Selasa, 15 Mei 2018

RH Truth Daily Enlightenment “TUHAN SANG PEMILIK” Pdt. DR. Erastus Sabdono   16 Mei 2018

Tuhan adalah Sang Pemilik kehidupan, di dalamnya termasuk alam semesta dan manusia sebagai citra dari ciptaan-Nya.
Prinsip ini harus disadari dan diterima oleh orang percaya πŸ‘₯
Dalam Perjanjian Lama, kebenaran ini sudah dinyatakan dengan jelas.

Kisah penciptaan alam semesta dan manusia, menunjukkan bahwa Tuhan πŸ’— yang berhak, berkuasa dan memiliki alam semesta ini dengan segala isinya serta manusia.
Selanjutnya dalam Alkitab berulang-ulang dapat ditemukan, Tuhan menyatakan atau seperti mengklaim bahwa langit dan bumi adalah milik-Nya(Mzm. 24:1; 50:10-12 dan lain-lain).

Walau sebenarnya Allah tidak perlu memberi pernyataan bahwa langit dan bumi 🌏 adalah ciptaan-Nya dan Dia adalah pemilik tunggalnya, tetapi berhubung manusia telah jatuh dalam dosa dimana pengetahuan mengenai Allah sudah menjadi kabur, maka perlulah pernyataan tersebut dikemukakan, untuk selalu mengingatkan siapa pemilik kehidupan ini.

Allah berhak menyatakan bahwa alam semesta adalah milik-Nya, sebab Dialah yang menciptakan semua.
Segala sesuatu dari Dia, oleh Dia dan bagi Dia (Rm. 11:36).
Sebenarnya Allah tidak perlu menyatakan bahwa segala sesuatu adalah milik-Nya, tetapi pernyataan tersebut untuk mengingatkan kepada umat manusia πŸ‘₯ bahwa ada Allah yang hidup yang menciptakan segala sesuatu.

Dengan pernyataan tersebut manusia diingatkan untuk mengisi hari hidupnya secara benar di hadapan-Nya.
Manusia tidak hidup di daerah netral tak bertuan. Manusia hidup di daerah bertuan, dan tuannya adalah Tuhan πŸ’— sendiri. Sebagai makhluk ciptaan, manusiaharus “tahu diri”, sehingga hidup dalam pengabdian yang patut kepada-Nya.

Orang-orang ateis yang tidak mengakui keberadaan Allah, atau yang berpikir bahwa Allah tidak ada atau tidak perlu ada, merasa tidak perlu mengakui kepemilikan Tuhan πŸ’— atas hidup mereka, juga kepemilikan atas alam semesta ini.

Mereka lebih meyakini bahwa manusia eksis atau ada karena proses evolusi, bukan karena karya yang sengaja dari tangan Allah. Mereka πŸ‘₯ lebih percaya bahwa alam semesta mampu menciptakan makhluk manusia yang begitu hebat.

Demikian pula mereka lebih meyakini argumentasi bahwa alam semesta ini ada karena proses alam yang teratur oleh sebuah tatanan yang sangat sempurna, tanpa adanya Pribadi yang menciptakannya. Kebodohan orang-orang ateis seperti ini adalah sikap yang tidak mengakui “siapa” dibalik semua proses yang berlangsung, dan adanya Pencipta segala tatanan di alam semesta ini.

Dengan penjelasan diatas, maka tidak terbantahkan bahwa Tuhan πŸ’— yang memiliki semua isi bumi dan alam semesta ini, termasuk manusia. Manusia sama sekali tidak berhak atas segala sesuatu yang diciptakan dan dimiliki oleh Tuhan. Sesungguhnya, manusia hanya sebagai pengelola (a manager) yang dipercayai Tuhan untuk mengelola alam semesta ini.

Manusia bukan sebagai pemilik (the owner).
Kalau manusia menyadari bahwa dirinya bukan pemilik, maka manusia πŸ‘₯ dapat mempersembahkan hidup dengan pengertian dan dasar atau landasan yang benar.

Manusia yang mengerti kebenaran ini dan meyakini dengan tulus serta menerimanya, akan mengerti bahwa dirinya seperti seorang yang dipercayai untuk mengelola semua yang Allah πŸ’— telah ciptakan bagi kemuliaan nama-Nya.
Dirinya ada untuk Allah yang menciptakan, bukan sebaliknya; Allah ada untuk dirinya.

Jika manusia tidak mengerti dan tidak menerima hal ini, maka terjadi pembalikan hierarki. Bukan manusia πŸ‘₯ yang dibawahi oleh Allah, tetapi Allah yang dibawahi oleh manusia.
Hierarki yang terbalik di atas ini ternyata sudah terjadi dalam kehidupan orang beragama. Kelihatannya secara lahiriah mereka memuji dan menyembah Allah, tetapi dalam praktiknya mereka mau mengatur Tuhan, memanfaatkan Tuhan serta mengekspoitasi-Nya.


 Itulah sebabnya mereka beragama, karena hendak memperoleh apa yang mereka rasa sebagai kebutuhan, bukan bagaimana mengabdi kepada πŸ’— Tuhan dan memenuhi apa yang dirasa dan diketahui sebagai kehendak-Nya untuk dilakukan.

Dalam kehidupan bangsa Israel, kalau mereka sudah mempersembahkan perpuluhan kepada Tuhan, bukan berarti Tuhan πŸ’—sudah tidak berhak lagi atas milik mereka yang lain.
Oleh karenanya dalam kehidupan bangsa Israel persembahan untuk Tuhan bukan hanya perpuluhan, tetapi juga beberapa jenis persembahan yang lain.
Persembahan-persembahan itu antara lain : persembahan khusus atauteruma (ΧͺΧ¨Χ•ΧžΧ”), juga persembahan sulung atau bikor(Χ‘Χ›Χ•Χ¨), dan mereka harus menaatinya dengan konsekuen dan konsisten.


JBU

Tidak ada komentar:

Posting Komentar