Kamis, 01 Maret 2018

RH Truth Daily Enlightenment “SUNAT BATINIAH”  2 Maret 2018

Di Perjanjian Baru, tanda sunat merupakan gambaran dari sunat di dalam hati atau batiniah, yaitu hati yang diperbaharui.
Dengan demikian dalam Kekristenan diajarkan bahwa tanda-tanda lahiriah bukanlah sesuatu yang memiliki nilai kerohanian.

Demikianlah, dalam Kekristenan tanda-tanda lahiriah -seperti sunat kulit khatan versi orang Yahudi- tidak mendapat tempat sama sekali (Gal. 5:6). Dengan demikian apa yang diperintahkan dalam Perjanjian Lama dan yang berlangsung dalam Perjanjian lama merupakan nubuatan dan janji dari apa yang akan dipenuhi dalam Perjanjian Baru, yaitu keselamatan dalam Yesus Kristus.

 Itulah sebabnya Paulus mengecam orang-orang yang mengajarkan bahwa orang Kristen πŸ‘₯ juga harus memiliki tanda sunat.
Sejatinya, sunat orang percaya adalah sunat batiniah (Ef. 2:11; Gal. 6:12-16; Flp. 3:3 dan lain-lain). Sunat batiniah menunjuk kepada pembaharuan hati setiap hari untuk menjadi semakin serupa dengan Yesus.


Selanjutnya dalam Roma 4:11-12 Firman Tuhan πŸ’— mengatakan: Dan tanda sunat itu diterimanya sebagai materai kebenaran berdasarkan iman yang ditunjukkannya, sebelum ia bersunat.
Demikianlah ia dapat menjadi bapa semua orang percaya yang tak bersunat, supaya kebenaran diperhitungkan kepada mereka, dan juga menjadi bapa orang-orang bersunat, yaitu mereka yang bukan hanya bersunat, tetapi juga mengikuti jejak iman Abraham, bapa leluhur kita, pada masa ia belum disunat.

Dari tulisan Paulus ini jelas sekali menunjukkan bahwa Paulus mengakui adanya orang-orang percaya πŸ‘₯ yang bersunat, biasanya berasal dari bangsa Yahudi dan orang percaya yang tidak bersunat, biasanya berasal dari bangsa bukan Yahudi.

Dalam kehidupan orang percaya πŸ‘₯ pada zaman anugerah, maksud “sunat berdasarkan iman, bukan sunat lahiriah dengan memotong kulit katan” artinya adalah hati dan pikiran yang diubah.
Hati dan pikiran yang diubah oleh kebenaran Firman Tuhan atau Injil, menciptakan manusia batiniah yang agung seperti Yesus.

Manusia agung seperti Yesus artinya memiliki pikiran dan perasaan Kristus πŸ’—
Dengan keadaan ini seseorang bukan saja tidak berbuat dosa, tetapi bahkan tidak bisa berbuat dosa lagi.

Seperti kulit khatan yang dipotong dan tidak bisa ditempelkan kembali, demikian pula hati yang disunat bisa sampai pada taraf atau level tidak bisa berbuat dosa lagi.
Dari tulisan Paulus tersebut ditunjukkan kepada kita, bahwa kalau sunat fisik menjadi tanda secara lahiriah anak-anak Abraham secara darah daging, maka sunat batiniah menjadi tanda batiniah bagi orang percaya πŸ‘₯ yang dibenarkan karena iman atau anak-anak Abraham oleh iman.

Oleh sebab itu menjadi suatu kemutlakan, bahwa orang percaya yang mengaku sebagai anak-anak Abraham harus mengikuti jejak hidup Abraham.
Jejak kehidupan Abraham adalah penurutan terhadap kehendak Allah πŸ’—
Penurutan terhadap kehendak Allah versi orang percaya sama artinya dengan hidup tidak bercacat dan tidak bercela.

Harus diingat bahwa penurutan terhadap kehendak Allah bukanlah sekadar penurutan terhadap hukum.
Kalau bangsa Israel memiliki tanda sunat harus melakukan hukum Taurat, tetapi orang percaya harus melakukan setiap kehendak Allah; memiliki kesucian seperti Allah πŸ’— sendiri.

Itulah sebabnya Tuhan Yesus πŸ’— memerintahkan agar orang percaya menjadi sempurna seperti Bapa dan serupa dengan Diri-Nya.
Dalam hal ini, betapa jauh berbeda kualitas keberagamaan agama samawi bangsa Yahudi dengan Kekristenan yang sangat mulia dan agung.

Agama Yahudi memiliki keberimanan yang ditandai dengan percaya kepada Allah πŸ’— (Elohim) Yahweh yang esa (sebenarnya kata Elohim sendiri menunjuk jamak, di dalamnya terdapat juga Allah Anak, Yesus Kristus) dan melakukan hukum-hukum atau semacam syariat yang diajarkan Musa.

Tetapi Kekristenan bukan hanya percaya kepada Allah (Elohim) yang esa, tetapi juga mengenal Bapa, Anak, dan Roh Kudus. Kekristenan bukan hanya melakukan hukum atau semacam syariat, tetapi mengenakan jalan hidup yang telah dijalani Anak Allah, yaitu Yesus Kristus πŸ’— (bukan jalan hukum seperti agama samawi lainnya).

Orang percaya tidak perlu memiliki kebanggaan terhadap hal-hal lahiriah seperti sunat (sebab sunat orang percaya adalah batiniah yang diperbaharui).
Orang percaya πŸ‘₯ juga tidak memiliki ukuran iman; di mana mereka merasa sebagai orang beriman hanya karena percaya bahwa ada Allah yang esa, memeluk suatu agama, dan melakukan hukum-hukum atau semacam Taurat.

Tetapi keberimanan orang percaya adalah penurutan terhadap kehendak Allah πŸ’— seperti tindakan Abraham.
Dan kehendak Allah dalam kehidupan orang percaya adalah usaha untuk menjadi serupa dengan Tuhan Yesus.
Hal mana juga berarti sempurna seperti Bapa.


JBU

Tidak ada komentar:

Posting Komentar