Kamis, 08 Maret 2018

RH Truth Daily Enlightenment “MANUSIA MASA DEPAN”   9 Maret 2018

Iman yang sejati harus dibuktikan, itulah sebabnya Allah menguji Abraham dengan menunda kelahiran Ishak.
Abraham harus menunggu kelahiran anaknya selama seperempat abad sejak kepergiannya dari Urkasdim.

Setelah Ishak dewasa, Allah 💗 juga menguji Abraham dengan perintah agar Abraham mempersembahkan anaknya Ishak sebagai korban bakaran.
Ujian-ujian yang dialami Abraham bukan sesuatu yang mudah.
Benar-benar berat.

Setelah melalui pengujian ini maka “tindakan atau sikap” Abraham diperhitungkan sebagai kebenaran (Rm. 4:22, Karena itu hal ini diperhitungkan kepadanya sebagai kebenaran).
 Dalam hal ini ada tatanan dalam diri Allah 💗 yang tidak dapat dilanggar, bahwa seseorang dikatakan beriman jika melakukan segala sesuatu yang dikehendaki oleh Allah.

Abraham tidak dapat dikatakan sebagai bapa orang percaya dan menjadi sahabat Allah 💗 sebelum teruji.
Demikian pula dalam kehidupan umat Perjanjian Baru, seseorang tidak dapat dikatakan beriman sebelum teruji.
Teruji hidup dalam penurutan terhadap kehendak Allah.

Tentu berangkat dari penebusan yang dikerjakan Yesus 💗 di kayu salib-Nya.
Dalam kehidupan umat Perjanjian baru, iman harus teruji. Itulah sebabnya rasul Petrus menulis sebagai berikut: Bergembiralah akan hal itu, sekalipun sekarang ini kamu seketika harus berdukacita oleh berbagai-bagai pencobaan.

Maksud semuanya itu ialah untuk membuktikan kemurnian imanmu yang jauh lebih tinggi nilainya dari pada emas yang fana, yang diuji kemurniannya dengan api sehingga kamu memperoleh puji-pujian dan kemuliaan dan kehormatan pada hari Yesus Kristus 💗menyatakan diri-Nya.

Sekalipun kamu belum pernah melihat Dia, namun kamu mengasihi-Nya. Kamu percaya kepada Dia, sekalipun kamu sekarang tidak melihat-Nya.
Kamu bergembira karena sukacita yang mulia dan yang tidak terkatakan (1Ptr. 1:6-8).

Kehidupan orang Kristen 👥 yang tidak mengalami ujian bukanlah orang Kristen yang diperhitungkan sebagai orang beriman. Ini juga hukum atau tatanan dari Allah, bahwa iman harus teruji.

Kata “diperhitungkan” dalam Roma 4:22, (Karena itu hal ini diperhitungkan kepadanya sebagai kebenaran), teks aslinya adalah logizomai (λογίζομαι), yang memiliki beberapa pengertian selain “diperhitungkan”, juga memiliki pengertian “dianggap berarti” atau “dianggap berharga”.

Selain itu juga berarti “diakui sebagai memiliki kekuatan”.
Tuhan 💗 tidak sembarangan memilih Abraham sebagai seorang yang dapat menyandang status “bapa orang percaya” dan membenarkan Abraham serta diakuinya sebagai “sahabat Allah”.

Di dalam diri Abraham terdapat iman yang dikembangkannya oleh kehendak bebasnya untuk memercayai Pribadi Allah. Allah 💗 dipandang Abraham layak atau pantas diperlakukan secara agung pula oleh mereka yang mengagungkan atau memuliakan Dia.

Melalui pengujian ternyata Abraham lulus, sehingga ia dikatakan sebagai bapa orang percaya dan kehidupannya adalah kehidupan yang memuliakan Allah. Dikatakan dalam Roma 4:20 bahwa Abraham memuliakan Allah.
Dalam hal ini memuliakan Allah berarti memercayai Pribadi-Nya secara penuh dalam tindakan, tidak cukup dengan liturgi atau menyanyikan lagu rohani.

Selanjutnya Firman Tuhan mengatakan: … tetapi ditulis juga untuk kita; sebab kepada kita pun Allah memperhitungkannya, karena kita percaya kepada Dia, yang telah membangkitkan Yesus, Tuhan 💗 kita, dari antara orang mati, yaitu Yesus, yang telah diserahkan karena pelanggaran kita dan dibangkitkan karena pembenaran kita (Rm. 4:24-25).

Dalam ayat ini sangat jelas ditunjukkan bahwa kita dinyatakan sebagai orang beriman jika kita memiliki tindakan seperti Abraham. Allah tidak memperhitungkan seseorang sebagai orang beriman kalau tidak memiliki jejak Abraham sebagai “bapanya” (bapa orang percaya). Kalau orang Kristen tidak memiliki jejak kehidupan seperti Abraham, berarti bukan anak Abraham, berarti pula tidak diperhitungkan sebagai beriman. Tentu orang seperti ini tidak berhak merasa memiliki keselamatan.
Kalimat “karena kita percaya kepada Dia, yang telah membangkitkan Yesus, Tuhan kita, dari antara orang mati,” berbicara mengenai kebangkitan tidak bisa tidak berbicara mengenai kehidupan yang akan datang. Sebagaimana Paulus memercayai kebangkitan dari antara orang mati yang oleh karenanya ia rela melakukan apa pun agar dirinya mendapat kebangkitan dari antara orang mati. Ini berarti keyakinan terhadap kebangkitan Tuhan Yesus berbicara mengenai kesediaan menaruh pengharapan untuk kehidupan yang akan datang dan rela berkorban apa pun demi hal tersebut.
Abraham adalah seorang yang berpikir besar, hidupnya adalah hidup untuk masa depan. Abraham bisa disebut sebagai manusia masa depan. Ia meninggalkan Urkasdim demi negeri yang dijanjikan oleh Allah. Selain itu Ia hidup hanya untuk memenuhi kehendak dan rencana Allah bahwa keturunan-Nya akan sangat banyak serta dari keturunannya tersebut, semua bangsa akan diberkati (menunjuk Yesus). Jika Abraham tidak memandang masa depan, niscaya ia tidak perlu mempermasalahkan masa depan, yang oleh karenanya dirinya menderita dengan segala pertaruhan yaitu segenap hidupnya. Kalau Abraham hanya berpikir “hari ini”, maka ia tidak perlu bersusah-susah mengikuti kehendak dan rencana Allah.

JBU

Tidak ada komentar:

Posting Komentar