Dalam Roma 4:14 tertulis: Sebab jika mereka yang mengharapkannya dari hukum Taurat, menerima bagian yang dijanjikan Allah, maka sia-sialah iman dan batallah janji itu.
Untuk memahami ayat ini kita harus menghubungkan dengan ayat sebelumnya. Ayat sebelumnya berbicara mengenai janji Allah ๐terhadap Abraham; bahwa Abraham akan memperoleh dunia, yaitu kota yang memiliki dasar yang direncanakan dan dibangun oleh Allah (Ibr. 11:8-9).
Roma 4:14 menunjukkan bahwa untuk menerima janji Allah tersebut -yaitu mewarisi dunia ๐ yang akan datang tidak cukup dengan melakukan hukum Taurat, tetapi hidup oleh iman seperti yang dilakukan Abraham; hidup dalam penurutan terhadap semua kehendak Allah.
Kalau bangsa Israel dengan hukum Taurat dapat mewarisi tanah Kanaan di bumi ini tanah Kanaan menunjuk mengenai keindahan bumi ini, tetapi untuk mewarisi langit baru dan bumi baru tidak cukup hanya dengan melakukan hukum Taurat. Orang percaya ๐ฅ tidak diarahkan untuk memiliki dan menikmati bumi ini.
Untuk mewarisi janji Allah yang diberikan bagi Abraham dan keturunannya di dalam iman, maka hanya dapat diperoleh melalui iman. Iman yang dimaksud adalah tindakan seperti yang dilakukan oleh Abraham, dengan seluruh gaya dan pola hidupnya.
Tanah Kanaan diberikan kepada keturunan Abraham secara darah daging yang hidup di bawah Taurat, tetapi dunia yang akan datang diwarisi oleh keturunan Abraham di dalam iman.
Keturunan Abraham dalam iman tidak dibatasi oleh ikatan darah daging dan suku bangsa.
Dalam Roma 4:16-17 tertulis: Karena itulah kebenaran berdasarkan iman supaya merupakan kasih karunia, sehingga janji itu berlaku bagi semua keturunan Abraham, bukan hanya bagi mereka yang hidup dari hukum Taurat, tetapi juga bagi mereka ๐ฅ yang hidup dari iman Abraham.
Sebab Abraham adalah bapa kita semua, –seperti ada tertulis: “Engkau telah Kutetapkan menjadi bapa banyak bangsa” –di hadapan Allah yang kepada-Nya ia percaya, yaitu Allah ๐ yang menghidupkan orang mati dan yang menjadikan dengan firman-Nya apa yang tidak ada menjadi ada.
Dengan tulisan ini, maka tembok pemisahan antara Yahudi dan non Yahudi sudah menjadi roboh. Orang-orang non Yahudi juga bisa menjadi umat pilihan.
Untuk memperoleh dunia๐ yang akan datang (kota yang memiliki dasar yang direncanakan dan dibangun oleh Allah), Abraham harus melakukan tindakan barter.
Tindakan Abraham adalah tindakan yang benar-benar sangat ekstrem.
Demi penurutannya terhadap kehendak Allah๐, dirinya harus kehilangan “seluruh hidupnya”. Inilah tindakan barter tesebut.
Sejak Abraham menerima panggilan Allah, hidupnya berubah sama sekali.
Sejak Abraham meninggalkan Urkasdim, maka hidupnya tidak sama lagi.
Abraham yang lama sudah “mati”. Dalam hal ini, Abraham adalah sosok manusia yang sudah sangat rohani pada zamannya.
Abraham tidak mencintai keindahan dunia ๐ ini; yang diwakili oleh Urkasdim, negeri makmur dan maju di lembah Sumeria.
Abraham harus meninggalkan semua kenyamanan dan kesenangan hidup di daerah asalnya di wilayah lembah Sumeria yang sudah sangat maju dan berbudaya tersebut. Abraham harus hidup sebagai bangsa pengembara (nomaden) yang tinggalnya hanya di kemah dan selalu berpindah-pindah.
Abraham harus hidup di perantauan dengan seribu satu bahaya dan dalam wilayah hunian yang tidak maju budayanya.
Tentu saja tindakan Abraham seperti ini tidak dapat dimengerti oleh orang-orang pada zamannya.
Selanjutnya apa pun yang Tuhan kehendaki dan perintahkan untuk dilakukan, Abraham lakukan dengan segenap hati tanpa ragu-ragu, bahkan perintah Allah yang paling tidak dapat dimengerti (seperti menyembelih anak kandungnya sebagai korban bakaran).
Tindakan-tindakan Abraham ini menunjukkan pribadi yang mengasihi dan menghormati Tuhan ๐ secara ekstrem atau fanatik.
Itulah sebabnya Abraham adalah sosok manusia yang pantas menjadi sahabat Allah dan menerima janji Allah untuk mewarisi dunia yang akan datang, yaitu langit baru dan bumi yang baru.
Dalam hal ini sangat jelas bahwa untuk menjadi sahabat Allah ๐ dan pantas mewarisi langit baru dan bumi baru bukan sesuatu yang mudah dan murahan.
Selama ini terkesan bahwa kalau seseorang merasa sudah percaya Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat maka ia merasa sudah memiliki iman.
Dengan iman yang dimilikinya tersebut maka ia merasa sudah dilayakkan menjadi umat Tuhan ๐ byang bisa bersekutu dengan Dia sebagai sahabat-Nya. Kemudian juga merasa berhak mewarisi Kerajaan Surga.
Ini adalah pemikiran yang salah.
Sejatinya, kalau kehidupan iman seseorang tidak seperti kehidupan iman Abraham, maka berarti iman palsu yang tidak melayakkannya menjadi sahabat Allah dan mewarisi Kerajaan Surga.
Sebagai orang ๐ฅ beriman yang meneladani kehidupan Abraham, kita juga dipanggil memiliki kehidupan seperti Abraham.
Iman berarti meninggalkan cara hidup seperti yang dimiliki anak-anak dunia, yaitu kehidupan yang dijalani hampir semua orang, juga yang dulu kita juga jalani.
Untuk beriman secara benar, harus bersedia memiliki hidup yang harus disita seluruhnya demi penurutan terhadap seluruh kehendak Allah. Penurutan terhadap kehendak Allah adalah kesucian hidup yang tidak didasarkan pada hukum (Taurat), tetapi tindakan iman, yaitu selalu melakukan segala sesuatu selalu sesuai dengan pikiran dan perasaan Allah.
Selanjutnya, orang percaya harus berani meninggalkan dunia dengan segala keindahannya. Dengan demikian orang yang masih mengasihi dunia ๐, yaitu orang yang masih menyukai barang dunia dan dapat merasa dapat dibahagiakan oleh fasilitas materi dunia ini, adalah orang yang tidak layak mewarisi janji Allah.
Orang seperti itu belum bisa dikategorikan telah memiliki iman dan menjadi anak Abraham.
Harus selalu diingat bahwa Abraham ๐ค meninggalkan keindahan dan kenyamanan Urkasdim demi memenuhi panggilan Allah.
Itulah iman yang benar. Iman adalah tindakan konkret.
JBU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar