Selanjutnya dalam Roma 6:2-3 Paulus menulis: Sekali-kali tidak! Bukankah kita telah mati bagi dosa, bagaimanakah kita masih dapat hidup di dalamnya? Atau tidak tahukah kamu, bahwa kita semua 👥 yang telah dibaptis dalam Kristus, telah dibaptis dalam kematian-Nya? Maksud pernyataan Paulus ini sangat jelas, bahwa seorang yang percaya kepada Tuhan Yesus dan memberi diri dibaptis berarti sudah mati terhadap dosa.
Mati terhadap dosa artinya tidak boleh lagi berbuat dosa sama sekali.
Dibaptis dalam nama Tuhan Yesus 💗, berarti masuk ke dalam pemakaman diri untuk tidak hidup dalam dosa. Dalam hal ini banyak orang Kristen tidak mengerti maksud baptisan.
Mereka memberi diri dibaptis hanya karena merasa sudah remaja atau menjadi pemuda atau karena membutuhkan pemberkatan nikah.
Dengan cara demikian mereka melecehkan arti baptisan.
Baptisan yang benar adalah lambang kematian. Jika seseorang bersedia meninggalkan kesenangan dunia dan bersedia hidup suci, barulah layak dibaptis.
Mati bagi dosa berarti tidak lagi melakukan kesalahan apa pun.
Hal ini sama dengan berhenti berbuat dosa, dosa apa pun dan bagaimanapun.
Ini berarti bersedia menjadi seorang yang tidak bercacat dan tidak bercela, menjadi kudus seperti Bapa 💗 di surga kudus. Dari hal ini, seseorang dapat menjadi sempurna seperti Bapa atau serupa dengan Tuhan Yesus.
Dari hal ini juga, sesungguhnya orang percaya dikembalikan ke rancangan semula.
Rancangan semula Allah adalah manusia segambar dan serupa dengan Allah; memiliki moral Allah 💗 sehingga hidup dalam kesempurnaan kekudusan-Nya.
Tentu untuk hidup dalam kekudusan, tidak bisa terjadi atau berlangsung secara otomatis atau dengan sendirinya secara mudah.
Seseorang harus mengambil keputusan dan bertindak untuk tidak terus menerus berbuat dosa yang sama dengan berhenti berbuat dosa sama sekali.
Itulah sebabnya Paulus mengatakan: Jika demikian, apakah yang hendak kita katakan? Bolehkah kita bertekun dalam dosa, supaya semakin bertambah kasih karunia itu? Pernyataan Paulus ini ditujukan kepada orang-orang yang masih mau sembarangan hidup dengan menggunakan alasan bahwa Tuhan Yesus 💗telah memikul dosa, sehingga boleh hidup dan berbuat sesukanya sendiri dengan terus menerus berbuat dosa.
Dengan berpikir demikian, maka secara tidak langsung menunjukkan seakan-akan kematian Tuhan Yesus di kayu salib menjadi kesempatan berbuat dosa tanpa berisiko, atau paling tidak memicu pemikiran bahwa kalaupun masih berbuat dosa, tidak perlu takut sebab darah Tuhan Yesus💗 menjamin penyuciannya.
Banyak orang Kristen berpikir, sebab ada deposit -yaitu darah Yesus- maka mereka seperti mendapat jaminan penyelesaian atau sebuah “pemakluman” kalau berbuat dosa, baik dosa melanggar hukum maupun hanya sebuah kemelesetan.
Hal ini menyesatkan. Tetapi faktanya dalam kehidupan orang Kristen 👥 pemikiran ini sangat kuat mengakar.
Hal ini membangun kehidupan yang ceroboh, sehingga banyak orang Kristen hidup di dalam dosa.
Mereka tidak menyadari kalau berkepanjangan hidup dalam dosa, maka suatu saat mereka tidak lagi dapat berbalik dan bertobat.
Mereka bisa sampai pada keadaan di “titik tidak bisa balik” (point of no return).
Dari hal di atas kemudian ditambahkan lagi dengan prinsip “keselamatan bukan karena perbuatan baik”, maka membuat banyak orang Kristen terparkir hidup dalam dosa.
Mereka tidak memedulikan bagaimana memiliki kehidupan yang kudus seperti Bapa 👥 kudus. Sehingga mereka tidak sungguh-sungguh mau mencapai kesempurnaan, yaitu hidup dalam kesucian Tuhan.
Dari hal ini lahirlah orang-orang Kristen yang hanya beragama Kristen, tetapi tidak turut mengikuti jejak Tuhan Yesus 💗 untuk serupa dengan Dia atau sempurna seperti Bapa. Keadaan ini membuat banyak orang Kristen “meleset’ dari hidup Kekristenan yang benar, tidak sedikit yang terjebak dalam kehidupan yang tidak berbeda dengan anak-anak dunia, bahkan ada yang berkeberadaan lebih jahat dari orang-orang di luar gereja.
Tidak heran dengan kualitas hidup yang tidak sempurna seperti Bapa 💗atau tidak serupa dengan Yesus, maka Kekristenan disamakan dengan agama lain.
Dari keadaan moral dan kehidupan kebanyakan orang Kristen sekarang ini, maka tidak heran mereka yang berada di luar gereja bisa menganggap dan mengatakan bahwa orang Kristen kafir, karena ada orang-orang Kristen yang kelakuannya seperti orang yang tidak beragama.
Hal ini terjadi sebab mereka tidak melihat keunggulan kehidupan moral orang Kristen, yang mestinya keunggulannya tidak dapat dibandingkan dengan orang beragama manapun.
Tuhan Yesus 💗 sendiri mengatakan bahwa orang percaya harus memiliki kebenaran lebih dari para tokoh agama manapun (Mat. 5:20).
Dari Matius 5:20 jelaslah bahwa orang Kristen dipanggil untuk hidup secara luar biasa dalam moral.
Kalau orang Kristen 👥memiliki kesucian yang sesuai dengan kesucian Allah Bapa, berarti memiliki keunggulan moral yang mencolok dengan mereka yang ada di luar gereja, maka sulitlah orang percaya dicap sebagai kafir.
JBU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar