Sabtu, 05 Mei 2018

RH Truth Daily Enlightenment “PERPULUHAN DALAM PERJANJIAN BARU” Pdt. DR. Erastus Sabdono   5 Mei 2018

Dalam Perjanjian Baru, tidak pernah kita temukan perintah langsung dan khusus bahwa orang percaya πŸ‘₯ harus memberikan perpuluhan.
Kalau hal perpuluhan sebagai kemutlakkan yang harus dilakukan orang percaya, maka Tuhan Yesus pasti membicarakannya atau memberi perintah untuk melakukannya.

Dalam khotbah di bukit di Matius 5, ketika Tuhan Yesus πŸ’— menafsir ulang kitab Taurat dalam beberapa hal,Tuhan tidak menafsir ulang soal perpuluhan dan persembahan lainnya sama sekali.
Hal ini menunjukkan, bahwa soal perpuluhan bukan masalah pokok atau penting atau utama.

Dalam Matius 23:23 dan Lukas 11:37-54, Tuhan Yesus berbicara mengenai perpuluhan.
Tetapi konteks percakapan-Nya adalah mengenai kecaman-Nya terhadap orang-orang Yahudi dan tokoh-tokoh agama mengenai perpuluhan mereka.
Dalam Matius 23:23, tertulis: Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab perpuluhan dari selasih, adas manis dan jintan kamu bayar, tetapi yang terpenting dalam hukum Taurat kamu abaikan, yaitu: keadilan dan belas kasihan dan kesetiaan.
Yang satu harus dilakukan dan yang lain jangan diabaikan.

Dalam pernyataan Tuhan Yesus di sini sangat jelas bahwa masalah perpuluhan bukan masalah uang atau jumlahnya, tetapi masalah sikap hati mereka dalam segala hal. Dari pernyataan Tuhan Yesus πŸ’— ini diajarkan kepada kita, betapa lebih pentingnya keadilan dan berbelas kasihan serta kesetiaan daripada sejumlah uang yang dipersembahkan kepada Tuhan.
Tetapi pernyataan ini bukan berarti persembahan uang bagi Tuhan dibatalkan sama sekali.

Demikian pula yang dikatakan Tuhan di dalam Lukas 11:42 (Tetapi celakalah kamu, hai orang-orang Farisi, sebab kamu membayar perpuluhan dari selasih, inggu dan segala jenis sayuran, tetapi kamu mengabaikan keadilan dan kasih Allah.
Yang satu harus dilakukan dan yang lain jangan diabaikan).

Salah satu pernyataan Tuhan Yesus πŸ’— yang lain mengenai persembahan di Lukas 11 tersebut: Tetapi Tuhan berkata kepadanya: “Kamu orang-orang Farisi, kamu membersihkan bagian luar dari cawan dan pinggan, tetapi bagian dalammu penuh rampasan dan kejahatan.
Hai orang-orang bodoh, bukankah Dia yang menjadikan bagian luar, Dia juga yang menjadikan bagian dalam? Akan tetapi, berikanlah isinya sebagai sedekah dan sesungguhnya semuanya akan menjadi bersih bagimu.”

Tuhan sedang mengecam keras orang Yahudi dan tokoh-tokoh agama mereka yang lebih menampilkan kehidupan saleh secara lahiriah, tetapi batiniah mereka tidak diperhatikan atau tidak diperbaiki.
Pernyataan Tuhan πŸ’— di ayat ini juga sebenarnya menjadi sindiran, sebab selasih, adas manis, jintan dan segala jenis sayuran adalah barang murah.

Sangat besar kemungkinan, tidak semua orang Yahudi zaman Yesus masih memberikan perpuluhan seperti nenek moyang mereka.
Mereka sebagai bangsa jajahan harus memberi pajak kepada kaisar Roma, dan untuk Elohim Yahwe memberi pajak ke Bait Allah.
Tidak pernah Yesus dan murid-murid-Nya mempersoalkan perpuluhan.

Alkitab πŸ“š Pejanjian Baru tidak pernah mencatat murid-murid Yesus memberi perpuluhan dari ikan yang mereka jala, atau penghasilan Matius atau Lewi yang diperoleh dari hasil atau gaji seorang pegawai pajak.
Bangsa Yahudi pada waktu itu sudah tercerai berai (diaspora).

Sangat tidak mungkin mereka πŸ‘₯ yang telah tercerai berai tersebut bisa membawa hewan dan hasil bumi ke Yerusalem dalam jarak ratusan sampai ribuan kilometer. Untuk persembahan Paskah saja mereka harus membeli binatang di Bait Allah.
Sampai sekarang tidak semua orang Yahudi memberi persembahan.
Tidak pernah kita mendengar bankir-bankir kaya orang Yahudi membawa perpuluhan mereka ke Yerusalem.

Harus ingat, pemerintahan agama seperti zaman sebelum Perjanjian Baru sudah tidak ada.
Bait Allah sendiri juga sudah hancur, tidak ada lagi.
Mengenai persembahan, Tuhan Yesus πŸ’— justru memuji janda miskin yang dikisahkan dalam Lukas 21:1-4 dan Markus 12:41-44.
Tuhan Yesus sengaja memanggil murid-murid-Nya dan menunjukkan perbuatan janda tersebut.

Tuhan Yesus πŸ’—mengatakan: Maka dipanggil-Nya murid-murid-Nya dan berkata kepada mereka: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak dari pada semua orang yang memasukkan uang ke dalam peti persembahan. Sebab mereka semua memberi dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, semua yang ada padanya, yaitu seluruh nafkahnya.”

Sangat jelas isyarat yang Tuhan πŸ’— hendak ajarkan kepada orang percaya, bahwa persembahan yang patut bagi Tuhan adalah segenap hidup.
Demikian pula dengan kisah Zakheus dalam Lukas 19:1-10 menunjukkan bahwa perjumpaan dengan Tuhan Yesus akan membuat seseorang rela melepaskan segala sesuatu, artinya tidak lagi “berhitung” dengan Tuhan.

Dalam kesaksiannya setelah perjumpaannya dengan Yesus, Zakheus menyatakan: “Tuhan, setengah dari milikku akan kuberikan kepada orang miskin dan sekiranya ada sesuatu yang kuperas dari seseorang akan kukembalikan empat kali lipat.”
Menurut beberapa analis Alkitab πŸ“š, bukan tidak mungkin Zakheus menjadi miskin, atau yang pasti kehidupan ekonominya tidak seperti sebelum perjumpaannya dengan Tuhan.

Merespon tindakan Zakheus tersebut, Tuhan Yesus mengatakan: “Hari ini telah terjadi keselamatan kepada rumah ini, karena orang inipun anak Abraham.” Tentu tidak sembarangan Tuhan Yesus πŸ’— mengemukakan hal ini. Tuhan Yesus tidak melihat jumlah uangnya, tetapi sikap hati Zakheus terhadap harta dan sesamanya.

Jadi, sangat berbahaya dan bisa menciptakan penyimpangan, jika orang percaya πŸ‘₯ berkutat pada jumlah dan persentase persembahan bagi Tuhan. Satu hal yang terpenting dalam kehidupan orang percaya adalah perubahan sikap hati sampai rela menyerahkan segenap hidupnya bagi Tuhan.

JBU

Tidak ada komentar:

Posting Komentar