Perlu dan harus berulang-ulang disampaikan kepada kita, dan harus benar-benar kita camkan, bahwa iman bukanlah sekadar pengaminan akali atau persetujuan pikiran.
Iman bukanlah sekadar aktivitas nalar atau pikiran. Iman bukan saja mengakui bahwa Allah π itu ada atau keberadaan-Nya yang Esa.
Iman bukan saja mengakui status Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat.
Iman bukan hanya sekadar memeluk suatu agama dan menjalankan hukum atau syariatnya, serta melakukan berbagai seremonial atau liturginya. Dengan demikian, sebenarnya kehidupan beriman bukan sesuatu yang sederhana, tetapi kompleks sekali.
Kehidupan beriman dalam Kekristenan berangkat dari keselamatan yang dikerjakan oleh Tuhan Yesus π di kayu salib.
Keselamatan yang kita terima sesungguhnya karena anugerah, bukan karena perbuatan baik, artinya tidak dimulai dari amal kebajikan kita (Ef. 2:8). Harus hati-hati memahami kalimat “itu bukan hasil usahamu” dalam ayat tersebut. Kalimat “itu bukan hasil usahamu” diartikan bahwa kita tidak perlu atau dikesankan tidak boleh berusaha apa pun.
Sejatinya, “itu bukan hasil usahamu” artinya itu bukan dari dirimu sendiri, tetapi dari Allah atau pemberian Allah π
Kalimat “itu bukan hasil usahamu” dalam teks aslinya adalah: ΞΊΞ±α½Ά ΟΞΏαΏ¦ΟΞΏ ΞΏα½ΞΊ αΌΞΎ α½ΞΌαΏΆΞ½, yang artinya bukan dari dirimu: that not of yourselves, this was not from yourselves, but is the gift of God.
Kalimat “bukan pekerjaanmu” dalam Efesus 2:8 adalah: ΞΏα½ΞΊ αΌΞΎ αΌΟΞ³ΟΞ½, bukan pekerjaanmu artinya bukan berangkat atau dimulai dari karyamu. Itu adalah karya Tuhan Yesus π di kayu salib.
Hal ini dikemukakan agar orang percaya tidak membanggakan diri seakan-akan keselamatan adalah hasil usahanya.
Efesus 2:8-9 bukan bermaksud mengajarkan kita tidak memiliki usaha untuk keluar dari keadaan kita yang belum benar, karena dengan alasan bagaimanapun keadaan kita kita sudah dianggap benar. Itu cukup.
Hal ini menyesatkan. Kalau kita membaca ayat-ayat berikut dalam Efesus, maka kita dapati perjuangan orang percaya π₯ untuk hidup benar, bagaimana hidupnya berpadanan dengan panggilan untuk menjadi seperti Yesus (Ef. 4: 1, 15).
Tindakan yang sebaik apa pun tidak dapat menyelamatkan seseorang.
Dalam hal ini Kekristenan bukanlah usaha manusia untuk mencapai Tuhan π, tetapi usaha Tuhan untuk mencapai manusia.
Tuhan Yesuslah satu-satunya yang dapat menyelamatkan manusia dari api kekal oleh pengorbanan-Nya di kayu salib.
Hanya Dialah yang dapat merebut manusia π₯ dari tangan kuasa kegelapan. Pola keberagamaan tidak akan mendapat tempat dalam Kekristenan yang benar.
Pola keberagamaan di sini maksudnya adalah usaha mencapai keselamatan dengan melakukan hukum, tanpa diawali korban penebusan oleh darah Anak Domba Allah.
Dalam keberagamaan, pada umumnya terdapat unsur-unsur peraturan atau hukum yang harus ditaati; yang mana dengan menaatinya akan menyukakan hati Tuhan π yang dipercayainya dan membuatnya masuk surga. Kekristenan tidak demikian.
Kekristenan yang benar adalah respon terhadap anugerah yang ditawarkan. Respon tersebut adalah tindakan iman.
Tindakan iman adalah: pertama, seseorang harus menerima Yesus Kristus π sebagai Tuhan dan Juruselamat secara akali atau persetujuan pikiran.
Dalam hal ini seseorang setuju dan mengakui dengan mulut bahwa Dia adalah Tuhan π dan Juruselamat.
Tetapi ini tidak cukup, sebab iman adalah perbuatan.
Manusia yang ditawari keselamatan harus merespon dengan iman sejati, yaitu iman dalam tindakan.
Abraham dipilih sebagai nenek moyang umat pilihan bukan karena ada sesuatu yang istimewa yang dimiliki oleh Abraham, tetapi karena anugerah.
Alkitab π tidak menunjukkan kepada kita bahwa Abraham dipilih Tuhan sebab ia baik.
Tetapi setelah menerima panggilan tersebut, ia harus memiliki tindakan sebagai respon terhadap panggilan untuk hidup dalam iman.
Dalam hal ini tindakan manusia tidak diperlukan. Alkitab π menunjukkan kepada kita bahwa Abraham taat terhadap panggilan untuk meninggalkan Urkasdim dan melakukan apa pun yang Tuhan perintahkan kepadanya.
Abraham diperintahkan menyembelih anaknya sendiri pun ia lakukan. Respon inilah yang harus kita teladani.
Respon Abraham yang konkret tersebut diperhitungkan sebagai iman (Yak. 2:20-23). Demikian pula orang percaya, setelah menerima Yesus dengan mengakui Dia sebagai Tuhan π dan Juruselamat, harus hidup dalam penurutan terhadap kehendak-Nya.
Inilah Kekristenan yang sejati.
JBU
Kumpulan dari Khotbah, Seminar dan hal lain yang berhubungan dengan Gereja Rehobot Ministry
Sabtu, 31 Maret 2018
RH Truth Daily Enlightenment “TERIKAT PERJANJIAN” 31 Maret 2018
Kata “perintah” di dalam Roma 7:11, bukan menekankan atau menunjuk kepada isi hukum di dalam Dekalog, tetapi ikatan perjanjian (covenant) antara Allah π dan umat pilihan.
Umat Israel, sebagai keturunan Abraham, dipilih Allah menjadi umat-Nya.
Pembebasan atas bangsa itu dan pemberian sepuluh perintah Allah π di Sinai merupakan awal ikatan perjanjian dengan Allah. Satu pihak Allah melepaskan mereka dari perbudakan bangsa Mesir, tetapi di sisi lain bangsa Israel terikat untuk hidup sesuai dengan Dasatitah yang menjadi ikatan perjanjian Elohim Yahwe yang membebaskan mereka.
Dari semua bangsa yang ada di dunia π sesungguhnya hanya bangsa Israel, satu-satunya bangsa yang memiliki perjanjian dengan Allah.
Dengan adanya ikatan perjanjian tersebut, maka jika umat tidak hidup di dalam perintah-Nya, berarti merusak ikatan perjanjian. Hal ini dapat membunuh atau membinasakan atau mendatangkan hukuman atas umat tersebut.
Dekalog diberikan kepada bangsa Israel menjadi ikatan perjanjian.
Tetapi manusia π₯ yang berkodrat dosa memiliki kecenderungan untuk melanggar hukum-hukum di dalam Dasatitah atau Dekalog tersebut.
Hal ini tidak dapat dihindari karena manusia memang sudah jatuh dalam dosa, kehilangan kemuliaan Allah dan hidup di dalam kodrat dosa.
Dalam tulisannya Paulus menambahkan: Jadi hukum Taurat adalah kudus, dan perintah itu juga adalah kudus, benar dan baik.
Jika demikian, adakah yang baik itu menjadi kematian bagiku? Sekali-kali tidak! Tetapi supaya nyata, bahwa ia adalah dosa, maka dosa mempergunakan yang baik untuk mendatangkan kematian bagiku, supaya oleh perintah itu dosa lebih nyata lagi keadaannya sebagai dosa.
Sebab kita π₯ tahu, bahwa hukum Taurat adalah rohani, tetapi aku bersifat daging, terjual di bawah kuasa dosa. (Rm. 7:12-14)
Dalam hal tersebut Paulus mengatakan bahwa dalam perintah itu, dosa mendapat kesempatan untuk menipunya.
Menipu di sini maksudnya bahwa dengan adanya hukum-hukum yang terdapat dalam Dasatitah tersebut, dosa mendapat kesempatan untuk membujuk, menggoda, dan memikat Paulus (seperti umat Israel pada umumnya), sehingga dapat merusak ikatan perjanjian dengan Allah.
Hal ini bisa terjadi karena di dalam diri Paulus terdapat kodrat dosa yang membuka kemungkinan untuk terbujuk, tergoda, dan terpikat untuk melakukan pelanggaran terhadap hukum-hukum Allah.
Bujukan, godaan, dan tarikan memikat dari dosa tidak bisa dihindari, dan Allah pun tidak menghindarkannya.
Sebab justru dalam konteks ini, dengan adanya godaan dan bujukan tersebut umat dapat diuji apakah umat setia atau tidak kepada Elohim Yahwe dan ikatan perjanjian di antara mereka.
Tanpa adanya bujukan, godaan, dan tarikan yang memikat tersebut umat tidak teruji kesetiaannya. Dalam hal ini, umat diuji apakah tetap setia dalam perjanjiannya dengan Tuhan π sebagai umat yang setia kepada-Nya, atau sebaliknya mau mengikuti kehendaknya sendiri tanpa memedulikan Allah yang telah membebaskan mereka.
Dari penjelasan Paulus ini dapat ditarik pelajaran bahwa umat pilihan selalu memiliki ikatan perjanjian.
Bangsa Israel adalah satu-satunya bangsa yang memiliki ikatan perjanjian dengan Allah π
Ikatan perjanjian antara Allah dan umat Israel didasarkan pada ikatan darah daging, sebab mereka adalah keturunan Abraham.
Dan Allah sudah menyatakan bahwa bangsa itu adalah bangsa pilihan berdasarkan keturunan.
Allah sendiri kemudian mengikat perjanjian dengan bangsa itu dengan pembebasan yang dilakukan oleh Allah πatas bangsa itu ketika mereka ada dalam perbudakan bangsa Mesir. Kemudian Allah memberikan Dekalog sebagai sarana untuk mengikat perjanjian tersebut.
Dari pihak Allah, Allah πakan selalu menuntun, melindungi, dan memberkati bangsa Israel, tetapi dari pihak bangsa Israel mereka harus hidup dalam penurutan terhadap kehendak-Nya yang diwakili oleh hukum-hukum-Nya dalam Dekalog.
Hal ini menjadi gambaran hubungan antara Allah π dengan umat pilihan Perjanjian Baru.
Kalau dalam Perjanjian Lama, hanya bangsa Israel yang dapat menjadi umat pilihan, tetapi di zaman Perjanjian Baru, semua bangsa bisa menjadi umat pilihan, yaitu mereka yang menerima Yesus.
Menerima Yesus berarti mengakui bahwa Dia adalah Tuhan (Kurios) atau penguasa yang menciptakan langit dan bumi π, serta menerima bahwa Dialah satu-satunya Juruselamat yang menghapus dosa dunia dan dapat mengembalikan manusia kepada rancangan Allah semula.
Orang percaya juga memiliki ikatan perjanjian dengan Allah.
Pertama-tama, sesuai dengan janji Allah kepada Abraham (Kej. 12), bahwa Allah memilih manusia dari segala bangsa sebagai umat pilihan atau menjadi anak-anak Abraham bukan berdasarkan darah daging, tetapi berdasarkan iman. Kita sebagai orang percaya π₯ yang memiliki iman dapat dihisapkan sebagai keturunan Abraham, atau menjadi bangsa Israel secara rohani.
Sesungguhnya hanya keturunan Abraham dalam iman yang dapat menjadi anak-anak Abraham dan menjadi umat pilihan Allah π di kekekalan.
Bisa dimengerti ketika Tuhan Yesus mengatakan: Hari ini telah terjadi keselamatan kepada rumah ini, karena orang ini pun anak Abraham (Luk. 19:9).
Selanjutnya Tuhan Yesus π membebaskan kita dari ikatan dosa, bahwa Ia telah memikul dosa dengan segala akibatnya.
Bangsa Israel dibebaskan dari perbudakan bangsa Mesir, tetapi orang percaya dibebaskan dari perbudakan dosa.
Tetapi selanjutnya orang percaya terikat perjanjian (covenant) dengan Tuhan, sebab orang percaya harus hidup dalam tuntunan Roh Kudus π yang menuntunnya kepada segala kebenaran.
Kalau bangsa Israel memiliki sejarah pembebasan dari perbudakan bangsa Mesir dan Dekalog sebagai pengikat Perjanjian untuk ditaati, tetapi orang percaya memiliki sejarah pembebasan dari dosa di bukit Golgota dan materai Roh Kudus untuk hidup sesuai dengan kehendak Allah.
Kehendak Allah tidak cukup diwakili oleh hukum. Orang percaya harus hidup sesuai dengan pikiran dan perasaaan Allah π
Kalau bangsa Israel, mereka harus hidup dalam ketepatan melakukan hukum (Dekalog), tetapi orang percaya dalam ketepatan melakukan kehendak Allah.
JBU
Umat Israel, sebagai keturunan Abraham, dipilih Allah menjadi umat-Nya.
Pembebasan atas bangsa itu dan pemberian sepuluh perintah Allah π di Sinai merupakan awal ikatan perjanjian dengan Allah. Satu pihak Allah melepaskan mereka dari perbudakan bangsa Mesir, tetapi di sisi lain bangsa Israel terikat untuk hidup sesuai dengan Dasatitah yang menjadi ikatan perjanjian Elohim Yahwe yang membebaskan mereka.
Dari semua bangsa yang ada di dunia π sesungguhnya hanya bangsa Israel, satu-satunya bangsa yang memiliki perjanjian dengan Allah.
Dengan adanya ikatan perjanjian tersebut, maka jika umat tidak hidup di dalam perintah-Nya, berarti merusak ikatan perjanjian. Hal ini dapat membunuh atau membinasakan atau mendatangkan hukuman atas umat tersebut.
Dekalog diberikan kepada bangsa Israel menjadi ikatan perjanjian.
Tetapi manusia π₯ yang berkodrat dosa memiliki kecenderungan untuk melanggar hukum-hukum di dalam Dasatitah atau Dekalog tersebut.
Hal ini tidak dapat dihindari karena manusia memang sudah jatuh dalam dosa, kehilangan kemuliaan Allah dan hidup di dalam kodrat dosa.
Dalam tulisannya Paulus menambahkan: Jadi hukum Taurat adalah kudus, dan perintah itu juga adalah kudus, benar dan baik.
Jika demikian, adakah yang baik itu menjadi kematian bagiku? Sekali-kali tidak! Tetapi supaya nyata, bahwa ia adalah dosa, maka dosa mempergunakan yang baik untuk mendatangkan kematian bagiku, supaya oleh perintah itu dosa lebih nyata lagi keadaannya sebagai dosa.
Sebab kita π₯ tahu, bahwa hukum Taurat adalah rohani, tetapi aku bersifat daging, terjual di bawah kuasa dosa. (Rm. 7:12-14)
Dalam hal tersebut Paulus mengatakan bahwa dalam perintah itu, dosa mendapat kesempatan untuk menipunya.
Menipu di sini maksudnya bahwa dengan adanya hukum-hukum yang terdapat dalam Dasatitah tersebut, dosa mendapat kesempatan untuk membujuk, menggoda, dan memikat Paulus (seperti umat Israel pada umumnya), sehingga dapat merusak ikatan perjanjian dengan Allah.
Hal ini bisa terjadi karena di dalam diri Paulus terdapat kodrat dosa yang membuka kemungkinan untuk terbujuk, tergoda, dan terpikat untuk melakukan pelanggaran terhadap hukum-hukum Allah.
Bujukan, godaan, dan tarikan memikat dari dosa tidak bisa dihindari, dan Allah pun tidak menghindarkannya.
Sebab justru dalam konteks ini, dengan adanya godaan dan bujukan tersebut umat dapat diuji apakah umat setia atau tidak kepada Elohim Yahwe dan ikatan perjanjian di antara mereka.
Tanpa adanya bujukan, godaan, dan tarikan yang memikat tersebut umat tidak teruji kesetiaannya. Dalam hal ini, umat diuji apakah tetap setia dalam perjanjiannya dengan Tuhan π sebagai umat yang setia kepada-Nya, atau sebaliknya mau mengikuti kehendaknya sendiri tanpa memedulikan Allah yang telah membebaskan mereka.
Dari penjelasan Paulus ini dapat ditarik pelajaran bahwa umat pilihan selalu memiliki ikatan perjanjian.
Bangsa Israel adalah satu-satunya bangsa yang memiliki ikatan perjanjian dengan Allah π
Ikatan perjanjian antara Allah dan umat Israel didasarkan pada ikatan darah daging, sebab mereka adalah keturunan Abraham.
Dan Allah sudah menyatakan bahwa bangsa itu adalah bangsa pilihan berdasarkan keturunan.
Allah sendiri kemudian mengikat perjanjian dengan bangsa itu dengan pembebasan yang dilakukan oleh Allah πatas bangsa itu ketika mereka ada dalam perbudakan bangsa Mesir. Kemudian Allah memberikan Dekalog sebagai sarana untuk mengikat perjanjian tersebut.
Dari pihak Allah, Allah πakan selalu menuntun, melindungi, dan memberkati bangsa Israel, tetapi dari pihak bangsa Israel mereka harus hidup dalam penurutan terhadap kehendak-Nya yang diwakili oleh hukum-hukum-Nya dalam Dekalog.
Hal ini menjadi gambaran hubungan antara Allah π dengan umat pilihan Perjanjian Baru.
Kalau dalam Perjanjian Lama, hanya bangsa Israel yang dapat menjadi umat pilihan, tetapi di zaman Perjanjian Baru, semua bangsa bisa menjadi umat pilihan, yaitu mereka yang menerima Yesus.
Menerima Yesus berarti mengakui bahwa Dia adalah Tuhan (Kurios) atau penguasa yang menciptakan langit dan bumi π, serta menerima bahwa Dialah satu-satunya Juruselamat yang menghapus dosa dunia dan dapat mengembalikan manusia kepada rancangan Allah semula.
Orang percaya juga memiliki ikatan perjanjian dengan Allah.
Pertama-tama, sesuai dengan janji Allah kepada Abraham (Kej. 12), bahwa Allah memilih manusia dari segala bangsa sebagai umat pilihan atau menjadi anak-anak Abraham bukan berdasarkan darah daging, tetapi berdasarkan iman. Kita sebagai orang percaya π₯ yang memiliki iman dapat dihisapkan sebagai keturunan Abraham, atau menjadi bangsa Israel secara rohani.
Sesungguhnya hanya keturunan Abraham dalam iman yang dapat menjadi anak-anak Abraham dan menjadi umat pilihan Allah π di kekekalan.
Bisa dimengerti ketika Tuhan Yesus mengatakan: Hari ini telah terjadi keselamatan kepada rumah ini, karena orang ini pun anak Abraham (Luk. 19:9).
Selanjutnya Tuhan Yesus π membebaskan kita dari ikatan dosa, bahwa Ia telah memikul dosa dengan segala akibatnya.
Bangsa Israel dibebaskan dari perbudakan bangsa Mesir, tetapi orang percaya dibebaskan dari perbudakan dosa.
Tetapi selanjutnya orang percaya terikat perjanjian (covenant) dengan Tuhan, sebab orang percaya harus hidup dalam tuntunan Roh Kudus π yang menuntunnya kepada segala kebenaran.
Kalau bangsa Israel memiliki sejarah pembebasan dari perbudakan bangsa Mesir dan Dekalog sebagai pengikat Perjanjian untuk ditaati, tetapi orang percaya memiliki sejarah pembebasan dari dosa di bukit Golgota dan materai Roh Kudus untuk hidup sesuai dengan kehendak Allah.
Kehendak Allah tidak cukup diwakili oleh hukum. Orang percaya harus hidup sesuai dengan pikiran dan perasaaan Allah π
Kalau bangsa Israel, mereka harus hidup dalam ketepatan melakukan hukum (Dekalog), tetapi orang percaya dalam ketepatan melakukan kehendak Allah.
JBU
Kamis, 29 Maret 2018
RH Truth Daily Enlightenment “HUKUM BUKAN UNTUK MEMBUNUH” 30 Maret 2018
Paulus dalam Roma 7:11 mengatakan: Sebab dalam perintah itu, dosa mendapat kesempatan untuk menipu aku dan oleh perintah itu ia membunuh aku. Apa maksud kalimat ini sebenarnya? Sebenarnya kata menipu dari teks aslinya aphormen (αΌΟΞΏΟμὴν), dari akar kata aphrome (αΌΟΞΏΟμὡ), yang artinya menempatkan dalam keadaan memiliki kesempatan.
Kalau dilihat secara sekilas, kalimat ini bisa diartikan seakan-akan perintah (hukum) diadakan oleh Tuhan π untuk membunuh atau membinasakan umat, sebab dalam perintah tersebut dosa mendapat kesempatan untuk menipu umat.
Kalau tidak ada perintah berarti dosa tidak mendapat kesempatan menipu umat.
Seakan-akan perintah diberikan oleh Tuhan π dengan maksud jahat atau membinasakan umat. Dengan demikian bisa dikesankan bahwa Allah mengupayakan kecelakaan bagi umat dengan memberikan perintah.
Tentu saja Allah yang benar (Elohim Yahweh), tidak memiliki karakter demikian.
Oleh sebab itu kalau kita salah memahami ayat ini, maka kita tidak akan memperoleh kebenaran yang berimplikasi positif dalam kehidupan kita.
Oleh karenanya kita π₯ harus memahami ayat ini secara benar.
Satu hal yang sering tidak terpikirkan oleh kita, bahwa ternyata dalam perintah itu, dosa mendapat kesempatan untuk menipu, dan oleh perintah itu ia dapat membunuh (Rm. 7:11). Dalam hal ini Paulus yang memberikan pernyataan dalam ayat tersebut mewakili umat pilihan; seperti pada umumnya umat Israel. Kalimat dalam tulisan Paulus di Roma 7:11 ini sangat sulit dipahami.
Kalau kita tidak dengan teliti memperhatikan teks asli Alkitab π dan menghubungkannya dengan ayat-ayat sebelumnya, maka kita akan salah atau sesat memahaminya.
Oleh sebab itu kita harus dengan teliti memperhatikan kata demi kata dalam ayat ini.
Kata pertama yang harus diteliti adalah kata perintah.
Kata perintah di sini bukan berarti hukum atau peraturan (Yun. Nomos; Ξ½α½ΉΞΌΞΏΟ), tetapi kata perintah di sini adalah entole (αΌΞ½Οολὡ), yang menunjuk perintah di dalam Dekalog.
Dalam konteks ini entole lebih bersifat sebuah “ikatan perjanjian”, yang dalam bahasa Inggris adalah covenant.
Adapun untuk kata perjanjian dalam bahasa Yunani adalah diatheke (διαθὡκη).
Kata diatheke selain diterjemahkan covenant juga berarti testament. Memang dalam bahasa Inggris, pada umumnya kata entole ini diterjemahkan the commandment.
The Commandment adalah sepuluh perintah Allah (Dekalog) -yang dikenal pula sebagai Dasatitah yang diberikan oleh Allah π kepada bangsa Israel di Sinai.
Di dalam Dasatitah, termuat sepuluh perintah yang mengatur kehidupan bangsa Israel.
Dekalog tersebut membangun dan mewarnai gaya hidup bangsa Israel secara mutlak.
Tidak ada perundang-undangan yang keluar dari Dasatitah ini. Dasatitah adalah sila kehidupan bagi bangsa Istrael yang tidak boleh diubah sedikit pun. Memiliki nilai kemutlakan yang absolut.
Jadi, kata “perintah” di dalam Roma 7:11, penekanannya bukan menunjuk kepada isi hukum atau perintah-perintah di dalam dekalog tersebut, tetapi penekanannya pada ikatan perjanjian (covenant) antara Allah π dan umat pilihan (bangsa Israel).
Jika umat melakukan pelanggaran berarti sebuah tindakan yang merusak perjanjian dengan Allah π
Oleh sebab itu, kata perintah hendaknya tidak dipahami sebagai peraturan atau hukum, tetapi lebih menunjuk kepada ikatan perjanjian dengan Allah.
Dengan demikian pelanggaran terhadap hukum adalah tindakan memisahkan diri dari Allah yang dengan-Nya umat mengikat perjanjian. Keterpisahan dengan Allahπ adalah bencana di atas segala bencana.
Kata kedua yang harus diteliti adalah dosa.
Dalam teks aslinya kata dosa adalah hamartia (αΌΞΌΞ±ΟΟα½·Ξ±).
Kalau dikatakan dosa berarti sebuah penyimpangan atau ketidaktepatan.
Dalam konteks ini dosa adalah penyimpangan terhadap sepuluh perintah Allah π, yaitu tindakan tidak memenuhi seluruh hukum secara konsekuen. Sebenarnya ada beberapa kata dapat diterjemahkan pelanggaran atau penyimpangan, seperti parabasis (pemberontakan) atau adikia (kejahatan).
Penggunaan kata hamartia (penyimpangan atau ketidaktepatan) bukan kata lain seperti parabasis (pemberontakan) atau adikia (kejahatan) menunjukkan bahwa Allah tidak menghendaki umat melakukan penyimpangan sedikit pun terhadap hukum-Nya.
Kalau seseorang melanggar satu dari sepuluh perintah Allah π, berarti ia melanggar semuanya.
Pelanggaran tersebut merupakan tindakan mematahkan atau merusak ikatan perjanjian dengan Allah π
Kata hamartia tepat sekali digunakan dalam teks ini, sebab kata hamartia ini hendak menekankan ketepatan melakukan hukum secara menyeluruh dan konsekuen oleh umat.
Ikatan perjanjian dengan Allah π adalah ikatan perjanjian dengan menggunakan hukum yang harus dipatuhi secara mutlak.
Kata ketiga adalah menipu. Kata ini dalam teks aslinya adalah eksapatao (αΌΞΎΞ±ΟΞ±Οα½±Ο), yang memiliki beberapa pengertian selain deceive, cheat (menipu), juga berarti seduce (merayu, membujuk, menggoda, dan memikat). Pengertian menipu dalam teks ini bukan berarti berbohong sehingga menjadi penyebab dari suatu pelanggaran yang tidak disadari sepenuhnya.
Seperti yang telah dijelaskan di bab terdahulu, bahwa Paulus tidak mempersalahkan hukum Taurat kalau dirinya berbuat salah, tetapi ia menyadari bahwa karena kodrat dosa di dalam dirinyalah yang menjadi penyebabnya.
Kalau dosa mendapat kesempatan untuk merayu, membujuk, menggoda, dan memikat, itu merupakan fakta yang tidak dapat dihindari oleh manusia yang telah jatuh dalam dosa dan di dunia π yang sudah jatuh dan rusak ini.
Dosa bisa merayu, membujuk, menggoda, dan memikat, tetapi apakah seseorang mengikuti atau tidak godaan tersebut tergantung individu.
Dosa dalam hal ini pelanggaran terhadap Dekalog bukan sesuatu yang dipaksakan pasti terjadi atas umat.
Dalam hal ini pula, dosa yang dilakukan oleh seseorang bukan karena tidak tahu (akibat penipuan), tetapi dilakukan dalam kesadaran penuh. Hal ini dikemukakan agar kita π₯ tidak tergiring pada pemikiran seakan-akan dosa dilakukan oleh seseorang di luar pengertian dan kesadaran akibat sebuah penipuan. Itulah sebab kata “penipuan” dalam Roma 7:11 harus dimengerti dengan benar.
Kalau Hawa diperdaya oleh ular dalam kelicikannya, bukan berarti kesalahan Adam dan Hawa karena ular semata-mata, sehingga hanya ular yang harus dipersalahkan. Tetapi sesungguhnya manusia π₯ sendiri menyambut bujukan tersebut sehingga terjadi kesalahan (2Kor. 11:2-4).
Dosa adalah kerjasama antara manusia π₯ dan Iblis, sebaliknya kesucian adalah kerjasama antara manusia dan Roh Kudus.
Kata keempat adalah membunuh.
Kata ini dalam teks aslinya adalah apokteino (αΌΟΞΏΞΊΟΞ΅α½·Ξ½Ο), yang artinya to kill in any way whatever, to destroy, to allow to perish, metaph, to extinguish, abolish (untuk membunuh dengan cara apa pun, menghancurkan, memungkinkan binasa, memadamkan, menghapuskan).
Tentu saja dalam konteks ini, pengertian membunuh bukanlah membunuh secara fisik, tetapi tindakan merusak, mematahkan, atau menghancurkan suatu ikatan perjanjian. Pengertian ini penting, sebab kalau kata membunuh diartikan keliru, maka makna ayat tersebut bisa menjadi rusak sama sekali, sehingga tidak ada aplikasi konkret yang dapat kita π₯ kenakan sebagai umat pilihan di zaman Perjanjian Baru.
JBU
Kalau dilihat secara sekilas, kalimat ini bisa diartikan seakan-akan perintah (hukum) diadakan oleh Tuhan π untuk membunuh atau membinasakan umat, sebab dalam perintah tersebut dosa mendapat kesempatan untuk menipu umat.
Kalau tidak ada perintah berarti dosa tidak mendapat kesempatan menipu umat.
Seakan-akan perintah diberikan oleh Tuhan π dengan maksud jahat atau membinasakan umat. Dengan demikian bisa dikesankan bahwa Allah mengupayakan kecelakaan bagi umat dengan memberikan perintah.
Tentu saja Allah yang benar (Elohim Yahweh), tidak memiliki karakter demikian.
Oleh sebab itu kalau kita salah memahami ayat ini, maka kita tidak akan memperoleh kebenaran yang berimplikasi positif dalam kehidupan kita.
Oleh karenanya kita π₯ harus memahami ayat ini secara benar.
Satu hal yang sering tidak terpikirkan oleh kita, bahwa ternyata dalam perintah itu, dosa mendapat kesempatan untuk menipu, dan oleh perintah itu ia dapat membunuh (Rm. 7:11). Dalam hal ini Paulus yang memberikan pernyataan dalam ayat tersebut mewakili umat pilihan; seperti pada umumnya umat Israel. Kalimat dalam tulisan Paulus di Roma 7:11 ini sangat sulit dipahami.
Kalau kita tidak dengan teliti memperhatikan teks asli Alkitab π dan menghubungkannya dengan ayat-ayat sebelumnya, maka kita akan salah atau sesat memahaminya.
Oleh sebab itu kita harus dengan teliti memperhatikan kata demi kata dalam ayat ini.
Kata pertama yang harus diteliti adalah kata perintah.
Kata perintah di sini bukan berarti hukum atau peraturan (Yun. Nomos; Ξ½α½ΉΞΌΞΏΟ), tetapi kata perintah di sini adalah entole (αΌΞ½Οολὡ), yang menunjuk perintah di dalam Dekalog.
Dalam konteks ini entole lebih bersifat sebuah “ikatan perjanjian”, yang dalam bahasa Inggris adalah covenant.
Adapun untuk kata perjanjian dalam bahasa Yunani adalah diatheke (διαθὡκη).
Kata diatheke selain diterjemahkan covenant juga berarti testament. Memang dalam bahasa Inggris, pada umumnya kata entole ini diterjemahkan the commandment.
The Commandment adalah sepuluh perintah Allah (Dekalog) -yang dikenal pula sebagai Dasatitah yang diberikan oleh Allah π kepada bangsa Israel di Sinai.
Di dalam Dasatitah, termuat sepuluh perintah yang mengatur kehidupan bangsa Israel.
Dekalog tersebut membangun dan mewarnai gaya hidup bangsa Israel secara mutlak.
Tidak ada perundang-undangan yang keluar dari Dasatitah ini. Dasatitah adalah sila kehidupan bagi bangsa Istrael yang tidak boleh diubah sedikit pun. Memiliki nilai kemutlakan yang absolut.
Jadi, kata “perintah” di dalam Roma 7:11, penekanannya bukan menunjuk kepada isi hukum atau perintah-perintah di dalam dekalog tersebut, tetapi penekanannya pada ikatan perjanjian (covenant) antara Allah π dan umat pilihan (bangsa Israel).
Jika umat melakukan pelanggaran berarti sebuah tindakan yang merusak perjanjian dengan Allah π
Oleh sebab itu, kata perintah hendaknya tidak dipahami sebagai peraturan atau hukum, tetapi lebih menunjuk kepada ikatan perjanjian dengan Allah.
Dengan demikian pelanggaran terhadap hukum adalah tindakan memisahkan diri dari Allah yang dengan-Nya umat mengikat perjanjian. Keterpisahan dengan Allahπ adalah bencana di atas segala bencana.
Kata kedua yang harus diteliti adalah dosa.
Dalam teks aslinya kata dosa adalah hamartia (αΌΞΌΞ±ΟΟα½·Ξ±).
Kalau dikatakan dosa berarti sebuah penyimpangan atau ketidaktepatan.
Dalam konteks ini dosa adalah penyimpangan terhadap sepuluh perintah Allah π, yaitu tindakan tidak memenuhi seluruh hukum secara konsekuen. Sebenarnya ada beberapa kata dapat diterjemahkan pelanggaran atau penyimpangan, seperti parabasis (pemberontakan) atau adikia (kejahatan).
Penggunaan kata hamartia (penyimpangan atau ketidaktepatan) bukan kata lain seperti parabasis (pemberontakan) atau adikia (kejahatan) menunjukkan bahwa Allah tidak menghendaki umat melakukan penyimpangan sedikit pun terhadap hukum-Nya.
Kalau seseorang melanggar satu dari sepuluh perintah Allah π, berarti ia melanggar semuanya.
Pelanggaran tersebut merupakan tindakan mematahkan atau merusak ikatan perjanjian dengan Allah π
Kata hamartia tepat sekali digunakan dalam teks ini, sebab kata hamartia ini hendak menekankan ketepatan melakukan hukum secara menyeluruh dan konsekuen oleh umat.
Ikatan perjanjian dengan Allah π adalah ikatan perjanjian dengan menggunakan hukum yang harus dipatuhi secara mutlak.
Kata ketiga adalah menipu. Kata ini dalam teks aslinya adalah eksapatao (αΌΞΎΞ±ΟΞ±Οα½±Ο), yang memiliki beberapa pengertian selain deceive, cheat (menipu), juga berarti seduce (merayu, membujuk, menggoda, dan memikat). Pengertian menipu dalam teks ini bukan berarti berbohong sehingga menjadi penyebab dari suatu pelanggaran yang tidak disadari sepenuhnya.
Seperti yang telah dijelaskan di bab terdahulu, bahwa Paulus tidak mempersalahkan hukum Taurat kalau dirinya berbuat salah, tetapi ia menyadari bahwa karena kodrat dosa di dalam dirinyalah yang menjadi penyebabnya.
Kalau dosa mendapat kesempatan untuk merayu, membujuk, menggoda, dan memikat, itu merupakan fakta yang tidak dapat dihindari oleh manusia yang telah jatuh dalam dosa dan di dunia π yang sudah jatuh dan rusak ini.
Dosa bisa merayu, membujuk, menggoda, dan memikat, tetapi apakah seseorang mengikuti atau tidak godaan tersebut tergantung individu.
Dosa dalam hal ini pelanggaran terhadap Dekalog bukan sesuatu yang dipaksakan pasti terjadi atas umat.
Dalam hal ini pula, dosa yang dilakukan oleh seseorang bukan karena tidak tahu (akibat penipuan), tetapi dilakukan dalam kesadaran penuh. Hal ini dikemukakan agar kita π₯ tidak tergiring pada pemikiran seakan-akan dosa dilakukan oleh seseorang di luar pengertian dan kesadaran akibat sebuah penipuan. Itulah sebab kata “penipuan” dalam Roma 7:11 harus dimengerti dengan benar.
Kalau Hawa diperdaya oleh ular dalam kelicikannya, bukan berarti kesalahan Adam dan Hawa karena ular semata-mata, sehingga hanya ular yang harus dipersalahkan. Tetapi sesungguhnya manusia π₯ sendiri menyambut bujukan tersebut sehingga terjadi kesalahan (2Kor. 11:2-4).
Dosa adalah kerjasama antara manusia π₯ dan Iblis, sebaliknya kesucian adalah kerjasama antara manusia dan Roh Kudus.
Kata keempat adalah membunuh.
Kata ini dalam teks aslinya adalah apokteino (αΌΟΞΏΞΊΟΞ΅α½·Ξ½Ο), yang artinya to kill in any way whatever, to destroy, to allow to perish, metaph, to extinguish, abolish (untuk membunuh dengan cara apa pun, menghancurkan, memungkinkan binasa, memadamkan, menghapuskan).
Tentu saja dalam konteks ini, pengertian membunuh bukanlah membunuh secara fisik, tetapi tindakan merusak, mematahkan, atau menghancurkan suatu ikatan perjanjian. Pengertian ini penting, sebab kalau kata membunuh diartikan keliru, maka makna ayat tersebut bisa menjadi rusak sama sekali, sehingga tidak ada aplikasi konkret yang dapat kita π₯ kenakan sebagai umat pilihan di zaman Perjanjian Baru.
JBU
RH Truth Daily Enlightenment “HIDUP BAGI ALLAH” 29 Maret 2018
Kunci kehidupan baru dalam diri orang yang menerima anugerah keselamatan dalam Tuhan Yesus π adalah “menurut Roh”. Kalimat “menurut Roh” dalam teks aslinya adalah en kainoteti pneumatos (αΌΞ½ ΞΊΞ±ΞΉΞ½α½ΉΟΞ·ΟΞΉ ΟΞ½Ξ΅α½»ΞΌΞ±ΟΞΏΟ), yang dalam bahasa Inggris diterjemahkan in newness of spirit yang bisa berarti roh yang baru atau pembaharuan roh.
Kalau suasana keberagamaan samawi -seperti agama Yahudi- adalah suasana hidup di bawah bayang-bayang hukum, tetapi dalam kehidupan orang yang menerima anugerah berbeda.
Perbedaannya adalah:
Pertama, seorang yang hidup di dalam anugerah tidak lagi mempersoalkan bagaimana melakukan hukum demi memperkenan hati Allah.
Perkenanan di hadapan Allah dimulai dari ketaatan Tuhan Yesus π yang menggantikan tempat kita. Kalau selanjutnya kita hidup sesuai dengan hukum bahkan menjadi sempurna bukan karena supaya kita diselamatkan, tetapi agar kita dilayakkan menjadi anggota keluarga Kerajaan.
Berbeda dengan penganut agama samawi seperti bangsa Israel biasanya ketaatan kepada hukum dilakukan demi perkenanan di hadapan Allah.
Dalam hal ini seakan-akan Allah mewakilkan kehendak-Nya di dalam hukum-hukum-Nya dan jika hukum-hukum itu dilakukan, maka hal itu memperkenan hati Allah.
Jika umat melakukan hukum-hukum tersebut berarti bertindak setia kepada Allah π dan menyukakan hati-Nya.
Biasanya ketaatan kepada hukum juga dikaitkan dengan berkat dan kutuk. Bila menaati hukum akan memperoleh berkat, tetapi kalau melanggar hukum akan menanggung kutuk atau laknat.
Berkat dan kutuk di sini berorientasi pada pemenuhan kebutuhan jasmani dan perkara-perkara lahiriah.
Mereka π₯ tidak mengenal kebenaran mengenai kehidupan yang akan datang Kerajaan Allah yang akan dinyatakan secara fisik.
Bisa dimengerti kalau mereka tidak memiliki jangkauan hidup menjadi sempurna, sebab selain mereka tidak mengenal tuntutan untuk sempurna sebagai anak-anak Allah, mereka juga tidak berkemampuan untuk dapat menjadi sempurna.
Kedua, suasana keberagamaan samawi -seperti agama Yahudi- terdapat unsur mempersembahkan “sesuatu yang dapat memperkenan hati Allah”. Dalam hal ini umat merasa memiliki potensi untuk menyukakan hati Allah π dengan perbuatan baik.
Mereka tidak mengenal bahwa sesungguhnya yang dikehendaki oleh Allah adalah kesempurnaan (sesuai dengan rancangan semula Allah).
Dengan cara berpikir demikian orang-orang yang memeluk agama samawi tersebut tidak menyadari dirinya sebagai orang “sakit”. Tidak heran kalau mereka merasa bisa memberi persembahan, bukan mengharapkan belas kasihan Tuhan πatas keadaan mereka yang tidak sesuai dengan rancangan dan standar Allah.
Terkait dengan hal ini Tuhan Yesus π berkata: Jadi pergilah dan pelajarilah arti firman ini: “Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit. Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan, karena Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa.” (Mat. 9:12-13).
Agama samawi -seperti agama Yahudi- tidak mengenal anugerah, bahkan mereka π₯ menolaknya.
Mereka tidak mengenal bahwa hanya darah Anak Domba Allah (Tuhan Yesus) yang dapat mengangkat dosa manusia.
Darah binatang tidak dapat menyucikan dan membenarkan.
Manusia membutuhkan pengganti untuk memikul dosa.
Allah π tidak dapat mengampuni dosa manusia tanpa sarana penebusan.
Pengampunan yang diberikan tanpa sarana dan landasan adalah ajaran palsu.
Allah yang melakukan hal itu adalah allah yang tidak memiliki tatanan atau hukum di dalam dirinya.
Bagi orang percaya yang memiliki penebusan oleh darah Tuhan Yesus π, bukan berarti sudah memiliki penyelesaian secara tuntas anugerah keselamatan.
Banyak orang Kristen merasa sudah memiliki keselamatan secara utuh dan lengkap dengan menerima Yesus sebagai Juruselamat dalam pengakuan.
Biasanya dengan prinsip hanya oleh anugerah dan keselamatan terjadi bukan karena perbuatan baik, orang Kristen sudah merasa berstatus sebagai anak-anak Allah dan berhak masuk surga. Mereka π₯ melupakan fakta bahwa setiap orang akan menghadap takhta pengadilan Allah.
Dalam pengadilan tersebut diperkarakan apakah seseorang layak masuk Kerajaan Surga atau tidak. Harus diingat, bahwa hanya orang yang melakukan kehendak Bapa π yang masuk dalam Kerajaan Surga.
Dalam hal ini Paulus sendiri mengatakan bahwa ia berusaha untuk berkenan kepada Allah (2Kor. 2:9-10).
Orang percaya π₯ yang menerima Yesus sebagai Juruselamat harus memiliki tindakan “hidup bagi Allah”.
Hidup bagi Allah, tidak hanya hidup dalam ketaatan kepada hukum seperti agama samawi, tetapi dalam segala hal melakukan kehendak Bapa.
Dalam hal ini anugerah bukanlah menjadi kesempatan untuk berbuat dosa secara semena-mena. Inilah yang diperingatkan secara tegas oleh Paulus kepada jemaat Roma (Rm. 6:1-3).
Kalau Paulus mengatakan hal tersebut, berarti ada potensi atau bahkan telah menjadi kenyataan adanya orang-orang Kristen π₯ pada waktu itu yang menjadikan anugerah sebagai kesempatan berbuat sesuka hati mereka; tidak hidup dalam kehendak Allah.
Setelah menerima anugerah, seseorang harus hidup bagi Allah π dengan pembaharuan roh atau roh yang diperbaharui. Inilah konsekuensi atau risiko menjadi anak tebusan yang dimiliki oleh Allah. Harus hidup dalam penurutan terhadap kehendak Allah, yang sama artinya melakukan kehendak Bapa.
Inilah rancangan Allah semula.
Sesungguhnya gaya hidup ini jauh lebih sulit dibandingkan hanya melakukan hukum seperti yang dilakukan umat beragama samawi, seperti agama Yahudi.
Kesalahan banyak orang Kristen π₯ adalah merasa sudah dibebaskan dari hukum, sehingga mereka merasa tidak perlu lagi memiliki perilaku yang baik menurut hukum.
Harus diperhatikan bahwa orang percaya memang tidak lagi di bawah hukum Taurat, tetapi orang percaya harus hidup dalam moral yang baik, bahkan harus hidup dalam perilaku yang selalu sesuai dengan pikiran dan perasaan Allah (menjadi sempurna seperti Bapa).
Karena penebusan membuat seseorang menjadi milik Allah π, maka orang percaya harus hidup hanya bagi Allah semata-mata.
Inilah ikatan perjanjian yang baru dengan Allah π dalam kehidupan umat Perjajian Baru.
Harus diingat orang percaya berkeadaan bebas dari hukum Taurat masuk ke dalam hukum Kasih, yaitu Pribadi atau hakikat Allah sendiri sebagai standar kesuciannya.
JBU
Kalau suasana keberagamaan samawi -seperti agama Yahudi- adalah suasana hidup di bawah bayang-bayang hukum, tetapi dalam kehidupan orang yang menerima anugerah berbeda.
Perbedaannya adalah:
Pertama, seorang yang hidup di dalam anugerah tidak lagi mempersoalkan bagaimana melakukan hukum demi memperkenan hati Allah.
Perkenanan di hadapan Allah dimulai dari ketaatan Tuhan Yesus π yang menggantikan tempat kita. Kalau selanjutnya kita hidup sesuai dengan hukum bahkan menjadi sempurna bukan karena supaya kita diselamatkan, tetapi agar kita dilayakkan menjadi anggota keluarga Kerajaan.
Berbeda dengan penganut agama samawi seperti bangsa Israel biasanya ketaatan kepada hukum dilakukan demi perkenanan di hadapan Allah.
Dalam hal ini seakan-akan Allah mewakilkan kehendak-Nya di dalam hukum-hukum-Nya dan jika hukum-hukum itu dilakukan, maka hal itu memperkenan hati Allah.
Jika umat melakukan hukum-hukum tersebut berarti bertindak setia kepada Allah π dan menyukakan hati-Nya.
Biasanya ketaatan kepada hukum juga dikaitkan dengan berkat dan kutuk. Bila menaati hukum akan memperoleh berkat, tetapi kalau melanggar hukum akan menanggung kutuk atau laknat.
Berkat dan kutuk di sini berorientasi pada pemenuhan kebutuhan jasmani dan perkara-perkara lahiriah.
Mereka π₯ tidak mengenal kebenaran mengenai kehidupan yang akan datang Kerajaan Allah yang akan dinyatakan secara fisik.
Bisa dimengerti kalau mereka tidak memiliki jangkauan hidup menjadi sempurna, sebab selain mereka tidak mengenal tuntutan untuk sempurna sebagai anak-anak Allah, mereka juga tidak berkemampuan untuk dapat menjadi sempurna.
Kedua, suasana keberagamaan samawi -seperti agama Yahudi- terdapat unsur mempersembahkan “sesuatu yang dapat memperkenan hati Allah”. Dalam hal ini umat merasa memiliki potensi untuk menyukakan hati Allah π dengan perbuatan baik.
Mereka tidak mengenal bahwa sesungguhnya yang dikehendaki oleh Allah adalah kesempurnaan (sesuai dengan rancangan semula Allah).
Dengan cara berpikir demikian orang-orang yang memeluk agama samawi tersebut tidak menyadari dirinya sebagai orang “sakit”. Tidak heran kalau mereka merasa bisa memberi persembahan, bukan mengharapkan belas kasihan Tuhan πatas keadaan mereka yang tidak sesuai dengan rancangan dan standar Allah.
Terkait dengan hal ini Tuhan Yesus π berkata: Jadi pergilah dan pelajarilah arti firman ini: “Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit. Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan, karena Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa.” (Mat. 9:12-13).
Agama samawi -seperti agama Yahudi- tidak mengenal anugerah, bahkan mereka π₯ menolaknya.
Mereka tidak mengenal bahwa hanya darah Anak Domba Allah (Tuhan Yesus) yang dapat mengangkat dosa manusia.
Darah binatang tidak dapat menyucikan dan membenarkan.
Manusia membutuhkan pengganti untuk memikul dosa.
Allah π tidak dapat mengampuni dosa manusia tanpa sarana penebusan.
Pengampunan yang diberikan tanpa sarana dan landasan adalah ajaran palsu.
Allah yang melakukan hal itu adalah allah yang tidak memiliki tatanan atau hukum di dalam dirinya.
Bagi orang percaya yang memiliki penebusan oleh darah Tuhan Yesus π, bukan berarti sudah memiliki penyelesaian secara tuntas anugerah keselamatan.
Banyak orang Kristen merasa sudah memiliki keselamatan secara utuh dan lengkap dengan menerima Yesus sebagai Juruselamat dalam pengakuan.
Biasanya dengan prinsip hanya oleh anugerah dan keselamatan terjadi bukan karena perbuatan baik, orang Kristen sudah merasa berstatus sebagai anak-anak Allah dan berhak masuk surga. Mereka π₯ melupakan fakta bahwa setiap orang akan menghadap takhta pengadilan Allah.
Dalam pengadilan tersebut diperkarakan apakah seseorang layak masuk Kerajaan Surga atau tidak. Harus diingat, bahwa hanya orang yang melakukan kehendak Bapa π yang masuk dalam Kerajaan Surga.
Dalam hal ini Paulus sendiri mengatakan bahwa ia berusaha untuk berkenan kepada Allah (2Kor. 2:9-10).
Orang percaya π₯ yang menerima Yesus sebagai Juruselamat harus memiliki tindakan “hidup bagi Allah”.
Hidup bagi Allah, tidak hanya hidup dalam ketaatan kepada hukum seperti agama samawi, tetapi dalam segala hal melakukan kehendak Bapa.
Dalam hal ini anugerah bukanlah menjadi kesempatan untuk berbuat dosa secara semena-mena. Inilah yang diperingatkan secara tegas oleh Paulus kepada jemaat Roma (Rm. 6:1-3).
Kalau Paulus mengatakan hal tersebut, berarti ada potensi atau bahkan telah menjadi kenyataan adanya orang-orang Kristen π₯ pada waktu itu yang menjadikan anugerah sebagai kesempatan berbuat sesuka hati mereka; tidak hidup dalam kehendak Allah.
Setelah menerima anugerah, seseorang harus hidup bagi Allah π dengan pembaharuan roh atau roh yang diperbaharui. Inilah konsekuensi atau risiko menjadi anak tebusan yang dimiliki oleh Allah. Harus hidup dalam penurutan terhadap kehendak Allah, yang sama artinya melakukan kehendak Bapa.
Inilah rancangan Allah semula.
Sesungguhnya gaya hidup ini jauh lebih sulit dibandingkan hanya melakukan hukum seperti yang dilakukan umat beragama samawi, seperti agama Yahudi.
Kesalahan banyak orang Kristen π₯ adalah merasa sudah dibebaskan dari hukum, sehingga mereka merasa tidak perlu lagi memiliki perilaku yang baik menurut hukum.
Harus diperhatikan bahwa orang percaya memang tidak lagi di bawah hukum Taurat, tetapi orang percaya harus hidup dalam moral yang baik, bahkan harus hidup dalam perilaku yang selalu sesuai dengan pikiran dan perasaan Allah (menjadi sempurna seperti Bapa).
Karena penebusan membuat seseorang menjadi milik Allah π, maka orang percaya harus hidup hanya bagi Allah semata-mata.
Inilah ikatan perjanjian yang baru dengan Allah π dalam kehidupan umat Perjajian Baru.
Harus diingat orang percaya berkeadaan bebas dari hukum Taurat masuk ke dalam hukum Kasih, yaitu Pribadi atau hakikat Allah sendiri sebagai standar kesuciannya.
JBU
Selasa, 27 Maret 2018
RH Truth Daily Enlightenment “MATI BAGI HUKUM TAURAT” 28 March 2018
Setelah dibebaskan dari hukum Taurat, oleh karena orang percaya telah mati bagi hukum Taurat yang mengurung kehidupan umat, umat dapat melayani dalam keadaan baru menurut Roh dan bukan dalam keadaan lama menurut huruf hukum Taurat (Rm. 7:6 Tetapi sekarang kita telah dibebaskan dari hukum Taurat, sebab kita telah mati bagi dia, yang mengurung kita π₯, sehingga kita sekarang melayani dalam keadaan baru menurut Roh dan bukan dalam keadaan lama menurut huruf hukum Taurat).
Dari tulisan Paulus ini diberitahukan kepada kita bahwa proses keselamatan dalam Yesus Kristus π akan membawa kita sebagai umat pilihan kepada kehidupan menurut Roh.
Jadi umat bukan saja mampu melakukan hukum, tetapi juga dapat hidup sesuai dengan kehendak Roh Allah.
Dalam tulisannya, Paulus tidak bermaksud mempersalahkan hukum Taurat, walaupun karena dengan adanya hukum Taurat justru menimbulkan rangsangan untuk melakukan pelanggaran. Tetapi Paulus menunjukkan keberadaan manusia yang telah ada di bawah kodrat dosa atau di bawah hukum dosa, dalam ketidakberdayaan melakukan kehendak Allah.
Paulus menyatakan: Jika demikian, apakah yang hendak kita katakan? Apakah hukum Taurat itu dosa? Sekali-kali tidak! Sebaliknya, justru oleh hukum Taurat aku telah mengenal dosa.
Karena aku juga tidak tahu apa itu keinginan, kalau hukum Taurat tidak mengatakan: “Jangan mengingini!” (Rm. 7:7).
Hukum Taurat tidak dipersalahkan, sebab justru hukum Taurat yang membuka mata manusia mengenal dosa, walaupun di aspek lain hukum Taurat merangsang seseorang atau membangkitkan hasrat seseorang untuk berbuat dosa.
Dosa di sini dalam arti pelanggaran terhadap hukum, sehingga hidup dalam keadaan tidak berkenan kepada Allah π Inilah keadaan orang yang hidup di bawah kodrat dosa.
Dalam tulisannya tersebut, Paulus menunjukkan betapa malangnya keadaan manusia yang hidup di bawah hukum dosa atau kodrat dosa: Dahulu aku hidup tanpa hukum Taurat.
Akan tetapi sesudah datang perintah itu, dosa mulai hidup, sebaliknya aku mati.
Dan perintah yang seharusnya membawa kepada hidup, ternyata bagiku justru membawa kepada kematian. Sebab dalam perintah itu, dosa mendapat kesempatan untuk menipu aku dan oleh perintah itu ia membunuh aku.
Jadi hukum Taurat adalah kudus, dan perintah itu juga adalah kudus, benar dan baik.
Jika demikian, adakah yang baik itu menjadi kematian bagiku? Sekali-kali tidak! Tetapi supaya nyata, bahwa ia adalah dosa, maka dosa mempergunakan yang baik untuk mendatangkan kematian bagiku, supaya oleh perintah itu dosa lebih nyata lagi keadaannya sebagai dosa.
Sebab kita tahu, bahwa hukum Taurat adalah rohani, tetapi aku bersifat daging, terjual di bawah kuasa dosa (Rm. 7:9-14).
Keberadaan manusia π₯ yang tidak mampu melakukan hukum Taurat, menunjukkan atau membuktikan bahwa manusia yang telah hidup di bawah kodrat dosa -tidak bisa tidak pasti selalu melakukan pelanggaran.
Dengan kalimat lain Paulus hendak menunjukkan bahwa manusia dalam kodrat dosanya tidak mungkin dapat hidup tanpa pelanggaran terhadap hukum Allah π sama sekali.
Inilah yang dikatakan oleh tokoh reformator sebagai non posse non peccare. Seperti hukum gravitasi, bila benda lepas dari kedudukannya tanpa penopang pasti jatuh ke tanah, karena daya tarik bumi.
Dalam hal ini, tegasnya Paulus menunjukkan bahwa manusia telah ada di bawah hukum dosa, artinya dalam kodrat di mana manusia tidak dapat hidup dalam kesempurnaan, bahkan tidak mampu melakukan hukum dengan baik.
Dalam tulisannya Paulus mengatakan: Tetapi dalam perintah itu dosa mendapat kesempatan untuk membangkitkan di dalam diriku rupa-rupa keinginan; sebab tanpa hukum Taurat dosa mati (Rm. 7:8).
Menarik sekali, dalam ayat ini terdapat kalimat: sebab tanpa hukum Taurat dosa mati.
Dengan kematian Tuhan Yesus π semua tuntutan hukum Taurat dibatalkan, sehingga tanpa hukum Taurat dosa mati. Dosa mati di sini maksudnya, manusia yang berdosa dianggap benar, seakan-akan tidak melakukan suatu dosa apa pun. Seakan-akan tidak tertuduh sebagai orang berdosa, tetapi ini bukan berarti seseorang tersebut sudah dalam keadaan benar.
Berkeberadaan sebagai orang yang dibenarkan, tetapi belum benar-benar berkeberadaan benar.
Menegaskan penjelasan di atas ini Paulus mengatakan: Dahulu aku hidup tanpa hukum Taurat. Akan tetapi sesudah datang perintah itu, dosa mulai hidup, sebaliknya aku mati.
Dan perintah yang seharusnya membawa kepada hidup, ternyata bagiku justru membawa kepada kematian (Rm. 7:9-10).
Paulus menunjukkan seakan-akan ketika dirinya belum mengenal hukum, justru tidak terangsang atau terbangkitkan melakukan pelanggaran, tetapi justru ketika mengenal hukum Taurat (berusaha untuk melakukan hukum) ada rangsangan terhadap dosa atau melakukan pelanggaran.
Hal ini menunjukkan atau membuktikan kekuatan kodrat dosa dalam kehidupan seseorang.
Keselamatan dalam Yesus Kristus π hendak mengembalikan manusia kepada keadaan sesuai dengan rancangan Allah semula, yaitu segambar dan serupa dengan Allah. Hal ini telah gagal diselenggarakan oleh Adam.
Di dalam anugerah-Nya, Tuhan π membawa orang percaya kepada keadaan yang baru yang dikalimatkan oleh Paulus sebagai berikut: Tetapi sekarang kita telah dibebaskan dari hukum Taurat, sebab kita telah mati bagi dia, yang mengurung kita, sehingga kita sekarang melayani dalam keadaan baru menurut Roh dan bukan dalam keadaan lama menurut huruf hukum Taurat (Rm. 7:7)
JBU
Dari tulisan Paulus ini diberitahukan kepada kita bahwa proses keselamatan dalam Yesus Kristus π akan membawa kita sebagai umat pilihan kepada kehidupan menurut Roh.
Jadi umat bukan saja mampu melakukan hukum, tetapi juga dapat hidup sesuai dengan kehendak Roh Allah.
Dalam tulisannya, Paulus tidak bermaksud mempersalahkan hukum Taurat, walaupun karena dengan adanya hukum Taurat justru menimbulkan rangsangan untuk melakukan pelanggaran. Tetapi Paulus menunjukkan keberadaan manusia yang telah ada di bawah kodrat dosa atau di bawah hukum dosa, dalam ketidakberdayaan melakukan kehendak Allah.
Paulus menyatakan: Jika demikian, apakah yang hendak kita katakan? Apakah hukum Taurat itu dosa? Sekali-kali tidak! Sebaliknya, justru oleh hukum Taurat aku telah mengenal dosa.
Karena aku juga tidak tahu apa itu keinginan, kalau hukum Taurat tidak mengatakan: “Jangan mengingini!” (Rm. 7:7).
Hukum Taurat tidak dipersalahkan, sebab justru hukum Taurat yang membuka mata manusia mengenal dosa, walaupun di aspek lain hukum Taurat merangsang seseorang atau membangkitkan hasrat seseorang untuk berbuat dosa.
Dosa di sini dalam arti pelanggaran terhadap hukum, sehingga hidup dalam keadaan tidak berkenan kepada Allah π Inilah keadaan orang yang hidup di bawah kodrat dosa.
Dalam tulisannya tersebut, Paulus menunjukkan betapa malangnya keadaan manusia yang hidup di bawah hukum dosa atau kodrat dosa: Dahulu aku hidup tanpa hukum Taurat.
Akan tetapi sesudah datang perintah itu, dosa mulai hidup, sebaliknya aku mati.
Dan perintah yang seharusnya membawa kepada hidup, ternyata bagiku justru membawa kepada kematian. Sebab dalam perintah itu, dosa mendapat kesempatan untuk menipu aku dan oleh perintah itu ia membunuh aku.
Jadi hukum Taurat adalah kudus, dan perintah itu juga adalah kudus, benar dan baik.
Jika demikian, adakah yang baik itu menjadi kematian bagiku? Sekali-kali tidak! Tetapi supaya nyata, bahwa ia adalah dosa, maka dosa mempergunakan yang baik untuk mendatangkan kematian bagiku, supaya oleh perintah itu dosa lebih nyata lagi keadaannya sebagai dosa.
Sebab kita tahu, bahwa hukum Taurat adalah rohani, tetapi aku bersifat daging, terjual di bawah kuasa dosa (Rm. 7:9-14).
Keberadaan manusia π₯ yang tidak mampu melakukan hukum Taurat, menunjukkan atau membuktikan bahwa manusia yang telah hidup di bawah kodrat dosa -tidak bisa tidak pasti selalu melakukan pelanggaran.
Dengan kalimat lain Paulus hendak menunjukkan bahwa manusia dalam kodrat dosanya tidak mungkin dapat hidup tanpa pelanggaran terhadap hukum Allah π sama sekali.
Inilah yang dikatakan oleh tokoh reformator sebagai non posse non peccare. Seperti hukum gravitasi, bila benda lepas dari kedudukannya tanpa penopang pasti jatuh ke tanah, karena daya tarik bumi.
Dalam hal ini, tegasnya Paulus menunjukkan bahwa manusia telah ada di bawah hukum dosa, artinya dalam kodrat di mana manusia tidak dapat hidup dalam kesempurnaan, bahkan tidak mampu melakukan hukum dengan baik.
Dalam tulisannya Paulus mengatakan: Tetapi dalam perintah itu dosa mendapat kesempatan untuk membangkitkan di dalam diriku rupa-rupa keinginan; sebab tanpa hukum Taurat dosa mati (Rm. 7:8).
Menarik sekali, dalam ayat ini terdapat kalimat: sebab tanpa hukum Taurat dosa mati.
Dengan kematian Tuhan Yesus π semua tuntutan hukum Taurat dibatalkan, sehingga tanpa hukum Taurat dosa mati. Dosa mati di sini maksudnya, manusia yang berdosa dianggap benar, seakan-akan tidak melakukan suatu dosa apa pun. Seakan-akan tidak tertuduh sebagai orang berdosa, tetapi ini bukan berarti seseorang tersebut sudah dalam keadaan benar.
Berkeberadaan sebagai orang yang dibenarkan, tetapi belum benar-benar berkeberadaan benar.
Menegaskan penjelasan di atas ini Paulus mengatakan: Dahulu aku hidup tanpa hukum Taurat. Akan tetapi sesudah datang perintah itu, dosa mulai hidup, sebaliknya aku mati.
Dan perintah yang seharusnya membawa kepada hidup, ternyata bagiku justru membawa kepada kematian (Rm. 7:9-10).
Paulus menunjukkan seakan-akan ketika dirinya belum mengenal hukum, justru tidak terangsang atau terbangkitkan melakukan pelanggaran, tetapi justru ketika mengenal hukum Taurat (berusaha untuk melakukan hukum) ada rangsangan terhadap dosa atau melakukan pelanggaran.
Hal ini menunjukkan atau membuktikan kekuatan kodrat dosa dalam kehidupan seseorang.
Keselamatan dalam Yesus Kristus π hendak mengembalikan manusia kepada keadaan sesuai dengan rancangan Allah semula, yaitu segambar dan serupa dengan Allah. Hal ini telah gagal diselenggarakan oleh Adam.
Di dalam anugerah-Nya, Tuhan π membawa orang percaya kepada keadaan yang baru yang dikalimatkan oleh Paulus sebagai berikut: Tetapi sekarang kita telah dibebaskan dari hukum Taurat, sebab kita telah mati bagi dia, yang mengurung kita, sehingga kita sekarang melayani dalam keadaan baru menurut Roh dan bukan dalam keadaan lama menurut huruf hukum Taurat (Rm. 7:7)
JBU
Senin, 26 Maret 2018
RH Truth Daily Enlightenment “MEMBANGUN IKATAN PERJANJIAN YANG BARU” 27 Maret 2018
Dengan sangat cerdas Paulus menjelaskan bahwa orang yang percaya kepada Tuhan Yesus π tidak lagi terikat oleh hukum, dengan menggunakan ilustrasi ikatan perkawinan: Apakah kamu tidak tahu, saudara-saudara, sebab aku berbicara kepada mereka yang mengetahui hukum bahwa hukum berkuasa atas seseorang selama orang itu hidup? Sebab seorang isteri terikat oleh hukum kepada suaminya selama suaminya itu hidup.
Akan tetapi apabila suaminya itu mati, bebaslah ia dari hukum yang mengikatnya kepada suaminya itu.
Jadi selama suaminya hidup ia dianggap berzinah, kalau ia menjadi isteri laki-laki lain; tetapi jika suaminya telah mati, ia bebas dari hukum, sehingga ia bukanlah berzinah, kalau ia menjadi isteri laki-laki lain (Rm. 7:1-3).
Sebelum ada penebusan oleh darah Yesus, Allah π mengikat perjanjian dengan bangsa Israel. Ikatan perjanjian tersebut menggunakan sarana hukum.
Bangsa Israel harus hidup dalam penurutan kepada hukum; hidupastibawah hukum Taurat. Sepanjang hidup mereka harus ada di bawah hukum Taurat secara mutlak, di manapun, kapan pun dan dalam keadaan bagaimanapun.
Jika mereka hidup keluar dari dominasi hukum Taurat atau melakukan pelanggaran terhadap hukum Taurat, berarti mereka berlaku tidak setia, seperti seorang istri yang tidak setia kepada suaminya.
Hal ini sama dengan tindakan perselingkuhan atau perzinahan, maka Allah π akan menghukum mereka.
Dalam tulisannya Paulus mengatakan: Tetapi kalau suaminya telah mati, maka istri bebas dari ikatan perkawinan tersebut. Dengan pernyataan Paulus tersebut, diajarkan kepada kita bahwa kematian Tuhan Yesus π seperti membatalkan ikatan perkawinan atau ikatan perjanjian antara umat Israel dengan Allah yang menggunakan sarana hukum sebagai tanda pengikatnya.
Kematian Tuhan Yesus di kayu salib menggantikan ikatan perjanjian tersebut. Itulah sebabnya Paulus mengatakan: Sebab itu, saudara-saudaraku, kamu juga telah mati bagi hukum Taurat oleh tubuh Kristus π, supaya kamu menjadi milik orang lain, yaitu milik Dia, yang telah dibangkitkan dari antara orang mati, agar kita berbuah bagi Allah (Rm. 7:4).
Ikatan perjanjian yang tadinya menggunakan hukum, sekarang digantikan dengan ikatan perjanjian dengan Allah π yang tidak menggunakan hukum sebagai sarana pengikatnya.
Dalam hal tersebut harus diperhatikan, bahwa kematian Tuhan Yesus di kayu salib membuat seseorang tidak lagi terikat kepada suami (gambaran hukum secara figuratif), tetapi terikat dengan Tuhan yang memilikinya.
Paulus mengatakan: supaya kamu menjadi milik orang lain, yaitu milik Dia, yang telah dibangkitkan dari antara orang mati, agar kita berbuah bagi Allah π
Sarana pengikat umat yang ditebus oleh darah Tuhan Yesus adalah “menjadi milik Allah untuk hidup bagi Allah”.
Umat terikat pada Allah sendiri tanpa sarana hukum.
Selanjutnya hidup bagi Allah ditandai dengan berbuah bagi Dia, maksudnya adalah melakukan segala sesuatu yang sesuai dengan pikiran dan perasaan Allah π
Hal ini harus dilakukan karena umat terikat dengan Allah bukan dengan hukum.
Perilaku dalam kehidupan tidak lagi didasarkan pada hukum, tetapi dengan menjadi milik Allah, maka harus hidup bagi Allah semata-mata; perilakunya didasarkan pada kehendak Allah π yang kudus.
Hidup bagi Allah adalah hidup untuk melakukan kehendak-Nya dalam segala hal tanpa batas.
Inilah yang menjadi gaya hidup Tuhan Yesus: “Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya” (Yoh. 4:34).
Jadi, sejak ada penebusan oleh darah Tuhan Yesus π, maka kalau seseorang tidak hidup di bawah hukum Taurat tidak lagi dapat dikatakan atau dituduh sebagai pendosa. Hal ini bukan berarti memberi kesempatan seseorang hidup dalam dosa tanpa tuduhan sebagai orang bersalah; bukan pula kesempatan untuk berbuat dosa.
Terkait dengan hal ini Paulus mengatakan: Jika demikian, apakah yang hendak kita katakan? Bolehkah kita π₯ bertekun dalam dosa, supaya semakin bertambah kasih karunia itu? Sekali-kali tidak! Bukankah kita telah mati bagi dosa, bagaimanakah kita masih dapat hidup di dalamnya? Atau tidak tahukah kamu, bahwa kita semua yang telah dibaptis dalam Kristus π, telah dibaptis dalam kematian-Nya? (Rm. 6:1-3).
Dalam Roma 7:5, Paulus membuat perbandingan antara hidup dalam ikatan perjanjian dengan Allah menggunakan sarana hukum dan hidup dalam ikatan perjanjian dengan Allah π tanpa sarana hukum, sarananya adalah hubungan pribadi dengan Allah sendiri.
Ketika belum mengenal penebusan oleh darah Tuhan Yesus , umat masih hidup di dalam daging, hawa nafsu dosa, yang dirangsang oleh hukum Taurat, bekerja dalam anggota-anggota tubuh, sehingga berbuah bagi maut.
Maksud pernyataan ini adalah bahwa keberadaan manusia yang belum mengalami pembaharuan oleh Tuhan π pasti hidup dalam standar yang belum sesuai dengan standar kesucian Allah. Sementara itu pula darah domba yang dikorbankan sebagai sarana penyucian sebenarnya tidak dapat menguduskan.
Keadaan manusia π₯beragama seperti ini adalah keadaan tanpa pengharapan. Sangat tragis.
Mereka berusaha mencari untuk menemukan Allah tetapi tidak menemukan, sebab hendak membangun kebenarannya sendiri.
JBU
Akan tetapi apabila suaminya itu mati, bebaslah ia dari hukum yang mengikatnya kepada suaminya itu.
Jadi selama suaminya hidup ia dianggap berzinah, kalau ia menjadi isteri laki-laki lain; tetapi jika suaminya telah mati, ia bebas dari hukum, sehingga ia bukanlah berzinah, kalau ia menjadi isteri laki-laki lain (Rm. 7:1-3).
Sebelum ada penebusan oleh darah Yesus, Allah π mengikat perjanjian dengan bangsa Israel. Ikatan perjanjian tersebut menggunakan sarana hukum.
Bangsa Israel harus hidup dalam penurutan kepada hukum; hidupastibawah hukum Taurat. Sepanjang hidup mereka harus ada di bawah hukum Taurat secara mutlak, di manapun, kapan pun dan dalam keadaan bagaimanapun.
Jika mereka hidup keluar dari dominasi hukum Taurat atau melakukan pelanggaran terhadap hukum Taurat, berarti mereka berlaku tidak setia, seperti seorang istri yang tidak setia kepada suaminya.
Hal ini sama dengan tindakan perselingkuhan atau perzinahan, maka Allah π akan menghukum mereka.
Dalam tulisannya Paulus mengatakan: Tetapi kalau suaminya telah mati, maka istri bebas dari ikatan perkawinan tersebut. Dengan pernyataan Paulus tersebut, diajarkan kepada kita bahwa kematian Tuhan Yesus π seperti membatalkan ikatan perkawinan atau ikatan perjanjian antara umat Israel dengan Allah yang menggunakan sarana hukum sebagai tanda pengikatnya.
Kematian Tuhan Yesus di kayu salib menggantikan ikatan perjanjian tersebut. Itulah sebabnya Paulus mengatakan: Sebab itu, saudara-saudaraku, kamu juga telah mati bagi hukum Taurat oleh tubuh Kristus π, supaya kamu menjadi milik orang lain, yaitu milik Dia, yang telah dibangkitkan dari antara orang mati, agar kita berbuah bagi Allah (Rm. 7:4).
Ikatan perjanjian yang tadinya menggunakan hukum, sekarang digantikan dengan ikatan perjanjian dengan Allah π yang tidak menggunakan hukum sebagai sarana pengikatnya.
Dalam hal tersebut harus diperhatikan, bahwa kematian Tuhan Yesus di kayu salib membuat seseorang tidak lagi terikat kepada suami (gambaran hukum secara figuratif), tetapi terikat dengan Tuhan yang memilikinya.
Paulus mengatakan: supaya kamu menjadi milik orang lain, yaitu milik Dia, yang telah dibangkitkan dari antara orang mati, agar kita berbuah bagi Allah π
Sarana pengikat umat yang ditebus oleh darah Tuhan Yesus adalah “menjadi milik Allah untuk hidup bagi Allah”.
Umat terikat pada Allah sendiri tanpa sarana hukum.
Selanjutnya hidup bagi Allah ditandai dengan berbuah bagi Dia, maksudnya adalah melakukan segala sesuatu yang sesuai dengan pikiran dan perasaan Allah π
Hal ini harus dilakukan karena umat terikat dengan Allah bukan dengan hukum.
Perilaku dalam kehidupan tidak lagi didasarkan pada hukum, tetapi dengan menjadi milik Allah, maka harus hidup bagi Allah semata-mata; perilakunya didasarkan pada kehendak Allah π yang kudus.
Hidup bagi Allah adalah hidup untuk melakukan kehendak-Nya dalam segala hal tanpa batas.
Inilah yang menjadi gaya hidup Tuhan Yesus: “Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya” (Yoh. 4:34).
Jadi, sejak ada penebusan oleh darah Tuhan Yesus π, maka kalau seseorang tidak hidup di bawah hukum Taurat tidak lagi dapat dikatakan atau dituduh sebagai pendosa. Hal ini bukan berarti memberi kesempatan seseorang hidup dalam dosa tanpa tuduhan sebagai orang bersalah; bukan pula kesempatan untuk berbuat dosa.
Terkait dengan hal ini Paulus mengatakan: Jika demikian, apakah yang hendak kita katakan? Bolehkah kita π₯ bertekun dalam dosa, supaya semakin bertambah kasih karunia itu? Sekali-kali tidak! Bukankah kita telah mati bagi dosa, bagaimanakah kita masih dapat hidup di dalamnya? Atau tidak tahukah kamu, bahwa kita semua yang telah dibaptis dalam Kristus π, telah dibaptis dalam kematian-Nya? (Rm. 6:1-3).
Dalam Roma 7:5, Paulus membuat perbandingan antara hidup dalam ikatan perjanjian dengan Allah menggunakan sarana hukum dan hidup dalam ikatan perjanjian dengan Allah π tanpa sarana hukum, sarananya adalah hubungan pribadi dengan Allah sendiri.
Ketika belum mengenal penebusan oleh darah Tuhan Yesus , umat masih hidup di dalam daging, hawa nafsu dosa, yang dirangsang oleh hukum Taurat, bekerja dalam anggota-anggota tubuh, sehingga berbuah bagi maut.
Maksud pernyataan ini adalah bahwa keberadaan manusia yang belum mengalami pembaharuan oleh Tuhan π pasti hidup dalam standar yang belum sesuai dengan standar kesucian Allah. Sementara itu pula darah domba yang dikorbankan sebagai sarana penyucian sebenarnya tidak dapat menguduskan.
Keadaan manusia π₯beragama seperti ini adalah keadaan tanpa pengharapan. Sangat tragis.
Mereka berusaha mencari untuk menemukan Allah tetapi tidak menemukan, sebab hendak membangun kebenarannya sendiri.
JBU
Minggu, 25 Maret 2018
RH Truth Daily Enlightenment “MATI BAGI DOSA” 26 Maret 2018
Selanjutnya Paulus mengatakan: Demikianlah hendaknya kamu memandangnya: bahwa kamu telah mati bagi dosa, tetapi kamu hidup bagi Allah dalam Kristus Yesus (Rm. 6:11). Kata “memandang” dalam teks aslinya adalah logizomai (λογί΢ομαι), yang memiliki pengertian memperhitungkan, menimbang, memutuskan, dan menentukan.
Dari hal ini kita dapat memperoleh kebenaran, sesungguhnya kita sendiri yang harus memperhitungkan, menimbang, memutuskan, dan menentukan bahwa kita telah mati bagi dosa dan hidup bagi Allah πdalam Kristus Yesus.
Hidup bagi Allah dalam Kristus Yesus artinya melalui korban Tuhan Yesus kita dapat melayani Allah Bapa π
Kalimat itu juga berarti bahwa kita hidup dengan standar kehidupan yang dikenakan oleh Tuhan Yesus, dengan demikian kehidupan kita menyukakan hati Allah Bapa.
Roma 6:12-13, menguatkan apa yang telah dikemukakan di atas bahwa kematian terhadap dosa, harus dimulai dari diri kita: Sebab itu hendaklah dosa jangan berkuasa lagi di dalam tubuhmu yang fana, supaya kamu jangan lagi menuruti keinginannya.
Dan janganlah kamu menyerahkan anggota-anggota tubuhmu kepada dosa untuk dipakai sebagai senjata kelaliman, tetapi serahkanlah dirimu kepada Allah π sebagai orang-orang, yang dahulu mati, tetapi yang sekarang hidup.
Dan serahkanlah anggota-anggota tubuhmu kepada Allah untuk menjadi senjata-senjata kebenaran. Hal ini berarti kematian terhadap dosa tidak terjadi secara otomatis.
Harus diperjuangkan oleh setiap individu.
Hal ini harus menjadi agenda satu-satunya dalam hidup. Dengan demikian maksud keselamatan yang Tuhan berikan dapat dicapai.
Anugerah keselamatan dalam Yesus Kristus π tidak otomatis membuat kita berhenti berbuat dosa dan membuat kita berkarakter sempurna seperti Bapa.
Tuhan menebus dosa kita artinya semua akibat dosa yang kita lakukan tidak diperhitungkan.
Paulus membahasakannya dengan kalimat : Sebab kamu tidak akan dikuasai lagi oleh dosa, karena kamu tidak berada di bawah hukum Taurat, tetapi di bawah kasih karunia (Rm. 6:14).
Kalimat “tidak dikuasai dosa” bukan dalam artinya bahwa secara otomatis kita tidak bisa berbuat dosa, tetapi tidak di bawah hukum dosa. Dalam teks aslinya terdapat kata kurieuo (ΞΊΟ ΟΞΉΞ΅α½»Ο) yang dalam bahasa Inggris diterjemahkan to be lord, rule (di bawah kekuasaan hukum).
Dengan demikian kita yang ada di dalam Yesus Kristus, di mata Allah πjuga bukan lagi dianggap sebagai pemberontak yang mengingkari perjanjian (karena Adam).
Tetapi hal ini bukan berarti membuat kita boleh berpuas diri.
Kita harus mengisi kemerdekaan hidup kita π₯ yang dikerjakan oleh oleh darah Yesus dengan usaha terus menerus untuk menjadi sempurna. Dengan demikian kita tidak mengecewakan Tuhan Yesus yang memberikan nyawa-Nya untuk kita.
“Tidak dikuasai dosa” bukan sesuatu yang otomatis berlangsung atau terjadi, sebab sebagai orang yang dibenarkan masih berkeberadaan sebagai orang berdosa atau bersifat dosa (berkodrat dosa), kita masih bisa melakukan apa yang tidak sesuai dengan pikiran dan perasaan Allah.
Untuk itu haruslah ada perjuangan untuk mati terhadap dosa.
Roh Kudus π menuntun kita kepada segala kebenaran, dan Injil memperbaharui pikiran kita selama kita mau belajar dengan benar. Dalam hal ini Paulus mengatakan: Jadi bagaimana? Apakah kita akan berbuat dosa, karena kita tidak berada di bawah hukum Taurat, tetapi di bawah kasih karunia? Sekali-kali tidak! (Rm. 6:15).
Bukan karena telah tidak berada di bawah hukum Taurat -artinya tidak berada di bawah kekuasaan hukum dan hidup dalam anugerah (semua dosa telah dipikul di kayu salib) maka kita boleh berbuat sesuka hati kita π₯
Justru karena kita telah dibebaskan dari hukum Taurat sekarang kitra harus masuk dalam hukum Kristus.
Harus disadari bahwa apabila kita menyerahkan diri kepada seseorang sebagai hamba untuk menaatinya, kita π₯ adalah hamba orang itu, yang harus kita taati, baik dalam dosa yang memimpin kita kepada kematian, maupun dalam ketaatan yang memimpin kita kepada kebenaran (Rm. 6:16).
Kita menyerahkan diri kepada Tuhan itu berarti “tidak bisa tidak” harus hidup dalam kebenaran. Dan kebenaran yang kita harus taati adalah kebenaran Tuhan π yang sama dengan kesucian Tuhan.
Jika proses tersebut di atas berlangsung dalam hidup kita, maka terjadi proses pengudusan.
Paulus menulis: Tetapi sekarang, setelah kamu dimerdekakan dari dosa dan setelah kamu menjadi hamba Allah π, kamu beroleh buah yang membawa kamu kepada pengudusan dan sebagai kesudahannya ialah hidup yang kekal (Rm. 6:22). Dari pengudusan ini -yaitu kehidupan yang semakin berkenan kepada Allah melalui pengudusan aktif (melibatkan kita sepenuhnya) maka kita memperoleh hidup yang kekal.
Hidup kekal di sini bisa berarti kehidupan yang berkualitas hari ini di bumi, juga bisa berarti kemuliaan bersama dengan Tuhan Yesus π nanti di dalam Kerajaan-Nya.
Dari hal ini, nyatalah bahwa upah dosa ialah maut; tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus, Tuhan kita (Rm. 6:23).
JBU
Dari hal ini kita dapat memperoleh kebenaran, sesungguhnya kita sendiri yang harus memperhitungkan, menimbang, memutuskan, dan menentukan bahwa kita telah mati bagi dosa dan hidup bagi Allah πdalam Kristus Yesus.
Hidup bagi Allah dalam Kristus Yesus artinya melalui korban Tuhan Yesus kita dapat melayani Allah Bapa π
Kalimat itu juga berarti bahwa kita hidup dengan standar kehidupan yang dikenakan oleh Tuhan Yesus, dengan demikian kehidupan kita menyukakan hati Allah Bapa.
Roma 6:12-13, menguatkan apa yang telah dikemukakan di atas bahwa kematian terhadap dosa, harus dimulai dari diri kita: Sebab itu hendaklah dosa jangan berkuasa lagi di dalam tubuhmu yang fana, supaya kamu jangan lagi menuruti keinginannya.
Dan janganlah kamu menyerahkan anggota-anggota tubuhmu kepada dosa untuk dipakai sebagai senjata kelaliman, tetapi serahkanlah dirimu kepada Allah π sebagai orang-orang, yang dahulu mati, tetapi yang sekarang hidup.
Dan serahkanlah anggota-anggota tubuhmu kepada Allah untuk menjadi senjata-senjata kebenaran. Hal ini berarti kematian terhadap dosa tidak terjadi secara otomatis.
Harus diperjuangkan oleh setiap individu.
Hal ini harus menjadi agenda satu-satunya dalam hidup. Dengan demikian maksud keselamatan yang Tuhan berikan dapat dicapai.
Anugerah keselamatan dalam Yesus Kristus π tidak otomatis membuat kita berhenti berbuat dosa dan membuat kita berkarakter sempurna seperti Bapa.
Tuhan menebus dosa kita artinya semua akibat dosa yang kita lakukan tidak diperhitungkan.
Paulus membahasakannya dengan kalimat : Sebab kamu tidak akan dikuasai lagi oleh dosa, karena kamu tidak berada di bawah hukum Taurat, tetapi di bawah kasih karunia (Rm. 6:14).
Kalimat “tidak dikuasai dosa” bukan dalam artinya bahwa secara otomatis kita tidak bisa berbuat dosa, tetapi tidak di bawah hukum dosa. Dalam teks aslinya terdapat kata kurieuo (ΞΊΟ ΟΞΉΞ΅α½»Ο) yang dalam bahasa Inggris diterjemahkan to be lord, rule (di bawah kekuasaan hukum).
Dengan demikian kita yang ada di dalam Yesus Kristus, di mata Allah πjuga bukan lagi dianggap sebagai pemberontak yang mengingkari perjanjian (karena Adam).
Tetapi hal ini bukan berarti membuat kita boleh berpuas diri.
Kita harus mengisi kemerdekaan hidup kita π₯ yang dikerjakan oleh oleh darah Yesus dengan usaha terus menerus untuk menjadi sempurna. Dengan demikian kita tidak mengecewakan Tuhan Yesus yang memberikan nyawa-Nya untuk kita.
“Tidak dikuasai dosa” bukan sesuatu yang otomatis berlangsung atau terjadi, sebab sebagai orang yang dibenarkan masih berkeberadaan sebagai orang berdosa atau bersifat dosa (berkodrat dosa), kita masih bisa melakukan apa yang tidak sesuai dengan pikiran dan perasaan Allah.
Untuk itu haruslah ada perjuangan untuk mati terhadap dosa.
Roh Kudus π menuntun kita kepada segala kebenaran, dan Injil memperbaharui pikiran kita selama kita mau belajar dengan benar. Dalam hal ini Paulus mengatakan: Jadi bagaimana? Apakah kita akan berbuat dosa, karena kita tidak berada di bawah hukum Taurat, tetapi di bawah kasih karunia? Sekali-kali tidak! (Rm. 6:15).
Bukan karena telah tidak berada di bawah hukum Taurat -artinya tidak berada di bawah kekuasaan hukum dan hidup dalam anugerah (semua dosa telah dipikul di kayu salib) maka kita boleh berbuat sesuka hati kita π₯
Justru karena kita telah dibebaskan dari hukum Taurat sekarang kitra harus masuk dalam hukum Kristus.
Harus disadari bahwa apabila kita menyerahkan diri kepada seseorang sebagai hamba untuk menaatinya, kita π₯ adalah hamba orang itu, yang harus kita taati, baik dalam dosa yang memimpin kita kepada kematian, maupun dalam ketaatan yang memimpin kita kepada kebenaran (Rm. 6:16).
Kita menyerahkan diri kepada Tuhan itu berarti “tidak bisa tidak” harus hidup dalam kebenaran. Dan kebenaran yang kita harus taati adalah kebenaran Tuhan π yang sama dengan kesucian Tuhan.
Jika proses tersebut di atas berlangsung dalam hidup kita, maka terjadi proses pengudusan.
Paulus menulis: Tetapi sekarang, setelah kamu dimerdekakan dari dosa dan setelah kamu menjadi hamba Allah π, kamu beroleh buah yang membawa kamu kepada pengudusan dan sebagai kesudahannya ialah hidup yang kekal (Rm. 6:22). Dari pengudusan ini -yaitu kehidupan yang semakin berkenan kepada Allah melalui pengudusan aktif (melibatkan kita sepenuhnya) maka kita memperoleh hidup yang kekal.
Hidup kekal di sini bisa berarti kehidupan yang berkualitas hari ini di bumi, juga bisa berarti kemuliaan bersama dengan Tuhan Yesus π nanti di dalam Kerajaan-Nya.
Dari hal ini, nyatalah bahwa upah dosa ialah maut; tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus, Tuhan kita (Rm. 6:23).
JBU
RH Truth Daily Enlightenment “MELEMAHKAN KUASA DOSA” 25 Maret 2018
Hilangnya kuasa dosa dalam tubuh kita tidak mungkin dapat terjadi tanpa keterlibatan kita sendiri.
Justru harus dipahami bahwa kita sendirilah yang membunuh atau mematikannya.
Dalam terjemahan Alkitab π Bahasa Indonesia dua kata “hilang kuasanya” dalam Roma 6:6 menunjuk potensi dosa di dalam diri kita yang harus dimatikan.
Kata hilang kuasanya dalam teks aslinya adalah katergeo (ΞΊΞ±ΟΞ±ΟΞ³α½³Ο); dalam terjemahan Alkitab bahasa Inggris (King James) diterjemahkan to destroy. Kata katergeo memiliki banyak pengertian, antara lain: to render idle, unemployed, inactivate, inoperative, to terminate all intercourse with one, make ineffective, powerless (dibuat menganggur, menonaktifkan, dibuat tidak berlaku, mengakhiri sebuah hubungan, membuat tidak efektif, membuat tidak berdaya). Pada dasarnya kata katergeo mengisyaratkan keadaan yang non aktif.
Komitmen untuk mati bersama Yesus π dan hidup dalam hidup yang baru, dapat membuat kuasa tubuh dosa kita dapat di-non-aktifkan, sehingga kita tidak menghambakan diri kepada dosa.
Hal ini seharusnya bukan sesuatu yang sukar dimengerti.
Hal ini harus dipahami sebagai fenomena umum, riil, dan logis.
Seperti kalau seseorang oleh karena satu dan lain hal kehilangan semangat hidup, maka ia sangat mudah terserang penyakit, menjadi tidak bergairah dalam segala hal, dan berdampak kuat dalam seluruh aspek hidupnya.
Demikian pula dengan komitmen mati bersama dengan Tuhan π pasti berdampak kuat dalam kehidupan rohani kita. Dalam hal ini aspek psikologi sangat kuat berperan.
Proses beriman, kesempurnaan, dan kesucian adalah proses natural dan logis.
Selanjutnya dalam suratnya Paulus mengatakan: Sebab siapa yang telah mati, ia telah bebas dari dosa (Rm. 6:7). Kata mati dalam teks aslinya adalah apothnesko (αΌΟΞΏΞΈΞ½αΏΟΞΊΟ).
Kata ini bisa menunjuk kematian secara natural, tetapi juga menunjuk kematian suatu benih yang ditabur di tanah yang kering, sehingga tidak dapat bertumbuh.
Adapun kata “bebas” dalam teks aslinya adalah dikaio (δικαιόΟ), yang artinya dibenarkan.
Dalam tulisannya ini Paulus menunjukkan bahwa tindakan bersedia mati bersama Kristus π adalah tindakan yang dibenarkan atau tindakan yang memungkinkan pembenaran secara aktif dapat dialami.
Adapun pembenaran secara pasif adalah tindakan pengorbanan Tuhan Yesus π di kayu salib.
Dalam pembenaran secara pasif tidak ada keterlibatan manusia sama sekali, Ia memikul dosa manusia. Semua dosa diselesaikannya di kayu salib.
Adapun pembenaran secara aktif adalah peran dan keterlibatan orang percaya π₯ dalam menggarap keberadaan watak dirinya sendiri yang buruk.
Jika hal di atas ini dikaitkan dengan pembenaran oleh iman, sangat berkorelasi: Bahwa iman bukan hanya sekadar pengaminan akali atau persetujuan pikiran.
Iman bukanlah sekadar aktivitas nalar, tetapi tindakan konkret.
Dengan demikian, seorang yang mengaku beriman tanpa komitmen untuk mati bersama dengan Tuhan π, berarti memiliki iman yang palsu.
Iman semacam itu tidak menyelamatkan, artinya tidak membawa manusiaπ₯ kepada maksud tujuan manusia diciptakan; tidak mengubah seseorang dikembalikan ke rancangan semula.
Tindakan mati bersama dengan Tuhan atau mati terhadap dosa membuahkan kehidupan bersama dengan Tuhan, artinya dalam persekutuan yang harmoni dan ideal dengan Tuhan.
Dalam Roma 6:8 tertulis: Jadi jika kita telah mati dengan Kristus, kita π₯ percaya, bahwa kita akan hidup juga dengan Dia. Kata hidup dalam teks aslinya adalah suzao (ΟΟ ΞΆα½±Ο) yang berarti to live together with one (hidup bersama dengan seseorang).
Kata ini bisa diterjemahkan sebagai to live a new life in union with Christ.
“Hidup juga dengan Dia” berarti sebuah persekutuan perjalanan hidup bersama dengan Tuhan sejak sekarang hidup di bumi π
Dalam hal ini jelas sekali bahwa Tuhan tidak dapat bersekutu dengan orang yang tidak bersedia mati bersama dengan Dia atau mati terhadap dosa.
Jika demikian, ternyata banyak orang Kristen yang sesungguhnya belum hidup dalam persekutuan dengan Tuhan π secara benar.
Dalam perjalanan kehidupan bersama dengan Tuhan, kita dapat mencapai kehidupan yang tidak bercacat dan tidak bercela atau kesucian seperti Tuhan sendiri.
Hal ini dikatakan oleh Paulus dalam ayat berikutnya: Karena kita tahu, bahwa Kristus, sesudah Ia bangkit dari antara orang mati, tidak mati lagi: maut tidak berkuasa lagi atas Dia (Rm. 6:9).
Kebangkitan Tuhan Yesus π yang permanen, artinya kematian tidak lagi dapat menguasai diri-Nya.
Hal ini menjadi gambaran, bahwa kita yang dibangkitkan bersama dengan Kristus π bisa berkeadaan di mana dosa tidak lagi dapat berkuasa atas hidup kita.
Dengan demikian, kita dapat hidup bagi Allah (Rm. 6:10, Sebab kematian-Nya adalah kematian terhadap dosa, satu kali dan untuk selama-lamanya, dan kehidupan-Nya adalah kehidupan bagi Allah).
Dengan penjelasan ini dapatlah disimpulkan bahwa seseorang tidak dapat hidup bagi Allah π kalau belum mematikan gairah atau tubuh dosa di dalam dirinya.
Hidup bagi Allah secara ideal dapat terjadi atau berlangsung kalau seseorang hidup dalam kesucian-Nya, secara permanen tidak berbuat dosa lagi.
Tentu hal ini membutuhkan proses.
JBU
Justru harus dipahami bahwa kita sendirilah yang membunuh atau mematikannya.
Dalam terjemahan Alkitab π Bahasa Indonesia dua kata “hilang kuasanya” dalam Roma 6:6 menunjuk potensi dosa di dalam diri kita yang harus dimatikan.
Kata hilang kuasanya dalam teks aslinya adalah katergeo (ΞΊΞ±ΟΞ±ΟΞ³α½³Ο); dalam terjemahan Alkitab bahasa Inggris (King James) diterjemahkan to destroy. Kata katergeo memiliki banyak pengertian, antara lain: to render idle, unemployed, inactivate, inoperative, to terminate all intercourse with one, make ineffective, powerless (dibuat menganggur, menonaktifkan, dibuat tidak berlaku, mengakhiri sebuah hubungan, membuat tidak efektif, membuat tidak berdaya). Pada dasarnya kata katergeo mengisyaratkan keadaan yang non aktif.
Komitmen untuk mati bersama Yesus π dan hidup dalam hidup yang baru, dapat membuat kuasa tubuh dosa kita dapat di-non-aktifkan, sehingga kita tidak menghambakan diri kepada dosa.
Hal ini seharusnya bukan sesuatu yang sukar dimengerti.
Hal ini harus dipahami sebagai fenomena umum, riil, dan logis.
Seperti kalau seseorang oleh karena satu dan lain hal kehilangan semangat hidup, maka ia sangat mudah terserang penyakit, menjadi tidak bergairah dalam segala hal, dan berdampak kuat dalam seluruh aspek hidupnya.
Demikian pula dengan komitmen mati bersama dengan Tuhan π pasti berdampak kuat dalam kehidupan rohani kita. Dalam hal ini aspek psikologi sangat kuat berperan.
Proses beriman, kesempurnaan, dan kesucian adalah proses natural dan logis.
Selanjutnya dalam suratnya Paulus mengatakan: Sebab siapa yang telah mati, ia telah bebas dari dosa (Rm. 6:7). Kata mati dalam teks aslinya adalah apothnesko (αΌΟΞΏΞΈΞ½αΏΟΞΊΟ).
Kata ini bisa menunjuk kematian secara natural, tetapi juga menunjuk kematian suatu benih yang ditabur di tanah yang kering, sehingga tidak dapat bertumbuh.
Adapun kata “bebas” dalam teks aslinya adalah dikaio (δικαιόΟ), yang artinya dibenarkan.
Dalam tulisannya ini Paulus menunjukkan bahwa tindakan bersedia mati bersama Kristus π adalah tindakan yang dibenarkan atau tindakan yang memungkinkan pembenaran secara aktif dapat dialami.
Adapun pembenaran secara pasif adalah tindakan pengorbanan Tuhan Yesus π di kayu salib.
Dalam pembenaran secara pasif tidak ada keterlibatan manusia sama sekali, Ia memikul dosa manusia. Semua dosa diselesaikannya di kayu salib.
Adapun pembenaran secara aktif adalah peran dan keterlibatan orang percaya π₯ dalam menggarap keberadaan watak dirinya sendiri yang buruk.
Jika hal di atas ini dikaitkan dengan pembenaran oleh iman, sangat berkorelasi: Bahwa iman bukan hanya sekadar pengaminan akali atau persetujuan pikiran.
Iman bukanlah sekadar aktivitas nalar, tetapi tindakan konkret.
Dengan demikian, seorang yang mengaku beriman tanpa komitmen untuk mati bersama dengan Tuhan π, berarti memiliki iman yang palsu.
Iman semacam itu tidak menyelamatkan, artinya tidak membawa manusiaπ₯ kepada maksud tujuan manusia diciptakan; tidak mengubah seseorang dikembalikan ke rancangan semula.
Tindakan mati bersama dengan Tuhan atau mati terhadap dosa membuahkan kehidupan bersama dengan Tuhan, artinya dalam persekutuan yang harmoni dan ideal dengan Tuhan.
Dalam Roma 6:8 tertulis: Jadi jika kita telah mati dengan Kristus, kita π₯ percaya, bahwa kita akan hidup juga dengan Dia. Kata hidup dalam teks aslinya adalah suzao (ΟΟ ΞΆα½±Ο) yang berarti to live together with one (hidup bersama dengan seseorang).
Kata ini bisa diterjemahkan sebagai to live a new life in union with Christ.
“Hidup juga dengan Dia” berarti sebuah persekutuan perjalanan hidup bersama dengan Tuhan sejak sekarang hidup di bumi π
Dalam hal ini jelas sekali bahwa Tuhan tidak dapat bersekutu dengan orang yang tidak bersedia mati bersama dengan Dia atau mati terhadap dosa.
Jika demikian, ternyata banyak orang Kristen yang sesungguhnya belum hidup dalam persekutuan dengan Tuhan π secara benar.
Dalam perjalanan kehidupan bersama dengan Tuhan, kita dapat mencapai kehidupan yang tidak bercacat dan tidak bercela atau kesucian seperti Tuhan sendiri.
Hal ini dikatakan oleh Paulus dalam ayat berikutnya: Karena kita tahu, bahwa Kristus, sesudah Ia bangkit dari antara orang mati, tidak mati lagi: maut tidak berkuasa lagi atas Dia (Rm. 6:9).
Kebangkitan Tuhan Yesus π yang permanen, artinya kematian tidak lagi dapat menguasai diri-Nya.
Hal ini menjadi gambaran, bahwa kita yang dibangkitkan bersama dengan Kristus π bisa berkeadaan di mana dosa tidak lagi dapat berkuasa atas hidup kita.
Dengan demikian, kita dapat hidup bagi Allah (Rm. 6:10, Sebab kematian-Nya adalah kematian terhadap dosa, satu kali dan untuk selama-lamanya, dan kehidupan-Nya adalah kehidupan bagi Allah).
Dengan penjelasan ini dapatlah disimpulkan bahwa seseorang tidak dapat hidup bagi Allah π kalau belum mematikan gairah atau tubuh dosa di dalam dirinya.
Hidup bagi Allah secara ideal dapat terjadi atau berlangsung kalau seseorang hidup dalam kesucian-Nya, secara permanen tidak berbuat dosa lagi.
Tentu hal ini membutuhkan proses.
JBU
Jumat, 23 Maret 2018
RH Truth Daily Enlightenment “KEMATIAN BERSAMA DENGAN YESUS” 24 Maret 2018
Dalam Roma 6:4-5 tertulis: Dengan demikian kita telah dikuburkan bersama-sama dengan Dia oleh baptisan dalam kematian, supaya, sama seperti Kristus π telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa, demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru.
Sebab jika kita telah menjadi satu dengan apa yang sama dengan kematian-Nya, kita juga akan menjadi satu dengan apa yang sama dengan kebangkitan-Nya.
Seperti yang telah dijelaskan pada penjelasan terdahulu bahwa baptisan adalah lambang kematian. Orang yang dibaptis harus berani berkomitmen untuk meninggalkan semua perbuatan yang tidak sesuai dengan kehendak Allah.
Komitmen tersebut menunjukkan kesediaan mati bersama dengan Tuhan Yesus, mati terhadap dosa dan kesenangan dunia π. Adapun kata “kebangkitan” dalam pasal ini (Rm. 6) lebih menunjuk kepada kehidupan baru yang dijalani sekarang di bumi, bukan nanti di balik kubur.
Orang percaya π₯ harus memandang bahwa dirinya sudah mati bersama dengan Yesus di kayu salib, selanjutnya selalu hidup dalam kesadaran dan penghayatan bahwa dirinya sudah hidup dalam kehidupan yang baru. Merekapan baru tidak diberikan secara mistis, spektakuler dan adikodrati (di luar kodrat).
Kehidupan yang baru terjadi atau berlangsung ketika seseorang bersedia berkomitmen dengan tekad bulat meninggalkan cara hidupnya yang lama. Kemudian berjuang untuk mengenakan manusia baru yang terus menerus diperbaharui.
Terkait dengan hal ini Paulus juga mengatakan agar kita sendiri yang menanggalkan manusia lama kita (Ef. 4:21-23). Bukan Tuhan π yang menanggalkan, tetapi kita. Roh Kudus menolong kita untuk ini dalam proses yang bertahap dalam perjalanan waktu, bukan sesuatu yang instan; bukan sekejap dan otomatis. Sepanjang hidup kita adalah perjalanan perjuangan untuk terus menerus mengalami perubahan.
Dalam hal ini setiap orang percaya harus mengerti risiko sebagai orang percaya yang mengaku menerima Yesus πsebagai Juruselamat. Percaya kepada Tuhan Yesus berarti masuk dalam kematian bersama dengan Yesus, agar juga mengalami kebangkitan dalam hidup yang baru.
Hidup baru bukan hanya ditandai dengan hal-hal lahiriah seperti beragama Kristen (bagi yang tadinya belum Kristen), pergi ke gereja (yang tadinya tidak rajin ke gereja), menjadi aktivis gereja (bagi mereka yang tadinya tidak aktif dalam kegiatan gereja) dan menjadi pejabat gereja (yang tadinya bukan pejabat gereja).
Hidup baru artinya perubahan seluruh perilaku dalam segala hal, dimulai dari sikap batiniahnya kemudian akan memancar atau terekspresi dalam semua tindakan yang kelihatan.
Kalau hidup baru hanya ditandai dengan hal-hal lahiriah, maka keselamatan yang benar belum atau tidak berlangsung atau tidak terjadi dalam kehidupan seseorang.
Sikap batiniah yang harus dimiliki orang percaya π₯ adalah komitmen untuk hidup tidak bercacat dan tidak bercela, sebuah kehidupan yang berbeda sama sekali dengan yang sudah dijalani.
Harus ditegaskan bahwa tidak ada kebangkitan (mengalami hidup baru) tanpa kematian.
Hal ini bukan terjadi secara mistis, artinya tidak terjadi karena mukjizat atau suatu fenomena yang spektakuler, tetapi berlangsung dalam kesadaran setiap individu yang dimulai dari komitmen pribadi.
Bukan sesuatu yang berlangsung di luar kesadaran dan niat manusia itu sendiri.
Harus diperhatikan, jika sesuatu terkait dengan hati atau pikiran, Tuhan π tidak akan berintervensi. Pikiran dan hati manusia adalah wilayah manusia yang otonomi atau independen (mandiri). Manusia menjadi tuan atau majikan atas dirinya sendiri, tetapi kemudian apakah ia mau menyerahkannya kepada kehendak Allah atau kehendaknya sendiri, tergantung masing-masing individu.
Kesadaran dan penghayatan bahwa kita telah mati bersama dengan Tuhan Yesus π meneguhkan bahwa manusia lama kita disalibkan, supaya tubuh dosa kita hilang kuasanya, agar kita jangan menghambakan diri lagi kepada dosa (Rm. 6:6, Karena kita tahu, bahwa manusia lama kita telah turut disalibkan, supaya tubuh dosa kita hilang kuasanya, agar jangan kita menghambakan diri lagi kepada dosa).
Kata “tahu” dalam teks Roma 6:6 adalah ginosko (Ξ³ΞΉΞ½α½½ΟΞΊΟ), yang artinya mengetahui berdasarkan pengalaman konkret (knowing by experiencing). Jadi, pengetahuan mengenai kematian bersama Tuhan πbukanlah sekadar perenungan dari sebuah kajian teologi atau paparan sebuah pengajaran, tetapi dari pengalaman riil yang dialami orang percaya yang serius memasuki proses kematiannya.
Hal ini membawa seseorang pada pengalaman hilangnya kuasa dosa dalam tubuhnya.
Terkait dengan hal ini kita menemukan banyak orang Kristen π₯ bahkan teolog yang memiliki pengetahuan mengenai Alkitab, cakap berdebat dan berkhotbah, tetapi tidak mematikan kedagingannya, sehingga tidak mengetahui hidup Kekristenan yang sejati.
Mereka tidak pernah mengalami kematian bersama dengan Tuhan, kematian terhadap dosa dan hidup dalam hidup yang baru. Mereka bisa berkhotbah mengenai kelahiran baru, tetapi mereka tidak pernah mengalaminya.
JBU
Sebab jika kita telah menjadi satu dengan apa yang sama dengan kematian-Nya, kita juga akan menjadi satu dengan apa yang sama dengan kebangkitan-Nya.
Seperti yang telah dijelaskan pada penjelasan terdahulu bahwa baptisan adalah lambang kematian. Orang yang dibaptis harus berani berkomitmen untuk meninggalkan semua perbuatan yang tidak sesuai dengan kehendak Allah.
Komitmen tersebut menunjukkan kesediaan mati bersama dengan Tuhan Yesus, mati terhadap dosa dan kesenangan dunia π. Adapun kata “kebangkitan” dalam pasal ini (Rm. 6) lebih menunjuk kepada kehidupan baru yang dijalani sekarang di bumi, bukan nanti di balik kubur.
Orang percaya π₯ harus memandang bahwa dirinya sudah mati bersama dengan Yesus di kayu salib, selanjutnya selalu hidup dalam kesadaran dan penghayatan bahwa dirinya sudah hidup dalam kehidupan yang baru. Merekapan baru tidak diberikan secara mistis, spektakuler dan adikodrati (di luar kodrat).
Kehidupan yang baru terjadi atau berlangsung ketika seseorang bersedia berkomitmen dengan tekad bulat meninggalkan cara hidupnya yang lama. Kemudian berjuang untuk mengenakan manusia baru yang terus menerus diperbaharui.
Terkait dengan hal ini Paulus juga mengatakan agar kita sendiri yang menanggalkan manusia lama kita (Ef. 4:21-23). Bukan Tuhan π yang menanggalkan, tetapi kita. Roh Kudus menolong kita untuk ini dalam proses yang bertahap dalam perjalanan waktu, bukan sesuatu yang instan; bukan sekejap dan otomatis. Sepanjang hidup kita adalah perjalanan perjuangan untuk terus menerus mengalami perubahan.
Dalam hal ini setiap orang percaya harus mengerti risiko sebagai orang percaya yang mengaku menerima Yesus πsebagai Juruselamat. Percaya kepada Tuhan Yesus berarti masuk dalam kematian bersama dengan Yesus, agar juga mengalami kebangkitan dalam hidup yang baru.
Hidup baru bukan hanya ditandai dengan hal-hal lahiriah seperti beragama Kristen (bagi yang tadinya belum Kristen), pergi ke gereja (yang tadinya tidak rajin ke gereja), menjadi aktivis gereja (bagi mereka yang tadinya tidak aktif dalam kegiatan gereja) dan menjadi pejabat gereja (yang tadinya bukan pejabat gereja).
Hidup baru artinya perubahan seluruh perilaku dalam segala hal, dimulai dari sikap batiniahnya kemudian akan memancar atau terekspresi dalam semua tindakan yang kelihatan.
Kalau hidup baru hanya ditandai dengan hal-hal lahiriah, maka keselamatan yang benar belum atau tidak berlangsung atau tidak terjadi dalam kehidupan seseorang.
Sikap batiniah yang harus dimiliki orang percaya π₯ adalah komitmen untuk hidup tidak bercacat dan tidak bercela, sebuah kehidupan yang berbeda sama sekali dengan yang sudah dijalani.
Harus ditegaskan bahwa tidak ada kebangkitan (mengalami hidup baru) tanpa kematian.
Hal ini bukan terjadi secara mistis, artinya tidak terjadi karena mukjizat atau suatu fenomena yang spektakuler, tetapi berlangsung dalam kesadaran setiap individu yang dimulai dari komitmen pribadi.
Bukan sesuatu yang berlangsung di luar kesadaran dan niat manusia itu sendiri.
Harus diperhatikan, jika sesuatu terkait dengan hati atau pikiran, Tuhan π tidak akan berintervensi. Pikiran dan hati manusia adalah wilayah manusia yang otonomi atau independen (mandiri). Manusia menjadi tuan atau majikan atas dirinya sendiri, tetapi kemudian apakah ia mau menyerahkannya kepada kehendak Allah atau kehendaknya sendiri, tergantung masing-masing individu.
Kesadaran dan penghayatan bahwa kita telah mati bersama dengan Tuhan Yesus π meneguhkan bahwa manusia lama kita disalibkan, supaya tubuh dosa kita hilang kuasanya, agar kita jangan menghambakan diri lagi kepada dosa (Rm. 6:6, Karena kita tahu, bahwa manusia lama kita telah turut disalibkan, supaya tubuh dosa kita hilang kuasanya, agar jangan kita menghambakan diri lagi kepada dosa).
Kata “tahu” dalam teks Roma 6:6 adalah ginosko (Ξ³ΞΉΞ½α½½ΟΞΊΟ), yang artinya mengetahui berdasarkan pengalaman konkret (knowing by experiencing). Jadi, pengetahuan mengenai kematian bersama Tuhan πbukanlah sekadar perenungan dari sebuah kajian teologi atau paparan sebuah pengajaran, tetapi dari pengalaman riil yang dialami orang percaya yang serius memasuki proses kematiannya.
Hal ini membawa seseorang pada pengalaman hilangnya kuasa dosa dalam tubuhnya.
Terkait dengan hal ini kita menemukan banyak orang Kristen π₯ bahkan teolog yang memiliki pengetahuan mengenai Alkitab, cakap berdebat dan berkhotbah, tetapi tidak mematikan kedagingannya, sehingga tidak mengetahui hidup Kekristenan yang sejati.
Mereka tidak pernah mengalami kematian bersama dengan Tuhan, kematian terhadap dosa dan hidup dalam hidup yang baru. Mereka bisa berkhotbah mengenai kelahiran baru, tetapi mereka tidak pernah mengalaminya.
JBU
RH Truth Daily Enlightenment “PROSES KEMATIAN” 23 Maret 2018
Sangatlah benar bahwa kita diselamatkan bukan karena perbuatan baik. Perbuatan baik bagaimanapun tidak akan dapat menyelesaikan dosa-dosa yang sudah dilakukan dan yang masih dapat dilakukan.
Lagi pula manusia π₯ telah hidup dalam bayang -bayang kegagalan Adam, di mana manusia hidup dalam kodrat dosa.
Kodrat dosa maksudnya ketidaksanggupan manusia untuk mencapai kesucian Allah.
Dan manusia memang telah tidak berkeberadaan seperti maksud tujuan manusia itu diciptakan.
Jadi, ini bukan masalah perbuatan saja, tetapi masalah keberadaan (inner man) manusia yang sudah “meleset” (hamartia; αΌΞΌΞ±ΟΟα½·Ξ±). Keselamatan bukan karena perbuatan baik, bukanlah konsep yang digunakan untuk menyerang cara keselamatan yang dilakukan agama tanpa Yesus atau menyerang mereka π₯ yang berusaha mencapai keselamatan dengan perbuatan baik.
Keselamatan bukan karena perbuatan baik merupakan kebenaran untuk menunjukkan paling tidak dua hal : pertama, bahwa hanya oleh korban Tuhan Yesus dosa dapat diselesaikan. Kedua, bahwa Tuhan tidak hanya menghendaki orang percaya memiliki perbuatan baik, tetapi harus sempurna seperti Bapa atau serupa dengan Tuhan Yesus. Hendaknya kita tidak menjadikan konsep “keselamatan bukan karena perbuatan baik” menjadi alasan untuk mengijinkan perbuatan salah boleh dilakukan terus menerus atau sekali-kali.
Orang yang mengaku percaya kepada Tuhan Yesus π dan dibaptis, harus berhenti berbuat dosa sama sekali, guna bertumbuh terus untuk sempurna seperti Bapa atau serupa dengan Tuhan Yesus.
Itulah sebabnya maka dibutuhkan proses pemuridan.
Dalam Roma 6:4 Paulus mengatakan: Dengan demikian kita telah dikuburkan bersama-sama dengan Dia oleh baptisan dalam kematian, supaya, sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa π, demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru.
Dalam tulisannya ini Paulus menunjukkan bahwa hidup baru seseorang ditandai dengan kematiannya terhadap dosa.
Jadi, sangatlah naif dan sangat menyesatkan, kalau selama ini seorang Kristen dinyatakan telah hidup baru atau bahkan dinyatakan telah lahir baru hanya karena sudah mulai berhenti berbuat pelanggaran moral umum atau sudah mulai pergi ke gereja π
Padahal dosa yang dimaksud oleh Paulus dalam Roma 5 ini adalah hamartia (αΌΞΌΞ±ΟΟα½·Ξ±), yang artinya kemelesetan. Orang yang berhenti berbuat dosa berarti sungguh-sungguh tidak bercacat dan tidak bercela dalam segala hal.
Banyak orang Kristen merasa kalau sudah dibaptis, berarti sudah hidup baru.
Hal ini sering dinyatakan oleh pendeta, sehingga jemaat merasa bahwa dirinya sudah disahkan sebagai hidup baru. Dengan kesalahan konsep atau penyesatan tersebut, maka banyak orang Kristen yang sebenarnya belum hidup baru, tetapi merasa sudah hidup baru.
Mereka tidak lagi melakukan perjuangan untuk mengalami proses kematian terhadap dosa. Hal inilah yang membuat orang Kristen π₯ diparkir atau berhenti di satu level yang tidak membuat mereka mengalami maksud atau tujuan keselamatan diadakan. Mereka tidak hidup dalam hidup Kekristenan yang benar.
Baptisan adalah lambang kematian, artinya orang yang bersedia dibaptis adalah orang percaya yang bersedia meninggalkan cara atau gaya hidupnya yang tidak sesuai dengan kebenaran dan kesucian Allah π
Oleh sebab itu hendaknya baptisan bukan hanya menjadi “cara atau stempel” seseorang mulai dapat dinyatakan sebagai telah hidup baru.
Hidup baru seseorang hendaknya bukan karena baptisan secara teknis, tetapi kesediaan memenuhi makna baptisan itu sendiri, yaitu mati bagi dosa dan dunia π, hidup sepenuhnya bagi Allah. Bagi orang kafir (non Yahudi) yang memberi diri dibaptis (tevilah) sebagai orang proselit, maka ia harus meninggalkan cara hidup kekafirannya untuk hidup dengan cara orang Yahudi.
Demikian pula orang yang memberi diri dibaptis dalam nama Tuhan Yesus, harus bersedia hidup dengan cara atau gaya hidup Tuhan Yesus π
Dalam Yohanes 3:5 Tuhan Yesus berkata: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan dari air dan Roh, ia tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah.
Dilahirkan oleh Roh artinya dikerjakan atau digarap oleh Roh Kudus untuk dapat mengenakan hidup baru atau berkodrat Ilahi. Sedangkan dilahirkan oleh air adalah baptisan, bukan menunjuk kepada teknisnya, tetapi menunjuk kepada maknanya yaitu komitmen meninggalkan dosa dan kesenangan dunia ini.
Orang percaya yang memberi diri dibaptis berarti memiliki kesediaan untuk hidup baru dalam tuntunan Roh agar memiliki kesucian seperti Bapa π atau serupa dengan Tuhan Yesus. Di sini sangatlah jelas bahwa baptisan dalam Kekristenan adalah lambang yang sekaligus sebagai ikrar atau sebuah komitmen untuk mati bagi dosa dan hidup bagi Allah dalam kehidupan yang baru.
Jadi, kalau seseorang tidak bersedia mati bagi dosa hendaknya tidak memberi diri untuk dibaptis.
JBU
Lagi pula manusia π₯ telah hidup dalam bayang -bayang kegagalan Adam, di mana manusia hidup dalam kodrat dosa.
Kodrat dosa maksudnya ketidaksanggupan manusia untuk mencapai kesucian Allah.
Dan manusia memang telah tidak berkeberadaan seperti maksud tujuan manusia itu diciptakan.
Jadi, ini bukan masalah perbuatan saja, tetapi masalah keberadaan (inner man) manusia yang sudah “meleset” (hamartia; αΌΞΌΞ±ΟΟα½·Ξ±). Keselamatan bukan karena perbuatan baik, bukanlah konsep yang digunakan untuk menyerang cara keselamatan yang dilakukan agama tanpa Yesus atau menyerang mereka π₯ yang berusaha mencapai keselamatan dengan perbuatan baik.
Keselamatan bukan karena perbuatan baik merupakan kebenaran untuk menunjukkan paling tidak dua hal : pertama, bahwa hanya oleh korban Tuhan Yesus dosa dapat diselesaikan. Kedua, bahwa Tuhan tidak hanya menghendaki orang percaya memiliki perbuatan baik, tetapi harus sempurna seperti Bapa atau serupa dengan Tuhan Yesus. Hendaknya kita tidak menjadikan konsep “keselamatan bukan karena perbuatan baik” menjadi alasan untuk mengijinkan perbuatan salah boleh dilakukan terus menerus atau sekali-kali.
Orang yang mengaku percaya kepada Tuhan Yesus π dan dibaptis, harus berhenti berbuat dosa sama sekali, guna bertumbuh terus untuk sempurna seperti Bapa atau serupa dengan Tuhan Yesus.
Itulah sebabnya maka dibutuhkan proses pemuridan.
Dalam Roma 6:4 Paulus mengatakan: Dengan demikian kita telah dikuburkan bersama-sama dengan Dia oleh baptisan dalam kematian, supaya, sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa π, demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru.
Dalam tulisannya ini Paulus menunjukkan bahwa hidup baru seseorang ditandai dengan kematiannya terhadap dosa.
Jadi, sangatlah naif dan sangat menyesatkan, kalau selama ini seorang Kristen dinyatakan telah hidup baru atau bahkan dinyatakan telah lahir baru hanya karena sudah mulai berhenti berbuat pelanggaran moral umum atau sudah mulai pergi ke gereja π
Padahal dosa yang dimaksud oleh Paulus dalam Roma 5 ini adalah hamartia (αΌΞΌΞ±ΟΟα½·Ξ±), yang artinya kemelesetan. Orang yang berhenti berbuat dosa berarti sungguh-sungguh tidak bercacat dan tidak bercela dalam segala hal.
Banyak orang Kristen merasa kalau sudah dibaptis, berarti sudah hidup baru.
Hal ini sering dinyatakan oleh pendeta, sehingga jemaat merasa bahwa dirinya sudah disahkan sebagai hidup baru. Dengan kesalahan konsep atau penyesatan tersebut, maka banyak orang Kristen yang sebenarnya belum hidup baru, tetapi merasa sudah hidup baru.
Mereka tidak lagi melakukan perjuangan untuk mengalami proses kematian terhadap dosa. Hal inilah yang membuat orang Kristen π₯ diparkir atau berhenti di satu level yang tidak membuat mereka mengalami maksud atau tujuan keselamatan diadakan. Mereka tidak hidup dalam hidup Kekristenan yang benar.
Baptisan adalah lambang kematian, artinya orang yang bersedia dibaptis adalah orang percaya yang bersedia meninggalkan cara atau gaya hidupnya yang tidak sesuai dengan kebenaran dan kesucian Allah π
Oleh sebab itu hendaknya baptisan bukan hanya menjadi “cara atau stempel” seseorang mulai dapat dinyatakan sebagai telah hidup baru.
Hidup baru seseorang hendaknya bukan karena baptisan secara teknis, tetapi kesediaan memenuhi makna baptisan itu sendiri, yaitu mati bagi dosa dan dunia π, hidup sepenuhnya bagi Allah. Bagi orang kafir (non Yahudi) yang memberi diri dibaptis (tevilah) sebagai orang proselit, maka ia harus meninggalkan cara hidup kekafirannya untuk hidup dengan cara orang Yahudi.
Demikian pula orang yang memberi diri dibaptis dalam nama Tuhan Yesus, harus bersedia hidup dengan cara atau gaya hidup Tuhan Yesus π
Dalam Yohanes 3:5 Tuhan Yesus berkata: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan dari air dan Roh, ia tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah.
Dilahirkan oleh Roh artinya dikerjakan atau digarap oleh Roh Kudus untuk dapat mengenakan hidup baru atau berkodrat Ilahi. Sedangkan dilahirkan oleh air adalah baptisan, bukan menunjuk kepada teknisnya, tetapi menunjuk kepada maknanya yaitu komitmen meninggalkan dosa dan kesenangan dunia ini.
Orang percaya yang memberi diri dibaptis berarti memiliki kesediaan untuk hidup baru dalam tuntunan Roh agar memiliki kesucian seperti Bapa π atau serupa dengan Tuhan Yesus. Di sini sangatlah jelas bahwa baptisan dalam Kekristenan adalah lambang yang sekaligus sebagai ikrar atau sebuah komitmen untuk mati bagi dosa dan hidup bagi Allah dalam kehidupan yang baru.
Jadi, kalau seseorang tidak bersedia mati bagi dosa hendaknya tidak memberi diri untuk dibaptis.
JBU
Rabu, 21 Maret 2018
RH Truth Daily Enlightenment “TERPAKIR DI WILAYAH DOSA” 22 Maret 2018
Selanjutnya dalam Roma 6:2-3 Paulus menulis: Sekali-kali tidak! Bukankah kita telah mati bagi dosa, bagaimanakah kita masih dapat hidup di dalamnya? Atau tidak tahukah kamu, bahwa kita semua π₯ yang telah dibaptis dalam Kristus, telah dibaptis dalam kematian-Nya? Maksud pernyataan Paulus ini sangat jelas, bahwa seorang yang percaya kepada Tuhan Yesus dan memberi diri dibaptis berarti sudah mati terhadap dosa.
Mati terhadap dosa artinya tidak boleh lagi berbuat dosa sama sekali.
Dibaptis dalam nama Tuhan Yesus π, berarti masuk ke dalam pemakaman diri untuk tidak hidup dalam dosa. Dalam hal ini banyak orang Kristen tidak mengerti maksud baptisan.
Mereka memberi diri dibaptis hanya karena merasa sudah remaja atau menjadi pemuda atau karena membutuhkan pemberkatan nikah.
Dengan cara demikian mereka melecehkan arti baptisan.
Baptisan yang benar adalah lambang kematian. Jika seseorang bersedia meninggalkan kesenangan dunia dan bersedia hidup suci, barulah layak dibaptis.
Mati bagi dosa berarti tidak lagi melakukan kesalahan apa pun.
Hal ini sama dengan berhenti berbuat dosa, dosa apa pun dan bagaimanapun.
Ini berarti bersedia menjadi seorang yang tidak bercacat dan tidak bercela, menjadi kudus seperti Bapa π di surga kudus. Dari hal ini, seseorang dapat menjadi sempurna seperti Bapa atau serupa dengan Tuhan Yesus.
Dari hal ini juga, sesungguhnya orang percaya dikembalikan ke rancangan semula.
Rancangan semula Allah adalah manusia segambar dan serupa dengan Allah; memiliki moral Allah π sehingga hidup dalam kesempurnaan kekudusan-Nya.
Tentu untuk hidup dalam kekudusan, tidak bisa terjadi atau berlangsung secara otomatis atau dengan sendirinya secara mudah.
Seseorang harus mengambil keputusan dan bertindak untuk tidak terus menerus berbuat dosa yang sama dengan berhenti berbuat dosa sama sekali.
Itulah sebabnya Paulus mengatakan: Jika demikian, apakah yang hendak kita katakan? Bolehkah kita bertekun dalam dosa, supaya semakin bertambah kasih karunia itu? Pernyataan Paulus ini ditujukan kepada orang-orang yang masih mau sembarangan hidup dengan menggunakan alasan bahwa Tuhan Yesus πtelah memikul dosa, sehingga boleh hidup dan berbuat sesukanya sendiri dengan terus menerus berbuat dosa.
Dengan berpikir demikian, maka secara tidak langsung menunjukkan seakan-akan kematian Tuhan Yesus di kayu salib menjadi kesempatan berbuat dosa tanpa berisiko, atau paling tidak memicu pemikiran bahwa kalaupun masih berbuat dosa, tidak perlu takut sebab darah Tuhan Yesusπ menjamin penyuciannya.
Banyak orang Kristen berpikir, sebab ada deposit -yaitu darah Yesus- maka mereka seperti mendapat jaminan penyelesaian atau sebuah “pemakluman” kalau berbuat dosa, baik dosa melanggar hukum maupun hanya sebuah kemelesetan.
Hal ini menyesatkan. Tetapi faktanya dalam kehidupan orang Kristen π₯ pemikiran ini sangat kuat mengakar.
Hal ini membangun kehidupan yang ceroboh, sehingga banyak orang Kristen hidup di dalam dosa.
Mereka tidak menyadari kalau berkepanjangan hidup dalam dosa, maka suatu saat mereka tidak lagi dapat berbalik dan bertobat.
Mereka bisa sampai pada keadaan di “titik tidak bisa balik” (point of no return).
Dari hal di atas kemudian ditambahkan lagi dengan prinsip “keselamatan bukan karena perbuatan baik”, maka membuat banyak orang Kristen terparkir hidup dalam dosa.
Mereka tidak memedulikan bagaimana memiliki kehidupan yang kudus seperti Bapa π₯ kudus. Sehingga mereka tidak sungguh-sungguh mau mencapai kesempurnaan, yaitu hidup dalam kesucian Tuhan.
Dari hal ini lahirlah orang-orang Kristen yang hanya beragama Kristen, tetapi tidak turut mengikuti jejak Tuhan Yesus π untuk serupa dengan Dia atau sempurna seperti Bapa. Keadaan ini membuat banyak orang Kristen “meleset’ dari hidup Kekristenan yang benar, tidak sedikit yang terjebak dalam kehidupan yang tidak berbeda dengan anak-anak dunia, bahkan ada yang berkeberadaan lebih jahat dari orang-orang di luar gereja.
Tidak heran dengan kualitas hidup yang tidak sempurna seperti Bapa πatau tidak serupa dengan Yesus, maka Kekristenan disamakan dengan agama lain.
Dari keadaan moral dan kehidupan kebanyakan orang Kristen sekarang ini, maka tidak heran mereka yang berada di luar gereja bisa menganggap dan mengatakan bahwa orang Kristen kafir, karena ada orang-orang Kristen yang kelakuannya seperti orang yang tidak beragama.
Hal ini terjadi sebab mereka tidak melihat keunggulan kehidupan moral orang Kristen, yang mestinya keunggulannya tidak dapat dibandingkan dengan orang beragama manapun.
Tuhan Yesus π sendiri mengatakan bahwa orang percaya harus memiliki kebenaran lebih dari para tokoh agama manapun (Mat. 5:20).
Dari Matius 5:20 jelaslah bahwa orang Kristen dipanggil untuk hidup secara luar biasa dalam moral.
Kalau orang Kristen π₯memiliki kesucian yang sesuai dengan kesucian Allah Bapa, berarti memiliki keunggulan moral yang mencolok dengan mereka yang ada di luar gereja, maka sulitlah orang percaya dicap sebagai kafir.
JBU
Mati terhadap dosa artinya tidak boleh lagi berbuat dosa sama sekali.
Dibaptis dalam nama Tuhan Yesus π, berarti masuk ke dalam pemakaman diri untuk tidak hidup dalam dosa. Dalam hal ini banyak orang Kristen tidak mengerti maksud baptisan.
Mereka memberi diri dibaptis hanya karena merasa sudah remaja atau menjadi pemuda atau karena membutuhkan pemberkatan nikah.
Dengan cara demikian mereka melecehkan arti baptisan.
Baptisan yang benar adalah lambang kematian. Jika seseorang bersedia meninggalkan kesenangan dunia dan bersedia hidup suci, barulah layak dibaptis.
Mati bagi dosa berarti tidak lagi melakukan kesalahan apa pun.
Hal ini sama dengan berhenti berbuat dosa, dosa apa pun dan bagaimanapun.
Ini berarti bersedia menjadi seorang yang tidak bercacat dan tidak bercela, menjadi kudus seperti Bapa π di surga kudus. Dari hal ini, seseorang dapat menjadi sempurna seperti Bapa atau serupa dengan Tuhan Yesus.
Dari hal ini juga, sesungguhnya orang percaya dikembalikan ke rancangan semula.
Rancangan semula Allah adalah manusia segambar dan serupa dengan Allah; memiliki moral Allah π sehingga hidup dalam kesempurnaan kekudusan-Nya.
Tentu untuk hidup dalam kekudusan, tidak bisa terjadi atau berlangsung secara otomatis atau dengan sendirinya secara mudah.
Seseorang harus mengambil keputusan dan bertindak untuk tidak terus menerus berbuat dosa yang sama dengan berhenti berbuat dosa sama sekali.
Itulah sebabnya Paulus mengatakan: Jika demikian, apakah yang hendak kita katakan? Bolehkah kita bertekun dalam dosa, supaya semakin bertambah kasih karunia itu? Pernyataan Paulus ini ditujukan kepada orang-orang yang masih mau sembarangan hidup dengan menggunakan alasan bahwa Tuhan Yesus πtelah memikul dosa, sehingga boleh hidup dan berbuat sesukanya sendiri dengan terus menerus berbuat dosa.
Dengan berpikir demikian, maka secara tidak langsung menunjukkan seakan-akan kematian Tuhan Yesus di kayu salib menjadi kesempatan berbuat dosa tanpa berisiko, atau paling tidak memicu pemikiran bahwa kalaupun masih berbuat dosa, tidak perlu takut sebab darah Tuhan Yesusπ menjamin penyuciannya.
Banyak orang Kristen berpikir, sebab ada deposit -yaitu darah Yesus- maka mereka seperti mendapat jaminan penyelesaian atau sebuah “pemakluman” kalau berbuat dosa, baik dosa melanggar hukum maupun hanya sebuah kemelesetan.
Hal ini menyesatkan. Tetapi faktanya dalam kehidupan orang Kristen π₯ pemikiran ini sangat kuat mengakar.
Hal ini membangun kehidupan yang ceroboh, sehingga banyak orang Kristen hidup di dalam dosa.
Mereka tidak menyadari kalau berkepanjangan hidup dalam dosa, maka suatu saat mereka tidak lagi dapat berbalik dan bertobat.
Mereka bisa sampai pada keadaan di “titik tidak bisa balik” (point of no return).
Dari hal di atas kemudian ditambahkan lagi dengan prinsip “keselamatan bukan karena perbuatan baik”, maka membuat banyak orang Kristen terparkir hidup dalam dosa.
Mereka tidak memedulikan bagaimana memiliki kehidupan yang kudus seperti Bapa π₯ kudus. Sehingga mereka tidak sungguh-sungguh mau mencapai kesempurnaan, yaitu hidup dalam kesucian Tuhan.
Dari hal ini lahirlah orang-orang Kristen yang hanya beragama Kristen, tetapi tidak turut mengikuti jejak Tuhan Yesus π untuk serupa dengan Dia atau sempurna seperti Bapa. Keadaan ini membuat banyak orang Kristen “meleset’ dari hidup Kekristenan yang benar, tidak sedikit yang terjebak dalam kehidupan yang tidak berbeda dengan anak-anak dunia, bahkan ada yang berkeberadaan lebih jahat dari orang-orang di luar gereja.
Tidak heran dengan kualitas hidup yang tidak sempurna seperti Bapa πatau tidak serupa dengan Yesus, maka Kekristenan disamakan dengan agama lain.
Dari keadaan moral dan kehidupan kebanyakan orang Kristen sekarang ini, maka tidak heran mereka yang berada di luar gereja bisa menganggap dan mengatakan bahwa orang Kristen kafir, karena ada orang-orang Kristen yang kelakuannya seperti orang yang tidak beragama.
Hal ini terjadi sebab mereka tidak melihat keunggulan kehidupan moral orang Kristen, yang mestinya keunggulannya tidak dapat dibandingkan dengan orang beragama manapun.
Tuhan Yesus π sendiri mengatakan bahwa orang percaya harus memiliki kebenaran lebih dari para tokoh agama manapun (Mat. 5:20).
Dari Matius 5:20 jelaslah bahwa orang Kristen dipanggil untuk hidup secara luar biasa dalam moral.
Kalau orang Kristen π₯memiliki kesucian yang sesuai dengan kesucian Allah Bapa, berarti memiliki keunggulan moral yang mencolok dengan mereka yang ada di luar gereja, maka sulitlah orang percaya dicap sebagai kafir.
JBU
Seminar "Roh Kudus" Sesi 1 - 3 Sabtu, 24 Feb 2018
π·Sesi ke 1
Membahas mengenai kedudukan dan tempat Roh Kudus dalam Allah Tritunggal, sangatlah pelik.
Setiap kali membahas, atau berbicara mengenai Allah Tritunggal, Roh Kudus π selalu mendapat tempat sebagai Pribadi ketiga.
Dipandang dari sudut teologis doktrinal, apakah kita bisa dibenarkan bahwa Roh Kudus πadalah Pribadi ketiga dari Allah Tritunggal ?
Untuk menjawab hal itu kita harus membahas terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan pribadi itu ?
Biasa disebut Pribadi entitas itu memiliki keinginan atau kehendak dari pikiran dan perasaanNya.
Benda tidak bisa disebut pribadi, sebab bukan entitas yang memiliki. pikiran, perasaan dan kehendak.
Disebut pribadi adalah : entitas yang bisa mandiri ( independent ) dan tidak terikat oleh siapapun dan apapun.
Itulah pribadi adalah entitas yang dapat mengambil keputusan tanpa diatur oleh pihak lain.
Jadi disebut pribadi entitas bisa memiliki kedaulatanNya sendiri.
Lusifer itu pribadi, maka ia bisa berkata,
- Aku ingin atau aku hendak mengatasi yang Maha Tinggi.
- Aku hendak melampaui bintang - bintang.
Hal ini menunjukkan bahwa, Lusifer memiliki kehendak bebas.
Salah satu ciri dari entitas yang disebut berpribadi adalah : memiliki kehendak bebas, kehendak memilih, mengambil keputusan, dan bertindak.
Yesus Tuhan kita, Allah anak yang menjadi manusia di bumi π ini
memiliki pribadi artinya Tuhan Yesus memiliki pikiran, perasaan dan kehendak.
Di dalam kehendakNya itu Ia bebas untuk memilih dan menentukan langkahNya.
Ia tidak dikendalikan dikontrol pihak lain.
Bahkan Bapa π di surga pun tidak mengendalikanNya.
Oleh karena itu doa yang dinaikkan dengan ratap tangis dengan keluhan.
Jikalau cawan ini lalu dari padaku, tetapi bukan kehendakKu yang jadi Bapa, tetapi kehendakMu.
Kalau Yesus πdikendalikan dikontrol Bapa di Surga, Ia tidak akan mengucapkan kalimat doa itu.
Yesus memilih, Dia memang memilih.
Memilih melakukan kehendak Bapa dan menyelesaikan pekerjaannya.
Dia memilih tunduk kepada rencana Bapa π, oleh karena itu Dia harus menderita.
Walau untuk itu Ia harus minum cawan penderitaan.
Jadi jangan berpikir Yesus tidak bersalah.
Dia bisa bersalah.
Dia bisa memberontak kepada Allah Bapa π
Tetapi Dia memilih taat sampai mati, bahkan mati di kayu salib.
Demikian pula dengan kita.
Kita π₯ juga memiliki kedaulatan, artinya : memiliki perasaan, mendorong kita memiliki kehendak.
Dan kehendak ini bebas.
Kita taat atau tidak taat tergantung kita.
Berkat untuk yang taat.
Laknat untuk yang tidak taat.
Ini untuk individu.
Jadi nasib manusia π₯tidak ditentukan oleh takdir, tapi ia menentukan nasibnya sendiri.
Pilihannya sendiri karena manusia entitas yang pribadi.
Contoh yang jelas adalah tindakan Adam dan Hawa makan buah yang dilarang untuk dikonsumsi, itu menunjukkan Adam dan Hawa berdaulat atas dirinya, ia menentukan nasibnya sendiri.
Apakah Roh Kudus bisa dikatakan pribadi ?
Tentu saja bisa.
Dalam Alkitab π dapat dijumpai banyak informasi dan penjelasan bahwa,
- Roh Kudus memiliki pikiran, perasaan dan kehendak,
serta dapat melakukan berbagai tindakan.
- Roh Kudus bisa berkehendak memberikan karunia.
- Roh Kudus bisa berkehendak memberikan kuasa.
- Roh kudus bisa didukacitakan, ini pribadi.
Alkitab π juga mengatakan bahwa Roh Kudus mempunyai pengetahuan dan menyelidiki segala sesuatu, bahkan apa yang ada dalam diri Allah.
1 Korintus 2 : 10
Hal ini bisa dipahami pemikiran yang salah.
Jangan berpikir Roh Kudus dapat terpisah dari Allah Bapa π
Sehingga berintervensi campur tangan masuk, atau keluar masuk.
Roh Kudus tidak akan berinventasi dalam diri Allah, sebab Ia keluar dari Allah sendiri.
Itulah sebabnya Ia tahu apa yang ada pada diri Allah.
Sesungguhnya Roh Kudus itu Roh Allah Bapa πsendiri, Roh Theos.
Apa bedanya Roh Kudus, dan Roh Allah ?
Sebenarnya Roh Allah dan Roh Kudus itu sama saja
Di Perjanjian Lama disebut Roh Allah.
Di Perjanjian Baru disebut Roh Kudus.
Keduanya memang tidak boleh dibedakan.
Roh Allah dan Roh Kudus π itu sama saja
Hanya sebutan saja membedakan.
Tetapi entitasnya sama, pribadinya sama.
Roh Allah Roh Kudus Rohnya Bapa.
Yang keluar dari Bapa π
Lebih tepatnya Roh Kudus, Roh Allah Rohnya Bapa sendiri.
Dalam hal ini kita tidak boleh memandang Roh Kudus pribadi lain dari Allah Bapa.
Allah Bapa itu esa adapun Roh Allah atau Roh Kudus adalah Roh-Nya sendiri.
Alkitab π tidak pernah menyebut Roh Bapa selain dalam Matius 10 : 19 - 20.
Maksud Roh Bapa dalam ayat ini adalah Roh Allah atau Roh Kudus itu sendiri.
1 korintus 12 : 8
Ada karunia berkata - kata dengan hikmat.
Ada karunia Roh Allah yang membuat seseorang dapat berkata - kata dengan hikmat.
Ayat ini menunjukkan Roh Kudus dapat membuat seseorang dapat berkata - kata dengan hikmat.
Matius 10 : 19 - 20 itu Roh- Nya Bapa.
Mengapa dalam perjanjian baru Roh Allah sering disebut Roh Kudus ?
Efesus 1 : 13
Sebab Roh itu dimeteraikan oleh Allah π dalam hidup orang percaya.
Dimeteraikan, distempelkan atau ditempelkan.
Dalam hal ini tubuh orang percaya menjadi bait Roh Kudus.
Sebab orang percaya π₯telah dibeli dengan harga yang lunas dibayar.
Sejak orang percaya kepada Yesus dan mengakui Dia adalah pencipta langit dan bumi π bahwa Dia yang memiliki dunia dan manusia.
Kita dimeteraikan dengan Roh Allah.
Kita π₯ juga percaya Dia yang mati di kayu salib menebus dosa - dosa manusia.
Kita dimeteraikan dengan Roh Allah.
Harus berwaspada.
Sebab sejak Roh Kudus π dimeteraikan dalam kita dan tubuh kita menjadi bait Roh Kudus, maka perasaan Allah akan sangat reaktif terhadap apa yang kita ucapkan, apa yang kita pikirkan, dan apa yang kita lakukan.
Jadi dengan sebutan Roh Kudus itu,
diperingatakan kepada kita untuk hidup kudus seperti Bapa adalah kudus.
Itulah sebabnya di dalam
1 kor 6 : 19 - 20
Muliakan dengan tubuhmu, artinya : tubuh harus menjadi alat, sarana, tempat, di mana kehendak Allah π dilakukan yang sama dengan kekudusan
Untuk memperjelas Roh Kudus atau Roh Allah adalah Roh Bapa sendiri
1 kor 11 : 2
Jadi yang tahu keadaan manusia π₯ secara individu, itu rohnya sendiri, juga yang tahu dalam diri Allah.
Siapa ? Roh Allah yang sama yang kudus yaitu Roh Kudus.
Roh manusia tidak mungkin bisa terpisah dari manusia π₯ itu sendiri.
Di manapun kita berada roh itu menyatu dengan tubuh kita.
Di mana ada roh manusia, di situ ada pribadinya dengan seluruh keadaan fisiknya.
Tetapi hal ini berbeda dengan Allah.
Ini bedanya.
Roh Allah bisa hadir di mana - mana sebagai representatif / perwakilan Allah.
Sedangkan pribadi Allah sendiri juga bisa ada di surga.
Nah ini bedanya Allah dengan manusia.
Mengapa bisa demikian.
Tentu saja bisa.
Sebab dimensi keilahian Allah π yang tidak terbatas memungkinkan hal ini.
Allah di surga RohNya bisa ada di mana - mana.
Bapa ada di tempat yang maha tinggi di terang yang tidak terhampiri.
Tetapi Roh-Nya ada di mana - mana.
Roh-Nya itu adalah Roh Kudus.
Banyak ayat dalam Alkitab π sering dimunculkan bahwa Roh Allah didukacitakan.
Ini berarti memiliki perasaan.
Mendukakan Roh Kudus itu sama dengan mendukakan Bapa.
Bapa didukakan, di sebelahnya itu ikut berduka.
Karena memiliki persekutuan yang sempurna.
Siapa yang ada di sebelah kanan Allah Bapa ? Tuhan Yesus π
Dalam hal ini Roh kudus dapat dihujat.
Bicara mengenai penghujatan Roh Kudus
sebenarnya memperjelas Allah Tritunggal.
Bahwa reprentasi Allah yang memenuhi jagat raya
Yang bekerja di hati manusia π₯ hanyalah Roh Kudus.
Sedangkan Allah Bapa dan Allah Anak di surga.
Itulah sebabnya kalau Roh Kudus dihujat atau sama dengan tidak dihargai, maka tidak ada wakil Allah Bapa dan Anak dalam kehidupan manusia
Kalau Tuhan Yesus menyatakan, Dia menyertai orang percaya π₯ sampai pada akhir zaman.
Itu maksudnya Ia menyertai orang percaya di dalam Roh Kudus.
Allah Anak tidak punya kekuatan sendiri di luar Bapa.
Kekuatan Bapa dan Anak kuasa kemuliaan, kedikdayaan kekuatan di dalam Roh Kudus itu.
Jadi kalau Yesus π memiliki kuasa itu karena Roh Allah itu yang memberikan tatanan.
Roh Kudus juga melakukan banyak hal sebagaimana pribadi bertindak.
Memimpin orang percaya π₯ kepada seluruh kebenaran.
Tidak benturan dengan perkataan Tuhan Yesus, Aku menyertai kamu sampai kepada kesudahan zaman.
Karena Roh Kudus ini mewakili Tuhan Yesus.
Tidak ada kuasa dalam diri Elohim selain Roh Kudus.
Roh Kudus atau Roh Allah, satu - satunya perwakilan baik Bapa π dan Anak.
Dan Roh Kudus itu Roh- Nya Bapa.
Jadi Kita bisa mengerti Tuhan Yesus π berkata, Anak tidak bisa berbuat apa - apa tanpa Bapa.
Itu bukan ketika Dia hidup di bumi dengan tubuh manusia.
Dari kekekalan Anak itu juga tidak bisa berbuat tanpa Bapa.
Maka Yohanes 1 berkata pada mulanya adalah logos.
Logos bersama - sama dengan Theos.
Maka tidak heran pula Tuhan berkata bahwa Kemuliaan yang Ia miliki sebelum dunia π dijadikan itu kemuliaan dari Bapa, bukan kemuliaan dari diri sendiri.
Kemuliaan itu diberikan kembali ketika Tuhan Yesus π itu bangkit dari kubur.
Roh Kudus menyadarkan seseorang dari dosanya.
Guru menuntun murid.
Yesus menuntun kita melalui Roh BapaNya, Roh Allah atau Roh Kudus.
Jadi tidak heran kalau di dalam mengatakan, Aku
akan tundukkan semua musuhku di bawah kakimu.
Siapa yang menundukkan ? Bapa.
Dengan apa ? Roh-Nya.
Masih banyak lagi karya Roh Kudus diungkapkan dalam Alkitab π
Sehingga sulit dibantah,
bahwa Roh Kudus suatu pribadi.
Dia adalah pribadi jika ditinjau dari keberadaannya memiliki pikiran, perasaan dan kehendak serta kemandirianNya mengambil keputusan.
Tetapi masalahnya kemudian apakah Dia
bisa disebut pribadi ketiga
Semua data yang tertulis di Alkitab π membuktikan Roh Kudus dikatakan suatu pribadi, tidak bisa dibantah.
Tetapi masalahnya apakah Roh Kudus dapat dikatakan pribadi ke tiga?
Jawabannya ini tidak mudah, sebab selama ini sudah terpatri dalam orang Kristen π₯ bahwa Roh Kudus adalah pribadi ke tiga dalam Allah Tritunggal.
Pemahaman banyak orang termasuk Teolog seakan - akan Roh Kudus, Roh Allah secara mutlak dapat terpisah dari Allah Bapa sendiri.
Biasanya orang Kristen, Teolog - teolog ini
memandang Roh Kudus π bisa independent bisa mandiri sama sekali terpisah dari Bapa.
Untuk memperoleh pencerahan ini yang akurat ini perlu kerendahan hati untuk menerima kebenaran yang terus Tuhan πsingkapkan di akhir zaman ini.
Di mana pengetahuan bertambah - tambah, pengetahuan umum, maka rahasia Allah π juga disingkapkan.
Dengan jujur, cerdas, dan teliti kita harus melihat kebenaran Injil.
Demi menformulasikan kembali, menformulasikan doktrin - doktrin yang selama ini kurang tepat atau kurang lengkap.
Kita tidak boleh menformulasikan Roh Kudus Roh-Nya berbeda dengan pandangan yang sudah ada atau konservatif yang sudah mengakar.
Pandangan itu seakan - akan sejajar dengan Firman Tuhan.
Pandangan terhadap Roh Kudus sering dianggap sudah mati, dikramatkan atau disakralkan.
Mereka tidak menyadari Allah π yang tidak terbatas tidak boleh dimasukkan ke dalam kotak teologi.
Teologi harus berani bergerak seiring dengan kemajuan teknologi dn perubahan zaman.
Apakah Roh Kudus adalah pribadi ke tiga Allah Tritunggal ? Tentu saja bisa dijawab "bisa" , dijawab "Ya", sebab Roh Kudus adalah representasi dari Bapa, dan Allah Anak Putra Tunggal yang Mulia.
Ini berarti tidak mutlak.
Teologi selama ini tidak salah, tapi tidak lengkap.
Harus diingat bahwa
Roh Kudus bukan Allah Bapa juga bukan Allah Anak.
Roh Kudus bukan pribadi anak juga bukan pribadi Bapa.
Roh Kudus itu Roh-Nya Allah Bapa sendiri.
Ini bedanya dengan manusia.
Dimensi keilahian Allah Bapa yang tidak terbatas ini yang membedakan Allah π dengan kita.
Harus dicatat bahwa Roh Kudus bukan Roh keluar dari Tuhan Yesus.
Roh Kudus keluar dari Bapa.
Ketika Roh Kudus berurusan dengan manusia dan hadir di tengah - tengah kehidupan seakan - akan Roh Kudus terpisah dari Allah Bapa.
Padahal tidak.
Roh Kudus adalah :
Roh dari Bapa sendiri.
Jadi Roh Kudus atau Roh Allah tidak terpisah dari Allah Bapa.
Apakah Roh Kudus adalah pribadi ke tiga Allah Tritunggal ?
Bisa dijawab "tidak"
Bila dikaitkan dengan relasi -Nya yang tidak dapat terpisah dari Allah Bapa.
Dalam hal ini, bisa dikatakan Roh Kudus bukan Pribadi Ketiga dari Allah Tritunggal, mengapa ?
Sebab Roh Kudus mengalir dari Allah Bapa π dan tidak pernah ada keterpisahan atau kemandirian mutlak dari Allah Bapa.
Seakan - akan independent.
Seakan - akan memiliki pikiran, perasaan sendiri. Tetapi Dia memiliki Bapa.
Ini keunggulan, excelence dari Allah yang Maha Agung, Bapa π yang bertakhta di tempat yang maha tinggi, di terang yang tidak terhampiri, tapi Roh-Nya meliputi jagad Raya.
Tidak mungkin Roh Kudus bisa berdaulat sendiri tanpa ada ikatan dengan Bapa sama sekali.
Seakan - akan, tetapi tidak mungkin.
Sebab Alkitab π tidak menunjuk Roh Kudus terpisah dari Allah.
Roh Allah atau Roh Kudus adalah Roh-Nya Allah Bapa sendiri.
Sehingga selalu bersatu atau menyatu.
Ketika di Kitab Kejadian dikatakan Roh Allah melayang - layang lalu berdialog,
"Mari kita menciptakan manusia yang serupa dan segambar dengan kita."
Itu Bapa dengan Tuhan Yesus.
Tetapi Bapa π diwakili Roh Allah yang melayang - layang itu.
Inilah melengkapi teologi yang sudah ada.
Kehadiran Bapa kehadiran Allah sendiri.
Penjelasan ini jelas menentang, menelanjangi kesalahan pandangan mengenai unitas.
Seakan - akan
Yesus π di surga menjadi Bapa, di bumi jadi Anak, nanti di mana - mana jadi Roh Kudus.
Ada Bapa yang memiliki Roh yang berkuasa memenuhi jagad raya yang menegakkan tatanan.
Tuhan Yesus yang ada di sebelah kanan Allah Bapa.
Tersirat di Alkitab πentitas pribadi yang berdaulat kemandirian.
Lusifer, malaikat, Yesus sendiri bisa berdaulat, memiliki entitas yang berdaulat.
Hanya Tuhan Yesus tunduk pada kepada Bapa, kedaulatanNya ditundakkanNya kepada Bapa.
"PrinsipNya makananKu melakukan kehendak Bapa dan menyelesaikan pekerjaanNya. "
Jadi Tuhanpun bagi kemuliaan Bapa.
Jadi Alkitab πmenunjukkan entitas yamg bisa berdaulat dengan kemandirian penuh.
Seperti Lusifer, dan para malaikat, serta manusia.
Jadi Roh Kudus juga bisa kau dikatakan bukan pribadi ketiga.
Sebab tdak ada kesan, isyarat Roh Kudus bisa mandiri, atau terpisah dari Allah Bapa π sama sekali.
Kalau Lucifer dan malaikat - malaikat bisa memberontak, manusia bisa memberontak.
Yesuspun punya peluang tidak taat.
Tetapi Roh kudus tidak pernah berontak kepada
Allah, sebab Roh Kudus Roh Allah Bapa sendiri.
Tidak mungkin Roh Kudus bertindak di luar kehendak Bapa.
Karena di dalam Roh Kudus ada kehendak Bapa π
Karena di dalam Roh Kudus itulah kekuasaan dan kekuatan Bapa di Surga.
Mengapa melawan Yesus atau menghujat Yesus bisa diampuni.
Menghujat Roh Kudus tidak bisa diampuni.
Sebab Roh Kudus menyatu dengan Allah Bapa.
Mewakili Bapa, yang tidak akan terpisah mutlak dari Bapa π
Roh kudus satu - satunya perwakilan dari Bapa.
Jadi kalau menghujat Roh Kudus berarti tidak menuruti tindakan Bapa.
Menghujat Roh Kudus tidak bisa diampuni.
Roh Kudus satu - satunya perwakilan representasiNya.
Dulu Roh Kudus π atau Roh Allah representasinya satu - satunya dari Allah Bapa, Allah Anak Tuhan Yesus.
Maka kalau menolak Roh Kudus, berarti tidak ada oknum, tidak ada pribadi lain mengingatkan atau menggarap orang itu, selesai.
Kalau menolak pekerjaan Roh Kudus, tidak ada kuasa lain merubah hatimu atau berbicara kepadamu.
Bicara Roh Kudus pribadi ketiga, seakan - akan ada kesan Roh Kudus terpisah dari Allah Bapa.
Padahal Roh Kudus Roh Allah Bapa sendiri.
Roh Allah atau Roh Kudus cara Allah hadir
di segala tempat, di segala zaman dan waktu.
Itulah sebabnya dapat dikatakan bahwa Allah π adalah di mana - di mana.
Yang di mana - mana Roh-Nya.
Bapa di surga.
Bapa Kami di surga
Rohnya yang ada di mana - mana.
Seakan - akan pribadi yang terpisah, padahal tidak.
Kalau menyebut Roh Kudus pribadi ketiga tidak salah, tapi harus ada pengertian.
Roh Allah atau Roh kudus π yang berkuasa menegakkan tatanan Allah, yang menjadi pelaksana semua kehendak Allah.
Itulah sebabnya ketika Tuhan Yesus π menjadi manusia, dunia tidak kheos, tidak kacau, sebab pelaksanaan dunia itu Roh Kudus.
Nanti setelah Tuhan Yesus naik ke surga berkuasa, Roh Kudus juga yang berkuasa mengatur tatanan.
Akhirnya Roh kudus atau Roh Allah bisa dikatakan pribadi ketiga secara relatif.
Tulis buku bukan untuk pikiran kita.
Tetapi semua harus ada implikasi hidup guna mencapai tujuan keselamatan yaitu : segambar dan serupa dengan Allah, sempurna seperti Bapa π, serupa dengan Yesus.
Kalau Roh Kudus dikatakan mutlak pribadi ketiga, maka penjelasan Allah yang esa menjadi sulit dan kacau.
Penjelasan mengenai Allah Tritunggal menjadi absurd, tidak masuk akal, jadi mustahil dan benar - benar aneh.
Kita π₯ tidak boleh menyamakan kata esa dalam agama Kristen
Dengan kata esa yang dipahami agama lain.
Seperti agama Yahudi.
Kalau esa mereka itu satu.
Kalau esa kita itu satu - satunya.
Kalau orang Yahudi memandang Elohim itu sebagai Tuhan.
Padahal di dalam Elohim itu ada Bapa dan Anak.
Yang menjadi Tuhan itu Tuhan Yesus.
Allah Bapa itu tidak pernah jadi Tuhan.
Kalau jadi Tuhan, itu Tuhan besarnya.
Tetapi yang memerintah, yang menerima kuasa itu Tuhan Yesus π
Allah Bapa itu Tuhan besar.
Tuhan atau Adonai, majikan, itu artinya pelaksana.
Rumusan Allah itu apa ?
Kita membaca Alkitab, kita menemukan di mana Musa mendengar suara Elohim.
"Kau kujadikan Elohim bagi Firaun ".
Kita harus tahu kisah itu,
Kenapa Musa disebut Elohim ?
Allah itu pribadi - pribadi, bukan satu yang memiliki kehendak.
Yang di dalamnya pelaksanaan kehendaknya itu.
Ada satu yang mewakili Bapa π yang punya segala kuasa.
Anak yang menjadi Tuhan.
Allah itu esa, ekad, itu artinya satu - satunya.
Kalau satu itu Yakit bukan ekad.
Tapi orang Yahudi tidak tahu.
Mereka π₯ menyebut Allah itu ekad tetapi sebutan Allah itu Elohim jamak.
Tidak mengerti isinya apa.
Sekarang kita tahu ada Bapa, ada Anak.
Dan pribadi - pribadi agung ini diwakili Roh Kudus π yang Roh-Nya Allah Bapa sendiri.
Sejatinya yang benar adalah, Allah Bapa π ada di surga.
Allah Anak duduk di, sebelah kanan Allah Bapa artinya yang nanti menerima kuasa pemerintahan.
Jadi nanti di surga kita bertemu dengan wajah Tuhan Yesus π
Bertemu muka dengan muka.
Allah Bapa tidak kelihatan.
Ia tetap di surga.
Dan Roh-Nya melingkupi jagad raya.
Ini tatanan kehidupan jagad raya.
Kuasa pemerintahan Yesus bersumber pada kuasa Allah Bapa di dalam melalui Roh Allah atau Roh Kudus.
Jadi pernyataan Roh Kudus pribadi ketiga dari Tritunggal bersifat relatif lebih tidak mutlak.
Tergantung dari sudut pandang mana pernyataan itu berangkat.
Walaupun Roh Kudus π RohNya Allah sendiri, tetapi bagaimanapun Roh Allah atau Roh Kudus tidak sama dengan pribadi Bapa dan tidak sama dengan pribadi Roh Kudus.
Dimensi kemahakuasaan Allah tidak sama dengan dimensi hidup manusia.
Mengapa ?
Roh Kudus adalah perwakilan lembaga dari Allah.
Roh Kudus bukan pribadi Bapa dan pribadi Anak.
Sebab Roh Kudus perwakilan lembaga Allah, Elohim, satu - satunya yang benar.
Oleh karena Roh Kudus perwakilan Allah, maka
Roh Kudus π sehakekat dengan Allah.
Oleh sebab itu orang percaya harus menanggapi, menerima, dan memperlakukan Roh Kudus sebagai pribadi yang hidup dan menghormatiNya sebagaimana menghormati Allah Bapa dan Tuhan Yesus.
Seseorang yang tidak menghormati Roh Kudus atau Roh Allah sama dengan tidak menghormati Allah Bapa dan Allah Anak.
Oleh sebab itu orang percaya setiap kali berurusan dengan Roh Kudus harus melandasi diri dengan pemahaman
dirinya sedang berurusan dengan Bapa π, dengan Tuhan Yesus.
Sebaliknya setiap kali berurusan dengan Bapa dan Allah Anak atau Tuhan Yesus kita harus menghayati bahwa Allah Bapa Allah π Anak hadir di atau di dalam Roh Kudus.
Dalam hal ini jelas sekali bahwa, Roh Kudus adalah representasi lembaga Allah, Elohim.
Dengan penjelasan ini bahwa Allah Bapa, Allah Anak dan Roh Kudus mudah dipahami oleh kita melalui pikiran manusia.
Jika penjelasan itu bisa dipahami dengan seksama, maka memahami Allah Tritunggal tidak dibutuhkan gambaran atau ilustrasi.
Selama ini kita mendengar gambaran Allah Tritunggal itu
- Seperti matahari π, ada bendanya, ada terangnya, ada panasnya, ada cahayanya.
- Seperti telur, ada kulitnya, ada kuningnya, ada putihnya.
- Seperti segitigaπΊ, ada tiga sudut, tapi satu
- Seperti es batu, ada benda kerasnya, ada uapnya.
- Seperti bilangan, 1 + 1 berjumlah 1
Itu istilah - istilah ilustrasi yang makin mengacaukan pikiran.
Tidak membangun bangunan pikir dengan benar.
Kegagalan memahami Tritunggal, kegagalan memahami pribadi Roh Kudus.
Yang tunggal bukan pribadiNya, yang tunggal itu kehendakNya dan rencanaNya.
Jangan kita π₯ terpasung istilah Tritunggal sampai kita kacau dan bingung.
Kebenaran tidak bisa dikalimatkan satu kalimat, harus dijelaskan dalam satu sesi, dua sesi, tiga sesi, bahkan sepanjang umur kita 70 th 80 th, kita menyerap kebenaran.
Dalam sepanjang Alkitab π dapat ditemukan tindakan Bapa dan Anak sebagai pribadi yang terpisah.
Klimaksnya ketika Tuhan Yesus menjadi manusia, Dia betul - betul terpisah dari Bapa.
Di kayu salib Dia sempat berkata, " Eloi, Eloi lamasabaktani, Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku ? "
Perpisahan pribadi dengan Bapa ini membuka kemungkinan Yesus π memiliki kehendak sendiri yang berbeda dengan kehendak Bapa.
Dan nyaris di Taman Getsemani Tuhan Yesus π itu mau punya kehendak sendiri.
Kalau boleh kehendakKu yang jadi.
Tetapi kehendakMulah yang jadi.
Terserah Bapa itu akhirnya.
Kalau boleh cawan ini lalu, itu kehendak Yesus.
Hal mana sangat berbeda dengan Roh Kudus.
Tidak pernah tidak mungkin Roh Allah bergerak tanpa yang Allah inginkan.
Roh Allah berdiri sendiri, karena Dia hanya melakukan kehendak Allah Bapa.
Sebab Roh Allah atau Roh Kudus, Roh-Nya Allah Bapa sendiri.
Dalam Perjanjian Baru, Roh Kudus menjadi utusan Bapa π
Dan segala sesuatu yang dilakukan pasti selalu sesuai kehendak Bapa
secara tepat sempurna.
Kalau Roh Kudus bertindak tidak sesuai kehendak Allah Bapa, ini
berarti Allah berpribadi ganda.
Sejatinya Roh Kudus adalah kuasa dari Allah
yang berpribadi yang melingkupi jagad raya.
Oleh karena tidak kelihatan disebut angin, maka disebut Roh (ruakh)
Jadi ketika Tuhan Yesus π dibaptis ada merpati, sebagai simbol menunjukkan bahwa yang dibaptis Yohanes adalah Allah Anak.
Roh Allah itu Ruakh melingkupi jagad raya dan tidak ada tempat di mana Allah tidak hadir.
Namun perlu dicatat, bahwa kehadiran Roh Kudus atau Roh Allah
pribadi Allah Bapa π sendiri.
Dia memiliki kemahakuasaan dimensi yang berbeda dengan kita.
Maka Doa Bapa Kami, Bapa kami di Surga, bukan di mana - mana.
KehadiranNya di mana - mana, tetapi Bapa di Surga.
Dalam hal ini Roh Kudus sebagai fasilitas milik Allah Bapa π dan Allah Anak.
Sebenarnya dengan keberadaan Pribadi Allah Bapa dan Allah Anak di Surga, sedangkan Roh Kudus melingkupi jagad raya sebagai pelaksana kehendak Allah Bapa dan Anak menunjukkan atau supremasi Allah kita dibanding dewa - dewa yang memiliki tempat - tempat tertentu, dewa dewa yang mengembara dan bergelandangan di mana - mana.
Allah Bapa π yang punya takhta di surga, bukan gelandangan.
Di mana - mana itu Roh-Nya melingkupi jagad raya.
Selamanya Roh Allah tidak pernah kelihatan.
Tapi kalau gelandanagn di bumi dia punya berbagai manifestasi.
Salah satu pokok masalah yang diperdebatkan gereja
secara hebat adalah apakah dan siapakah Roh Kudus itu ?
Seperti tenaga aktif yang mengalir berasal dari Allah Bapa.
Seperti misalnya :
Allah π itu pusat tenaga listrik, maka Roh Kudus itu arusnya.
Ini pandangan yang kurang tepat.
Sebab Roh Kudus bukan sekedar tenaga aktif, tetapi pandangan itu ada sedikit menyentuh benarnya.
Tidak tepat, tapi menyentuh saja.
Memang Bapa di surga, Roh-Nya yang mengalir terus menerus.
Maka kalau kita belajar Alkitab Yoh 15 : 26
Keluar dari Bapa,
ekporeuomai itu artinya : to go forth, go out, depart ( keluar, berangkat dari, datang dari ) juga berarti proceed ( melanjutkan atau meneruskan ) to flow forth artinya : terus mengalir keluar, to spread abroad.
Ini beda dengan Aku datang dari Bapa.
Yesus berkata Aku datang dari Bapa ( ekserkhomai )
Bisa keluar tapi terputus. Tetapi kalau Roh Kudus keluar ( ekporeuomai ) terus menerus keluar dari Bapa.
Jadi pusat tenaga listriknya mengalir.
Tapi Alkitab π tidak setuju Roh Kudus seperti tenaga listrik.
Sebab Roh Kudus itu bisa seakan - akan Pribadi bisa mengambil keputusan dan bertindak.
Ini misteri tidak terpecahkan selamanya mengenai Pribadi Bapa.
Yang kepadaNya Tuhan Yesus berkata
- Dia yang punya kuasa.
- Dia yang punya kemuliaan.
Bukan Yesus, tetapi Bapa memberikannya kepada Yesus.
Maka Yesus jadi Tuhanpun bagi Allah Bapa.
Karena Yesus jadi Tuhan, kita tunduk padaNya.
Kita menghormati Yesus seperti menghormati Bapa.
Siap yang tidak menghormati Bapa π, dia tidak menghormati Anak.
Yang menghormati Bapa, menghormati Anak.
Memiliki Anak, juga memiliki Bapa.
Itulah sebabnya dikatakan Roh Kudus seperti aliran listrik yang mengalir keluar dari pusat tenaga listrik mengandung sebagian kebenaran.
Sebab hanya satu aspek bukan kebenaran penuh.
Sebab kebenaran harus dilihat dari semua aspeknya.
Kalau misalnya dikatakan manusia π₯ adalah makhluk cerdas, itu sebagian kebenaran.
Sebab manusia memiliki banyak aspek atau dimensi.
Bukan hanya kecerdasan.
Kecerdasan dari bagian aspek dalam eksistensi manusia.
Terkait dengan Roh Kudus pandangan terhadap Roh Kudus tenaga aktif yang keluar dari Allah π, ini inspirasi yang baik untuk menjelaskan Allah Tritunggal.
Dengan pandangan ini Pandangan terhadap Allah Tritunggal dapat dilengkapi, sehingga jelas mengalir dari Bapa π
Dia adalah pribadi Allah sendiri.
Berbicara fenomena Roh Kudus adalah pribadi Bapa sebagai perbandingan adalah Tuhan Yesus yang juga berkata Aku keluar, datang dari Bapa.
Yoh 15 : 26 Roh kudus keluar dari Bapa ekporeuomai.
Yesus keluar dari Bapa ekserkhomai ( go out, come out, get out, go away )
Dari Bapa terpisah, tapi Roh Kudus ekporeuomai yang keluar dari Bapa yang terus berhubungan seperti air mengalir yang tidak terputus.
Demikianlah faktanya Yesus bisa meninggalkan kemuliaan dari Allah Bapa dan menjadi manusia yang bisa berdaulat.
Filipi 2 : 5 - 7
Dia mengosongkan diri.
Dalam perjalanan Yesus hidup di dunia π Dia pernah menyatakan bahwa Bapa pernah meninggalkan Dia.
Di sini disingkapkan dalam lembaga Elohim Yesus bisa terpisah dari Bapa π
Roh Kudus tidak bisa terpisah, karena Roh-Nya Allah Bapa di surga.
π·Sesi ke 2
Perjalanan Roh Kudus π tidak bisa dipisahkan dari peristiwa Pentakosta.
Khamisyim yom artinya : hari ke lima puluh.
Yang dalam bahasa Yunani kita menemukan kata Pentakosta.
Pentakosta bagi orang Yahudi adalah hari sukaria di mana mereka mensyukuri berkat tuaian gandum sekaligus menunjukkan rasa takut dan hormat kepada Elohim Yahweh.
Pada hari Raya tersebut mereka diperintahkan untuk persembahan kepada Tuhan π sebagai ucapan syukur atas apa yang dialami mereka.
Dan saat itu digunakan oleh Tuhan untuk mentahbiskan mendeklarasikan gerejaNya.
Jadi Khamisyim Yom itu bukan hari raya orang Kristen.
Di mana hari itu Roh Kudus di kota Yerusalem.
Dalam peristiwa itu turunlah dari langit suatu bunyi seperti tiupan angin keras yang memenuhi seluruh rumah, di mana mereka duduk, tampaklah lidah - lidah - lidah seperti nyala api yang bertebaran dan hinggap pada mereka masing - masing.
Tuhan π sengaja menunjukkan demonstrasi kekuatan kekuasaan dan tanda - tanda, mengapa ?
Sebab tanda lahiriah itu membuktikan atau menunjukkan bahwa apa yang dinubuatkan Yohanes Pembaptis digenapi Yesus akan membaptis dengan api dan roh.
Pada waktu itulah murid - muridNya dipenuhi Roh Kudus π dan mulai berkata - kata dalam bahasa lain. Lalein heterais gloossais yang berarti bahwa murid - murid Yesus berbicara dalam berbagai bahasa lidah asing.
Jadi mengucapkan bahasa, tapi semua orang dari berbagai daerah, orang - orang Yahudi yang datang dari berbagai tempat, daerah bisa mengerti apa yang dikatakan murid - murid itu dari bahasa asal mereka, bahasa di mana asal mereka itu berdomilisi.
Mereka tercerai berai atau diaspora dengan memiliki bahasa - bahasa lokal, namun bisa mengucapkan bahasa lokal itu.
Ini satu hal yang luar biasa.
Yang membuat mata mereka tercelik
Ada apa ini ?
Mengapa murid - murid yang sederhana ini bisa mengucapkan bahasa yang mereka tahu dari wilayah asal mereka.
Dengan tanda - tanda yang begitu spektakuler, mata dunia π dibuka untuk melihat peristiwa besar, yaitu penuangan Roh Kudus sebagai konfirmasi bahwa karya keselamatan Allah dalam Yesus Kristus atau jalan keselamatan dalam Yesus Kristus telah digenapi.
Terkait dengan hal ini ada gereja - gereja π Pentakosta atau kharismatik yang mengadakan doa sepuluh hari dengan harapan menantikan pencurahan Roh Kudus seperti yang terjadi di tahun 30 masehi di Yerusalem.
Doa sepuluh hari ini sebenarnya kurang tepat bagi orang percaya π₯
Itu dipahami masih menunggu karena Roh Kudus belum dituangkan pada waktu itu.
Tidak sama dengan hari ini kalau kita menanti kan Roh Kudus dengan doa sepuluh hari ini berarti menyangkali bahwa, Allah Bapa sudah menggenapi janji-Nya.
Alkitab jelas mengatakan bahwa nubutan Yoel 2 : 28 - 30 telah digenapi.
Jadi Doa Sepuluh Hari mengisyaratkan seakan - seakan pada hari menjelang peringatan Pentakosta kalau mereka berdoa Roh Kudus lebih giat dibanding hari - hari yang lain.
Padahal Roh Kudus πsudah dicurahkan dan sudah bekerja giat setiap hari.
Tidak ada masa - masa tertentu Roh Kudus bekerja lebih giat sedangkan masa lain Ia tidak giat.
Tidak ada musim Roh Kudus bekerja dan bukan musim Roh Kudus.
Roh kerja sepanjang waktu dan sepanjang musim, bahkan setiap saat.
Kalau seakan - akan ada lawatan khusus Tuhan pada umat-Nya, hal itu terjadi karena umat sudah tidak berjalan menurut jalan yang Tuhan π kehendaki, maka Tuhan menyediakan lawatan khusus tetapi jangan kemudian diformat sebelum hari Pentakosta ada Doa Sepuluh Hari.
Mestinya kita menantikan Tuhan setiap hari kalau mau menantikan.
Selalu menyediakan waktu terhadap lawatan Tuhan setiap hari.
Mereka yang Doa Sepuluh Hari untuk menantikan penuangan Roh Kudus sebelum menjelang Pentakosta, merasa lebih diurapi dengan karunia - karunia Roh dari pada waktu yang lain.
Dan ini tidak tepat.
Semua hari itu sama.
Kita harus memperlakukan Roh Kudus secara Konsisten, dan Roh Kudus π itu hadir kapanpun di manapun.
Doa Sepuluh Hari sering terjadi urapan palsu.
Urapan palsu ( pseudo anointing ) yang menghasilkan bahasa roh palsu dan berbagai karunia palsu.
Emosi jadi tidak terkendali, sehingga tidak melatih orng Kristen menguasai diri menjadi dewasa.
Dalam kehidupan orang percaya π₯ yang penting bukan fenomena spektakuler pada waktu - tertentu, tetapi konsistensi hidup dalam pimpinan Roh Kudus sehingga menghasilkan buah - buah Roh.
Bukan hanya Sepuluh Hari menjelang Pentakosta banyak berdoa.
Setiap hari harus berdoa.
Terpenting dalam menyambut Pentakosta adalah diingatkan kembali karya Roh Kudus yang harus dominan dalam hidup kita setiap hari.
Sejak Roh Kudus dituangkan itu gereja π mengalami lawatan yang luar biasa, pertumbuhan gereja menjadi luar biasa.
Petrus yang tadinya penakut jadi pemberani. Yang tadinya tidak bisa berbicara menjadi cakap berbicara.
Tapi jangan lupa tidak mendadak, karena sudah selama 3,5 th mereka belajar dari Tuhan Yesus.
Dan ketika Roh Kudus dituangkan maka semua yang ada itu begitu kuat dan seakan - akan hidup.
Karunia - karunia Roh Kudus dicurahkan.
Sejak peristiwa Pentakosta gereja Tuhan Yesus eksis.
Karunia Roh Kudus memberikan kemampuan orang percaya untuk menjadi saksi dan buktinya injil sampai ke ujung bumi.
Terkait penuangan Roh Kudus, kita harus bicara baptisan Roh Kudus.
Dengan banyaknya pandangan mengenai Roh Kudus π maka terjadi perdebatan polemik yang tidak pernah selesai dengan hingga sekarang. Jadi banyak pandangan simpang siur.
Kita harus memahami apa yang kau maksud baptisan Roh Kudus.
Baptisan itu tradisi orang Yahudi, bukan tradisi orang Kristen.
Di mana orang non Yahudi yang mau masuk agama Yahudi namanya tevilah itu diselam, dari kata taval artinya diselam atau dicelup.
Kata ini pada, waktu Naaman diselam atau dicelup di Sungai Yordan
2 Raja - raja 5 : 14
Kata taval diselam ini sama dengan baptidzo dengan bahasa Yunani.
Pada dasarnya baptisan menunjuk pada kehidupan seseorang yang berkomitmen untuk memasuki hidup yang baru.
Pada zaman Yohanes Pembaptis,
Yohanes Pembaptis menyerukan baptis kepada semua orang π₯
Yang disebut dengan baptisan proselit, orang non Yahudi masuk Yahudi itu proselit.
maupun orang Yahudi sendiri.
Ini bikin budaya baru, Yohanes Pembaptis.
Tetapi orang nurut, karena Yohanes Pembaptis memiliki sejarah yang menakjubkan.
- Sejak Bapanya menjadi bisu ketemu malaikat.
- mamanya susah tua bisa hamil.
- lalu ketika dia lahir Zakaria bisa membuka mulut memberi nama Yohanes.
Ini membuat sebuah legitimasi atau sebuah pengesahan bahwa Yohanes Pembaptis ini adalah dari Ketika disuruh semua orang π₯ dibaptis ulang, semua baptis.
Yohanes Pembaptis membaptis dengan maksud supaya orang - orang itu memiliki kelakuan yang baik sesuai dengan hukum.
Makanya kepada pemungut cukai ia berkata :
- Jangan menagih lebih banyak dari apa yang telah ditentukan bagimu.
- Tetapi kepada orang Farisi dan orang Saduki, ia berkata :
Hai kami ular beludak, siapakah kamu melarikan diri dari murka yang menghasilkan buah dari pertobatan.
- Kepada Prajurit - prajurit Roma dinasehati agar tidak memeras, cukupkan diri dengan gaji yang ada.
Jadi baptisan Yohanes ini adalah mengembalikan orang pada moral yang baik sesuai hukum.
Baik orang Yahudi maupun orang non Yahudi, buahkan hasil perbuatan yang baik.
Baptisan seperti inilah yang kemudian diteruskan oleh murid - murid Tuhan Yesus.
Alkitab π mengatakan Yesus sendiri tidak membaptis.
Jadi ketika Yohanes menunjuk Yesus, ini Anak Domba Allah yang mengangkut dosa dunia.
Sebagian pengikutnya ikut Yesus.
Bahkan yang ikut Yesus semakin bertambah - tambah.
Yohanes Pembaptis makin habis.
Dan Yohanes berkata, tidak apa - apa, biarlah Dia makin bertambah - tambah, dan aku makin berkurang - kurang.
Murid - murid Tuhan Yesus π membaptis orang itu baptisan Yohanes sebenarnya.
Sedangkan Yesus tidak membaptis, kenapa ?
Sebab Dia akan membaptis dengan api dan Roh Kudus.
Baptisan kekristenan yang kita kenal sekarang ini sebenarnya lambang kematian.
Artinya : kalau seseorang mau percaya dan ikut, Tuhan Yesus harus diselam dalam nama Allah Bapa, Anak, dan Roh Kudus dalam nama Tuhan Yesus Kristus.
Yang kalau sudah dibaptis dia harus hidup dengan cara hidup yang baru.
- Cara hidup orang Kristen.
- Cara hidup orang percaya.
Tapi sekarang kita sudah melihat penyimpangan.
- Asal sudah umur 12 th 13 th tolong baptis.
- karena mau pemberkatan nikah dibaptis.
Ini melecehkan.
Baptisan itu lambang kematian.
- Kamu mau serius cara hidup yang salah.
- Kamu mau serius meninggalkan gaya hidupmu seperti anak dunia, mari mati.
Maka yang dikatakan
Roma 6 : 4 baptisan itu lambang kematian.
Bagaimana dengan baptisan Roh Kudus ?
Baptisan Roh kudus itu menunjukkan kehidupan orang percaya yang diubahkan terus menerus oleh pekerjaan Roh Kudusπ guna memenuhi rencana Allah Bapa.
Umat Kristen berpikir, yang penting punya Roh Kudus.
Kalau kalangan Kharismatik berbahasa roh tandanya.
Roh Kudus dalam dicurahkan di Yerusalem di abad pertama di tahun 30, jelas tandanya.
Mereka mengucapkan bahasa atau lidah asing.
Di Efesus, Kaisarea, dan beberapa tempat lain disertai tanda bahasa roh.
Tetapi yang penting di sini bukan bahasa rohnya itu atau lidah asing.
Yang penting sekarang zaman Roh Kudus.
Di mana sejak Roh Kudus dicurahkan,
maka manusia yang menerima Yesus sebagai juruselamat harus hidup dalam pimpinan Roh Kudus.
Hidup baru dalam pimpinan Roh Kudus.
Bukan bahasa barunya, bukan bahasa rohnya.
Tapi hidup dengan gaya baru, hidupnya sesuai dengan pimpinan Roh Kudus.
Fungsi Roh Kudus di sini adalah : menuntun orang percaya ke segala kebenaran, dan sejak seseorang percaya Yesus sebagai juruselamat, hidupnya harus hidup baru.
Secara fisik, secara lahiriah deklarasinya ditujukan dengan selam.
Tuhan π memang memerintahkan.
Tetapi secara individu di luar itu, dia bergumul setiap saat untuk sesuai dengan Roh Kudus.
Jadi baptisan Roh Kudus itu jangan ditekankan pada tanda, sudah lewat.
Di Yerusalem sudah lewat.
Di beberapa kota di Palestina juga sudah lewat.
Jelas ini zaman Roh Kudus.
Zaman di mana manusia bisa dibaptis dengan Roh Kudus π
Siapa mereka yang mau ? Yang punya komitmen.
Meninggalkan cara hidup dunianya, cara hidup yang salah, lalu hidup dalam hidup yang baru sebagai orang percaya, atau anak - anak Allah.
Makanya Tuhan Yesus π berkata dilahirkan baru, kamu harus dilahirkan air dan roh.
Air itu baptisan.
Kalau teknisnya tidak sulit masuk air.
Komitmennya, esensi dari baptisan itu selam.
Setiap hari harus dalam pimpinan Roh Kudus untuk sempurna seperti Bapa di surga.
Jadi baptisan Roh Kudus sebenarnya tidak hanya menunjuk suatu momentum, tetapi lebih menunjuk suatu proses.
Memang dalam Alkitab π mengesankan bahwa baptisan Roh Kudus adalah sebuah momentum.
Karena pada waktu itu hendak ditunjukkan kepada orang - orang ini zamannya Roh Kudus, bahwa Dia sudah datang.
Bahwa yang dijanjikan,
Dia akan membaptis dengan api dan roh sudah dipenuhi.
Maka didoakan, mendapat bahasa roh atau lidah asing.
Yohanes Pembaptis berkata buktikan kamu harus hidup benar sesuai hukum.
Lalu semua dibaptis
Dia mempersiapkan jalan bagi Tuhan :
1. Ia menunjuk Yesus, Anak Domba Allah.
Kalau orang yang menunjuk sembarang tidak mau didengar.
2. Lewat khotbahnya, lewat baptisan Yohanes Pembaptis.
Karakter atau watak diperbaiki, sebelum masuk kesempurnaan bagi kristus.
Kalau secara lahiriah belum beres, bagaimana batiniahnya ?
Sekarang tidak perlu, karena baptisan Roh Kudus sudah terjadi.
Pada waktu itu memang perlu tanda.
Sekarang tidak perlu tanda.
Sekarang yang diperlukan percaya, Roh Kudus sudah hadir.
Banyak orang Kharismatik tidak mau tahu, mereka hanya mau bahasa roh.
Bahasa roh itu karunia.
Bahasa roh itu menandai kedatangan Roh Kudus itu.
Kisah para rasul
2,8,10,19
Karena Alkitab π mau menunjukkan Roh Kudus bekerja.
Semua baptisan Roh Kudus di kisah rasul semua dilakukan rasul - rasul, tidak ada yang bisa melakukan, hanya rasul - rasul.
Hal ini menunjukkan bahwa gereja tidak dibangun atas dasar apapun selain para rasul.
Matius 15 : 16
Tuhan Yesus π berkata : Dia membangun jemaat di atas batu karang, yaitu : para muridNya.
Pengakuan Yesus adalah Tuhan.
Batu karang itu yaitu : yang mula - mula murid - muridNya.
Pengakuan Yesus adalah tubuhnya.
Baptisan Yerusalem di kisah Rasul 2, di Yudea, Samaria, di Efesus yang mewakili ujung bumi.
Setelah peristiwa baptisan di beberapa tempat ini di sepanjang perjalanan rasul - rasul dan Paulus sendiri selama puluhan tahun tidak ada lagi kisah yang mengungkapkan mengenai baptisan Roh Kudus.
Selain empat tempat tadi
- Yerusalem - Kisah rasul 2
- Efesus - Kisah rasul 8
- Samaria - Kisah rasul 10
Tidak ada lagi baptisan Roh Kudus.
Tidak setiap Kali Paulus berkhotbah berkata, kamu sudah dibaptis Roh Kudus?
Ketika Dia menginjil di Eropa dia juga tidak bicara mengenai baptisan Roh Kudus.
Roh Kudus sudah datang.
Baptisan Roh Kudus berarti orang percaya ditenggelamkan dalam kehidupan yang bersekutu dengan Allah π di dalam pimpinan Roh kudus.
Dan ini dimulai sejak peristiwa Pentakosta.
Orang yang menerima Roh Kudus tubuhnya menjadi bait Roh Kudus, sejak itu harus mulai proses untuk hidup tidak cacat tidak bercela
Paulus berkata di 1Tesalonika 4 : 7 - 8 siapa yang menolak ini menolak Aku.
Jadi kalau disebut kamu percaya Yesus, menerima
Roh Kudus.
Kamu tidak berbuat dosa lagi.
Kamu bukannya hanya menjadi baik menurut hukum.
Tetapi harus tidak bercacat tidak bercela.
Orang yang menerima Roh Kudus, orang yang menerima tanggung jawab untuk belajar dan terus dimuridkan sempurna seperti Bapa π
Justru dengan menerima Roh Kudus, beban hidup menjadi berat.
Sebab dia harus menjadi manusia π₯ yang berbeda dari lingkungannya.
Kalau masa agama Yahudi dia harus berbeda dari kehidupan seluruh bangsa kafir.
Harus seperti bangsa Yahudi.
Sekarang setelah Kita sudah jadi Kristen, kita harus sesuai dengan kehidupan warga anggota kerajaan surga.
Kamu π₯ harus mempertaruhkam segenap hidupmu tanpa batas untuk perubahan itu.
Karena kamu diselam, Tevila atau baptidzo.
Oleh sebab itu mestinya kita tidak perlu merindukan baptisan Roh Kudus yang disertai tanda - tanda spektakuler seperti yang ada di Yerusalem, Efesus, Dan beberapa kota lain.
Tetapi yang Kita π₯rindukan adalah bagaimana mengerti kehendak Roh Kudus yang menuntun Kita kepada kesempurnaan.
Memang ada masa - masa tertentu di gereja πmenjadi suam.
Lalu Tuhan melawat gereja - gereja agar kembali ke rel yang benar seperti yang terjadi di Azuza Street, Los Angeles, California Amerika Serikat pada tgl 6 April 1906, yang berlanjut pada tahun 1915.
Yang sangat terkenal yang orang bilang Pentakosta ke dua.
Itu sebuah lawatan Tuhan untuk mengingatkan
gereja π
Kamu itu punya ukuran yang berbeda.
Kamu itu bangsa yang khusus.
Ayo kita balik, itu maksudnya.
Orang fokusnya tanda, bukan pada kehidupan setiap hari yang dipimpin Roh Kudus π untuk sempurna seperti Bapa.
Sekarang kita harus mulai menempatkan Roh Kudus secara proposional.
Baptisan Roh Kudus membawa orang ke proses kehidupan berjalan dengan roh dan dipimpin oleh roh.
Hidup dipimpin Roh kudus melahirkan roh.
Hidup bergaul dengan dunia melahirkan roh perbudakan.
Pakai tas branded, puas punya rumah besar, itu roh perbudakan.
Maka harus belajar berjalan seirama ( stoiko )
Ini yang penting.
Kalau yang dipikir tandanya, mukjizatnya, bahasanya meleset.
Jadi dengan baptisan Roh kudus, orang percaya harus menyesuaikan diri dengan Allah π, bukan sebaliknya Allah yang menyesuaikan diri dengan kita.
Berarti hidup dalam baptisan Roh Kudus itu perjuangan untuk menjadi sempurna dan memang inilah yang Roh Kudus kehendaki.
Roh Kudus π yang menempatkan diriNya dalam kehidupan kita, menuntun kita untuk berjuang menghasilkan buah - buah roh.
Karunia roh bisa diperoleh setiap saat.
Buah roh dihasilkan lewat perjuangan kita.
Orang percaya π₯ yang dewasa artinya percaya bahwa Roh Kudus dicurahkan sebagai baptisan akan menjalani hidup di dalam tuntunan roh akan menghasilkan buah roh.
Tetapi orang - orang yang picik dan dangkal berpikir dengan seribu satu motovasi yang bengkok bicara baptisan roh selalu penekanannya pada karunia roh.
Sebab karunia roh itu bisa dimanipulasi untuk kepentingan diri.
Kesombongan, kebanggaan, uang dll
Tapi kalau buah roh tidak.
Buah roh melahirkan :
- Orang - orang agung, mulia.
- yang tidak mata duitan
- yang hidup suci
- yang tidak lagi dapat dibahagiakan oleh dunia ini.
- yang hatinya melekat di surga.
- Dan rindu pulang ke rumah Bapa.
Dan orang percaya harus bekerja keras menggunakan akal budi dipimpin Roh Kudus dan untuk itu tidak bisa tidak
orang percaya yang mau hidup dalam baptisan Roh Kudus harus menuruti kebenaran Alkitab π
Dipenuhi Roh Kudus ada yang secara temporar ada yang secara permanen.
- Yang temporar itu bisa berkarunia tapi seketika.
- Tapi yang permanen ini dipenuhi pikiran.
Ini tidak bisa tidak harus belajar logos dan menerima rhema ( Firman )
Alkitab π kita itu Roh Kudus yang menulis.
Pikiran Roh Kudus harus menyerap Firman sebanyak - banyaknya.
Seseorang akan penuh dengan pikiran Roh Kudus, gairah Roh Kudus.
Tetapi kalau hanya karunia, Tuhan tidak membuat sulapan orang menjadi baik mendadak.
Kadang - kadang karunianya sudah diangkat, akhirnya yang tinggal adalah Kepalsuan, bahasa roh palsu.
Ini terjadi....
Tidak sedikit bahasa roh palsu.
Kalau orang dipenuhi Roh Kudus π secara permanen itu karunia - karunia roh akan dicurahkan.
Orang percaya yang hidup dalam baptisan Roh Kudus akan bertumbuh dalam kesempurnaan Kristus, memindahkan hati ke kerajaan surga dan akan menjadi anggota keluarga kerajaan.
Gereja π Tuhan diadakan agar jemaat memperoleh keselamatan agar dikembalikan ke rancangan semula bagaimana jemaat segambar dengan Allah atau serupa dengan Kristus.
Seperti jemaat mula - mula yang tidak punya gedung, yang tidak memiliki anggaran dasar dan anggaran rumah tangga, bahkan tidak punya dana, tetapi prilaku mereka disebut Kristen seperti Kristus.
Tidak memiliki sarana seperti orang beragama tetapi seperti Kristus.
Jadi kalau kita kembali ke gereja mula - mula, mesti kembali ke cara dan gaya jemaat mula - mula.
Karunia itu hanya pernik - pernik yang Alkitab πkatakan, bukan tujuan.
Membangun iman jemaat ke arah kesempurnaan.
Jadi kalau karunia jadi
tujuan pasti sesat.
Hari ini banyak bahasa roh palsu.
Dan Tuhan seakan - akan diam, ini mengerikan.
Banyak mukjizat yang bisa terjadi karena aspek psykologi atau memang Roh Kudus π menjamah orang itu, terkait iman orang tersebut, atau belas kasihan Allah.
Tapi ada orang merasa punya jasa, merasa istimewa bisa mengadakan mukjizat.
Dan Tuhan π seakan - akan diam.
Akhirnya fokusnya mukjizat, fokusnya berkat jasmani.
Meleset jauh dari kebenaran injil Tuhan Yesus π
Jadi kalau fenomena karya Roh Kudus menggunakan istilah baptisan tentu ini memiliki kesejajaran makna analogi dengan baptisan yang dikenal oleh Bangsa Israel.
Baptisan Roh Kudus ini pertama muncul dari bibirnya Yohanes
Pembaptis.
Pernyataan Yohanes Pembaptis ini menunjuk. peristiwa Pentakosta.
Peristiwa Pentakosta di Yerusalem sungguh suatu peristiwa yang sangat besar, bersejarah dan menentukan nasib.
Sebab sejak Pentakosta cara keberadaan Allah bekerja di dunia π melalui Roh Kudus sangat berbeda sejak peristiwa itu.
Peristiwa Pentakosta di Yerusalem sangat luar biasa, karena sejak itu manusia khususnya orang percaya memasuki pengalaman baru.
Pengalaman yang belum terjadi sebelumnya.
Pengalaman di mana manusia bisa langsung berhubungan dengan Allah dengan tuntunanNya.
Kalau dulu hanya setahun sekali itupun hanya imam besar.
Sekarang dengan Roh Kudus π dijadikan meterai diberikan masing - masing orang maka bisa berhubungan langsung
Untuk apa berhubungan langsung ?
Untuk dibawa kapada seluruh kebenaran.
Jadi kalau ada tanda spektakuler di Yerusalem diberikan dengan lidah api, angin keras dll,
Sehingga orang - orang Persia, Media, Elam, Mesopotamia, Yudea, Kapadokia, Pontus dan Asia, Frigia, Pamfilia, Mesir, libia dan berbagai daerah bisa menangkap perkataan rasul - rasul, seakan - akan rasul - rasul ini bisa berbahasa dengan bahasa wilayah mereka, itu hanya merupakan tanda untuk mendeklarasikan gerejanya.
Apakah itu perlu diulangi ?
Tidak perlu.
Kecuali gereja - gereja π sudah suam.
Maka Tuhan mengirimkan peristiwa yang dasyat di jalan Azuza itu, California.
Yang penting adalah tanggung jawab orang Kristen yaitu sempurna seperti Yesus.
Kalau gereja π mula - mula disertai tanda supaya orang melihat.
Apakah fenomena karunia roh sebagai nubuat, lidah asing dll dialami diperagakan setiap kali seseorang dibaptis Roh Kudus.
Yang penting mengerti firman, hidup dalam kesucian.
Jangan sampai kita tergoda untuk show, yang menjatuhkan sombong, yang jatuhpun sombong.
Di dunia π modern hari ini tidak terlalu dibutuhkan lidah atau bahasa asing.
Karena banyak penerjemah untuk pemberitaan Injil-Nya.
Sekarang yang terpenting adalah buah kehidupan seorang yang menerima Roh Kudus.
Efesus 4 : 5
Tentu ini adalah baptisan yang memiliki sifat universal yang dialami setiap orang percaya.
Tidak ada jawaban yang lebih tepat selain baptisan
Roh Kudus.
Orang percaya di dunia ini satu baptisan, itu kata Alkitab.
Itu baptisan Roh Kudus.
Maka orang percaya yang hidup di seluruh dunia πharus hidup dalam pimpinan Roh Kudus.
Jadi soal selam atau percik jangan diperdebatkan.
Orang percaya harus dipimpin Roh Kudus, bukan Roh perbudakan.
π·Sesi ke 3
Baptisan Roh Kudus tekanannya bukan pada momentum, tetapi pada proses dipimpin Roh Kudus.
Tandanya dinyatakan di
Kisah para rasul.
Kita tidak perlu mempersoalkan lagi tandanya.
Tetapi kalau Tuhan π menolong memberi tanda pasti Tuhan memiliki kebijaksanaan.
Kepenuhan Roh Kudus secara temporar di mana Roh Allah bekerja, tanda - tanda spektakuler.
Tetapi secara temporar itu ukuran kehidupan Kristen yang Tuhan π kehendaki.
Sebab yang Tuhan kehendaki kepenuhan Roh Kudus secara permanen, di mana, seseorang hidup dalam kehendak Tuhan senantiasa.
Bagaimana orang bisa memiliki kepenuhan Roh Kudus secara permanen ?
Tidak bisa tidak dia harus belajar kebenaran.
Bagaimana orang bisa hidup dalam Kasih karunia ?
Kasih karunia ini pasti menunjukkan keselamatan dalam Yesus Kristus πkeselamatan dalam salib.
Jika tidak demikian tentu bukan kasih karunia.
Tetapi apa isi kasih karunia itu?
Isi Kasih karunia adalah
Kehidupan yang diperdamaikan dengan Allah.
Manusia π₯ yang terpisah dari Allah kembali diperdamaikan.
Di dalam hidup diperdamaikan dengan Allah, tentu bukan Allah yang menyesuaikan diri terhadap kita.
Kita yang menyesuaikan diri terhadap Allah.
π·Bagaimana Kita bisa menyesuaikan diri dengan Allah ?
Kita bisa menyesuaikan diri dengan Allah kalau kita memiliki pikiran dan perasaan Kristus.
π·Bagaimana bisa memiliki pikiran dan perasaan Kristus ?
Kita harus memiliki kecerdasan yang dibangun dari kebenaran firman.
Jadi hidup dalam kasih karunia, hidup dalam perdamaian dengan Allah.
Hidup dalam perdamaian dengan Allah adalah hidup secara harmoni dengan Allah.
π·Bagaimana hidup secara harmoni ?
Kalau kita bisa mengimbangi Tuhan.
π·Bagaimana kita bisa mengimbangi moral Tuhan ?
Kalau cara berpikir kita diubah.
π·Bagaimana cara berpikir kita diubah ?
Kalau kita belajar kebenaran.
π·Bagaimana bisa mengerti kebenaran ?
Roh Kudus yang menuntun kita kepada segala kebenaran.
Di situlah maksud baptisan Roh Kudus supaya kita bisa hidup dalam Kasih karunia, hidup dalam perdamaian dengan Allah,
memiliki persekutuan yang ideal dengan Tuhan.
Jadi bukan hanya bergetar - getar badannya lalu berbahasa roh.
Itu tidak membuat orang dewasa rohani.
Bukan hanya berkarunia roh tetapi harusnya berbuah roh.
Karunia roh bisa diperoleh kapan saja.
Tetapi Buah roh diperoleh dari pergumulan panjang sehingga ia memiliki karakter dari Tuhan π, baru keluar buahnya.
Jadi orang sabar bukan karena mau sabar, karena menjadi sabar.
Kalau hanya kelihatan sabar itu belum menjadi buah.
Kalau sudah menjadi buah, itu menjadi sabar.
Nah orang yang sabar inilah yang bisa berjalan seiring dengan Tuhan.
Jadi Allah itu belum membenarkan kita dalam arti dianggap benar, kita belum benar, kita terus proses menjadi benar lalu kita bisa berjalan seiring dengan Dia.
Kita π₯ dianggap benar walaupun belum benar.
Dipenuhi Roh Kudus artinya : kita memiliki pikiran dan perasaan Tuhan, sehingga kita menjadi berkarakter Tuhan.
Di sini hanya Roh Kudus yang bisa menolong kita.
seiring berjalannya waktu maka seseorang bisa memiliki pikiran dan perasaan Tuhan.
Itu terjadi ketika Roh Kudus π menuntun orang percaya.
Jadi ini Kasih karunia yang luar biasa dari Bapa di surga.
Dengan Roh Kudus itulah manusia dikembalikan ke rancangan Allah semula.
Dengan zaman Roh Kudus ini cara kehadiran Allah π dalam hidup manusia berbeda seperti cara kehadiran Allah di Perjanjian Lama, beda.
Dengan zaman penggenapan di mana Roh Kudus dicurahkan pada hari Pentakosta, cara Roh Kudus bekerja beda.
Roh Kudus dapat memimpin hidup orang percaya, sehingga disebut Anak Allah.
Dari pimpinan Roh Allah π ini secara berkesinambungan akan menjadikan orang tersebut seorang yang mengenakan karakter Allah.
Yohanes 1 : 11 - 13
Dilahirkan kembali oleh AIlah.
Bagaimana bisa dilahirkan Allah ?
Lewat proses baptisan Roh Kudus ini.
Bukan berarti orang yang menerima baptisan Roh Kudus tidak bisa murtad.
Baptisan Roh Kudus itu bukan bicara soal momentum tapi proses kehidupan orang yang diberi kesempatan untuk dikembalikan ke rancangan semula.
Yang memang di zaman Perjanjian Baru, abad pertama, tanda - tandanya lidah asing, bahasa roh, penglihatan dll, itu tanda.
Tapi sejak peristiwa itu, Allah berkenan tinggal dalam kehidupan orang percaya, memimpin orang percaya sampai di mana titik orang berkarakter Kristus π dan dilahirkan baru.
Ada orang Kristen memandang begitu berharganya pengalaman kepenuhan roh itu secara temporar dengan berbagai manifestasinya.
Tetapi di kemudian hari di antara mereka tidak memberkati orang lain karena perbuatannya tidak sesuai dengan kesucian.
Melalui pengalaman kita
melihat pendeta, hamba Tuhan yang dipakai Tuhan, yang berbahasa roh menunjukkan manisfestasi karunia - karunia roh tapi moralnya tidak baik.
Kepenuhan roh secara temporar tidak otomatis mengenakan kodrat ilahi.
Jadi kalau ada orang berkata bukankah kami sudah bernubuat, mengusir setan demi namaMu, dan mengadakan banyak mukjizat ?
Tuhan π berkata, Aku tidak kenal kamu, karena karunia tidak mendewasakan.
Bagaimanapun dipenuhi Roh Kudus secara temporar itu punya kesan yang kuat dalam diri seseorang.
Namun demikian hendaknya kita jangan merasa puas dengan kepenuhan Roh Kudus secara temporar dengan berbagai karunia yang bisa didemonstrasikan, tetapi kita harus sungguh - sungguh bertumbuh di dalam kebenaran untuk memiliki pengalaman dipenuhi roh secara permanen.
Sayang sekali banyak orang Kristen π₯ yang tidak mengenal kebenaran.
Sehingga mereka lebih suka pengalaman - pengalaman supranatural. tersebut.
Pengalaman - pengalaman supranatural tidak menjamin dewasa.
Pengalaman - pengalaman supranatural bisa dipalsukan.
Harusnya Fanatisme seseoramg pada 3 hal :
1. kesucian hidup
2. Hati yang dipindahkan ke dalam surga.
Dunia π tidak menjadi menarik lagi.
3. Kerja keras untuk mengabdi kepada Tuhan segenap hidup.
JBU
Membahas mengenai kedudukan dan tempat Roh Kudus dalam Allah Tritunggal, sangatlah pelik.
Setiap kali membahas, atau berbicara mengenai Allah Tritunggal, Roh Kudus π selalu mendapat tempat sebagai Pribadi ketiga.
Dipandang dari sudut teologis doktrinal, apakah kita bisa dibenarkan bahwa Roh Kudus πadalah Pribadi ketiga dari Allah Tritunggal ?
Untuk menjawab hal itu kita harus membahas terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan pribadi itu ?
Biasa disebut Pribadi entitas itu memiliki keinginan atau kehendak dari pikiran dan perasaanNya.
Benda tidak bisa disebut pribadi, sebab bukan entitas yang memiliki. pikiran, perasaan dan kehendak.
Disebut pribadi adalah : entitas yang bisa mandiri ( independent ) dan tidak terikat oleh siapapun dan apapun.
Itulah pribadi adalah entitas yang dapat mengambil keputusan tanpa diatur oleh pihak lain.
Jadi disebut pribadi entitas bisa memiliki kedaulatanNya sendiri.
Lusifer itu pribadi, maka ia bisa berkata,
- Aku ingin atau aku hendak mengatasi yang Maha Tinggi.
- Aku hendak melampaui bintang - bintang.
Hal ini menunjukkan bahwa, Lusifer memiliki kehendak bebas.
Salah satu ciri dari entitas yang disebut berpribadi adalah : memiliki kehendak bebas, kehendak memilih, mengambil keputusan, dan bertindak.
Yesus Tuhan kita, Allah anak yang menjadi manusia di bumi π ini
memiliki pribadi artinya Tuhan Yesus memiliki pikiran, perasaan dan kehendak.
Di dalam kehendakNya itu Ia bebas untuk memilih dan menentukan langkahNya.
Ia tidak dikendalikan dikontrol pihak lain.
Bahkan Bapa π di surga pun tidak mengendalikanNya.
Oleh karena itu doa yang dinaikkan dengan ratap tangis dengan keluhan.
Jikalau cawan ini lalu dari padaku, tetapi bukan kehendakKu yang jadi Bapa, tetapi kehendakMu.
Kalau Yesus πdikendalikan dikontrol Bapa di Surga, Ia tidak akan mengucapkan kalimat doa itu.
Yesus memilih, Dia memang memilih.
Memilih melakukan kehendak Bapa dan menyelesaikan pekerjaannya.
Dia memilih tunduk kepada rencana Bapa π, oleh karena itu Dia harus menderita.
Walau untuk itu Ia harus minum cawan penderitaan.
Jadi jangan berpikir Yesus tidak bersalah.
Dia bisa bersalah.
Dia bisa memberontak kepada Allah Bapa π
Tetapi Dia memilih taat sampai mati, bahkan mati di kayu salib.
Demikian pula dengan kita.
Kita π₯ juga memiliki kedaulatan, artinya : memiliki perasaan, mendorong kita memiliki kehendak.
Dan kehendak ini bebas.
Kita taat atau tidak taat tergantung kita.
Berkat untuk yang taat.
Laknat untuk yang tidak taat.
Ini untuk individu.
Jadi nasib manusia π₯tidak ditentukan oleh takdir, tapi ia menentukan nasibnya sendiri.
Pilihannya sendiri karena manusia entitas yang pribadi.
Contoh yang jelas adalah tindakan Adam dan Hawa makan buah yang dilarang untuk dikonsumsi, itu menunjukkan Adam dan Hawa berdaulat atas dirinya, ia menentukan nasibnya sendiri.
Apakah Roh Kudus bisa dikatakan pribadi ?
Tentu saja bisa.
Dalam Alkitab π dapat dijumpai banyak informasi dan penjelasan bahwa,
- Roh Kudus memiliki pikiran, perasaan dan kehendak,
serta dapat melakukan berbagai tindakan.
- Roh Kudus bisa berkehendak memberikan karunia.
- Roh Kudus bisa berkehendak memberikan kuasa.
- Roh kudus bisa didukacitakan, ini pribadi.
Alkitab π juga mengatakan bahwa Roh Kudus mempunyai pengetahuan dan menyelidiki segala sesuatu, bahkan apa yang ada dalam diri Allah.
1 Korintus 2 : 10
Hal ini bisa dipahami pemikiran yang salah.
Jangan berpikir Roh Kudus dapat terpisah dari Allah Bapa π
Sehingga berintervensi campur tangan masuk, atau keluar masuk.
Roh Kudus tidak akan berinventasi dalam diri Allah, sebab Ia keluar dari Allah sendiri.
Itulah sebabnya Ia tahu apa yang ada pada diri Allah.
Sesungguhnya Roh Kudus itu Roh Allah Bapa πsendiri, Roh Theos.
Apa bedanya Roh Kudus, dan Roh Allah ?
Sebenarnya Roh Allah dan Roh Kudus itu sama saja
Di Perjanjian Lama disebut Roh Allah.
Di Perjanjian Baru disebut Roh Kudus.
Keduanya memang tidak boleh dibedakan.
Roh Allah dan Roh Kudus π itu sama saja
Hanya sebutan saja membedakan.
Tetapi entitasnya sama, pribadinya sama.
Roh Allah Roh Kudus Rohnya Bapa.
Yang keluar dari Bapa π
Lebih tepatnya Roh Kudus, Roh Allah Rohnya Bapa sendiri.
Dalam hal ini kita tidak boleh memandang Roh Kudus pribadi lain dari Allah Bapa.
Allah Bapa itu esa adapun Roh Allah atau Roh Kudus adalah Roh-Nya sendiri.
Alkitab π tidak pernah menyebut Roh Bapa selain dalam Matius 10 : 19 - 20.
Maksud Roh Bapa dalam ayat ini adalah Roh Allah atau Roh Kudus itu sendiri.
1 korintus 12 : 8
Ada karunia berkata - kata dengan hikmat.
Ada karunia Roh Allah yang membuat seseorang dapat berkata - kata dengan hikmat.
Ayat ini menunjukkan Roh Kudus dapat membuat seseorang dapat berkata - kata dengan hikmat.
Matius 10 : 19 - 20 itu Roh- Nya Bapa.
Mengapa dalam perjanjian baru Roh Allah sering disebut Roh Kudus ?
Efesus 1 : 13
Sebab Roh itu dimeteraikan oleh Allah π dalam hidup orang percaya.
Dimeteraikan, distempelkan atau ditempelkan.
Dalam hal ini tubuh orang percaya menjadi bait Roh Kudus.
Sebab orang percaya π₯telah dibeli dengan harga yang lunas dibayar.
Sejak orang percaya kepada Yesus dan mengakui Dia adalah pencipta langit dan bumi π bahwa Dia yang memiliki dunia dan manusia.
Kita dimeteraikan dengan Roh Allah.
Kita π₯ juga percaya Dia yang mati di kayu salib menebus dosa - dosa manusia.
Kita dimeteraikan dengan Roh Allah.
Harus berwaspada.
Sebab sejak Roh Kudus π dimeteraikan dalam kita dan tubuh kita menjadi bait Roh Kudus, maka perasaan Allah akan sangat reaktif terhadap apa yang kita ucapkan, apa yang kita pikirkan, dan apa yang kita lakukan.
Jadi dengan sebutan Roh Kudus itu,
diperingatakan kepada kita untuk hidup kudus seperti Bapa adalah kudus.
Itulah sebabnya di dalam
1 kor 6 : 19 - 20
Muliakan dengan tubuhmu, artinya : tubuh harus menjadi alat, sarana, tempat, di mana kehendak Allah π dilakukan yang sama dengan kekudusan
Untuk memperjelas Roh Kudus atau Roh Allah adalah Roh Bapa sendiri
1 kor 11 : 2
Jadi yang tahu keadaan manusia π₯ secara individu, itu rohnya sendiri, juga yang tahu dalam diri Allah.
Siapa ? Roh Allah yang sama yang kudus yaitu Roh Kudus.
Roh manusia tidak mungkin bisa terpisah dari manusia π₯ itu sendiri.
Di manapun kita berada roh itu menyatu dengan tubuh kita.
Di mana ada roh manusia, di situ ada pribadinya dengan seluruh keadaan fisiknya.
Tetapi hal ini berbeda dengan Allah.
Ini bedanya.
Roh Allah bisa hadir di mana - mana sebagai representatif / perwakilan Allah.
Sedangkan pribadi Allah sendiri juga bisa ada di surga.
Nah ini bedanya Allah dengan manusia.
Mengapa bisa demikian.
Tentu saja bisa.
Sebab dimensi keilahian Allah π yang tidak terbatas memungkinkan hal ini.
Allah di surga RohNya bisa ada di mana - mana.
Bapa ada di tempat yang maha tinggi di terang yang tidak terhampiri.
Tetapi Roh-Nya ada di mana - mana.
Roh-Nya itu adalah Roh Kudus.
Banyak ayat dalam Alkitab π sering dimunculkan bahwa Roh Allah didukacitakan.
Ini berarti memiliki perasaan.
Mendukakan Roh Kudus itu sama dengan mendukakan Bapa.
Bapa didukakan, di sebelahnya itu ikut berduka.
Karena memiliki persekutuan yang sempurna.
Siapa yang ada di sebelah kanan Allah Bapa ? Tuhan Yesus π
Dalam hal ini Roh kudus dapat dihujat.
Bicara mengenai penghujatan Roh Kudus
sebenarnya memperjelas Allah Tritunggal.
Bahwa reprentasi Allah yang memenuhi jagat raya
Yang bekerja di hati manusia π₯ hanyalah Roh Kudus.
Sedangkan Allah Bapa dan Allah Anak di surga.
Itulah sebabnya kalau Roh Kudus dihujat atau sama dengan tidak dihargai, maka tidak ada wakil Allah Bapa dan Anak dalam kehidupan manusia
Kalau Tuhan Yesus menyatakan, Dia menyertai orang percaya π₯ sampai pada akhir zaman.
Itu maksudnya Ia menyertai orang percaya di dalam Roh Kudus.
Allah Anak tidak punya kekuatan sendiri di luar Bapa.
Kekuatan Bapa dan Anak kuasa kemuliaan, kedikdayaan kekuatan di dalam Roh Kudus itu.
Jadi kalau Yesus π memiliki kuasa itu karena Roh Allah itu yang memberikan tatanan.
Roh Kudus juga melakukan banyak hal sebagaimana pribadi bertindak.
Memimpin orang percaya π₯ kepada seluruh kebenaran.
Tidak benturan dengan perkataan Tuhan Yesus, Aku menyertai kamu sampai kepada kesudahan zaman.
Karena Roh Kudus ini mewakili Tuhan Yesus.
Tidak ada kuasa dalam diri Elohim selain Roh Kudus.
Roh Kudus atau Roh Allah, satu - satunya perwakilan baik Bapa π dan Anak.
Dan Roh Kudus itu Roh- Nya Bapa.
Jadi Kita bisa mengerti Tuhan Yesus π berkata, Anak tidak bisa berbuat apa - apa tanpa Bapa.
Itu bukan ketika Dia hidup di bumi dengan tubuh manusia.
Dari kekekalan Anak itu juga tidak bisa berbuat tanpa Bapa.
Maka Yohanes 1 berkata pada mulanya adalah logos.
Logos bersama - sama dengan Theos.
Maka tidak heran pula Tuhan berkata bahwa Kemuliaan yang Ia miliki sebelum dunia π dijadikan itu kemuliaan dari Bapa, bukan kemuliaan dari diri sendiri.
Kemuliaan itu diberikan kembali ketika Tuhan Yesus π itu bangkit dari kubur.
Roh Kudus menyadarkan seseorang dari dosanya.
Guru menuntun murid.
Yesus menuntun kita melalui Roh BapaNya, Roh Allah atau Roh Kudus.
Jadi tidak heran kalau di dalam mengatakan, Aku
akan tundukkan semua musuhku di bawah kakimu.
Siapa yang menundukkan ? Bapa.
Dengan apa ? Roh-Nya.
Masih banyak lagi karya Roh Kudus diungkapkan dalam Alkitab π
Sehingga sulit dibantah,
bahwa Roh Kudus suatu pribadi.
Dia adalah pribadi jika ditinjau dari keberadaannya memiliki pikiran, perasaan dan kehendak serta kemandirianNya mengambil keputusan.
Tetapi masalahnya kemudian apakah Dia
bisa disebut pribadi ketiga
Semua data yang tertulis di Alkitab π membuktikan Roh Kudus dikatakan suatu pribadi, tidak bisa dibantah.
Tetapi masalahnya apakah Roh Kudus dapat dikatakan pribadi ke tiga?
Jawabannya ini tidak mudah, sebab selama ini sudah terpatri dalam orang Kristen π₯ bahwa Roh Kudus adalah pribadi ke tiga dalam Allah Tritunggal.
Pemahaman banyak orang termasuk Teolog seakan - akan Roh Kudus, Roh Allah secara mutlak dapat terpisah dari Allah Bapa sendiri.
Biasanya orang Kristen, Teolog - teolog ini
memandang Roh Kudus π bisa independent bisa mandiri sama sekali terpisah dari Bapa.
Untuk memperoleh pencerahan ini yang akurat ini perlu kerendahan hati untuk menerima kebenaran yang terus Tuhan πsingkapkan di akhir zaman ini.
Di mana pengetahuan bertambah - tambah, pengetahuan umum, maka rahasia Allah π juga disingkapkan.
Dengan jujur, cerdas, dan teliti kita harus melihat kebenaran Injil.
Demi menformulasikan kembali, menformulasikan doktrin - doktrin yang selama ini kurang tepat atau kurang lengkap.
Kita tidak boleh menformulasikan Roh Kudus Roh-Nya berbeda dengan pandangan yang sudah ada atau konservatif yang sudah mengakar.
Pandangan itu seakan - akan sejajar dengan Firman Tuhan.
Pandangan terhadap Roh Kudus sering dianggap sudah mati, dikramatkan atau disakralkan.
Mereka tidak menyadari Allah π yang tidak terbatas tidak boleh dimasukkan ke dalam kotak teologi.
Teologi harus berani bergerak seiring dengan kemajuan teknologi dn perubahan zaman.
Apakah Roh Kudus adalah pribadi ke tiga Allah Tritunggal ? Tentu saja bisa dijawab "bisa" , dijawab "Ya", sebab Roh Kudus adalah representasi dari Bapa, dan Allah Anak Putra Tunggal yang Mulia.
Ini berarti tidak mutlak.
Teologi selama ini tidak salah, tapi tidak lengkap.
Harus diingat bahwa
Roh Kudus bukan Allah Bapa juga bukan Allah Anak.
Roh Kudus bukan pribadi anak juga bukan pribadi Bapa.
Roh Kudus itu Roh-Nya Allah Bapa sendiri.
Ini bedanya dengan manusia.
Dimensi keilahian Allah Bapa yang tidak terbatas ini yang membedakan Allah π dengan kita.
Harus dicatat bahwa Roh Kudus bukan Roh keluar dari Tuhan Yesus.
Roh Kudus keluar dari Bapa.
Ketika Roh Kudus berurusan dengan manusia dan hadir di tengah - tengah kehidupan seakan - akan Roh Kudus terpisah dari Allah Bapa.
Padahal tidak.
Roh Kudus adalah :
Roh dari Bapa sendiri.
Jadi Roh Kudus atau Roh Allah tidak terpisah dari Allah Bapa.
Apakah Roh Kudus adalah pribadi ke tiga Allah Tritunggal ?
Bisa dijawab "tidak"
Bila dikaitkan dengan relasi -Nya yang tidak dapat terpisah dari Allah Bapa.
Dalam hal ini, bisa dikatakan Roh Kudus bukan Pribadi Ketiga dari Allah Tritunggal, mengapa ?
Sebab Roh Kudus mengalir dari Allah Bapa π dan tidak pernah ada keterpisahan atau kemandirian mutlak dari Allah Bapa.
Seakan - akan independent.
Seakan - akan memiliki pikiran, perasaan sendiri. Tetapi Dia memiliki Bapa.
Ini keunggulan, excelence dari Allah yang Maha Agung, Bapa π yang bertakhta di tempat yang maha tinggi, di terang yang tidak terhampiri, tapi Roh-Nya meliputi jagad Raya.
Tidak mungkin Roh Kudus bisa berdaulat sendiri tanpa ada ikatan dengan Bapa sama sekali.
Seakan - akan, tetapi tidak mungkin.
Sebab Alkitab π tidak menunjuk Roh Kudus terpisah dari Allah.
Roh Allah atau Roh Kudus adalah Roh-Nya Allah Bapa sendiri.
Sehingga selalu bersatu atau menyatu.
Ketika di Kitab Kejadian dikatakan Roh Allah melayang - layang lalu berdialog,
"Mari kita menciptakan manusia yang serupa dan segambar dengan kita."
Itu Bapa dengan Tuhan Yesus.
Tetapi Bapa π diwakili Roh Allah yang melayang - layang itu.
Inilah melengkapi teologi yang sudah ada.
Kehadiran Bapa kehadiran Allah sendiri.
Penjelasan ini jelas menentang, menelanjangi kesalahan pandangan mengenai unitas.
Seakan - akan
Yesus π di surga menjadi Bapa, di bumi jadi Anak, nanti di mana - mana jadi Roh Kudus.
Ada Bapa yang memiliki Roh yang berkuasa memenuhi jagad raya yang menegakkan tatanan.
Tuhan Yesus yang ada di sebelah kanan Allah Bapa.
Tersirat di Alkitab πentitas pribadi yang berdaulat kemandirian.
Lusifer, malaikat, Yesus sendiri bisa berdaulat, memiliki entitas yang berdaulat.
Hanya Tuhan Yesus tunduk pada kepada Bapa, kedaulatanNya ditundakkanNya kepada Bapa.
"PrinsipNya makananKu melakukan kehendak Bapa dan menyelesaikan pekerjaanNya. "
Jadi Tuhanpun bagi kemuliaan Bapa.
Jadi Alkitab πmenunjukkan entitas yamg bisa berdaulat dengan kemandirian penuh.
Seperti Lusifer, dan para malaikat, serta manusia.
Jadi Roh Kudus juga bisa kau dikatakan bukan pribadi ketiga.
Sebab tdak ada kesan, isyarat Roh Kudus bisa mandiri, atau terpisah dari Allah Bapa π sama sekali.
Kalau Lucifer dan malaikat - malaikat bisa memberontak, manusia bisa memberontak.
Yesuspun punya peluang tidak taat.
Tetapi Roh kudus tidak pernah berontak kepada
Allah, sebab Roh Kudus Roh Allah Bapa sendiri.
Tidak mungkin Roh Kudus bertindak di luar kehendak Bapa.
Karena di dalam Roh Kudus ada kehendak Bapa π
Karena di dalam Roh Kudus itulah kekuasaan dan kekuatan Bapa di Surga.
Mengapa melawan Yesus atau menghujat Yesus bisa diampuni.
Menghujat Roh Kudus tidak bisa diampuni.
Sebab Roh Kudus menyatu dengan Allah Bapa.
Mewakili Bapa, yang tidak akan terpisah mutlak dari Bapa π
Roh kudus satu - satunya perwakilan dari Bapa.
Jadi kalau menghujat Roh Kudus berarti tidak menuruti tindakan Bapa.
Menghujat Roh Kudus tidak bisa diampuni.
Roh Kudus satu - satunya perwakilan representasiNya.
Dulu Roh Kudus π atau Roh Allah representasinya satu - satunya dari Allah Bapa, Allah Anak Tuhan Yesus.
Maka kalau menolak Roh Kudus, berarti tidak ada oknum, tidak ada pribadi lain mengingatkan atau menggarap orang itu, selesai.
Kalau menolak pekerjaan Roh Kudus, tidak ada kuasa lain merubah hatimu atau berbicara kepadamu.
Bicara Roh Kudus pribadi ketiga, seakan - akan ada kesan Roh Kudus terpisah dari Allah Bapa.
Padahal Roh Kudus Roh Allah Bapa sendiri.
Roh Allah atau Roh Kudus cara Allah hadir
di segala tempat, di segala zaman dan waktu.
Itulah sebabnya dapat dikatakan bahwa Allah π adalah di mana - di mana.
Yang di mana - mana Roh-Nya.
Bapa di surga.
Bapa Kami di surga
Rohnya yang ada di mana - mana.
Seakan - akan pribadi yang terpisah, padahal tidak.
Kalau menyebut Roh Kudus pribadi ketiga tidak salah, tapi harus ada pengertian.
Roh Allah atau Roh kudus π yang berkuasa menegakkan tatanan Allah, yang menjadi pelaksana semua kehendak Allah.
Itulah sebabnya ketika Tuhan Yesus π menjadi manusia, dunia tidak kheos, tidak kacau, sebab pelaksanaan dunia itu Roh Kudus.
Nanti setelah Tuhan Yesus naik ke surga berkuasa, Roh Kudus juga yang berkuasa mengatur tatanan.
Akhirnya Roh kudus atau Roh Allah bisa dikatakan pribadi ketiga secara relatif.
Tulis buku bukan untuk pikiran kita.
Tetapi semua harus ada implikasi hidup guna mencapai tujuan keselamatan yaitu : segambar dan serupa dengan Allah, sempurna seperti Bapa π, serupa dengan Yesus.
Kalau Roh Kudus dikatakan mutlak pribadi ketiga, maka penjelasan Allah yang esa menjadi sulit dan kacau.
Penjelasan mengenai Allah Tritunggal menjadi absurd, tidak masuk akal, jadi mustahil dan benar - benar aneh.
Kita π₯ tidak boleh menyamakan kata esa dalam agama Kristen
Dengan kata esa yang dipahami agama lain.
Seperti agama Yahudi.
Kalau esa mereka itu satu.
Kalau esa kita itu satu - satunya.
Kalau orang Yahudi memandang Elohim itu sebagai Tuhan.
Padahal di dalam Elohim itu ada Bapa dan Anak.
Yang menjadi Tuhan itu Tuhan Yesus.
Allah Bapa itu tidak pernah jadi Tuhan.
Kalau jadi Tuhan, itu Tuhan besarnya.
Tetapi yang memerintah, yang menerima kuasa itu Tuhan Yesus π
Allah Bapa itu Tuhan besar.
Tuhan atau Adonai, majikan, itu artinya pelaksana.
Rumusan Allah itu apa ?
Kita membaca Alkitab, kita menemukan di mana Musa mendengar suara Elohim.
"Kau kujadikan Elohim bagi Firaun ".
Kita harus tahu kisah itu,
Kenapa Musa disebut Elohim ?
Allah itu pribadi - pribadi, bukan satu yang memiliki kehendak.
Yang di dalamnya pelaksanaan kehendaknya itu.
Ada satu yang mewakili Bapa π yang punya segala kuasa.
Anak yang menjadi Tuhan.
Allah itu esa, ekad, itu artinya satu - satunya.
Kalau satu itu Yakit bukan ekad.
Tapi orang Yahudi tidak tahu.
Mereka π₯ menyebut Allah itu ekad tetapi sebutan Allah itu Elohim jamak.
Tidak mengerti isinya apa.
Sekarang kita tahu ada Bapa, ada Anak.
Dan pribadi - pribadi agung ini diwakili Roh Kudus π yang Roh-Nya Allah Bapa sendiri.
Sejatinya yang benar adalah, Allah Bapa π ada di surga.
Allah Anak duduk di, sebelah kanan Allah Bapa artinya yang nanti menerima kuasa pemerintahan.
Jadi nanti di surga kita bertemu dengan wajah Tuhan Yesus π
Bertemu muka dengan muka.
Allah Bapa tidak kelihatan.
Ia tetap di surga.
Dan Roh-Nya melingkupi jagad raya.
Ini tatanan kehidupan jagad raya.
Kuasa pemerintahan Yesus bersumber pada kuasa Allah Bapa di dalam melalui Roh Allah atau Roh Kudus.
Jadi pernyataan Roh Kudus pribadi ketiga dari Tritunggal bersifat relatif lebih tidak mutlak.
Tergantung dari sudut pandang mana pernyataan itu berangkat.
Walaupun Roh Kudus π RohNya Allah sendiri, tetapi bagaimanapun Roh Allah atau Roh Kudus tidak sama dengan pribadi Bapa dan tidak sama dengan pribadi Roh Kudus.
Dimensi kemahakuasaan Allah tidak sama dengan dimensi hidup manusia.
Mengapa ?
Roh Kudus adalah perwakilan lembaga dari Allah.
Roh Kudus bukan pribadi Bapa dan pribadi Anak.
Sebab Roh Kudus perwakilan lembaga Allah, Elohim, satu - satunya yang benar.
Oleh karena Roh Kudus perwakilan Allah, maka
Roh Kudus π sehakekat dengan Allah.
Oleh sebab itu orang percaya harus menanggapi, menerima, dan memperlakukan Roh Kudus sebagai pribadi yang hidup dan menghormatiNya sebagaimana menghormati Allah Bapa dan Tuhan Yesus.
Seseorang yang tidak menghormati Roh Kudus atau Roh Allah sama dengan tidak menghormati Allah Bapa dan Allah Anak.
Oleh sebab itu orang percaya setiap kali berurusan dengan Roh Kudus harus melandasi diri dengan pemahaman
dirinya sedang berurusan dengan Bapa π, dengan Tuhan Yesus.
Sebaliknya setiap kali berurusan dengan Bapa dan Allah Anak atau Tuhan Yesus kita harus menghayati bahwa Allah Bapa Allah π Anak hadir di atau di dalam Roh Kudus.
Dalam hal ini jelas sekali bahwa, Roh Kudus adalah representasi lembaga Allah, Elohim.
Dengan penjelasan ini bahwa Allah Bapa, Allah Anak dan Roh Kudus mudah dipahami oleh kita melalui pikiran manusia.
Jika penjelasan itu bisa dipahami dengan seksama, maka memahami Allah Tritunggal tidak dibutuhkan gambaran atau ilustrasi.
Selama ini kita mendengar gambaran Allah Tritunggal itu
- Seperti matahari π, ada bendanya, ada terangnya, ada panasnya, ada cahayanya.
- Seperti telur, ada kulitnya, ada kuningnya, ada putihnya.
- Seperti segitigaπΊ, ada tiga sudut, tapi satu
- Seperti es batu, ada benda kerasnya, ada uapnya.
- Seperti bilangan, 1 + 1 berjumlah 1
Itu istilah - istilah ilustrasi yang makin mengacaukan pikiran.
Tidak membangun bangunan pikir dengan benar.
Kegagalan memahami Tritunggal, kegagalan memahami pribadi Roh Kudus.
Yang tunggal bukan pribadiNya, yang tunggal itu kehendakNya dan rencanaNya.
Jangan kita π₯ terpasung istilah Tritunggal sampai kita kacau dan bingung.
Kebenaran tidak bisa dikalimatkan satu kalimat, harus dijelaskan dalam satu sesi, dua sesi, tiga sesi, bahkan sepanjang umur kita 70 th 80 th, kita menyerap kebenaran.
Dalam sepanjang Alkitab π dapat ditemukan tindakan Bapa dan Anak sebagai pribadi yang terpisah.
Klimaksnya ketika Tuhan Yesus menjadi manusia, Dia betul - betul terpisah dari Bapa.
Di kayu salib Dia sempat berkata, " Eloi, Eloi lamasabaktani, Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku ? "
Perpisahan pribadi dengan Bapa ini membuka kemungkinan Yesus π memiliki kehendak sendiri yang berbeda dengan kehendak Bapa.
Dan nyaris di Taman Getsemani Tuhan Yesus π itu mau punya kehendak sendiri.
Kalau boleh kehendakKu yang jadi.
Tetapi kehendakMulah yang jadi.
Terserah Bapa itu akhirnya.
Kalau boleh cawan ini lalu, itu kehendak Yesus.
Hal mana sangat berbeda dengan Roh Kudus.
Tidak pernah tidak mungkin Roh Allah bergerak tanpa yang Allah inginkan.
Roh Allah berdiri sendiri, karena Dia hanya melakukan kehendak Allah Bapa.
Sebab Roh Allah atau Roh Kudus, Roh-Nya Allah Bapa sendiri.
Dalam Perjanjian Baru, Roh Kudus menjadi utusan Bapa π
Dan segala sesuatu yang dilakukan pasti selalu sesuai kehendak Bapa
secara tepat sempurna.
Kalau Roh Kudus bertindak tidak sesuai kehendak Allah Bapa, ini
berarti Allah berpribadi ganda.
Sejatinya Roh Kudus adalah kuasa dari Allah
yang berpribadi yang melingkupi jagad raya.
Oleh karena tidak kelihatan disebut angin, maka disebut Roh (ruakh)
Jadi ketika Tuhan Yesus π dibaptis ada merpati, sebagai simbol menunjukkan bahwa yang dibaptis Yohanes adalah Allah Anak.
Roh Allah itu Ruakh melingkupi jagad raya dan tidak ada tempat di mana Allah tidak hadir.
Namun perlu dicatat, bahwa kehadiran Roh Kudus atau Roh Allah
pribadi Allah Bapa π sendiri.
Dia memiliki kemahakuasaan dimensi yang berbeda dengan kita.
Maka Doa Bapa Kami, Bapa kami di Surga, bukan di mana - mana.
KehadiranNya di mana - mana, tetapi Bapa di Surga.
Dalam hal ini Roh Kudus sebagai fasilitas milik Allah Bapa π dan Allah Anak.
Sebenarnya dengan keberadaan Pribadi Allah Bapa dan Allah Anak di Surga, sedangkan Roh Kudus melingkupi jagad raya sebagai pelaksana kehendak Allah Bapa dan Anak menunjukkan atau supremasi Allah kita dibanding dewa - dewa yang memiliki tempat - tempat tertentu, dewa dewa yang mengembara dan bergelandangan di mana - mana.
Allah Bapa π yang punya takhta di surga, bukan gelandangan.
Di mana - mana itu Roh-Nya melingkupi jagad raya.
Selamanya Roh Allah tidak pernah kelihatan.
Tapi kalau gelandanagn di bumi dia punya berbagai manifestasi.
Salah satu pokok masalah yang diperdebatkan gereja
secara hebat adalah apakah dan siapakah Roh Kudus itu ?
Seperti tenaga aktif yang mengalir berasal dari Allah Bapa.
Seperti misalnya :
Allah π itu pusat tenaga listrik, maka Roh Kudus itu arusnya.
Ini pandangan yang kurang tepat.
Sebab Roh Kudus bukan sekedar tenaga aktif, tetapi pandangan itu ada sedikit menyentuh benarnya.
Tidak tepat, tapi menyentuh saja.
Memang Bapa di surga, Roh-Nya yang mengalir terus menerus.
Maka kalau kita belajar Alkitab Yoh 15 : 26
Keluar dari Bapa,
ekporeuomai itu artinya : to go forth, go out, depart ( keluar, berangkat dari, datang dari ) juga berarti proceed ( melanjutkan atau meneruskan ) to flow forth artinya : terus mengalir keluar, to spread abroad.
Ini beda dengan Aku datang dari Bapa.
Yesus berkata Aku datang dari Bapa ( ekserkhomai )
Bisa keluar tapi terputus. Tetapi kalau Roh Kudus keluar ( ekporeuomai ) terus menerus keluar dari Bapa.
Jadi pusat tenaga listriknya mengalir.
Tapi Alkitab π tidak setuju Roh Kudus seperti tenaga listrik.
Sebab Roh Kudus itu bisa seakan - akan Pribadi bisa mengambil keputusan dan bertindak.
Ini misteri tidak terpecahkan selamanya mengenai Pribadi Bapa.
Yang kepadaNya Tuhan Yesus berkata
- Dia yang punya kuasa.
- Dia yang punya kemuliaan.
Bukan Yesus, tetapi Bapa memberikannya kepada Yesus.
Maka Yesus jadi Tuhanpun bagi Allah Bapa.
Karena Yesus jadi Tuhan, kita tunduk padaNya.
Kita menghormati Yesus seperti menghormati Bapa.
Siap yang tidak menghormati Bapa π, dia tidak menghormati Anak.
Yang menghormati Bapa, menghormati Anak.
Memiliki Anak, juga memiliki Bapa.
Itulah sebabnya dikatakan Roh Kudus seperti aliran listrik yang mengalir keluar dari pusat tenaga listrik mengandung sebagian kebenaran.
Sebab hanya satu aspek bukan kebenaran penuh.
Sebab kebenaran harus dilihat dari semua aspeknya.
Kalau misalnya dikatakan manusia π₯ adalah makhluk cerdas, itu sebagian kebenaran.
Sebab manusia memiliki banyak aspek atau dimensi.
Bukan hanya kecerdasan.
Kecerdasan dari bagian aspek dalam eksistensi manusia.
Terkait dengan Roh Kudus pandangan terhadap Roh Kudus tenaga aktif yang keluar dari Allah π, ini inspirasi yang baik untuk menjelaskan Allah Tritunggal.
Dengan pandangan ini Pandangan terhadap Allah Tritunggal dapat dilengkapi, sehingga jelas mengalir dari Bapa π
Dia adalah pribadi Allah sendiri.
Berbicara fenomena Roh Kudus adalah pribadi Bapa sebagai perbandingan adalah Tuhan Yesus yang juga berkata Aku keluar, datang dari Bapa.
Yoh 15 : 26 Roh kudus keluar dari Bapa ekporeuomai.
Yesus keluar dari Bapa ekserkhomai ( go out, come out, get out, go away )
Dari Bapa terpisah, tapi Roh Kudus ekporeuomai yang keluar dari Bapa yang terus berhubungan seperti air mengalir yang tidak terputus.
Demikianlah faktanya Yesus bisa meninggalkan kemuliaan dari Allah Bapa dan menjadi manusia yang bisa berdaulat.
Filipi 2 : 5 - 7
Dia mengosongkan diri.
Dalam perjalanan Yesus hidup di dunia π Dia pernah menyatakan bahwa Bapa pernah meninggalkan Dia.
Di sini disingkapkan dalam lembaga Elohim Yesus bisa terpisah dari Bapa π
Roh Kudus tidak bisa terpisah, karena Roh-Nya Allah Bapa di surga.
π·Sesi ke 2
Perjalanan Roh Kudus π tidak bisa dipisahkan dari peristiwa Pentakosta.
Khamisyim yom artinya : hari ke lima puluh.
Yang dalam bahasa Yunani kita menemukan kata Pentakosta.
Pentakosta bagi orang Yahudi adalah hari sukaria di mana mereka mensyukuri berkat tuaian gandum sekaligus menunjukkan rasa takut dan hormat kepada Elohim Yahweh.
Pada hari Raya tersebut mereka diperintahkan untuk persembahan kepada Tuhan π sebagai ucapan syukur atas apa yang dialami mereka.
Dan saat itu digunakan oleh Tuhan untuk mentahbiskan mendeklarasikan gerejaNya.
Jadi Khamisyim Yom itu bukan hari raya orang Kristen.
Di mana hari itu Roh Kudus di kota Yerusalem.
Dalam peristiwa itu turunlah dari langit suatu bunyi seperti tiupan angin keras yang memenuhi seluruh rumah, di mana mereka duduk, tampaklah lidah - lidah - lidah seperti nyala api yang bertebaran dan hinggap pada mereka masing - masing.
Tuhan π sengaja menunjukkan demonstrasi kekuatan kekuasaan dan tanda - tanda, mengapa ?
Sebab tanda lahiriah itu membuktikan atau menunjukkan bahwa apa yang dinubuatkan Yohanes Pembaptis digenapi Yesus akan membaptis dengan api dan roh.
Pada waktu itulah murid - muridNya dipenuhi Roh Kudus π dan mulai berkata - kata dalam bahasa lain. Lalein heterais gloossais yang berarti bahwa murid - murid Yesus berbicara dalam berbagai bahasa lidah asing.
Jadi mengucapkan bahasa, tapi semua orang dari berbagai daerah, orang - orang Yahudi yang datang dari berbagai tempat, daerah bisa mengerti apa yang dikatakan murid - murid itu dari bahasa asal mereka, bahasa di mana asal mereka itu berdomilisi.
Mereka tercerai berai atau diaspora dengan memiliki bahasa - bahasa lokal, namun bisa mengucapkan bahasa lokal itu.
Ini satu hal yang luar biasa.
Yang membuat mata mereka tercelik
Ada apa ini ?
Mengapa murid - murid yang sederhana ini bisa mengucapkan bahasa yang mereka tahu dari wilayah asal mereka.
Dengan tanda - tanda yang begitu spektakuler, mata dunia π dibuka untuk melihat peristiwa besar, yaitu penuangan Roh Kudus sebagai konfirmasi bahwa karya keselamatan Allah dalam Yesus Kristus atau jalan keselamatan dalam Yesus Kristus telah digenapi.
Terkait dengan hal ini ada gereja - gereja π Pentakosta atau kharismatik yang mengadakan doa sepuluh hari dengan harapan menantikan pencurahan Roh Kudus seperti yang terjadi di tahun 30 masehi di Yerusalem.
Doa sepuluh hari ini sebenarnya kurang tepat bagi orang percaya π₯
Itu dipahami masih menunggu karena Roh Kudus belum dituangkan pada waktu itu.
Tidak sama dengan hari ini kalau kita menanti kan Roh Kudus dengan doa sepuluh hari ini berarti menyangkali bahwa, Allah Bapa sudah menggenapi janji-Nya.
Alkitab jelas mengatakan bahwa nubutan Yoel 2 : 28 - 30 telah digenapi.
Jadi Doa Sepuluh Hari mengisyaratkan seakan - seakan pada hari menjelang peringatan Pentakosta kalau mereka berdoa Roh Kudus lebih giat dibanding hari - hari yang lain.
Padahal Roh Kudus πsudah dicurahkan dan sudah bekerja giat setiap hari.
Tidak ada masa - masa tertentu Roh Kudus bekerja lebih giat sedangkan masa lain Ia tidak giat.
Tidak ada musim Roh Kudus bekerja dan bukan musim Roh Kudus.
Roh kerja sepanjang waktu dan sepanjang musim, bahkan setiap saat.
Kalau seakan - akan ada lawatan khusus Tuhan pada umat-Nya, hal itu terjadi karena umat sudah tidak berjalan menurut jalan yang Tuhan π kehendaki, maka Tuhan menyediakan lawatan khusus tetapi jangan kemudian diformat sebelum hari Pentakosta ada Doa Sepuluh Hari.
Mestinya kita menantikan Tuhan setiap hari kalau mau menantikan.
Selalu menyediakan waktu terhadap lawatan Tuhan setiap hari.
Mereka yang Doa Sepuluh Hari untuk menantikan penuangan Roh Kudus sebelum menjelang Pentakosta, merasa lebih diurapi dengan karunia - karunia Roh dari pada waktu yang lain.
Dan ini tidak tepat.
Semua hari itu sama.
Kita harus memperlakukan Roh Kudus secara Konsisten, dan Roh Kudus π itu hadir kapanpun di manapun.
Doa Sepuluh Hari sering terjadi urapan palsu.
Urapan palsu ( pseudo anointing ) yang menghasilkan bahasa roh palsu dan berbagai karunia palsu.
Emosi jadi tidak terkendali, sehingga tidak melatih orng Kristen menguasai diri menjadi dewasa.
Dalam kehidupan orang percaya π₯ yang penting bukan fenomena spektakuler pada waktu - tertentu, tetapi konsistensi hidup dalam pimpinan Roh Kudus sehingga menghasilkan buah - buah Roh.
Bukan hanya Sepuluh Hari menjelang Pentakosta banyak berdoa.
Setiap hari harus berdoa.
Terpenting dalam menyambut Pentakosta adalah diingatkan kembali karya Roh Kudus yang harus dominan dalam hidup kita setiap hari.
Sejak Roh Kudus dituangkan itu gereja π mengalami lawatan yang luar biasa, pertumbuhan gereja menjadi luar biasa.
Petrus yang tadinya penakut jadi pemberani. Yang tadinya tidak bisa berbicara menjadi cakap berbicara.
Tapi jangan lupa tidak mendadak, karena sudah selama 3,5 th mereka belajar dari Tuhan Yesus.
Dan ketika Roh Kudus dituangkan maka semua yang ada itu begitu kuat dan seakan - akan hidup.
Karunia - karunia Roh Kudus dicurahkan.
Sejak peristiwa Pentakosta gereja Tuhan Yesus eksis.
Karunia Roh Kudus memberikan kemampuan orang percaya untuk menjadi saksi dan buktinya injil sampai ke ujung bumi.
Terkait penuangan Roh Kudus, kita harus bicara baptisan Roh Kudus.
Dengan banyaknya pandangan mengenai Roh Kudus π maka terjadi perdebatan polemik yang tidak pernah selesai dengan hingga sekarang. Jadi banyak pandangan simpang siur.
Kita harus memahami apa yang kau maksud baptisan Roh Kudus.
Baptisan itu tradisi orang Yahudi, bukan tradisi orang Kristen.
Di mana orang non Yahudi yang mau masuk agama Yahudi namanya tevilah itu diselam, dari kata taval artinya diselam atau dicelup.
Kata ini pada, waktu Naaman diselam atau dicelup di Sungai Yordan
2 Raja - raja 5 : 14
Kata taval diselam ini sama dengan baptidzo dengan bahasa Yunani.
Pada dasarnya baptisan menunjuk pada kehidupan seseorang yang berkomitmen untuk memasuki hidup yang baru.
Pada zaman Yohanes Pembaptis,
Yohanes Pembaptis menyerukan baptis kepada semua orang π₯
Yang disebut dengan baptisan proselit, orang non Yahudi masuk Yahudi itu proselit.
maupun orang Yahudi sendiri.
Ini bikin budaya baru, Yohanes Pembaptis.
Tetapi orang nurut, karena Yohanes Pembaptis memiliki sejarah yang menakjubkan.
- Sejak Bapanya menjadi bisu ketemu malaikat.
- mamanya susah tua bisa hamil.
- lalu ketika dia lahir Zakaria bisa membuka mulut memberi nama Yohanes.
Ini membuat sebuah legitimasi atau sebuah pengesahan bahwa Yohanes Pembaptis ini adalah dari Ketika disuruh semua orang π₯ dibaptis ulang, semua baptis.
Yohanes Pembaptis membaptis dengan maksud supaya orang - orang itu memiliki kelakuan yang baik sesuai dengan hukum.
Makanya kepada pemungut cukai ia berkata :
- Jangan menagih lebih banyak dari apa yang telah ditentukan bagimu.
- Tetapi kepada orang Farisi dan orang Saduki, ia berkata :
Hai kami ular beludak, siapakah kamu melarikan diri dari murka yang menghasilkan buah dari pertobatan.
- Kepada Prajurit - prajurit Roma dinasehati agar tidak memeras, cukupkan diri dengan gaji yang ada.
Jadi baptisan Yohanes ini adalah mengembalikan orang pada moral yang baik sesuai hukum.
Baik orang Yahudi maupun orang non Yahudi, buahkan hasil perbuatan yang baik.
Baptisan seperti inilah yang kemudian diteruskan oleh murid - murid Tuhan Yesus.
Alkitab π mengatakan Yesus sendiri tidak membaptis.
Jadi ketika Yohanes menunjuk Yesus, ini Anak Domba Allah yang mengangkut dosa dunia.
Sebagian pengikutnya ikut Yesus.
Bahkan yang ikut Yesus semakin bertambah - tambah.
Yohanes Pembaptis makin habis.
Dan Yohanes berkata, tidak apa - apa, biarlah Dia makin bertambah - tambah, dan aku makin berkurang - kurang.
Murid - murid Tuhan Yesus π membaptis orang itu baptisan Yohanes sebenarnya.
Sedangkan Yesus tidak membaptis, kenapa ?
Sebab Dia akan membaptis dengan api dan Roh Kudus.
Baptisan kekristenan yang kita kenal sekarang ini sebenarnya lambang kematian.
Artinya : kalau seseorang mau percaya dan ikut, Tuhan Yesus harus diselam dalam nama Allah Bapa, Anak, dan Roh Kudus dalam nama Tuhan Yesus Kristus.
Yang kalau sudah dibaptis dia harus hidup dengan cara hidup yang baru.
- Cara hidup orang Kristen.
- Cara hidup orang percaya.
Tapi sekarang kita sudah melihat penyimpangan.
- Asal sudah umur 12 th 13 th tolong baptis.
- karena mau pemberkatan nikah dibaptis.
Ini melecehkan.
Baptisan itu lambang kematian.
- Kamu mau serius cara hidup yang salah.
- Kamu mau serius meninggalkan gaya hidupmu seperti anak dunia, mari mati.
Maka yang dikatakan
Roma 6 : 4 baptisan itu lambang kematian.
Bagaimana dengan baptisan Roh Kudus ?
Baptisan Roh kudus itu menunjukkan kehidupan orang percaya yang diubahkan terus menerus oleh pekerjaan Roh Kudusπ guna memenuhi rencana Allah Bapa.
Umat Kristen berpikir, yang penting punya Roh Kudus.
Kalau kalangan Kharismatik berbahasa roh tandanya.
Roh Kudus dalam dicurahkan di Yerusalem di abad pertama di tahun 30, jelas tandanya.
Mereka mengucapkan bahasa atau lidah asing.
Di Efesus, Kaisarea, dan beberapa tempat lain disertai tanda bahasa roh.
Tetapi yang penting di sini bukan bahasa rohnya itu atau lidah asing.
Yang penting sekarang zaman Roh Kudus.
Di mana sejak Roh Kudus dicurahkan,
maka manusia yang menerima Yesus sebagai juruselamat harus hidup dalam pimpinan Roh Kudus.
Hidup baru dalam pimpinan Roh Kudus.
Bukan bahasa barunya, bukan bahasa rohnya.
Tapi hidup dengan gaya baru, hidupnya sesuai dengan pimpinan Roh Kudus.
Fungsi Roh Kudus di sini adalah : menuntun orang percaya ke segala kebenaran, dan sejak seseorang percaya Yesus sebagai juruselamat, hidupnya harus hidup baru.
Secara fisik, secara lahiriah deklarasinya ditujukan dengan selam.
Tuhan π memang memerintahkan.
Tetapi secara individu di luar itu, dia bergumul setiap saat untuk sesuai dengan Roh Kudus.
Jadi baptisan Roh Kudus itu jangan ditekankan pada tanda, sudah lewat.
Di Yerusalem sudah lewat.
Di beberapa kota di Palestina juga sudah lewat.
Jelas ini zaman Roh Kudus.
Zaman di mana manusia bisa dibaptis dengan Roh Kudus π
Siapa mereka yang mau ? Yang punya komitmen.
Meninggalkan cara hidup dunianya, cara hidup yang salah, lalu hidup dalam hidup yang baru sebagai orang percaya, atau anak - anak Allah.
Makanya Tuhan Yesus π berkata dilahirkan baru, kamu harus dilahirkan air dan roh.
Air itu baptisan.
Kalau teknisnya tidak sulit masuk air.
Komitmennya, esensi dari baptisan itu selam.
Setiap hari harus dalam pimpinan Roh Kudus untuk sempurna seperti Bapa di surga.
Jadi baptisan Roh Kudus sebenarnya tidak hanya menunjuk suatu momentum, tetapi lebih menunjuk suatu proses.
Memang dalam Alkitab π mengesankan bahwa baptisan Roh Kudus adalah sebuah momentum.
Karena pada waktu itu hendak ditunjukkan kepada orang - orang ini zamannya Roh Kudus, bahwa Dia sudah datang.
Bahwa yang dijanjikan,
Dia akan membaptis dengan api dan roh sudah dipenuhi.
Maka didoakan, mendapat bahasa roh atau lidah asing.
Yohanes Pembaptis berkata buktikan kamu harus hidup benar sesuai hukum.
Lalu semua dibaptis
Dia mempersiapkan jalan bagi Tuhan :
1. Ia menunjuk Yesus, Anak Domba Allah.
Kalau orang yang menunjuk sembarang tidak mau didengar.
2. Lewat khotbahnya, lewat baptisan Yohanes Pembaptis.
Karakter atau watak diperbaiki, sebelum masuk kesempurnaan bagi kristus.
Kalau secara lahiriah belum beres, bagaimana batiniahnya ?
Sekarang tidak perlu, karena baptisan Roh Kudus sudah terjadi.
Pada waktu itu memang perlu tanda.
Sekarang tidak perlu tanda.
Sekarang yang diperlukan percaya, Roh Kudus sudah hadir.
Banyak orang Kharismatik tidak mau tahu, mereka hanya mau bahasa roh.
Bahasa roh itu karunia.
Bahasa roh itu menandai kedatangan Roh Kudus itu.
Kisah para rasul
2,8,10,19
Karena Alkitab π mau menunjukkan Roh Kudus bekerja.
Semua baptisan Roh Kudus di kisah rasul semua dilakukan rasul - rasul, tidak ada yang bisa melakukan, hanya rasul - rasul.
Hal ini menunjukkan bahwa gereja tidak dibangun atas dasar apapun selain para rasul.
Matius 15 : 16
Tuhan Yesus π berkata : Dia membangun jemaat di atas batu karang, yaitu : para muridNya.
Pengakuan Yesus adalah Tuhan.
Batu karang itu yaitu : yang mula - mula murid - muridNya.
Pengakuan Yesus adalah tubuhnya.
Baptisan Yerusalem di kisah Rasul 2, di Yudea, Samaria, di Efesus yang mewakili ujung bumi.
Setelah peristiwa baptisan di beberapa tempat ini di sepanjang perjalanan rasul - rasul dan Paulus sendiri selama puluhan tahun tidak ada lagi kisah yang mengungkapkan mengenai baptisan Roh Kudus.
Selain empat tempat tadi
- Yerusalem - Kisah rasul 2
- Efesus - Kisah rasul 8
- Samaria - Kisah rasul 10
Tidak ada lagi baptisan Roh Kudus.
Tidak setiap Kali Paulus berkhotbah berkata, kamu sudah dibaptis Roh Kudus?
Ketika Dia menginjil di Eropa dia juga tidak bicara mengenai baptisan Roh Kudus.
Roh Kudus sudah datang.
Baptisan Roh Kudus berarti orang percaya ditenggelamkan dalam kehidupan yang bersekutu dengan Allah π di dalam pimpinan Roh kudus.
Dan ini dimulai sejak peristiwa Pentakosta.
Orang yang menerima Roh Kudus tubuhnya menjadi bait Roh Kudus, sejak itu harus mulai proses untuk hidup tidak cacat tidak bercela
Paulus berkata di 1Tesalonika 4 : 7 - 8 siapa yang menolak ini menolak Aku.
Jadi kalau disebut kamu percaya Yesus, menerima
Roh Kudus.
Kamu tidak berbuat dosa lagi.
Kamu bukannya hanya menjadi baik menurut hukum.
Tetapi harus tidak bercacat tidak bercela.
Orang yang menerima Roh Kudus, orang yang menerima tanggung jawab untuk belajar dan terus dimuridkan sempurna seperti Bapa π
Justru dengan menerima Roh Kudus, beban hidup menjadi berat.
Sebab dia harus menjadi manusia π₯ yang berbeda dari lingkungannya.
Kalau masa agama Yahudi dia harus berbeda dari kehidupan seluruh bangsa kafir.
Harus seperti bangsa Yahudi.
Sekarang setelah Kita sudah jadi Kristen, kita harus sesuai dengan kehidupan warga anggota kerajaan surga.
Kamu π₯ harus mempertaruhkam segenap hidupmu tanpa batas untuk perubahan itu.
Karena kamu diselam, Tevila atau baptidzo.
Oleh sebab itu mestinya kita tidak perlu merindukan baptisan Roh Kudus yang disertai tanda - tanda spektakuler seperti yang ada di Yerusalem, Efesus, Dan beberapa kota lain.
Tetapi yang Kita π₯rindukan adalah bagaimana mengerti kehendak Roh Kudus yang menuntun Kita kepada kesempurnaan.
Memang ada masa - masa tertentu di gereja πmenjadi suam.
Lalu Tuhan melawat gereja - gereja agar kembali ke rel yang benar seperti yang terjadi di Azuza Street, Los Angeles, California Amerika Serikat pada tgl 6 April 1906, yang berlanjut pada tahun 1915.
Yang sangat terkenal yang orang bilang Pentakosta ke dua.
Itu sebuah lawatan Tuhan untuk mengingatkan
gereja π
Kamu itu punya ukuran yang berbeda.
Kamu itu bangsa yang khusus.
Ayo kita balik, itu maksudnya.
Orang fokusnya tanda, bukan pada kehidupan setiap hari yang dipimpin Roh Kudus π untuk sempurna seperti Bapa.
Sekarang kita harus mulai menempatkan Roh Kudus secara proposional.
Baptisan Roh Kudus membawa orang ke proses kehidupan berjalan dengan roh dan dipimpin oleh roh.
Hidup dipimpin Roh kudus melahirkan roh.
Hidup bergaul dengan dunia melahirkan roh perbudakan.
Pakai tas branded, puas punya rumah besar, itu roh perbudakan.
Maka harus belajar berjalan seirama ( stoiko )
Ini yang penting.
Kalau yang dipikir tandanya, mukjizatnya, bahasanya meleset.
Jadi dengan baptisan Roh kudus, orang percaya harus menyesuaikan diri dengan Allah π, bukan sebaliknya Allah yang menyesuaikan diri dengan kita.
Berarti hidup dalam baptisan Roh Kudus itu perjuangan untuk menjadi sempurna dan memang inilah yang Roh Kudus kehendaki.
Roh Kudus π yang menempatkan diriNya dalam kehidupan kita, menuntun kita untuk berjuang menghasilkan buah - buah roh.
Karunia roh bisa diperoleh setiap saat.
Buah roh dihasilkan lewat perjuangan kita.
Orang percaya π₯ yang dewasa artinya percaya bahwa Roh Kudus dicurahkan sebagai baptisan akan menjalani hidup di dalam tuntunan roh akan menghasilkan buah roh.
Tetapi orang - orang yang picik dan dangkal berpikir dengan seribu satu motovasi yang bengkok bicara baptisan roh selalu penekanannya pada karunia roh.
Sebab karunia roh itu bisa dimanipulasi untuk kepentingan diri.
Kesombongan, kebanggaan, uang dll
Tapi kalau buah roh tidak.
Buah roh melahirkan :
- Orang - orang agung, mulia.
- yang tidak mata duitan
- yang hidup suci
- yang tidak lagi dapat dibahagiakan oleh dunia ini.
- yang hatinya melekat di surga.
- Dan rindu pulang ke rumah Bapa.
Dan orang percaya harus bekerja keras menggunakan akal budi dipimpin Roh Kudus dan untuk itu tidak bisa tidak
orang percaya yang mau hidup dalam baptisan Roh Kudus harus menuruti kebenaran Alkitab π
Dipenuhi Roh Kudus ada yang secara temporar ada yang secara permanen.
- Yang temporar itu bisa berkarunia tapi seketika.
- Tapi yang permanen ini dipenuhi pikiran.
Ini tidak bisa tidak harus belajar logos dan menerima rhema ( Firman )
Alkitab π kita itu Roh Kudus yang menulis.
Pikiran Roh Kudus harus menyerap Firman sebanyak - banyaknya.
Seseorang akan penuh dengan pikiran Roh Kudus, gairah Roh Kudus.
Tetapi kalau hanya karunia, Tuhan tidak membuat sulapan orang menjadi baik mendadak.
Kadang - kadang karunianya sudah diangkat, akhirnya yang tinggal adalah Kepalsuan, bahasa roh palsu.
Ini terjadi....
Tidak sedikit bahasa roh palsu.
Kalau orang dipenuhi Roh Kudus π secara permanen itu karunia - karunia roh akan dicurahkan.
Orang percaya yang hidup dalam baptisan Roh Kudus akan bertumbuh dalam kesempurnaan Kristus, memindahkan hati ke kerajaan surga dan akan menjadi anggota keluarga kerajaan.
Gereja π Tuhan diadakan agar jemaat memperoleh keselamatan agar dikembalikan ke rancangan semula bagaimana jemaat segambar dengan Allah atau serupa dengan Kristus.
Seperti jemaat mula - mula yang tidak punya gedung, yang tidak memiliki anggaran dasar dan anggaran rumah tangga, bahkan tidak punya dana, tetapi prilaku mereka disebut Kristen seperti Kristus.
Tidak memiliki sarana seperti orang beragama tetapi seperti Kristus.
Jadi kalau kita kembali ke gereja mula - mula, mesti kembali ke cara dan gaya jemaat mula - mula.
Karunia itu hanya pernik - pernik yang Alkitab πkatakan, bukan tujuan.
Membangun iman jemaat ke arah kesempurnaan.
Jadi kalau karunia jadi
tujuan pasti sesat.
Hari ini banyak bahasa roh palsu.
Dan Tuhan seakan - akan diam, ini mengerikan.
Banyak mukjizat yang bisa terjadi karena aspek psykologi atau memang Roh Kudus π menjamah orang itu, terkait iman orang tersebut, atau belas kasihan Allah.
Tapi ada orang merasa punya jasa, merasa istimewa bisa mengadakan mukjizat.
Dan Tuhan π seakan - akan diam.
Akhirnya fokusnya mukjizat, fokusnya berkat jasmani.
Meleset jauh dari kebenaran injil Tuhan Yesus π
Jadi kalau fenomena karya Roh Kudus menggunakan istilah baptisan tentu ini memiliki kesejajaran makna analogi dengan baptisan yang dikenal oleh Bangsa Israel.
Baptisan Roh Kudus ini pertama muncul dari bibirnya Yohanes
Pembaptis.
Pernyataan Yohanes Pembaptis ini menunjuk. peristiwa Pentakosta.
Peristiwa Pentakosta di Yerusalem sungguh suatu peristiwa yang sangat besar, bersejarah dan menentukan nasib.
Sebab sejak Pentakosta cara keberadaan Allah bekerja di dunia π melalui Roh Kudus sangat berbeda sejak peristiwa itu.
Peristiwa Pentakosta di Yerusalem sangat luar biasa, karena sejak itu manusia khususnya orang percaya memasuki pengalaman baru.
Pengalaman yang belum terjadi sebelumnya.
Pengalaman di mana manusia bisa langsung berhubungan dengan Allah dengan tuntunanNya.
Kalau dulu hanya setahun sekali itupun hanya imam besar.
Sekarang dengan Roh Kudus π dijadikan meterai diberikan masing - masing orang maka bisa berhubungan langsung
Untuk apa berhubungan langsung ?
Untuk dibawa kapada seluruh kebenaran.
Jadi kalau ada tanda spektakuler di Yerusalem diberikan dengan lidah api, angin keras dll,
Sehingga orang - orang Persia, Media, Elam, Mesopotamia, Yudea, Kapadokia, Pontus dan Asia, Frigia, Pamfilia, Mesir, libia dan berbagai daerah bisa menangkap perkataan rasul - rasul, seakan - akan rasul - rasul ini bisa berbahasa dengan bahasa wilayah mereka, itu hanya merupakan tanda untuk mendeklarasikan gerejanya.
Apakah itu perlu diulangi ?
Tidak perlu.
Kecuali gereja - gereja π sudah suam.
Maka Tuhan mengirimkan peristiwa yang dasyat di jalan Azuza itu, California.
Yang penting adalah tanggung jawab orang Kristen yaitu sempurna seperti Yesus.
Kalau gereja π mula - mula disertai tanda supaya orang melihat.
Apakah fenomena karunia roh sebagai nubuat, lidah asing dll dialami diperagakan setiap kali seseorang dibaptis Roh Kudus.
Yang penting mengerti firman, hidup dalam kesucian.
Jangan sampai kita tergoda untuk show, yang menjatuhkan sombong, yang jatuhpun sombong.
Di dunia π modern hari ini tidak terlalu dibutuhkan lidah atau bahasa asing.
Karena banyak penerjemah untuk pemberitaan Injil-Nya.
Sekarang yang terpenting adalah buah kehidupan seorang yang menerima Roh Kudus.
Efesus 4 : 5
Tentu ini adalah baptisan yang memiliki sifat universal yang dialami setiap orang percaya.
Tidak ada jawaban yang lebih tepat selain baptisan
Roh Kudus.
Orang percaya di dunia ini satu baptisan, itu kata Alkitab.
Itu baptisan Roh Kudus.
Maka orang percaya yang hidup di seluruh dunia πharus hidup dalam pimpinan Roh Kudus.
Jadi soal selam atau percik jangan diperdebatkan.
Orang percaya harus dipimpin Roh Kudus, bukan Roh perbudakan.
π·Sesi ke 3
Baptisan Roh Kudus tekanannya bukan pada momentum, tetapi pada proses dipimpin Roh Kudus.
Tandanya dinyatakan di
Kisah para rasul.
Kita tidak perlu mempersoalkan lagi tandanya.
Tetapi kalau Tuhan π menolong memberi tanda pasti Tuhan memiliki kebijaksanaan.
Kepenuhan Roh Kudus secara temporar di mana Roh Allah bekerja, tanda - tanda spektakuler.
Tetapi secara temporar itu ukuran kehidupan Kristen yang Tuhan π kehendaki.
Sebab yang Tuhan kehendaki kepenuhan Roh Kudus secara permanen, di mana, seseorang hidup dalam kehendak Tuhan senantiasa.
Bagaimana orang bisa memiliki kepenuhan Roh Kudus secara permanen ?
Tidak bisa tidak dia harus belajar kebenaran.
Bagaimana orang bisa hidup dalam Kasih karunia ?
Kasih karunia ini pasti menunjukkan keselamatan dalam Yesus Kristus πkeselamatan dalam salib.
Jika tidak demikian tentu bukan kasih karunia.
Tetapi apa isi kasih karunia itu?
Isi Kasih karunia adalah
Kehidupan yang diperdamaikan dengan Allah.
Manusia π₯ yang terpisah dari Allah kembali diperdamaikan.
Di dalam hidup diperdamaikan dengan Allah, tentu bukan Allah yang menyesuaikan diri terhadap kita.
Kita yang menyesuaikan diri terhadap Allah.
π·Bagaimana Kita bisa menyesuaikan diri dengan Allah ?
Kita bisa menyesuaikan diri dengan Allah kalau kita memiliki pikiran dan perasaan Kristus.
π·Bagaimana bisa memiliki pikiran dan perasaan Kristus ?
Kita harus memiliki kecerdasan yang dibangun dari kebenaran firman.
Jadi hidup dalam kasih karunia, hidup dalam perdamaian dengan Allah.
Hidup dalam perdamaian dengan Allah adalah hidup secara harmoni dengan Allah.
π·Bagaimana hidup secara harmoni ?
Kalau kita bisa mengimbangi Tuhan.
π·Bagaimana kita bisa mengimbangi moral Tuhan ?
Kalau cara berpikir kita diubah.
π·Bagaimana cara berpikir kita diubah ?
Kalau kita belajar kebenaran.
π·Bagaimana bisa mengerti kebenaran ?
Roh Kudus yang menuntun kita kepada segala kebenaran.
Di situlah maksud baptisan Roh Kudus supaya kita bisa hidup dalam Kasih karunia, hidup dalam perdamaian dengan Allah,
memiliki persekutuan yang ideal dengan Tuhan.
Jadi bukan hanya bergetar - getar badannya lalu berbahasa roh.
Itu tidak membuat orang dewasa rohani.
Bukan hanya berkarunia roh tetapi harusnya berbuah roh.
Karunia roh bisa diperoleh kapan saja.
Tetapi Buah roh diperoleh dari pergumulan panjang sehingga ia memiliki karakter dari Tuhan π, baru keluar buahnya.
Jadi orang sabar bukan karena mau sabar, karena menjadi sabar.
Kalau hanya kelihatan sabar itu belum menjadi buah.
Kalau sudah menjadi buah, itu menjadi sabar.
Nah orang yang sabar inilah yang bisa berjalan seiring dengan Tuhan.
Jadi Allah itu belum membenarkan kita dalam arti dianggap benar, kita belum benar, kita terus proses menjadi benar lalu kita bisa berjalan seiring dengan Dia.
Kita π₯ dianggap benar walaupun belum benar.
Dipenuhi Roh Kudus artinya : kita memiliki pikiran dan perasaan Tuhan, sehingga kita menjadi berkarakter Tuhan.
Di sini hanya Roh Kudus yang bisa menolong kita.
seiring berjalannya waktu maka seseorang bisa memiliki pikiran dan perasaan Tuhan.
Itu terjadi ketika Roh Kudus π menuntun orang percaya.
Jadi ini Kasih karunia yang luar biasa dari Bapa di surga.
Dengan Roh Kudus itulah manusia dikembalikan ke rancangan Allah semula.
Dengan zaman Roh Kudus ini cara kehadiran Allah π dalam hidup manusia berbeda seperti cara kehadiran Allah di Perjanjian Lama, beda.
Dengan zaman penggenapan di mana Roh Kudus dicurahkan pada hari Pentakosta, cara Roh Kudus bekerja beda.
Roh Kudus dapat memimpin hidup orang percaya, sehingga disebut Anak Allah.
Dari pimpinan Roh Allah π ini secara berkesinambungan akan menjadikan orang tersebut seorang yang mengenakan karakter Allah.
Yohanes 1 : 11 - 13
Dilahirkan kembali oleh AIlah.
Bagaimana bisa dilahirkan Allah ?
Lewat proses baptisan Roh Kudus ini.
Bukan berarti orang yang menerima baptisan Roh Kudus tidak bisa murtad.
Baptisan Roh Kudus itu bukan bicara soal momentum tapi proses kehidupan orang yang diberi kesempatan untuk dikembalikan ke rancangan semula.
Yang memang di zaman Perjanjian Baru, abad pertama, tanda - tandanya lidah asing, bahasa roh, penglihatan dll, itu tanda.
Tapi sejak peristiwa itu, Allah berkenan tinggal dalam kehidupan orang percaya, memimpin orang percaya sampai di mana titik orang berkarakter Kristus π dan dilahirkan baru.
Ada orang Kristen memandang begitu berharganya pengalaman kepenuhan roh itu secara temporar dengan berbagai manifestasinya.
Tetapi di kemudian hari di antara mereka tidak memberkati orang lain karena perbuatannya tidak sesuai dengan kesucian.
Melalui pengalaman kita
melihat pendeta, hamba Tuhan yang dipakai Tuhan, yang berbahasa roh menunjukkan manisfestasi karunia - karunia roh tapi moralnya tidak baik.
Kepenuhan roh secara temporar tidak otomatis mengenakan kodrat ilahi.
Jadi kalau ada orang berkata bukankah kami sudah bernubuat, mengusir setan demi namaMu, dan mengadakan banyak mukjizat ?
Tuhan π berkata, Aku tidak kenal kamu, karena karunia tidak mendewasakan.
Bagaimanapun dipenuhi Roh Kudus secara temporar itu punya kesan yang kuat dalam diri seseorang.
Namun demikian hendaknya kita jangan merasa puas dengan kepenuhan Roh Kudus secara temporar dengan berbagai karunia yang bisa didemonstrasikan, tetapi kita harus sungguh - sungguh bertumbuh di dalam kebenaran untuk memiliki pengalaman dipenuhi roh secara permanen.
Sayang sekali banyak orang Kristen π₯ yang tidak mengenal kebenaran.
Sehingga mereka lebih suka pengalaman - pengalaman supranatural. tersebut.
Pengalaman - pengalaman supranatural tidak menjamin dewasa.
Pengalaman - pengalaman supranatural bisa dipalsukan.
Harusnya Fanatisme seseoramg pada 3 hal :
1. kesucian hidup
2. Hati yang dipindahkan ke dalam surga.
Dunia π tidak menjadi menarik lagi.
3. Kerja keras untuk mengabdi kepada Tuhan segenap hidup.
JBU
Langganan:
Postingan (Atom)