dalam kehidupan orang percaya. Paulus dalam pembelaannya di depan para pembesar pada zamannya menyaksikan bahwa dirinya rela mengalami dan menanggung banyak penderitaan demi pengharapan yang ada padanya. Dalam kesaksiannya ia berkata: Aku menaruh pengharapan kepada Allah, sama seperti mereka juga, bahwa akan ada kebangkitan semua orang mati, baik orang-orang yang benar maupun orang-orang yang tidak benar (Kis. 24:15). Pernyataan yang sama dapat kita peroleh dari Kisah Rasul 26:7; 28:20. Keberanian Paulus didasarkan pada pengharapan seperti yang disaksikan dalam tulisannya: Karena kami mempunyai pengharapan yang demikian, maka kami bertindak dengan penuh keberanian (2Kor. 3:12). Inilah yang membuat banyak orang yang tidak percaya pada zaman gereja mula-mula tidak mengerti mengapa pengikut Tuhan Yesus pada zaman gereja mula-mula itu begitu berani menantang maut dan rela kehilangan segala sesuatu.

     Pengharapan memberi optimis yang tidak terbatas, sangat luar biasa. Tidak ada optimisme hidup dalam kehidupan ini dalam menatap hari esok, selain pengharapan kemuliaan bersama dengan Tuhan setelah kebangkitan. Firman Tuhan mengatakan: Selanjutnya kami tidak mau, saudara-saudara, bahwa kamu tidak mengetahui tentang mereka yang meninggal, supaya kamu jangan berdukacita seperti orang-orang lain yang tidak mempunyai pengharapan (1Tes. 4:13). Kita yang bukan orang Israel, sebelum zaman anugerah, -karena tanpa Kristus kita tidak termasuk kewargaan Israel dan tidak mendapat bagian dalam ketentuan-ketentuan yang dijanjikan- hidup tanpa pengharapan, dan tanpa Allah di dalam dunia (Ef. 2:12). Tetapi sekarang di dalam Kristus kita memiliki pengharapan, sebab kita menjadi sewarga dengan umat pilihan untuk mewarisi tanah perjanjian, yaitu Kanaan Surgawi. Alkitab mengatakan bahwa kita diselamatkan dalam pengharapan, artinya bahwa perwujudan keselamatan yang kita miliki hari ini adalah nanti di Kerajaan Tuhan Yesus, yang sekarang belum dapat dilihat (Rm. 8:24). Di ayat ini Paulus mengatakan: Tetapi pengharapan yang dilihat, bukan pengharapan lagi; sebab bagaimana orang masih mengharapkan apa yang dilihatnya?

     Selanjutnya, pengharapan itu menyucikan. Dalam 1 Yohanes 3:1-3, Yohanes menulis bahwa seseorang yang meletakkan pengharapannya kepada Tuhan atas kasih karunia yang diberikan pada waktu kedatangan-Nya, akan menyucikan dirinya. Tanpa pengharapan tersebut seseorang akan terikat dengan kekayaan dunia. Betapa rusaknya orang seperti ini, sebab akar segala kejahatan adalah cinta uang. Oleh karena cinta uang, maka dosa-dosa yang lain pun dilakukan secara permanen sampai menjadi ikatan seperti candu yang dinikmati. Orang-orang seperti ini tidak akan pernah mengerti kekayaan di dalam Tuhan yang tidak ternilai atau tidak memahami pengharapan di dalam Tuhan.


https://overcast.fm/+IqOAewdn4

Renungan Harian 26 September 2019 TATANAN DALAM DOA

     Berbicara mengenai doa, bukan hanya menyangkut hubungan pada waktu bercakap-cakap dengan Tuhan, tetapi bagaimana kualitas hubungan sehari-hari antar dua pribadi, yaitu Tuhan dan umat yang berdoa. Dalam kehidupan sehari-hari kita juga menyaksikan cara orang berdialog. Kualitas hubungan dua orang tersebut nampak dari isi percakapan mereka. Kualitas hubungan setiap hari mereka menentukan kualitas percakapan tersebut, atau sebaliknya. Dalam dialog, yang penting adalah relasi antara kita dengan Tuhan. Relasi sangat ditentukan oleh pengenalan kita akan Tuhan dan kesediaan kita memahami kehendak-Nya. Seorang yang tidak mengenal Tuhan dan tidak hidup di dalam kehendak-Nya, jangan berdoa.

     Interaksi setiap hari lebih menentukan kualitas percakapan mereka, bukan percakapan itu sendiri yang lebih menentukan hubungan keduanya. Demikian pula relasi orang Kristen dengan Tuhan. Bukan kata-kata dalam doa di hadapan Tuhan yang menentukan kualitas hubungannya dengan Tuhan, tetapi kualitas interaksinya dengan Tuhan setiap hari. Seseorang bisa berdoa setiap hari, tetapi kalau tidak hidup dalam penurutan terhadap kehendak Allah, maka percakapannya dengan Tuhan tidak berkualitas.

     Ketekunan hidup dalam persekutuan dengan Bapa digambarkan oleh Tuhan Yesus seperti seorang janda yang tekun menghadapi hakim yang tidak takut akan Allah dan tidak peduli siapa pun (Luk. 18:1-8). Ketekunan untuk tetap dalam persekutuan dengan Bapa seperti itulah yang diharapkan Tuhan Yesus ditemukan pada akhir zaman, di tengah dunia yang semakin sibuk, di mana orang tidak memedulikan Tuhan (Luk. 18:8). Kalau manusia sudah tidak memedulikan Tuhan, maka cara berpikir dan filosofi hidupnya semakin jauh dan bertentangan dengan kebenaran Allah. Sebagai hasilnya adalah manusia-manusia fasik yang tidak takut Tuhan dan tidak memedulikan hukum-Nya.

     Dalam perjumpaan pribadi dengan Allah tersebut kita akan lebih menyadari dan menghayati kekudusan Allah yang tiada tara. Seiring dengan itu, kita menyadari pula betapa rusaknya hidup dan diri kita ini. Keadaan kita ternyata masih sangat jauh dari kesucian dan kesempurnaan Allah. Kita merasa sangat tidak layak di hadapan kekudusan Allah. Seperti pengalaman yang dialami Yesaya bertemu dengan Allah. Yesaya berkata: Lalu kataku:”Celakalah aku! aku binasa! Sebab aku ini seorang yang najis bibir, dan aku tinggal di tengah-tengah bangsa yang najis bibir, namun mataku telah melihat Sang Raja, yakni TUHAN semesta alam (Yes. 6:5).”

     Kekudusan Allah bukan hanya diyakini, tetapi sesuatu yang riil yang harus dialami oleh setiap orang. Oleh sebab itu hendaknya kita tidak hanya merasakan apa yang diyakini, tetapi merasa apa yang dialami. Dari pengalaman pertemuan dengan Tuhan yang membangkitkan kesadaran betapa jauh keadaan diri kita dari kekudusan Allah, maka kita akan berusaha untuk bertobat, artinya berbalik. Di sini terjadi pertobatan. Kita akan membuat komitmen-komitmen baru untuk memulai hidup tidak bercacat dan tidak bercela. Setiap kali kita bertemu dengan Tuhan, kita seperti baru bertobat kembali dan rasanya kita baru mengalami kelahiran baru.

     Impartasi dari Allah sama dengan penularan dari Allah kepada orang percaya yang sungguh-sungguh bertemu dengan Dia. Seperti Musa, sesudah bertemu dengan Tuhan wajahnya bercahaya. Ternyata Musa mendapat impartasi atau penularan cahaya terang dari Allah. Demikian pula dengan kita yang setiap hari bertemu dengan Tuhan di Gunung Kudus Allah, kita memperoleh impartasi atau penularan dari kekudusan Allah. Impartasi tersebut membuat kita takut Allah dan aspek lain kita menjadi jijik terhadap dosa. Melalui perjumpaan tersebut banyak hal yang tidak dapat diceritakan kepada orang lain. Tetapi dari pertemuan tersebut, tidak mungkin seseorang tidak mengalami perubahan. Sehingga bagaimanapun perjumpaan seseorang dengan Tuhan setiap hari akan sangat dirasakan orang di sekitarnya. Bagi seorang pelayan jemaat, pembicara dan mereka yang mengambil bagian dalam pelayanan, perjumpaan dengan Tuhan akan memberi pancaran kesucian hidup yang menggetarkan orang.Sehingga hidupnya menjadi pola dan inspirasi di mana seseorang membangun diri, juga untuk hidup dalam kekudusan.

     Dalam Alkitab banyak ayat yang berbicara mengenai suatu pengharapan. Pengharapan itu adalah kebangkitan orang percaya dari antara orang mati, disusul janji Tuhan dimana orang percaya yang setia akan menerima kemuliaan bersama dengan Tuhan Yesus. Tetapi yang terutama, pengharapan orang percaya adalah bertemu dengan Tuhan Yesus, kekasih jiwa abadi. Firman Tuhan mengatakan bahwa Tuhan Yesuslah dasar pengharapan kita (1Tim. 1:1). Petrus mengatakan bahwa oleh Tuhan Yesus kita dapat percaya kepada Allah (Bapa), yang telah membangkitkan Tuhan Yesus dari antara orang mati dan yang telah memuliakan-Nya, sehingga iman orang percaya dan pengharapannya tertuju kepada Allah (1Ptr. 1:21). Pada intinya Allah sendirilah pengharapan orang percaya, sebab Dialah segalanya bagi orang percaya.

Renungan Harian 25 September 2019 HUKUM ROH KEHIDUPAN

     Dalam Roma 8:2 terdapat kalimat “Roh yang memberi hidup”, terjemahan dari nomos tou pneumatos tes zoes en KristoIesou (νόμος τοῦ πνεύματος τῆς ζωῆς ἐν Χριστῷ Ἰησοῦ). Kalimat ini sukar dipahami maksudnya sebab sukar menerjemahkannya, tetapi kalimat ini bisa berarti “hukum roh kehidupan di dalam Kristus Yesus”. Dari kalimat ini dikemukakan adanya hukum roh kehidupan. Kata “kehidupan” dalam teks aslinya adalah zoe (Yun. ζωή), yang selain berarti hidup atau kehidupan, juga berarti the state of one who is possessed of vitality or is animate (keadaan seseorang yang memiliki vitalitas atau menghidupkan atau menggerakkan atau menggelorakan).

     Hukum roh kehidupan menunjukkan adanya tatanan dalam “masalah roh atau kodrat hidup seseorang”. Hukum ini berkenaan dengan adanya roh dalam arti hasrat atau gairah yang menghidupkan atau memberi perubahan dalam kodrat hidup manusia. Untuk mengalami sebuah perubahan dari manusia yang berkodrat dosa kepada berkodrat Ilahi, ada mekanismenya dalam tatanan atau hukum yang ketat. Tidak bisa terjadi atau berlangsung dengan sembarangan. Dalam hal ini nampak betapa Allah adalah pribadi yang tertib dengan tatanan yang cerdas. Dia, bukan Allah tanpa tatanan dan hukum, sehingga bertindak sembarangan. Di sepanjang zaman, kapan pun dan di mana pun nampak keagungan tatanan-Nya tersebut. Tatanan Tuhan dapat mengikuti perkembangan zaman. Hanya Allah seperti ini yang ada di Alkitab. Tatanan Allah pasti sangat logis dan realistis, tidak bersifat mistik yang tidak masuk akal.

     Seseorang tidak dapat mengalami pembaharuan dalam roh atau perubahan kodrat tanpa anugerah dalam Yesus Kristus serta melalui pergumulan seperti yang dialami oleh Paulus (Rm. 7-8). Ada hukum atau tatanan yang mengatur sehingga bisa terjadinya pembaharuan roh. Pembaharuan roh tidak dapat terjadi atau berlangsung secara otomatis. Paulus sendiri harus mengupayakan untuk menundukkan pikirannya dengan sungguh-sungguh kepada hukum kesucian Allah sekalipun tubuhnya masih ada dalam kodrat dosa. Kesediaan untuk menundukkan dirinya kepada hukum kesucian Allah secara terus menerus oleh pimpinan Roh Kudus menghasilkan perubahan dari kodrat dosa menjadi kodrat Ilahi.

     Terkait dengan hal ini, Paulus berbicara mengenai pembaharuan roh di dalam Efesus 4:22-24 sebagai berikut: yaitu bahwa kamu, berhubung dengan kehidupan kamu yang dahulu, harus menanggalkan manusia lama, yang menemui kebinasaannya oleh nafsunya yang menyesatkan, supaya kamu dibaharui di dalam roh dan pikiranmu, dan mengenakan manusia baru, yang telah diciptakan menurut kehendak Allah di dalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya. Pembaharuan roh sama artinya dengan perubahan dari kodrat dosa ke kodrat Ilahi. Perubahan ini tidak dapat terjadi secara mistis, spektakuler, atau seperti sebuah mukjizat, tetapi sebuah proses panjang. Inilah tatanan atau hukum yang ditetapkan Tuhan, yang disebut hukum roh kehidupan. Hukum roh kehidupan adalah hukum atau tatanan di mana seseorang yang mau mengalami pembaharuan roh harus mengalami proses yang dipimpin oleh Roh Kudus.

     Orang percaya yang memberi diri dipimpin oleh Roh Kudus dapat memperoleh “roh” dalam arti hasrat atau gairah seperti yang ada pada Roh Kudus atau yang juga ada dalam diri Tuhan Yesus. Kalau seseorang hidup menurut roh itu, maka ia memiliki gairah atau hasrat seperti Roh Kudus atau seperti Tuhan Yesus. Roh itu akan menjadi satu dalam diri orang percaya, menjadi miliknya secara permanen sampai kekekalan, tidak pernah lepas dari kehidupannya. Dari hal ini, seseorang dapat mengenakan kodrat Ilahi secara permanen. Orang percaya seperti ini disebut dalam Roma 8:9 sebagai memiliki roh Kristus. Roh Kristus bukan Roh-Nya Tuhan Yesus, tetapi gairah atau hasrat yang juga ada pada diri Tuhan Yesus. Orang yang hidup menurut roh, sehingga memiliki roh Kristus, dapat melakukan kehendak Bapa dan menyelesaikan pekerjaan-Nya seperti Yesus.

     Kita harus jeli memperhatikan kata “hukum” dalam ayat Roma 8:2. Hukum bukanlah hukuman. Kata “hukum” dalam teks aslinya di sini adalah nomos (νόμος) yang lebih menunjuk pada “kodrat” atau tatanan. Hukum dosa artinya kodrat dosa. Seperti hukum gravitasi, setiap benda yang lepas dari topangan pasti menuju pusat bumi yang sering disebut sebagai “jatuh”. Demikian pula manusia yang telah kehilangan kemuliaan Allah ada di dalam hukum dosa, artinya “tidak bisa tidak” selalu meleset dari kesucian Allah. Semua keturunan Adam telah terjual di bawah kuasa dosa. Ketika seseorang dimerdekakan dari kodrat dosa atau tidak lagi hidup dalam penurutan terhadap keinginan daging, artinya tidak lagi memiliki cara berpikir yang salah, maka seseorang dapat hidup dalam kesucian yang berstandar Allah secara permanen.


https://overcast.fm/+IqOCvpWHU

Selasa, 24 September 2019

Kata Bermakna #3 september









Quote #3 September 2019

Quote of the Day:
Kekayaan adalah mamon yang tidak jujur atau menipu, artinya kekayaan bisa menjadi alat Iblis yang sangat efektif dan berdaya guna membinasakan manusia.

Dr. Erastus Sabdono,
17 September 2019

Quote of the Day:
Kalau hari ini Tuhan terkesan diam dan tidak peduli dengan keadaan hidup kita yang sering tidak melakukan kehendak-Nya, bukan berarti Tuhan masa bodoh dan tidak peduli terhadap hal tersebut, namun Tuhan memberi waktu agar kita sadar lalu bertobat.

Dr. Erastus Sabdono,
18 September 2019

Quote of the Day:
Orang yang mau melakukan kehendak Tuhan akan dikenyangkan oleh Tuhan dengan sukacita dan kesenangan tanpa berbuat salah dengan memberhalakan kesenangan tersebut.

Dr. Erastus Sabdono,
19 September 2019

Quote of the Day:
Orang yang menyadari bahwa segenap hidupnya milik Tuhan dan bersedia dipakai oleh Tuhan akan memiliki hati yang merasa puas dengan apa yang ada.

Dr. Erastus Sabdono,
20 September 2019

Quote of the day
Orang yang suka membanding-bandingkan apa yang ada padanya dengan orang lain adalah orang yang tidak bersyukur dengan apa yang Tuhan percayakan kepadanya.”

 Dr. Erastus Sabdono
21 September 2019

Quote of the day
Seseorang yang dapat menikmati dunia tanpa hubungan yang ideal dengan Allah,
maka ia berkhianat kepada Allah.

Dr. Erastus Sabdono
22 September 2018

Today's Quote

“Yang membuat kita sulit mengerti kehendak Tuhan adalah karena kita telah menetapkan apa yang kita ingini.”

23 Sepember 2019
– Dr. Erastus Sabdono

Quote of the day :
“Kerendahan hati juga diukur oleh ukuran sejauh mana seseorang melibatkan Tuhan dalam segala perencanaan.”

Dr. Erastus Sabdono
24 September 2019

Renungan Harian 24 September 2019 PENGUDUSAN OLEH FIRMAN, ROH DAN DOA

     Pengudusan aktif adalah tanggung jawab setiap individu. Allah memberikan sarana untuk mengalami perubahan guna mencapai pengudusan Allah. Adapun apakah proses pengudusan itu berlangsung atau tidak, tergantung masing-masing individu. Salah satu sarana yang diberikan Tuhan untuk pengudusan orang percaya adalah firman Tuhan dalam arti Logos, yaitu firman yang dipahami dengan nalar. “Dikuduskan oleh firman” artinya dengan kuasa firman Tuhan yang dipahami, maka seseorang dapat didewasakan agar tidak lagi hidup dalam dosa, tetapi hidup sesuai dengan kehendak Allah.

     Dalam doa Tuhan Yesus kepada Allah Bapa di Yohanes 17, jelas sekali bahwa firman yang menguduskan, karena firman adalah kebenaran. Firman Tuhan menguduskan artinya firman Tuhan mengubah manusia dari karakter dosa (sinful nature) menjadi manusia yang mengenai kodrat Ilahi (divine nature) (Yoh. 17:14-17). Dalam Yohanes 8:31-32 Tuhan Yesus berkata, “Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar adalah murid-Ku dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu”. Kemerdekaan ini adalah kemerdekaan dari dosa. Untuk ini seseorang harus tekun belajar kebenaran Firman Tuhan, sebab kalau seseorang tetap dalam firman barulah ia dapat dimerdekakan. Dimerdekakan oleh kebenaran maksudnya adalah dibebaskan dari kecenderungan berbuat dosa sampai tidak bisa berbuat dosa lagi. Inilah kesucian yang sejati; bukan tidak berbuat dosa saja tetapi tidak dapat atau tidak bisa berbuat dosa lagi.

     Dalam kasus-kasus tertentu dan untuk orang-orang tertentu (bagi mereka yang mengasihi Tuhan), Tuhan memroses pengudusan melalui peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam kehidupan (Rm. 8:28). Semua ini dilakukan oleh Tuhan, khususnya untuk mereka yang merasa perlu dan sungguh-sungguh bersedia menerima didikan atau pukulan dari Allah (Ibr. 12:7-9). Tidak ada pendewasaan tanpa pengalaman dalam kehidupan nyata setiap hari. Memang proses ini tidak menyenangkan, bahkan tidak jarang yang menyakitkan; tetapi Tuhan melalui segala pengalaman-pengalaman riil tersebut hendak membersihkan karakter dosa kita. Dalam hal ini Bapa mendidik kita melalui Roh-Nya. Inilah yang dimaksud dikuduskan oleh Roh Allah.

     Oleh pekerjaan atau pimpinan Roh, seseorang dimungkinkan untuk memiliki ketaatan kepada Bapa. Jadi bukan dengan kuat dan gagah seseorang, ia dapat melakukan atau mencapai kesucian seperti yang dikehendaki oleh Allah, tetapi oleh Roh Allah yang menolong orang percaya. Roh Allah adalah fasilitas keselamatan yang disediakan guna membawa orang percaya kepada kesempurnaan Allah.Dikuduskan oleh Roh berarti seseorang dipimpin oleh Roh setiap hari untuk bertumbuh dalam kesucian. Dalam teks asli Alkitab bahasa Yunani, kata “dipimpin” ada dua kata; pertama,ago (Yun. ἄγω). Kata ini terdapat di dalam dua ayat dalam tulisan Paulus. Pertama, dalam Roma 8:14, tertulis semua orang, yang dipimpin Roh Allah, adalah anak Allah. Kedua, Galatia 5:18 tertulis: Akan tetapi jikalau kamu memberi dirimu dipimpin oleh roh, maka kamu tidak hidup di bawah hukum Taurat. Kata “dipimpin oleh Roh” di sini menunjuk pada kehidupan seseorang yang menuruti apa yang dikehendaki oleh Allah.

     Firman Tuhan mengatakan: “… sebab semuanya itu dikuduskan oleh firman Allah dan oleh doa” (1Tim. 4:5). Dari teks Alkitab ini ditunjukkan kepada kita bahwa pengudusan atas orang percaya juga melalui doa (1Tim. 4:5). Apa maksud pernyataan Paulus ini? Maksud pernyataan Paulus ini adalah bahwa melalui persekutuan yang tiada henti dengan Tuhan dalam doa pribadi, maka seseorang diarahkan untuk memiliki karakter Bapa. Dalam hal ini doa harus dipahami sebagai dialog atau hubungan interaksi terus menerus dengan Tuhan. Oleh sebab itu kalau Alkitab menyatakan bahwa kita harus berdoa dengan tiada berkeputusan atau tetap dalam doa, itu berarti bahwa kita harus terus menerus hidup dalam persekutuan dengan Bapa (1Tes. 5:17).

     Doa bukan sekadar permintaan. Dalam doa, seseorang menunjukkan isi relasinya dengan Tuhan. Doa menunjukkan bagaimana seseorang telah dan akan memiliki kepentingan dengan Tuhan, tentu kepentingan dua arah: kepentingan manusia terhadap Tuhan dan kepentingan Tuhan terhadap manusia. Walau sebenarnya Tuhan bisa tidak membutuhkan dan tidak berkepentingan dengan manusia, tetapi karena Tuhan menempatkan roh dari diri-Nya pada manusia (Kej. 2:7), maka Tuhan memiliki kepentingan terhadap manusia. Tuhan mengingini roh yang ditempatkan dalam diri manusia dengan cemburu (Yak. 4:5).


Renungan Harian 23 September 2019 TATANAN PERJUANGAN UNTUK MENJADI KUDUS

     Kalau kata “dikuduskan” ini dihubungkan dengan pernyataan Tuhan Yesus bahwa Ia menguduskan diri-Nya supaya orang percaya dikuduskan dalam kebenaran (Yoh. 17:19), maka berarti Tuhan Yesus berusaha untuk taat agar bisa menggenapi rencana Allah. Demikian pula orang percaya dapat dikuduskan dengan kebenaran supaya bisa dipakai oleh Bapa (Yoh. 17:19). Dalam Ibrani 5:8-9 tertulis: Dan sekalipun Ia adalah Anak, Ia telah belajar menjadi taat dari apa yang telah diderita-Nya, dan sesudah Ia mencapai kesempurnaan-Nya, Ia menjadi pokok keselamatan yang abadi bagi semua orang yang taat kepada-Nya. Setelah Tuhan Yesus menyelesaikan tugas penyelamatan-Nya, Ia membuat manusia dikuduskan dan dipakai oleh Bapa, seperti diri-Nya sendiri. Paulus juga dikuduskan untuk menjadi alat dalam tangan Tuhan untuk menggenapi rencana Allah (Rm. 1:1).

     Dalam hal ini jelas sekali bahwa pengudusan Tuhan bukan hanya berhenti di mana orang percaya dipindahkan statusnya dari orang berdosa menjadi anak, juga bukan sekadar diperbaiki karakternya, tetapi juga direncanakan untuk menjadi alat dalam tangan Bapa guna menggenapi rencana-Nya. Rencana Bapa adalah membinasakan pekerjaan Iblis (1Yoh. 3:8). Hal ini sejajar dengan pengertian “kudus” dalam bahasa Ibrani, yaitu qadhos, yang artinya dipisahkan dari yang lain untuk digunakan. Kesucian haruslah diperjuangkan, karena seseorang tidak akan dapat memiliki kesucian tanpa perjuangan. Kesucian hidup tidak dapat dimiliki orang percaya dengan sendirinya atau secara otomatis.

     Seberapa tinggi seseorang mencapai kesucian bukan hanya tergantung dari kasih karunia-Nya tetapi juga sangat tergantung dari perjuangannya. Itulah sebabnya Tuhan Yesus menyatakan bahwa untuk masuk Kerajaan Surga harus berjuang (Luk. 13:24). Di bagian lain Tuhan Yesus menyatakan bahwa banyak yang dipanggil, sedikit yang dipilih (Mat. 22:14). Tentu pilihan ini juga berdasarkan respon seseorang. Sangat menyedihkan, banyak orang Kristen kalau sudah merasa percaya, maka ia yakin pasti selamat masuk surga. Padahal dalam Matius 7:21-23, dinyatakan bahwa sekalipun seseorang sudah mengadakan banyak mukjizat, tetapi kalau ia tidak melakukan kehendak Bapa atau tidak hidup dalam kesucian, ia bisa ditolak Allah. Percaya bukan hanya dalam pikiran, tetapi harus ada tindakan konkret.

     Dari banyak ayat dalam Alkitab jelas menunjukkan bahwa hidup kudus adalah perintah Tuhan yang sangat jelas dan tegas. Dalam 2 Korintus 6:17-18 tertulis, sebab itukeluarlah kamu dari antara mereka, dan pisahkanlah dirimu dari mereka, firman Tuhan, dan janganlah menjamah apa yang najis, maka Aku akan menerima kamu. Dan Aku akan menjadi Bapamu, dan kamu akan menjadi anak-anak-Ku laki-laki dan anak-anak-Ku perempuan, demikianlah firman Tuhan Yang Mahakuasa.” Dalam teks ini orang percaya dipanggil untuk keluar dari kehidupan yang tidak sesuai kehendak Allah sejak di dunia ini, yaitu dalam pergaulan di bumi.

     Dalam 1 Tesalonika 4:7 tertulis: Allah memanggil kita bukan untuk melakukan apa yang cemar, melainkan apa yang kudus. Seirama dengan hal ini, di banyak ayat Alkitab terdapat seruan atau panggilan untuk hidup dalam kesucian (1Kor. 1:8; Ef. 1:4; Flp. 1:10; Kol. 1:22; 1Tes. 3:13; 5:23; 1Tim. 6:14; 2Ptr. 3:14). Secara khusus Petrus menasihati kita dengan pernyataan yang sangat jelas untuk hidup dalam kesucian Allah: Sebab itu siapkanlah akal budimu, waspadalah dan letakkanlah pengharapanmu seluruhnya atas kasih karunia yang dianugerahkan kepadamu pada waktu penyataan Yesus Kristus. Hiduplah sebagai anak-anak yang taat dan jangan turuti hawa nafsu yang menguasai kamu pada waktu kebodohanmu, tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus (1Ptr. 1:13-16).

     Orang Kristen yang tidak berani hidup suci berarti tidak percaya kepada Tuhan Yesus. Percaya artinya menyerahkan diri kepada obyek yang dipercayainya. Kalau seseorang mengaku percaya kepada Tuhan Yesus maka ia harus bersedia untuk hidup dalam kesucian Allah. Tuhan Yesus berkata bahwa kita harus sempurna seperti Bapa (Mat. 5:48). Dalam hal ini kesucian hidup orang percaya bertalian dengan keagungan kepribadian seperti keagungan pribadi Bapa. Orang percaya harus menjadi anak-anak Allah yang memancarkan keagungan Bapa. Oleh sebab itu tidak bisa tidak orang percaya harus hidup dalam kesucian Bapa, yang sama dengan mengambil bagian dalam kekudusan Allah (Ibr. 12:9-10).


https://overcast.fm/+IqODFuJNg

Renungan Harian 22 September 2019 TATANAN UNTUK MENJADI KUDUS

    Allah menghendaki agar orang percaya sebagai orang kudus berkeadaan sesuai dengan kekudusan-Nya, tetapi kalau seseorang menolak untuk menjadi kudus, maka Allah tidak memaksanya. Memaksa bukanlah hakikat Allah. Dari hal ini kita memperoleh fakta bahwa ada orang-orang yang bersedia bertobat dan menerima Yesus Kristus dengan benar dan banyak pula yang menolak-Nya. Dari hal ini juga kita memperoleh fakta bahwa orang percaya bisa menjadi orang yang menang atau orang yang kalah. Maka jelas bahwa hidup adalah perjuangan (Luk. 13:23-24). Untuk ini orang percaya harus memasuki proses pengudusan aktif.

     Pengudusan aktif artinya respon manusia terhadap anugerah keselamatan dalam Tuhan Yesus Kristus untuk melepaskan karakter dosa dalam dirinya, sehingga atau agar tidak berbuat dosa lagi. Dengan demikian bukan hanya dosa atau kesalahan masa lalu yang dianggap telah beres atau dibereskan, tetapi kemungkinan untuk berbuat salah lagi juga dihilangkan. Dalam hal ini, orang yang menerima pengampunan dari Tuhan adalah orang yang memiliki tanggung jawab untuk mengubah hidupnya. Inilah yang disebut sebagai anugerah yang bertanggung jawab. Orang yang menerima pengampunan Tuhan harus memberi diri diperbaiki oleh Tuhan. Perbaikan di sini adalah perbaikan dari gambar Allah yang rusak untuk dikembalikan pada rancangan semula-Nya.

     Proses menguduskan diri ini membuat seseorang menjadi kudus, artinya berbeda dari yang lain. Hal ini menunjuk bahwa perbaikan yang Tuhan kerjakan memiliki proyeksi, yaitu mereka yang dikuduskan menjadi manusia yang berbeda dari manusia yang tidak menerima keselamatan dalam Yesus Kristus. Proyeksinya adalah menjadi sempurna seperti Bapa di surga. Itulah sebabnya Firman Tuhan menyatakan dengan jelas bahwa orang percaya harus kudus seperti Dia kudus. Dalam hal ini kekudusan tidak dapat diperoleh secara otomatis, tetapi harus dicapai dengan perjuangan segenap hati, jiwa, dan akal budi. Inilah bentuk konkret kasih seseorang kepada Tuhan.

     Kalau pengampunan Tuhan tidak disertai dengan respon kita untuk benar-benar menjadi kudus dalam seluruh hidup kita, maka Tuhan hanya diperlakukan sebagai “tukang sapu dosa”. Betapa salahnya pandangan ini. Sebab kalau seorang pencuri hanya dimaafkan atas kejahatan mencuri tetapi tidak diajar untuk tidak mencuri lagi, berarti ia akan semakin merajalela sebagai pencuri atau tidak berhenti dari kejahatannya. Kalau orang percaya hanya menerima pengampunan tanpa dididik untuk menjadi sempurna guna memperoleh kembali kemuliaan Allah yang hilang, apa bedanya dengan kesalehan umat Perjanjian Lama?

     Perubahan status dari ‘pemberontak’ menjadi ‘anak’ harus berlanjut sampai orang yang dikuduskan tersebut benar-benar berkeadaan kudus seperti Bapa. “Menjadi kudus sama seperti Dia kudus” inilah yang menempatkan kita sebagai anak-anak Allah yang sah. Itulah sebabnya 1 Petrus 1:17 mengingatkan bahwa kalau kita memanggil Allah, Bapa, hendaknya kita hidup dalam ketakutan selama menumpang di dunia. Sebagai anak, kita harus meneladani apa yang dilakukan oleh Tuhan Yesus, karena proyeksi keselamatan adalah agar kita serupa dengan Tuhan Yesus (Rm. 8:28-29). Model Anak yang menyukakan hati Bapa adalah Tuhan Yesus Kristus. Oleh sebab itu, kalau kita tidak mau diproses menjadi seperti Tuhan Yesus, kita tidak perlu menerima pengampunan-Nya. Pengampunan diberikan untuk proses perubahan sampai dilayakkan untuk dipermuliakan bersama-sama dengan Tuhan Yesus.

     Dalam 1 Petrus 1:2 tertulis: yaitu orang-orang yang dipilih, sesuai dengan rencana Allah, Bapa kita, dan yang dikuduskan oleh Roh, supaya taat kepada Yesus Kristus dan menerima percikan darah-Nya. Kiranya kasih karunia dan damai sejahtera makin melimpah atas kamu. “Dikuduskan oleh roh” di sini maksudnya adalah oleh pekerjaan atau pimpinan roh, seseorang dimungkinkan untuk memiliki ketaatan kepada Bapa. Alkitab menyatakan bahwa bukan dengan kuat dan gagah manusia bisa melakukan atau mencapai kesucian seperti yang dikehendaki oleh Allah; roh menolong orang percaya untuk itu.


https://overcast.fm/+IqODvA93Y

Renungan Harian 21 September 2019 TATANAN PENGUDUSAN

     Pada dasarnya, kesucian adalah berkenan di hadapan Allah. Hanya makhluk manusia yang dapat berkenan di hadapan Tuhan; maksudnya hanya manusia yang dapat melakukan segala sesuatu yang Tuhan kehendaki dan yang Tuhan rencanakan secara tepat. Inilah kehormatan dan kebesaran kita sebagai manusia ciptaan Tuhan. Berkenan di hadapan Tuhan adalah hal yang paling rumit dan tersulit dalam kehidupan ini. Inilah hal yang harus diperjuangkan lebih dari memperjuangkan segala sesuatu. Berkenan di hadapan Tuhan adalah harta abadi yang tidak akan pernah bisa diambil oleh siapa pun. Tuhan tidak akan mengizinkan orang yang tidak berkenan di hadapan Tuhan masuk ke dalam Kerajaan-Nya. Orang yang gagal berkenan di hadapan Tuhan berarti gagal menjadi anak-anak Allah. Sebab anak-anak Allah yang benar memiliki ciri berkenan di hadapan Tuhan.

     Disucikan atau dikuduskan dimaksudkan agar melalui proses pendewasaan atau pemuridan, kita dapat benar-benar berkeadaan menjadi suci seperti Allah (1Ptr. 1:16). Hal pengudusan ini paralel dengan pembenaran atau dianggap benar. Oleh pengorbanan Tuhan Yesus di kayu salib, maka orang berdosa dapat dibenarkan secara pasif. Tetapi orang percaya tidak boleh merasa puas karena sudah merasa dianggap benar secara pasif. Orang percaya harus berjuang untuk berkeadaan benar-benar menjadi benar atau suci. Kalau tidak benar-benar menjadi benar atau suci, maka pengudusan atau pembenaran secara pasif menjadi sia-sia atau batal.

     Sejatinya, Tuhan Yesus mengorbankan diri-Nya untuk memuaskan keadilan Allah. Masalah dosa sebenarnya bukan masalah bercak-bercak hitam (dosa) dalam diri manusia (seperti suatu bidang yang dikotori suatu kotoran), tetapi mengenai murka Allah atas pemberontakan manusia. Yang kedua ini harus dipandang lebih penting. Tidak ada agama dalam dunia ini yang memiliki gagasan keselamatan seperti ini dan tidak mungkin mereka memilikinya, sebab keselamatan datang dari bangsa Yahudi.

     Pengudusan atau penyucian oleh darah Tuhan Yesus (yang membuat status orang berdosa berubah) barulah pengudusan secara pasif. Kita -sebagai orang-orang yang ditebus, dibenarkan dan memperoleh pengampunan dosa- bersikap pasif. Semua dikerjakan oleh Tuhan Yesus tanpa peran dan jasa kita sama sekali. Dengan pengertian ini, maka tidak seorang pun dapat membanggakan diri bahwa dirinya kudus atau suci oleh karena usahanya. Sebab pengudusan oleh darah Tuhan Yesus adalah pengudusan sepihak yang Allah lakukan tanpa peran manusia sama sekali. Inilah yang dimaksud bahwa keselamatan manusia bukan usaha manusia atau bukan karena perbuatan baiknya, tetapi karena anugerah Allah semata-mata.

     Status baru yang dimiliki manusia ini membuat manusia ditempatkan kembali, bukan sebagai pemberontak, melainkan sebagai anak. Ibrani 12 menyebutnya sebagai anak, tetapi anak gampang (Yun. nothos). Status inilah yang juga memberi peluang dimana Allah Bapa dapat mendidik mereka yang mengakui dan menerima Yesus Kristus sebagai Pencipta dan Pemilik kehidupan. Allah mendidik mereka agar mereka dapat mengambil bagian dalam kekudusan Allah (Ibr. 12:5-10). Dalam hal ini, pengudusan Allah memiliki dua aspek. Pertama, dikuduskan, yang berarti diubah statusnya; dan kedua, pemberian potensi atau kemungkinan manusia berkeadaan seperti Bapa. Hal kedua ini harus diresponi manusia. Agar dari nothos (anak gampang) menjadi anak yang sah atau pangeran (Yun. huios). Perubahan dari nothos ke huios melibatkan masing-masing individu.

     Pengudusan tidak berhenti hanya sampai status kita berubah, sebab pengudusan harus berlanjut pada proses dimana kita yang dikuduskan haruslah benar-benar menjadi kudus. Dalam 1 Tesalonika 4:7 Firman Tuhan berkata: “Allah memanggil kita bukan untuk melakukan apa yang cemar, melainkan apa yang kudus”. Sejajar dengan 1 Tesalonika 4:7, dalam 1 Petrus 1:16 Firman Tuhan tegas berkata: “Kuduslah kamu, sebab Aku kudus”. Dan banyak lagi teks Alkitab yang berupa perintah untuk menjadi kudus. Dalam hal ini orang percaya dipanggil untuk hidup dalam kekudusan. Pengudusan ini adalah pengudusan aktif.

     Banyak orang Kristen puas hanya sampai pengudusan di level pasif ini. Mereka merasa bahwa pengudusan dalam hidup mereka sudah tuntas. Biasanya mereka juga percaya bahwa sakramen sudah cukup menguduskan. Padahal sakramen tidak bisa menguduskan kalau hanya dari segi teknisnya; sakramen menguduskan kalau dari segi esensinya. Misalnya baptisan, yang menguduskan bukanlah air baptisan atau tindakan dibaptis itu sendiri, tetapi kesediaan meninggalkan manusia lama dan hidup dalam hidup yang baru,tentu melalui proses pembelajaran Firman Tuhan (Rm. 6:4). Contoh lain misalnya Perjamuan Kudus, yang menyucikan bukanlah roti dan anggur yang diminum dalam Perjamuan Kudus itu, tetapi darah Tuhan Yesus Kristus.


https://overcast.fm/+IqOD5ysPc

Jumat, 20 September 2019 TATANAN MENGENAI KESUCIAN

Orang percaya dituntut untuk hidup tidak bercacat cela (1Tes. 4:7). Kudus seperti Bapa (1Ptr. 1:13-17). Untuk ini Paulus berkata: Aku berusaha untuk berkenan kepada Allah(2Kor. 5:9). Pengertian dosa menurut umat Perjanjian Baru ini penting sekali bagi orang percaya, sebab inilah yang menjadi dasar hidup kita; bahwa Allah memanggil orang percaya bukan saja sekadar menjadi orang baik, tetapi untuk menjadi sempurna. Ukuran kesucian kita adalah Allah sendiri, yaitu hidup selalu sesuai dengan kehendak-Nya.

Kesanggupan untuk mengerti kehendak Allah sudah diberikan Tuhan kepada manusia sejak semula. Jadi, manusia yang sesuai rancangan Allah adalah manusia yang tidak membutuhkan hukum, peraturan, dan syariat, tetapi memiliki kesanggupan mengerti kehendak Tuhan apa yang baik, yang berkenan, dan yang sempurna dan melakukannya. Dalam hal ini, hendaknya kita tidak memahami bahwa akibat terdahsyat kejatuhan manusia dalam dosa adalah manusia harus mati, menderita, sakit, dan masuk neraka. Memang semua itu merupakan tragedi yang sangat menyedihkan. Tetapi hal yang paling tragis adalah manusia tidak mampu mengerti kehendak Tuhan apa yang baik, yang berkenan, dan yang sempurna, serta tidak melakukan kehendak Allah. Manusia telah hamartia atau meleset.

Sesungguhnya mengerti kehendak Tuhan bukan hanya mengerti hukum-hukum, tetapi memiliki kepekaan terhadap pikiran dan perasaan Tuhan. Itulah sebabnya Tuhan mengutus Roh Kudus kepada orang percaya. Namun, kalau orang percaya tidak merespon karya Roh Kudus, maka Roh Kudus yang diutus Tuhan tidak berdaya guna menuntun orang tersebut mengerti kehendak Tuhan. Setiap orang percaya harus merespon Roh Kudus dengan kerinduan untuk mengerti kehendak Tuhan, dengan usaha terus-menerus menggali kekayaan Alkitab, selalu menyediakan diri bersekutu secara pribadi dengan Tuhan dalam doa dan berjuang untuk melakukan kehendak-Nya dalam tindakan konkret.

Dalam hal tersebut di atas, bahwa kehendak Tuhan tidak cukup diwakili oleh hukum-hukum dan peraturan-peraturan. Hukum dan peraturan sebanyak apa pun dan sejelas apa pun, tidak akan dapat memuat apa yang menjadi kehendak, isi pikiran, dan perasaan Tuhan secara utuh. Hukum dan peraturan tidak dapat menampung atau memuat kehendak Tuhan yang tak terbatas serta perasaan Tuhan yang tak terwakili oleh huruf. Tuhan memberikan Roh Kudus-Nya kepada manusia yang diperbaharui hati dan pikirannya sehingga manusia dapat mengerti kehendak Tuhan dan melakukannya dengan sempurna.

Jadi, melakukan hukum bukan tujuan bagi orang percaya dan umat pilihan yang menerima karunia Roh Kudus. Orang yang menerima karya keselamatan Allah dalam Yesus Kristus adalah orang-orang yang beradab, bermoral mulia, dan tidak mendatangkan bencana bagi sesama, tanpa dibayang-bayangi atau ditekan oleh hukum. Kebaikan moral Allah atau kesucian Tuhan dapat menjadi naturnya, menyatu dalam jiwanya. Inilah kesucian yang sejati. Allah menghendaki secara mutlak agar orang percaya memiliki kesucian seperti kesucian moral Allah. Dalam hal ini hukum bukanlah tujuan atau landasan moral orang percaya, tetapi kehendak Allah atau pikiran dan perasaan Allah sebagai hukum dan landasan moralnya.

Oleh sebab itu ketika menjadi Kristen ini kita sedang dibawa kepada proyek yang luar biasa ini, proyek di mana kita diajar untuk mengerti semua apa yang diajarkan Tuhan Yesus. Melalui kebenaran Injil, Tuhan bukan hanya mengajari hukum-hukum dan peraturan, tetapi mengubah hati oleh pimpinan Roh Kudus untuk bisa melakukan kehendak-Nya. Inilah kesucian itu. Hukum-hukum agama hanya memberi kesadaran yang baik dan jahat, yang haram dan halal, tetapi kebenaran Injil mencerdaskan roh manusia sehingga dapat mengerti kehendak Allah dengan sempurna sesuai dengan takaran atau bagiannya dan melakukannya.

Kesempatan untuk mencapai kesucian ini adalah anugerah yang tiada tara. Anugerah ini tidak dapat terbeli dengan uang. Oleh sebab itu, selagi masih ada kesempatan, kita harus menggunakan kesempatan untuk menerima penggarapan dari Tuhan. Setiap hari ketika kita harus bertumbuh menjadi pribadi yang mampu mengerti kehendak Tuhan, berpikir dan berperasaan seperti Kristus (Flp. 2:4-7). Kita harus selalu berpikir bahwa kesempatan untuk berubah akan segera lenyap dan kita kehilangan untuk selamanya. Perubahan-perubahan yang dengan sengaja diperjuangkan akan membangun suatu kepekaan sehingga seseorang benar-benar mengerti apa yang diingini-Nya; apa yang baik, yang berkenan dan yang sempurna. Inilah kesucian versi orang percaya.

Sola Gracia 🙏🏻


https://overcast.fm/+IqOCY-zE0

Renungan Harian 19 September 2019 TATANAN MENGENAI MORAL ALLAH

     Allah adalah kudus, Allah menghendaki manusia yang dirancang segambar dan serupa dengan diri-Nya juga berkeadaan kudus seperti keberadaan-Nya. Dalam 1 Petrus 1:17, Firman Tuhan mengatakan: “kuduslah kamu sebab Aku kudus”. Tuhan menghendaki kesucian orang percaya berstandar kesucian-Nya. Bagaimanakah sebenarnya kesucian yang dikehendaki oleh Tuhan itu? Banyak orang Kristen yang tidak mengerti kesucian yang harus dikenakan dalam kehidupannya. Untuk memahami bagaimana mencapai kesucian Allah, terlebih dahulu kita memahami arti dosa bagi umat Perjanjian Lama, bangsa-bangsa lain, dan umat Perjanjian Baru. Bagi bangsa Israel, pada prinsipnya dosa berarti ketidaktaatan kepada hukum Taurat yang tertulis di atas loh batu dan perkamen (sejenis alat tulis). Dalam hal ini dosa bagi orang Yahudi ukurannya adalah hukum Taurat yang tertulis. Tidak melakukan hukum Taurat berarti berdosa di hadapan Allah.

     Pemberontakan orang Yahudi terhadap Allah sering terjadi, khususnya ketika bangsa itu menyembah berbagai berhala atau allah lain seperti Asitoret, Baal, Dagon, Molok, Milkom, dan lain sebagainya. Ketika mereka menyembah kepada allah asing, maka secara bersamaan mereka melanggar hukum-hukum dalam Taurat. Pelanggaran terhadap hukum Taurat ini seperti seorang warga negara melanggar hukum yang diberlakukan di sebuah negara atau kerajaan. Jadi, pelanggaran terhadap hukum Taurat sama artinya dengan sikap atau tindakan yang bertentangan dengan kehendak Tuhan.

     Dalam Roma 2:23 dijelaskan bahwa orang-orang Yahudi telah melanggar hukum Taurat. Kata “melanggar” dalam teks asli bahasa Yunani menggunakan kata parabasis (παράβασις). Hukum Taurat telah ditetapkan untuk dipatuhi guna mengatur kehidupan bangsa Yahudi, tetapi orang-orang Yahudi tidak mematuhinya. Dengan demikian pelanggaran terhadap Taurat yang tertulis adalah dosa. Taurat di sini sebagai tolak ukur pengaturan Tuhan atas umat pilihan-Nya. Dalam hal ini hukum Taurat diberikan kepada bangsa Israel untuk menunjuk standar kebenaran moral mereka. Selain itu hukum Taurat menunjukkan bahwa manusia dalam ketidakberdayaan karena kodrat dosa tidak akan dapat melakukan hukum dengan sempurna.

     Kalau bagi orang Yahudi, dosa berarti pelanggaran terhadap hukum Taurat, lalu bagaimana dengan orang non-Yahudi yang tidak memiliki hukum Taurat? Non Yahudi di sini adalah mereka yang bukan orang Israel yang hidup sebelum zaman anugerah atau orang-orang yang hidup di zaman anugerah tetapi yang tidak pernah mendengar Injil. Untuk menjawab persoalan ini Paulus mengemukakan kebenaran dalam Roma 2:12-16. Bagi orang non-Yahudi, dosa berarti pelanggaran terhadap hati nurani. Dalam teks tersebut disinggung oleh Paulus bahwa orang yang tidak memiliki hukum Taurat yang tertulis harafiah, mereka memiliki hukum di dalam hati mereka. Tuhan yang menuliskannya.

     Bagi umat Perjanjian Baru, kata dosa yang paling sering atau paling banyak digunakan adalah “hamartia” (ἁμαρτία). Kata ini berarti suatu “keluncasan” atau meleset. Kata hamartia ini sebenarnya dari pengertian katanya sendiri berarti luncas, tidak kena sasaran, atau meleset. Sebenarnya kata itu sendiri secara etimologi (asal usul kata) tidak mengandung unsur atau makna “kejahatan”. Ibarat suatu target memanah atau menembak, bila tembakan tidak tepat mengenai pusat pusaran target berarti meleset. Inilah hamartia itu.

     Bagi orang percaya dosa bukan hanya berarti melanggar hukum atau norma umum, tetapi dosa segala sesuatu yang tidak sesuai (menyimpang atau meleset) dari kehendak Allah; jadi tidak sesuai dengan pikiran dan perasaan Allah. Berkenaan dengan hal ini harus diingatkan bahwa ada moral yang diperuntukkan bagi orang percaya. Moral atau kesucian orang percaya berdasarkan ukuran “seperti Bapa” (Mat. 5:48). Ini berarti orang percaya dipanggil untuk memiliki moral seperti moral Allah Bapa. Hanya kalau seseorang bermoral seperti Bapa maka dapat disebut sebagai anak-anak Allah.

     Setiap orang Kristen dituntut memiliki standar kesucian seperti Bapa atau sempurna. Jadi bila kehidupan kita belum seperti Yesus atau belum seperti yang Bapa kehendaki, itu berarti belum sesuai dengan kehendak-Nya. Selama masih belum seperti Bapa, maka itu berarti masih “luncas”. Dalam hal ini pengertian luncas atau hamartia bukanlah sebuah dosa yang “fatalistik”. Sekilas penjelasan ini membuat kesan seolah-olah meremehkan pengertian dosa, sebenarnya tidak. Dosa dunia telah ditanggulangi oleh Tuhan Yesus Kristus. Semua orang yang “menerima-Nya”, dimerdekakan dari kutuk dosa. Dimerdekakan dari kutuk dosa artinya kemerdekaan dari akibat dosa Adam. Tetapi keadaan orang percaya harus suci, artinya selalu bertindak sesuai dengan pikiran dan perasaan Allah.


https://overcast.fm/+IqOA5pVXg

Renungan Harian 18 September 2019 TATANAN KEADILAN ALLAH

     Kalau Yesus tidak mati di kayu salib, semua manusia tanpa perhitungan sama sekali pasti meluncur terbuang ke neraka, sebab memang semua manusia telah berbuat dosa. Karena dosa Adam, semua keturunannya telah berkeadaan berdosa; terjual di bawah kuasa dosa. Pemberontakan manusia harus dihukum. Keadilan Allah menuntut hukuman atas kesalahan yang dilakukan oleh manusia. Allah memang penuh kasih sayang, tetapi Ia tidak akan membiarkan orang berdosa atau orang bersalah tidak memikul hukuman akibat kesalahannya. Dalam hal ini Allah tidak akan dengan mudah memberi pengampunan. Allah adalah Pribadi Agung yang memiliki tatanan. Allah tidak dapat mengampuni manusia secara mudah tanpa tatanan. Kalau ada allah atau sesembahan mengampuni manusia dengan mudah -dengan dasar karena hanya berkehendak mengampuni- maka ia adalah allah yang tidak memiliki tatanan. Jika Allah yang benar berhakikat demikian, maka Ia tidak akan mengusir Adam dan Hawa dari Taman Eden. Tentu saja Allah pasti mengampuni Adam dan Hawa sehingga mereka tidak terusir dari Taman Eden.

     Setiap pelanggaran harus dihukum. Kalau manusia hendak menerima pembebasan dari hukuman, harus ada pribadi atau sosok yang tidak bersalah (tidak berdosa) menggantikan tempat manusia tersebut. Padahal tidak ada manusia yang tidak berdosa. Itulah sebabnya Anak Tunggal Bapa yang harus turun ke bumi melakukan penyelamatan dengan memikul dosa manusia. Allah tidak bisa mengampuni tanpa sarana. Sarananya adalah seorang yang memikul dosa manusia. Anak Tunggal Bapa itulah satu-satunya sarananya. Dengan demikian, tanpa sarana darah Yesus semua manusia meluncur ke neraka tanpa hambatan sama sekali. Dengan demikian tidak ada keselamatan di luar Kristus (Kis. 4:12). Satu-satunya Pribadi yang memikul dosa manusia adalah Yesus.

     Setiap pelanggaran atau dosa harus dihukum, hanya kematian Tuhan Yesus yang dapat memuaskan keadilan Allah. Karena daging manusia yang bersalah, maka hukuman juga harus dijatuhkan pada daging manusia. Tentu hanya manusia yang harus memikul dosa, bukan hewan atau makhluk lain. Manusia mana yg bisa menanggung atau memikul dosa itu, sebab semua manusia telah jatuh dalam dosa? Untuk itu Anak Tunggal Bapadiutus oleh Bapa menjadi manusia atau masuk ke dalam daging. Anak Tunggal Bapa dikandung oleh Maria bukan oleh karena hubungan biologis.

     Yesus tidak mewarisi kodrat dosa seperti manusia. Yesus berkeadaan seperti Adam sebelum jatuh dalam dosa atau sebelum kehilangan kemuliaan Allah (Rm. 3:23). Yesus yang tidak berdosa inimenjadi pertaruhan, kalau Yesus bisa taat atau tidak seperti Adam yang memberontak, maka Ia bisa menggantikan semua manusia yg berdosa. Oleh karena satu orang (Adam) semua manusia yang lahir di bumi harus hidup dalam bayang-bayang maut dan dosa, maka oleh satu orang Adam terakhir (Yesus) manusia diberi kebebasan untuk menentukan keadaan kekalnya. Inilah keadilan Allah. Di dalam keadilan Allah ini nampak tatanan Allah yang agung dan mulia.

     Setiap seorang anak manusia lahir, dia tidak mengerti kalau dirinya sudah di bawah bayang-bayang maut, di bawah kutuk dosa,atau di bawah hukum dosa. Didalam dirinya mengalir sinful nature atau kodrat dosa. Anak-anak manusia dilahirkan dalam keadaan tidak tahu kalau ia berkeadaan seperti itu. Sebenarnya,seandainya sebelum dilahirkan ia mengerti keadaan ini, belum tentu seseorang mau dilahirkan ke bumi. Sesungguhnya Yesus mati untuk semua orang yang lahir di bumi ini, tak terkecuali. Inilah bentuk keadilan Allah. Oleh satu orang semua manusia hidup di bawah bayang-bayang maut kekal, tetapi oleh seorang Penyelamat yang memikul dosa manusia maka ada pengharapan memperoleh kehidupan kekal.

     Harus dipahami bahwa kalau Yesus mati untuk semua orang, bukan berarti secara otomatis semua orang masuk surga. Dengan adanya korban Kristus di kayu salib, maka penghakiman atau pengadilan dapat berlangsung atau dapat dilakukan atas semua manusia secara adil. Adil artinya setiap orang dihakimi menurut ukuran yang berbeda sesuai dengan porsi dan keadaan masing-masing. Dalam hal ini tidak semua orang dihakimi dengan ukuran yang sama. Jadi sangatlah keliru kalau ada yang berpandangan bahwa dengan pengorbanan Yesus menebus dosa manusia, maka ada manusia yang tidak perlu dihakimi, tetapi secara otomatis masuk surga. Semua orang -termasuk orang Kristen- harus menghadap takhta pengadilan Kristus.


https://overcast.fm/+IqOCAp4AI

Sunday Bible Teaching ) SBT, 1 September 2019 " Aku Berasal Dari Atas " Bag 2 Pdt. Dr. Erastus Sabdono

Jangan berharap dunia 🌏 ini membahagiakan kita.
Injil yang murni ditanda
semakin serupa dengan Yesus.

Tetapi faktanya hari ini Injil yang murni hampir lenyap.
Buktinya hampir tidak kita temukan orang seperti Yesus.

Keselamatan bukan sekedar sakit sembuh, miskin menjadi kaya.
Keselamatan Tuhan ketika rancangan Allah digenapi.

Hidup ini hanya 70 th sd 90 th.
Hidup kita sesungguhnya di langit baru bumi 🌏 baru.
Rumah kita bukan di bumi ini.

Hidup kita :
1. Mengejar kesucian seperti Yesus.
2. Kita merindukan langit baru bumi baru, sehingga kita pulang bersama.
3. Kita harus kerja keras.

Hidup hanya untuk Tuhan.
Dia mati untuk kita.
Kita semua sudah mati, kalau kita hidup, kita hidup hanya bagi Tuhan.
Baik kita makan, kita minum, lakukan sesuatu yang lain kita lakukan semua untuk kemuliaan Allah.

Orang yang sudah ditebus Tuhan Yesus tidak memiliki dirinya sendiri.
Kita orang yang tidak punya modal, kita datang telanjang, pulang dengan telanjang.

Kalau Allah memberkati kita, memberikan potensi, sehingga kita bisa berprestasi.
Mestinya kita persembahkan prestasi itu untuk Allah demi kehidupan kita di langit baru bumi baru.

Kita diberi semua kemungkinan untuk mengembangkan diri.
Setelah kita mencapai banyak hal, makan semua itu harus dipersembahkan bagi Tuhan bukan untuk diri kita.

Tuhan berkata : " Kamu bukan berasal dari dunia ini."
Pernyataan itu berarti :
Bicara hidup yang berbeda dengan anak dunia.
Aku berasal dari atas, sama seperti Aku bukan berasal dari dunia 🌎 ini.
Seperti Aku berasal dari atas, kamu berasal dari atas.

Yang pertama kita harus memiliki kualitas hidup seperti manusia yang berasal dari atas.
Jadi kita harus sesuci - sucinya, sekudus - kudusnya.
Setiap kata yang kita ucapkan harus menjadi kesukaan bagi Allah dan menjadi arsip di dalam kerajaan Surga.

Dan tiap hari kita mengumpulkan harta di Surga, dari setiap kata yang menyenangkan hati Bapa.
Setiap nyanyian penyembahan yang tulus, keputusan - keputusan yang benar, perbuatan - perbuatan yang kudus jadi arsip di kerajaan Allah, itu yang dimaksud mengumpulkan harta di Surga.

Lebih lagi ketika menghadapi masalah berat, pada waktu kita menghadapi kebencian, fitnah, dan lain sebagainya.
Bagaimana reaksi kita terhadap fitnah - fitnah itu ?
- Kita tetap diam, kita tidak membalas kejahatan dengan kejahatan.
- Ketika ditindas, dilukai, kita tidak membalas kejahatan, kita mengampuni.
- Ketika kita mempunyai kesempatan - kesempatan berbuat dosa, memuaskan daging, kita berkata :  "Tidak."
Itu menjadi arsip di kekekalan.
- Waktu kita punya kesempatan untuk dibanggakan orang, untuk dipuji.
- Kesempatan dihornati orang, berebut kedudukan, kita memilih " Tidak."
Seriuslah hidup.

Orang yang menghayati arti kekekalan, orang yang serius hidup.
Orang yang tidak menghayati arti kekekalan, lebih baik tidak pernah jadi manusia, karena manusia makhluk kekal.

Kamu bukan berasal dari dunia ini, sama dengan Aku bukan berasal dari dunia ini.
Artinya : miliki kualitas hidup orang yang berasal dari atas.
Potongan boleh kere, miskin, tetapi mental bangsawan.
Bangsawan surgawi.

Jadi tidak ada strata di gereja.
Nanti di kerajaan Allah baru kelihatan great strata atau level, tingkatan kita.

Kamu bukan berasal dari dunia 🌏 ini, kamu harus berkelakuan orang - orang dari atas.
Dan Akulah contoh manusia yang berasal dari atas.

Oleh sebab itu bisnis gereja hanya satu ini, bagaimana setiap orang mendapat sertifikat dari Allah.
" Inilah anakKu yang kukasihi, kepadanyalah Aku berkenan. "
Tidak ada yang lain.

Kalau ke gereja ⛪ tetapi tidak mau berkenan kepada Tuhan, mohon jangan ke gereja lagi, percuma, kalau akhirnya masuk neraka.
Harus punya tekad, " Aku harus berkenan kepada Tuhan."

Dan gereja punya kesibukan untuk mensertifikasi jemaat lewat mentoring, briefing
khotbah seperti ini.
Tetapi ini tidak menentukan keberkenanan kita kepada Tuhan.
Tetapi hidup dari hari ke hari,  dan sepanjang hari yang Tuhan berikan kepada kita, kaya dengan kemuliaan yang Allah sediakan ketika mengucapkan kata yang tepat, tindakan yang tepat, perbuatan yang tepat.
Itu kekayaan kita.

Di ujung langit manapun kita punya kesempatan ini.
Tidak harus punya duit, tidak harus berpendidikan tinggi.

Kalau tidak punya niat berkenan, tidak usah jadi orang Kristen.
Setiap hari kita harus melihat peluang - peluang besar yang Allah berikan kepada kita untuk mengumpulkan harta di Surga.

Kesempatan berbuat dosa kesempatan kita punya kum nilai tinggi, jika kita tidak melakukan dosa itu.
Kalau kita punya kesempatan mencuri, tetapi kita tidak melakukannya.

Tidak ada harga murah untuk kesucian.
Tangisan untuk jiwa - jiwa yang terhilang itu menambah kekayaan kita di kerajaan Allah.
Kita memecahkan roti, dan membagi roti kita, mencurahkan anggur hidup kita untuk orang lain itu menjadi kekayaan abadi.
Perkarakan hal ini secara konkrit setiap hari dalam hidup kita.

Pujian kita didaftarkan di hadapan Allah.
Kalau kita mengharapkan dunia 🌎 membahagiakan kita, itu bocor.
Tapi kalau kita berprinsip hanya Tuhan yang menjadi kebahagiaan kita dunia tidak bisa membahagiakan kita lagi, baru kita bisa memberi nilai tinggi Allah.
Memberi nilai tinggi Allah artinya : menyembah Tuhan.

Kalau kita berasal dari atas cari perkara - perkara di atas bukan yang di bumi.
Melayani Tuhan melayani perasaanNya.

JBU 🌷

Renungan Harian 17 September 2019 BUKTI DAN BUAH KETAATAN

     Allah adalah Allah yang berintegritas sempurna. Allah konsekuen dengan hukum keadilan yang ada pada diri-Nya yang juga merupakan hakikat-Nya. Ingatkah Saudara dengan pengusiran Adam dan Hawa dari Eden (Kej. 3:23)? Ini adalah bentuk atau bukti keagungan integritas Allah yang sangat sempurna. Ia harus “tega” mengusir Adam dan Hawa, anak-anak yang sangat dikasihi-Nya, demi keadilan yang harus digelar. Allah tidak akan “menjilat ludah sendiri”. Ia tegas berkata bahwa pada hari manusia makan buah itu pasti akan mati, maka Allah konsekuen dengan ketetapan-Nya tersebut. Karena kesalahannya, manusia “harus mati”. Hal ini juga diberlakukan Allah dalam sepanjang sejarah kehidupan manusia, bahkan pada diri Tuhan Yesus sendiri, Anak Tunggal-Nya. Ketika Tuhan Yesus harus menebus dosa manusia, menggantikan tempat kita karena kesalahan kita, maka Bapa benar-benar meninggalkan Anak-Nya, sehingga Ia harus berseru, “eloi-eloi lama sabakhtani” (Mrk. 15:34). Sebenarnya kita yang seharusnya ditinggalkan oleh Bapa karena kejahatan dan pemberontakan kita, tetapi Anak Allah mengambil dan menggantikan tempat kita.

     Demikian pula dengan hal kebangkitan Tuhan Yesus. Pasti dengan tegasnya Allah menetapkan, kalau seandainya Tuhan Yesus tidak taat sampai mati, maka Ia tidak akan pernah dibangkitkan. Apakah Bapa bisa tega? Tentu. Sebagaimana Bapa tidak menyayangkan Lusifer, pangeran-Nya dengan membuangnya ke bumi dan nantinya akan terbuang ke dalam kegelapan abadi, demikian pula Bapa pasti bertindak tegas pula kepada Anak Tunggal-Nya kalau Ia tidak taat. Haleluya, Anak Domba Allah telah menang. Kemenangan-Nya adalah kemenangan bagi Bapa dan semua manusia.

     Kebangkitan Tuhan Yesus adalah bukti bahwa akan adanya kebangkitan bagi semua manusia untuk menjadi “orang hidup”. Kalau Tuhan Yesus gagal mengemban tugas kemesiasan-Nya, sehingga tidak ada kebangkitan, maka tidak akan ada “orang yang hidup”. Tidak terbayangkan apa jadinya jagat raya ini kalau tidak ada orang yang hidup, sebab Allah adalah Allah orang hidup, bukan Allah orang mati (Mat. 22:32; Mrk. 12:27; Luk. 20:38). Dalam hal ini kita mengerti mengapa Tuhan Yesus mengatakan bahwa Dia datang untuk memberi hidup dan Ia menyatakan bahwa Iblis adalah pembunuh. Dengan kebangkitan-Nya, Ia memberi pengharapan kepada semua orang yang percaya.

     Kalau selama ini kita memahami mengenai darah Yesus yang berkuasa, dan salib sebagai puncak karya keselamatan dan kebangkitan Tuhan Yesus sebagai bukti kemenangan-Nya atas maut, kita terpaku pada “kuasa Allah yang luar biasa” yang membuat semua itu terjadi. Sebenarnya di balik semua karya Allah tersebut ada satu kata penting yang menjadi kuncinya. Kata itu adalah “ketaatan” Tuhan Yesus Kristus kepada Bapa. Iblis tidak takut darah Yesus sebelum Ia menaati Bapa sampai mati di kayu salib.Karena ketaatan-Nya kepada Bapa, maka darah Yesus bisa mengusir Iblis dari lingkungan para malaikat di surga (Why. 12:9-11). Salib tidak ada artinya kalau Tuhan Yesus tidak taat kepada Bapa, dan tidak akan ada kebangkitan tanpa kesalehan atau kesucian yang memenuhi standar Allah.

     Ternyata hanya darah Anak Domba -yaitu darah Tuhan Yesus Kristus- yang bisa mengalahkannya (Why. 12:10-11). Demikian pula dengan pengampunan yang bisa diberikan kepada manusia, harus ada sarananya. Sarana satu-satunya agar manusia beroleh pengampunan adalah pengorbanan darah Anak Allah yang tidak bersalah, yang taat sampai mati di kayu salib. Jadi disini yang membuat Tuhan Yesus berhasil menyelesaikan tugas-Nya adalah ketaatan-Nya dan sikap hormat-Nya secara pantas kepada Bapa. Harus dipahami bahwa bukan karena Tuhan Yesus adalah Anak Allah, maka Bapa memberikan kemenangan dengan memberikan kemampuan-kemampuan ekstra. Dalam segala hal Ia disamakan dengan manusia (Ibr. 2:17). Jika tidak demikian, maka kemenangan Tuhan Yesus bukanlah kemenangan yang adil, tetapi kemenangan yang tidak adil. Ini berartipula Ia tidak bisa mengklaim bahwa kemenangan-Nya adalah kemenangan dari perjuangan-Nya sendiri. Alkitab menulis bahwa sekalipun Ia Allah Anak, tetapi Ia belajar taat kepada Bapa dari apa yang diderita-Nya (Ibr. 5:8-9). Dengan cara inilah maka Iblis bisa dikalahkan dan tidak mendapat tempat lagi di surga. Iblis bisa dinyatakan bersalah kalau ada pembuktiannya.

     Dalam Ibrani 5:7 dikatakan bahwa dalam hidup-Nya sebagai manusia, Ia telah mempersembahkan doa dan permohonan dengan ratap tangis dan keluhan kepada Dia, yang sanggup menyelamatkan-Nya dari maut, dan karena kesalehan-Nya Ia telah didengarkan. Tuhan Yesus memohon kepada Bapa agar Ia dapat dihindarkan dari maut atau bisa dibangkitkan. Alkitab mencatat, karena kesalehan-Nya, maka doa-Nya didengar atau dikabulkan. Dikabulkannya doa Tuhan Yesus bukan karena Ia adalah Anak Allah (Ibr. 5:8-9), tetapi karena Ia saleh atau taat kepada Bapa di surga. Ini sebuah pertaruhan yang luar biasa. Kalau Tuhan Yesus tidak taat, maka Ia tidak akan dibangkitkan. Kalau Ia tidak dibangkitkan berarti Ia menjadi milik kerajaan kegelapan. Tetapi akhirnya setelah perjuangan-Nya, Tuhan Yesus menang. Kemenangan-Nya adalah juga kemenangan surga dan dunia. Kemenangan-Nya adalah keselamatan surga dan dunia, sebab dengan kemenangan-Nya segala kuasa di surga dan di bumi ada dalam tangan Tuhan Yesus.

     Yang dikerjakan oleh Tuhan Yesus adalah taat kepada Bapa untuk membuktikan bahwa Iblis patut dipersalahkan dan dihukum. Dengan hal ini manusia bisa ditebus dari kuasa dan hukum dosa. Dari kuasa dosa artinya manusia bisa dihindarkan dari neraka abadi, sedangkan hukum dosa adalah keadaan di mana manusia tidak bisa mencapai kesucian yang dikehendaki oleh Allah. Hal ini tidak ada dalam agama dan kepercayaan manapun. Harus ditegaskan bahwa Allah tidak bisa mengampuni tanpa sarana. Itulah sebabnya Allah belum bisa menyelesaikan dosa Adam di taman Eden ketika jatuh dalam dosa.


https://overcast.fm/+IqOA2Zv-4

Senin, 16 September 2019

Kata Bermakna #2 september












Quote #2 September

Quote of the Day:
Penguasaan diri dimana seseorang mampu mengontrol dirinya sendiri dalam ketertundukan pada kehendak Allah, membuat dirinya dapat menjadi anak-anak Allah yang berkenan di hadapan Bapa.

Dr. Erastus Sabdono,
06 September 2019

Quote of the Day:
Pembiasaan diri menuruti kehendak Allah melalui penyangkalan diri terus menerus akan membuahkan kehidupan yang semakin serupa dengan Yesus.

Dr. Erastus Sabdono,
07 September 2019

Quote of the Day:
Kehadiran Allah dalam hidup kita tidak harus selalu melalui kejadian-kejadian yang spektakuler, tetapi melalui pengalaman hidup setiap hari Tuhan hadir membentuk kita.

Dr. Erastus Sabdono,
08 September 2019

Ouote of the Day:
Seorang yang bersedia menjadi anak-anak Allah harus berani hidup dalam ketidakwajaran, yaitu berbeda dengan cara anak dunia hidup.

Dr. Erastus Sabdono,
09 September 2019

Quote of the Day:
Kuasa kegelapan berusaha memarkir selama mungkin orang Kristen dalam cara berpikir dan gaya hidup anak dunia, sampai tidak mau atau bahkan sampai tidak bisa berubah lagi.

Dr. Erastus Sabdono,
10 September 2019

Quote of the Day:
Orang percaya harus bersedia melepaskan semua haknya, karena ini adalah konsekuensi penebusan dan untuk dapat hidup dalam kasih karunia.

Dr. Erastus Sabdono,
11 September 2019

Quote of the Day:
Tidak ada orang yang menerima Injil yang benar yang tidak menjadi pejuang bagi Kristus.

Dr. Erastus Sabdono,
12 September 2019

Quote of the Day:
Kalau seseorang tidak berjaga-jaga, maka ia akan terus berada di dalam belenggu percintaan dunia; sehingga sekalipun ada peringatan-peringatan, ia tetap tidak memiliki kesadaran untuk mempersiapkan diri memasuki kekekalan.

Dr. Erastus Sabdono,
13 September 2019

Quote of the Day:
Jika Tuhan Yesus merelakan segalanya demi kita, itu karena Ia memandang kita lebih mahal daripada semua berlian di bumi dan di langit.

Dr. Erastus Sabdono,
14 September 2019

Quote of the Day:
Tidak ada orang yang lebih berbahagia dari orang yang bisa membahagiakan hati Tuhan.

Dr. Erastus Sabdono,
15 September 2019

Quote of the Day:
Iman yang sejati akan membuat seseorang berubah secara radikal, maka kalau seluruh kehidupan belum dipertaruhkan atau disita oleh imannya, berarti imannya belum sempurna.

Dr. Erastus Sabdono,
16 September 2019

Renungan Harian 16 September 2019 TATANAN ALLAH MENGENAI KETAATAN YESUS

     Dalam Alkitab kita menemukan usaha Iblis untuk menghindarkan dan mencegah Tuhan Yesus dari kematian di kayu salib. Tetapi Tuhan Yesus dalam integritas-Nya yang tinggi tetap taat sampai mati di kayu salib untuk menyelesaikan tugas penyelamatan. Pertama, Iblis berusaha mencegah Tuhan Yesus memikul salib dengan cara menawarkan keindahan dan kemuliaan dunia (Luk. 4:5-8). Berikutnya, Iblis memakai nama Allah melalui Petrus untuk mencegah Tuhan Yesus ke Yerusalem (Mat. 16:21-23). Selanjutnya, beberapa kali Tuhan Yesus hendak diangkat jadi raja oleh orang-orang Yahudi (Yoh. 6:15; 12:1-13). Iblis menjanjikan hidup tanpa penderitaan di bumi. Di Taman Getsemani Tuhan Yesus menghadapi pergumulan antara melakukan kehendak Bapa atau kehendak-Nya sendiri (Mat. 26:38-44). Tuhan Yesus juga menghadapi situasi dimana Ia bisa memanggil malaikat-malaikat-Nya untuk menyelamatkan diri-Nya dari pasukan Roma yang menangkapnya (Mat. 26:53). Tetapi Ia tetap pada pendirian-Nya, yaitu minum cawan (penderitaan) yang harus dialami-Nya. Akhirnya di kayu salib -Ia bukan tidak bisa turun dari salib (kalau Ia mau, Ia bisa) ketika Ia ditantang untuk turun dari salib (Mat. 27:40-42)-tetapi sekali lagi Ia tetap teguh dengan pendirian-Nya, mati di kayu salib.

     Kematian Tuhan Yesus di kayu salib dalam ketaatan kepada Bapa di surga adalah kematian yang sangat mengerikan bagi Lusifer. Karena dengan hal itu ia terbukti bersalah dan hukuman baginya ditentukan. Ada semacam “rule of the game” dalam pergulatan antara Kerajaan Terang dan kerajaan kegelapan. Kalau ada yang bisa melakukan kehendak Bapa dengan sempurna, berarti Lusifer kalah dan harus dihukum; tetapi kalau tidak ada, maka Lusifer beroleh kemenangan. Ia akan menguasai jagat raya, manusia, dan Tuhan Yesus Kristus sendiri. Manusia yang juga disebut sebagai Adam terakhir yang menjadi “jagonya” Allah Bapa adalah Tuhan Yesus. Kalau Tuhan Yesus gagal, maka tidak bisa dibayangkan betapa rusaknya jagat raya ini, karena surga dan bumi dalam kekuasaan Lusifer. Ia akan menjadi “Bintang Timur yang gilang gemilang”, artinya akan menerima kekuasaan baik di surga maupun di bumi (Why. 22:16). Tetapi kemenangan Tuhan Yesus menjadikan Ia berhak memproklamirkan kekuasaan-Nya bahwa segala kuasa di surga dan di bumi ada dalam tangan-Nya dan Ia adalah Bintang Timur yang gilang gemilang itu.

     Kehidupan Tuhan Yesus seperti sebuah gelanggang pertandingan untuk menemukan siapa yang akan menjadi pemenang. Tuhan Yesus adalah pertaruhan Allah Bapa. Kalau Ia kalah berarti tidak ada keselamatan atas umat ciptaan-Nya. Kalah di sini maksudnya bahwa Tuhan Yesus gagal hidup dalam ketaatan yang sempurna kepada Bapa di surga (Ibr. 2:9). Kalau Tuhan Yesus tidak taat kepada Bapa atau berarti kalah atau gagal, maka cita-cita Lusifer berkuasa menyamai Allah bisa tercapai. Inilah yang memang diingini dan terus diupayakan oleh oknum jahat tersebut. Dalam hal ini betapa berat beban yang dipikul oleh Tuhan Yesus. Ia harus menang untuk menjadi Tuhan “bagi kemuliaan Allah Bapa” (Flp. 2:11), tetapi kalau Tuhan Yesus kalah, maka Iblis menjadi “tuhan” untuk kemuliaan dirinya sendiri. Untuk ini Tuhan Yesus harus menang untuk merebut “Bintang Timur” (Why. 22:16).

     Kalau Tuhan Yesus tidak saleh, Ia akan tetap ada dalam kubur. Jadi kebangkitan Tuhan Yesus adalah prestasi-Nya sendiri yang menyediakan diri untuk hidup dalam kesalehan. Kebangkitan-Nya bukti bahwa Ia “lulus” dalam taat kepada Bapa; taat sampai mati, bahkan mati di kayu salib. Itu adalah prestasi-Nya sendiri, maksudnya adalah bahwa Bapa tidak memberikan kemudahan agar Ia dapat menang atau bisa hidup saleh dengan mudah. Alkitab menegaskan bahwa dalam segala hal Ia disamakan dengan saudara-saudara-Nya, maksudnya adalah dengan manusia (Ibr. 2:17). Ia juga walaupun Anak (Anak Tunggal Allah), Ia belajar taat dari apa yang diderita-Nya (Ibr. 5:8). Dalam hal ini kita bisa mengerti mengapa Ia sampai menaikkan doa dengan ratap tangis dan keluhan.

      Bicara mengenai kuasa kebangkitan Tuhan (Flp. 3:9-10), hendaknya kita tidak menghubungkannya dengan kuasa spektakuler Allah yang bersifat mistik atau adikodrati. Kebangkitan Tuhan Yesus bukan karena kuasa Allah yang spektakuler adikodrati yang mampu membangkitkan tubuh dari kematian, tetapi karena ketaatan-Nya kepada Bapa (Ibr. 5:7). Jadi, kuasa kebangkitan Tuhan Yesus terletak kepada ketaatan-Nya kepada Bapa. Ketaatan ini bukan sekadar ketaatan melakukan hukum, tetapi ketaatan kepada apa yang diingini oleh Bapa. Ada semacam ruleyang harus ditegakkan. Kalau Tuhan Yesus tidak taat kepada Bapa, maka Bapa tidak akan membangkitkan-Nya. Kalau Bapa membangkitkan Tuhan Yesus karena Ia adalah Anak Allah -bukan karena ketaatan-Nya- berarti Allah bersikap nepotisme dan curang.


https://overcast.fm/+IqOCMYwuE

Renungan Harian 15 September 2019 MEMBAYAR UTANG

     Ada tatanan sebagai orang percaya, yaitu membayar utang. Paulus menyatakan: Jadi, saudara-saudara, kita adalah orang berhutang, tetapi bukan kepada daging, supaya hidup menurut daging. Sebab, jika kamu hidup menurut daging, kamu akan mati; tetapi jika oleh Roh kamu mematikan perbuatan-perbuatan tubuhmu, kamu akan hidup. Semua orang, yang dipimpin Roh Allah, adalah anak Allah (Rm. 8:12-14). Jelas sekali bahwa orang percaya adalah orang berutang. Dalam hal ini tidak ada sesuatu yang gratis sama sekali dalam kehidupan ini. Keselamatan adalah gratis, artinya penebusan berikut kuasa (exousia) atau sarana untuk dapat dikembalikan ke rancangan Allah semula diberikan cuma-cuma. Kita memperolehnya tanpa terlebih dahulu berbuat baik atau melakukan jasa apa pun.

     Tetapi dalam menjalani atau mengerjakan keselamatan tersebut, kita harus berjuang (Flp. 2:12-13). Bukan sesuatu yang gratis, artinya tidak dapat terjadi atau berlangsung dengan sendirinya. Dengan demikian orang yang mengaku Yesus sebagai Juruselamat mengalami penebusan dan menerima kuasa atau sarana keselamatan. Oleh sebab itu orang percaya harus mengerjakan proses dikembalikannya ke rancangan semula atau mengerjakan keselamatannya. Hal ini sama seperti utang yang harus dibayar. Utang di sini bukanlah utang yang harus dibayar oleh Tuhan Yesus. Ini adalah utang yang harus kita sendiri yang membayarnya. Tentu dalam pimpinan Roh Kudus.

     Terkait dengan hal utang ini, kita harus menemukan dua jenis utang. Pertama, utang dosa yang hanya dapat dibayar oleh Tuhan Yesus di kayu salib; Tuhan Yesus membayar semua utang akibat perbuatan dosa manusia. Semua akibat dosa dipikul oleh Tuhan Yesus di kayu salib. Pengorbanan Tuhan Yesus selain memikul dosa manusia juga menyediakan sarana keselamatan. Di sini orang percaya menerima penebusan. Itulah sebabnya orang yang mengakui korban Yesus di kayu salib harus menggunakan sarana tersebut untuk menanggulangi kodrat dosa di dalam dirinya. Hukuman dosa dipikul Tuhan Yesus di kayu salib, tetapi hukum atau kodrat dosa dalam diri seseorang harus digarap bersama, yaitu oleh masing-masing individu bersama dengan Roh Kudus. Itulah sebabnya orang percaya harus hidup dalam pimpinan Roh Kudus.

     Dalam Roma 8:3, Sebab apa yang tidak mungkin dilakukan hukum Taurat karena tak berdaya oleh daging, telah dilakukan oleh Allah. Dengan jalan mengutus Anak-Nya sendiri dalam daging, yang serupa dengan daging yang dikuasai dosa karena dosa, Ia telah menjatuhkan hukuman atas dosa di dalam daging. Dosa dilakukan dalam daging, maka daging juga yang harus memikul akibatnya. Tentu daging manusia, bukan daging binatang. Daging dan darah binatang hanya gambaran, simbol atau voucher dan tindakan propetis terhadap daging. Darah Anak Manusia, yaitu darah Tuhan Yesus, yang harus ditumpahkan sebagai solusi satu-satunya.

     Utang yang kedua, utang kita yang telah menerima penebusan oleh darah Yesus Kristus. Kalau Tuhan Yesus telah membayar utang akibat dosa dan kesalahan kita, sekarang kita harus membayar utang untuk hidup sesuai dengan maksud pembayaran utang itu dilakukan oleh Yesus, yaitu agar kita hidup menurut roh. Hal ini sama dengan dikembalikan ke rancangan Allah semula. Banyak orang Kristen yang berpikir bahwa semua utang telah dibayar oleh Tuhan Yesus, sehingga orang percaya tidak perlu berbuat apa-apa lagi. Mereka merasa sudah selamat. Harus diperhatikan, kalau dikatakan bahwa kita adalah orang yang berutang, berarti kita harus berbuat sesuatu untuk membayar utang tersebut. Dalam teks aslinya kata utang adalah opheiletes (ὀφειλέτης). Kata opheiletes bisa berarti one who owes another, a debtor, one held by some obligation, bound by some duty (Orang yang berutang, seorang debitur, seorang yang memegang beberapa kewajiban, terikat oleh suatu tugas). Pada umumnya para penerjemah Alkitab menafsirkan sebagai a debtor (seorang yang berutang).

     Ketika seseorang mendapat kesempatan untuk berbuat dosa, yaitu memuaskan daging atau keinginannya sendiri, pada waktu itulah ia berkesempatan untuk membayar utangnya. Kesempatan berbuat dosa, bukanlah kesempatan untuk memuaskan daging, tetapi kesempatan untuk membayar utang. Jadi, kepada orang yang dikasihi Tuhan, untuk dapat membayar utangnya, maka ia akan memiliki banyak kesempatan (diberi Tuhan kesempatan) berbuat banyak hal yang dapat memuaskan dagingnya atau melakukan apa yang menyenangkan hatinya dengan berbagai hal. Hendaknya ia tidak mengikuti kehendak sendiri tersebut, tetapi menuruti kehendak Allah atau hidup menurut roh. Itulah kesempatan untuk membayar utang dan menyukakan hati Tuhan.


https://overcast.fm/+IqOBudOF0