Salah satu yang menghambat pertumbuhan iman jemaat bahkan bisa benar - benar menggagalkan proses
Keselamatan yang seharusnya berlangsung
dalam hidup jemaat.
Ketika jemaat π₯ tidak memiliki pengalaman pribadi dengan Tuhan.
Seakan - akan pengalaman pribadi dengan Tuhan π adalah sesuatu yang sangat mahal, sangat mustahil, sangat tidak mungkin dialami.
Dan salah satu kausalitas atau penyebabnya adalah :
ketika di dalam gereja tanpa disadari terbentuk atau terbangunnya adanya strata - strata.
Terutama adanya strata seorang rohaniwan yang dikesankan memiliki hak - hak istimewa untuk berinteraksi dengan Tuhanπ yang mana tidak dimiliki oleh umat.
Sehingga umat membutuhkan bantuan dari rohaniwan - rohaniwan ini untuk berinteraksi dengan Tuhan.
Secara terang - terangan atau terselubung ada orang yang mengaku sebagai hamba Tuhan dan rohaniwan yang membawa dirinya menjadi mediator antara Tuhan π dan umat.
Dan itu sudah mengakar dalam hidup orang Kristen.
Kalau hal itu terjadi pada orang beragama, di luar Kekristenan sangat bisa dimengerti.
Bisa jadi demikian polanya.
Tetapi di dalam Kekristenan Roh Kudus dimeteraikan di dalam hati setiap orang percaya.
Bila Roh Kudus dimeteraikan, itu berarti setiap individu yang menerima meterai memiliki peluang, potensi, kesempatan seluas - luasnya untuk berinteraksi dengan Tuhan π
Jadi kalau diajarkan jemaat π₯ seakan - akan membutuhkan mediator atau pengantara untuk bisa berhubungan dengan Tuhan, berinteraksi dengan Tuhan, korbannya sangat besar, kerugiannya sangat besar.
Hal ini sudah terbiasa dalam agama.
Tetapi Kekristenan tidak boleh menyuburkan cara berpikir ini.
Contoh :
- Misalnya jemaat yang mengharapkan doa.
- Minta pendeta mendoakan dirinya.
Lalu pendeta mengesankn seakan - akan dirinya orang khusus untuk datang kepada Tuhan π dengan permohonan kepada Tuhan.
Ini seperti imam - imam
dalam Perjanjian Lama.
Memang imam - imam
dalam Perjanjian Lama demikian.
Nabi - nabi menjadi pengantara antara Tuhan dan umat.
Pada waktu setiap individu belum dikarunia Roh Kudus.
Beda dengan umat Perjanjian Baru.
Setiap kita memiliki meterai Roh Kudus.
Jadi betapa merugikan jemaat π₯ menulis permohonan doa di lembar doa, lalu dilayangkan ke atas mimbar.
Lalu pendeta dan aktivisnya tumpang tangan.
Itu pola - pola agama di luar Kristen, ini mistik sekali.
Kalau kita tidak mengalami revolusi iman, pembaharuan pikiran, barangkali kita akan terus melakukan hal itu.
Di dalam kehidupan orang percaya ini mal praktek yang salah.
Jadi orang ke gereja π hanya berurusan dengan pendeta, liturgi, pelayanan permohonan doa.
Semakin kita memahami kebenaran bahwa doa itu dialog.
Kita π₯ tidak sembarangan
menyampaikan pernintaan.
Kita mulai terbuka kebenaran - kebenaran yang lebih mendalam, lebih murni.
Jadi kalau kemudian kita melihat hamba - hamba Tuhan yang mengesankan dirinya memiliki kuasa supranatural karena jabatan itu.
Itu menyesatkan umat.
Kuasa itu dimiliki Tuhan π bukan dimiliki manusia.
Sebab sebenarnya karunia itu dimiliki Roh Kudus bukan milik kita.
Sebab yang dipercayakan kepada orang percaya untuk situasi tertentu di mana dibutuhkan karunia tersebut.
Jadi mulai sekarang kita jangan kehilangan kesempatan untuk berinteraksi langsung dengan Tuhan, itu harta yang mahal sekali.
Kita memiliki harta yang sangat mahal, tidak ternilai yaitu : Tuhan yang kita bisa rasakan kehadiranNya.
Tuhan π menjadi hidup bagi orang yang serius perkarakan dengan Dia.
Tuhan seakan - akan mati bagi orang yang tidak berurusan dengan Tuhan.
Jangan lagi ditipu dengan orang - orang yang mengesankan dirinya berdekatan khusus dengan Tuhan π, yang tidak dimiliki pendeta lain atau jemaat.
Ada kecenderungan pendeta - pendeta yang sukses dalam pelayanan jemaat nya banyak.
Apalagi yang sudah mendemonstrasikan mukjizat.
Kecenderungan mengesankan bahwa dirinya orang istimewa Tuhan, Vip nya Tuhan.
Sehingga jemaat π₯ akan merasa bukan orang pentingnya Tuhan seperti pendeta - pendeta itu.
Lalu pendeta - pendeta atau hamba - hamba Tuhan yang istimewa ini diikuti jemaat, maka jemaat π₯ yang ikuti lebih diberkati, akan lebih mengalami Tuhan.
Paulus hamba Tuhan yang besar tidak mengesankan demikian.
Dalam tulisannya dia berkata :
- Aku belum sempurna
- Aku melatih tubuhku
- Aku sendiri yang memberitakan Injil, jangan aku ditolak.
- Ada duri dalam daging
- Engkau tahu kelemahan - kelemahanku, menerima
kelemahan - kelemahanku.
Begitu ketulusan seorang hamba Tuhan.
Kalau dunia π hari ini ada hamba - hamba Tuhan mengesankan dirinya memiliki kedekatan khusus dengan Tuhan, memiliki hak - hak istimewa yang tidak dimiliki orang lain.
Kalau dia mau begitu silahkan...
Tapi jangan jemaat tidak punya gairah mencari Tuhan dan mengalami Tuhan π
Sungguh sangat memprihatinkan banyak jemaat tertipu.
Tidak sedikit masyarakat yang mempercayai praktek - praktek mirip perdukunan itu di gereja.
Jadi yang jadi sumber kuasanya itu Tuhan Yesus.
Kalau dukun sumber kuasanya demit atau siapa.
Yang menakutkan itu
Tuhan π seakan - akan diam.
Kita percaya mukjizat, tetapi kita tidak berharap mukjizat jika memang tidak dibutuhkan.
Dikesan hamba - hamba Tuhan itu, lebih membuat orang kaya.
Mengarungi hidup lebih mudah.
lebih gampang didoakan untuk kesembuhan.
Dengan cara diam - diam ia ingin dikultuskan.
Tanpa sadar dia mengambil mahkotanya Tuhan π
Mahkotanya Tuhan tidak bisa diambil.
Dia membuat mahkota tiruan, dia menjadi some one.
Jangan berpikir kita selalu memerlukan doa dari orang lain.
Kita harus tanggung jawab atas diri Kita sendiri.
Jangan lagi mengganggap pendeta itu hebat.
Yang hebat itu Tuhan π
Kalau kita mau cari pendeta tanya Tuhan.
Yang jadi jurubicara Tuhan
Yang menyampaikan pesan - pesan Tuhan
Pasti dia akan memyampaikan hal - hal berguna untuk pertumbuhan iman dan kedewasaan rohani.
Bukan menjuruskan jemaat sibuk memenuhi kebutuhan jasmani.
Kalau ada pendeta yamg mengarahkan jemaat
Tidak salah hidup diberkati, hidup sehat, sukses dalam karier, jabatannya baik.
Kelihatannya baik, tapi orang diparkir di sini.
Jangan ini dianggap masalah besar.
masalah besar bagaimana kita hidup berkenan di hadapan Tuhan π
Modus iblis menjatuhkan manusia tidak berubah, dari dulu sampai sekarang.
Sebenarnya orang mau jadi tuan atau majikan bagi dirinya sendiri.
Dan kalau bisa bagi orang lain.
Kalau di dunia π sekuler dengan pangkat, dengan gelar, dia jadi "Tuan"
Yang dipertuan, yang diagungkan.
Memang tidak semua orang begitu.
Pada umumnya apa sih yang dicari ?
Kenapa mau jadi pejabat tinggi ?
Apa benar - benar cinta rakyat ?
Ada pasti yang benar - benar cinta rakyat, ada...
Tetapi tidak sedikit yang karena mau jadi tuan atau majikan bagi orang lain.
Dengan kata lain mau jadi Tuhan, ini seperti gelora hati Hawa dan Adam.
Tidak rela Sang khalik tertandingi.
Mau menjadi menjadi seperti Allah π
Seperti yang ditulis dalam Yesaya 14 : 12 - 14
Iblis yang berkata,
- Aku mau mengatasi segala bintang
- Aku mau menyamai yang maha kuasa
- Aku mau menaruh takhtaku di atas.
Semua kita π₯ punya gelora itu cuma tidak berkesempatan.
Jadi ada orang tidak berkesempatan, lemah, dia tidak mengusahakan sampai begitu rupa.
Tapi kalau ada kesempatan pasti, semua orang...
Betapa berbahayanya seorang pendeta, tidak mematikan gairah itu.
Tidak mematikan irama jiwa yang salah itu.
Dia mempunyai takhta.
Kalau kita menghidupkan gelora ini gairah ini kira tidak akan menyembah, memberi nilai tinggi sepatutnya kepada Tuhan.
Kisah tua - tua dalam kitab Wahyu melempar mahkotanya.
Artinya : Engkau Tuhan lebih terhormat
Kita harus berani melempar mahkota kiat di kaki Tuhan dan menyembah.
- Bagaimana kita melemparkan takhta ini ?
- Bagaimana kita memberi hormat kepada Bapa di Surga ?
- Bagaimana rendah hati itu?
Tidak bisa dibahasakan.
Tidak bisa dijelaskan.
Tapi Tuhan π akan mengajar masing - masing bagaimana melemparkan mahkota di bawah kaki Tuhan π dan mengatakan, "Engkau yang layak dipuji dan disembah !"
Mari kita rela hati mengatakan otoritas Tuhan π sebagai majikan yang harus kita layani.
Kalau sudah berhadapan dengan Tuhan kita tunduk habis.
Kalau kita tidak berinteraksi dengan Tuhan, karena yang berinteraksi itu para pendeta - pendeta, bagaimana kita bisa mengalami kedasyatan dan keagungan Tuhan dan menaruh rasa hormat kita kepadaNya
Kalau hanya pengetahuan saja tentang Tuhan kita belum bisa, menundukkan diri.
Tetapi kalau sebuah interaksi langsung melalui doa, penghayatan terhadap kehadiran Tuhan π, baru kita bisa tahu apa arti menundukkan diri.
Betapa besar kerugian kalau jemaat merasa tidak perlu berurusan langsung dengan Tuhan π
Oleh sebab itu menempatkan pendeta atau rohaniwan harus pada tempatnya.
Mereka orang - orang yang harus kita hormati bukan dilecehkan.
Tetapi mereka tidak boleh menggantikan tempat Tuhan yang menjadi tujuan hidup kita.
Kalau kita memiliki persekutuan, hidup dalam doa, tiap hari bertemu Tuhan π, belajar Firman kita akan menempatkan pendeta atau hamba Tuhan pada tempatnya.
Dan kita akan dapat membedakan
- Pendeta palsu dan pendeta bukan palsu.
- Hamba Tuhan yang sejati dan hamba Tuhan yang gadungan.
Hamba Tuhan gadungan ini hamba uang, hamba kehormatan.
Ketika seseorang tidak mau mengakui otoritas Tuhan π nmaka seseorang itu tanpa sadar menolak dibawahi Allah.
Sebagian kita kan tidak mau dibawahi Allah.
Aku mau makan....makan
Aku mau pergi... pergi
Aku mau jalan... jalan
Aku mau beli apa... beli
Aku mau buat apa...buat
Kenapa bisa begini ?
- Karena kita tidak berinteraksi dengan Tuhan.
- Kenapa tidak berinteraksi dengan Tuhan ?
- Karena kita merasa kita tidak bisa menjangkau itu, sangat mustahil, sangat tidak mungkin, itu hanya pendeta dan rohaniwan.
Ini lho akibatnya.
Jadi keselamatan yang diusahakan oleh Allah π pada dasarnya adalah usaha mengambil miliknya.
Kita ini milikNya.
Tuhan mau ambil kita.
Tapi kita tidak mau diambil.
- Karena kita tidak berinteraksi berhubungan langsung.
- Kita mau jadi majikan bagi diri kita sendiri.
Allah Bapa π mengingini kita menjadi milikNya.
Tapi kita tidak mau dimiliki Tuhan.
Dengan cara apa ?
Mau hidup suka - suka sendiri.
Karena :
- kita tidak berinteraksi dengan Tuhan
- Tidak menghayati Tuhan - Tidak merasakan kedasyatan keagungan pribadiNya.
Keagungan kesucianNya.
Kita tidak bisa mengalami itu, jadi kita tidak bisa dimiliki Tuhan.
Kita tidak bisa dimiliki Tuhan dan memiliki Tuhan tanpa memiliki karakterNya.
Tuhan mau interaksi itu mau membimbing kita.
Tuhan menebus kita π₯, mau memiliki kita, mau berjalan dengan kita.
Dan kalau Tuhan mau berjalan dengan kita, Tuhan mau membawa kita ke satu arah.
Tuhan pimpin kita, Tuhan mau merubah kita, mau merubah karakter dan watak kita.
Maka dalam kebersamaan tersebut Tuhan mendidik kita.
Kita akan mengerti bagaimana Tuhan mendidik kita.
Melalui setiap peristiwa - peristiwa yang terjadi Tuhan π mendandani manusia batiniah kita.
Agar kita cantik di mata Tuhan, agung di mata Tuhan, indah di mata Bapa di Surga.
Kalau kita merasa
bersentuhan dengan Tuhan π, berinteraksi dengan Tuhan sesuatu yang mustahil ya habislah kita.
Banyak kita π₯ yang tidak mengalami Tuhan.
Apalagi bertahun - tahun, berjalan tanpa mengalami Tuhan.
Rasa tidak mungkin mengalami Tuhan itu.
Jangan hanya yakin - yakin masuk surga, berhenti yakin masuk Surga.
Tapi mengalami, bukan menyakini.
Kita kalau mau mendapatkan pertanggungan asuransi mobil ditabrak, rumah terbakar, atau kesehatan.
Kita tidak hanya yakin saja, tapi harus membayar premi.
Baru bisa dapat jaminan.
Bagaimana kita dengan Tuhan ?
Kita harus membayar premi.
Tiap hari berjalan dengan Tuhan
Kalau salah minta ampun.
Jadi kalau mati bukan yakin masuk surga, tapi tahu karena mengalami Tuhan π tiap hari berjalan pengalaman dengan Tuhan.
Kalau kita merasa bahwa yang bisa berinteraksi itu hanya rohaniwan atau pendeta habislah kita.
Apalagi seseorang tampil dengan visi Tuhan.
Pesan - pesan dan visi - visi Tuhan itu harus berdasarkan Alkitab.
Pasti tidak akan bertentangan dengan Alikitab.
Semua harus berdasarkan Alikitab π
Jangan sombong, orang hebat, kaya terhormat, sehebat apapun.
Ketika orang yang dicintainya meninggal hilang kehormatannya atau kurang kehormatannya.
Ketika dia mati habis kehormatannya.
Yang kaya saja tidak boleh sombong.
Apalagi yang miskin.
Banyak orang π₯ tidak bisa diubah.
Karena semua diselesaikan dengan uang.
Dia bisa beli keputusan hakim.
Dia bisa beli aparat.
Nanti kebawa, Tuhan juga gampang, plus pendeta sekalian dibeli.
Akhirnya dia menggampangkan kekekalan.
Orang yang bisa melewati masalah dengan gampang, cerdik, licik jadi sombong.
Ini zaman Perjanjian Baru, setiap kita π₯ diberi peluang untuk berinteraksi dengan Tuhan.
Maka kita harus ketemu Tuhan.
Kita harus bergumul pribadi dengan Tuhan.
Belajarlah berbicara dengan Tuhan.
Seakan - akan percakapan tidak ada seperti angin.
Kita harus menghayati bahwa setiap perkataan kita sampai kepada Bapa.
Karena Roh Kudus πdalam diri kita.
Yang terpenting kita berdoa dengan tulus, jangan protokuler.
Kalau kita bergaul dengan Tuhan dengan benar kita akan menjadi peka.
Kita boleh mengasihi dan menghormati pendeta, tetapi kita tidak boleh mengkultuskan pendeta.
Tidak ada pendeta yang hebat.
Yang hebat Tuhan π
Yang kita perlukan dari pelayanan kebenaran Firman Tuhan, supaya kita bisa berinteraksi dengan Tuhan dengan benar.
JBU π·
Kumpulan dari Khotbah, Seminar dan hal lain yang berhubungan dengan Gereja Rehobot Ministry
Rabu, 30 Mei 2018
RH Truth Daily Enlightenment “HUBUNGAN DAN KEDUDUKAN DUA BANGSA” Pdt. Dr. Erastus Sabdono 31 Mei 2018
Hubungan bangsa Israel atau umat Perjanjian Lama dan orang percaya atau umat Perjanjian Baru, serta kedudukan mereka di hadapan Tuhan π serta perbedaannya, merupakan suatu hal yang harus dipahami dengan tepat.
Ketidakmampuan memahami relasi, kedudukan mereka di hadapan Tuhan π dan perbedaan diantara keduanya, sangat berpengaruh dalam kehidupan orang percaya.
Bila salah memahami hal tersebut, seseorang juga akan gagal memahami hal perpuluhan dan persembahan yang lain.
Sebab biasanya, orang Kristen khususnya para pendeta atau pembicara- mencampur adukan ayat-ayat Firman Tuhan yang khusus ditujukan bagi umat Perjanjian Lama dengan ayat-ayat untuk umat Perjanjian Baru. Sebagai akibatnya, terjadi kesalahan tafsir yang sangat fatal.
Hal ini juga mengaburkan standar norma yang dikenakan bagi umat Perjanjian Baru, serta merusak pola berpikir umat Perjanjian Baru sehingga mengacaukan pula tujuan hidup Umat Perjanjian Baru.
Untuk menganalisa relasi, kedudukan bangsa Israel dan umat Perjanjian Baru serta perbedaaan diantara keduanya, dibutuhkan kejujuran dan kecerdasan dalam memahami isi Alkitab.
Harus diakui bahwa orang percaya π₯ adalah kelanjutan sejarah umat pilihan Allah atau sejarah Kerajaan Allah.
Sejarah Kerajaan Allah ini dimulai dari Abraham (Kej. 12).Sebab sejak pemilihan Abraham sebagai umat pilihan-Nya, Tuhan π memfokuskan perhatian kepada suatu bangsa yang akan menggenapi rencana-Nya, yaitu keselamatan manusia di atas muka bumi ini.
Itulah sebabnya dalam pemanggilan Abraham, Tuhan menyatakan bahwa dari padanya semua penduduk bumi π ini akan diberkati.
Baik orang Yahudi maupun orang Kristen adalah sama-sama sebagai kekasih Tuhan, yaitu sebagai umat pilihan. Kedua-duanya dipanggil untuk menggenapi rencana Allah.
Kalau bangsa Israel menggenapi rencana Tuhan π dalam masa sebelum Mesias datang, tetapi umat Perjanjian Baru bertugas untuk menjadi umat yang memenuhi rencana Allah sebagai corpus delicti.
Umat Perjanjian Baru bertugas untuk meneruskan karya keselamatan Allah dalam Yesus Kristus sampai ke ujung bumi, atau pelebaran Kerajaan Allah (Mat. 28:19-20, Kis. 2:8).
Orang Kristen juga disebut sebagai Israel rohani.
Tetapi apa bedanya kita dengan bangsa Israel secara jasmani yang disebut sebagai orang Yahudi? Kita harus memandang Alkitab π sebagai urut-urutan sejarah Kerajaan Allah yang harus dikenali secara sistimatis dan runtut.
Kalau cara kita memandang Alkitab salah, maka kita juga gagal memandang dengan benar perbedaan antara umat Perjanjian Lama dan umat Perjanjian Baru. Kenyataannya, banyak orang Kristen yang menyamakan antara umat Perjanjian Lama dan umat Perjanjian Baru.
Mereka tidak mengerti perbedaan yang sangat prinsip.
Dalam hal perpuluhanpun juga disamakan.
Hal ini menjadi kesalahan.
Banyak pengajaran yang diambil dari Perjanjian Lama tanpa memverifikasi dengan ajaran Injil Tuhan Yesus Kristus π
Orang-orang Yahudi tidak dapat menerima Injil, sebab terlalu kaku dan ketat dengan keberagamaan Yahudinya. Sebenarnya bila seseorang mempelajari dan menggali Perjanjian Baru, maka tidaklah habis-habisnya kebenaran yang dapat diperoleh dari dalamnya, yang membuat orang percaya menemukan dirinya sebagai umat pilihan yang standar moralnya adalah Tuhan sendiri.
Ini bukan berarti Perjanjian Lama tidak penting, tetapi Perjanjian Lama bukan sebagai pusat kebenaran. Pusat kebenaran atau episentrum kebenaran adalah Injil dalam Perjanjian Baru.
Banyak pendeta atau pembicara yang pandangannya memang dialaskan pada Alkitab π, tetapi tidak sampai kepada inti keselamatan dalam Yesus Kristus.
Sehingga mereka gagal memahami kebenaran inti dari Injil.
Termasuk di dalamnya memahami kebenaran
mengenai perpuluhan dan persembahan yang lain.
Kalau kita konsekuen mengakui bahwa Kekeristenan bukanlah agama, maka kita π₯ harus menghilangkan unsur-unsur agamani yang merusak kemurnian iman Kristen.
Perpuluhan adalah praktik yang masih memiliki unsur keagamaaan Yahudi. Menghilangkan unsur-unsur agamani ini bukan sesuatu yang mudah, karena pola keberagamaan Kristen yang telah bertahun-tahun mengakar dalam kehidupan orang Kristen π₯ dan peta pikiran mengenai keimanan sudah terbentuk begitu kokoh.
Apalagi pengajaran yang bisa mendatangkanuang seperti perpuluhan, Persembahan Buah Sulung dan lain sebagainya akan sulit diluruskan.
Hal penting yang harus kita lakukan sekarang adalah tidak memandang kehidupan bangsa Israel sebagai standar hidup orang percaya.
Untuk itu kita harus memandang Alkitab π Perjanjian Lama dengan perspektif yang benar. Kitamemperlakukan kitab Perjanjian Lama sepantasnya atau pada proporsinya.
Ayat-ayat dalam Perjanjian Lama harus dipahami sesuai dengan konteksnya dan tidak mengambilnya secara mentah.
Selama ini terdapat praktik, suatu pandangan didasarkan hanya pada satu atau dua ayat dalam Alkitab Perjanjian Lama mengenai perpuluhandan sudah dianggap benar. Masalahnya, bukan pada deret-deret ayat yang disusun untuk menjadi landasan pandangan, tetapi apakah pemahaman terhadap ayat-ayat tersebut sudah benar ? Apakah kita mempelajari konteks ayat tersebut?
Untuk menemukan pandangan teologi yang sesuai dengan Injil yang murni, kita harus mendasarkan teologi kita pada karya keselamatan dalam Yesus Kristus π
Tuhan Yesus Kristuslah landasan atau dasar dari semua pandangan kita. Setiap pandangan teologi harus diverifikasi oleh karya keselamatan dalam Yesus Kristus atau pengajaran Tuhan Yesus dalam Perjanjian Baru.
JBU
https://overcast.fm/+IqOAeNLmA
Ketidakmampuan memahami relasi, kedudukan mereka di hadapan Tuhan π dan perbedaan diantara keduanya, sangat berpengaruh dalam kehidupan orang percaya.
Bila salah memahami hal tersebut, seseorang juga akan gagal memahami hal perpuluhan dan persembahan yang lain.
Sebab biasanya, orang Kristen khususnya para pendeta atau pembicara- mencampur adukan ayat-ayat Firman Tuhan yang khusus ditujukan bagi umat Perjanjian Lama dengan ayat-ayat untuk umat Perjanjian Baru. Sebagai akibatnya, terjadi kesalahan tafsir yang sangat fatal.
Hal ini juga mengaburkan standar norma yang dikenakan bagi umat Perjanjian Baru, serta merusak pola berpikir umat Perjanjian Baru sehingga mengacaukan pula tujuan hidup Umat Perjanjian Baru.
Untuk menganalisa relasi, kedudukan bangsa Israel dan umat Perjanjian Baru serta perbedaaan diantara keduanya, dibutuhkan kejujuran dan kecerdasan dalam memahami isi Alkitab.
Harus diakui bahwa orang percaya π₯ adalah kelanjutan sejarah umat pilihan Allah atau sejarah Kerajaan Allah.
Sejarah Kerajaan Allah ini dimulai dari Abraham (Kej. 12).Sebab sejak pemilihan Abraham sebagai umat pilihan-Nya, Tuhan π memfokuskan perhatian kepada suatu bangsa yang akan menggenapi rencana-Nya, yaitu keselamatan manusia di atas muka bumi ini.
Itulah sebabnya dalam pemanggilan Abraham, Tuhan menyatakan bahwa dari padanya semua penduduk bumi π ini akan diberkati.
Baik orang Yahudi maupun orang Kristen adalah sama-sama sebagai kekasih Tuhan, yaitu sebagai umat pilihan. Kedua-duanya dipanggil untuk menggenapi rencana Allah.
Kalau bangsa Israel menggenapi rencana Tuhan π dalam masa sebelum Mesias datang, tetapi umat Perjanjian Baru bertugas untuk menjadi umat yang memenuhi rencana Allah sebagai corpus delicti.
Umat Perjanjian Baru bertugas untuk meneruskan karya keselamatan Allah dalam Yesus Kristus sampai ke ujung bumi, atau pelebaran Kerajaan Allah (Mat. 28:19-20, Kis. 2:8).
Orang Kristen juga disebut sebagai Israel rohani.
Tetapi apa bedanya kita dengan bangsa Israel secara jasmani yang disebut sebagai orang Yahudi? Kita harus memandang Alkitab π sebagai urut-urutan sejarah Kerajaan Allah yang harus dikenali secara sistimatis dan runtut.
Kalau cara kita memandang Alkitab salah, maka kita juga gagal memandang dengan benar perbedaan antara umat Perjanjian Lama dan umat Perjanjian Baru. Kenyataannya, banyak orang Kristen yang menyamakan antara umat Perjanjian Lama dan umat Perjanjian Baru.
Mereka tidak mengerti perbedaan yang sangat prinsip.
Dalam hal perpuluhanpun juga disamakan.
Hal ini menjadi kesalahan.
Banyak pengajaran yang diambil dari Perjanjian Lama tanpa memverifikasi dengan ajaran Injil Tuhan Yesus Kristus π
Orang-orang Yahudi tidak dapat menerima Injil, sebab terlalu kaku dan ketat dengan keberagamaan Yahudinya. Sebenarnya bila seseorang mempelajari dan menggali Perjanjian Baru, maka tidaklah habis-habisnya kebenaran yang dapat diperoleh dari dalamnya, yang membuat orang percaya menemukan dirinya sebagai umat pilihan yang standar moralnya adalah Tuhan sendiri.
Ini bukan berarti Perjanjian Lama tidak penting, tetapi Perjanjian Lama bukan sebagai pusat kebenaran. Pusat kebenaran atau episentrum kebenaran adalah Injil dalam Perjanjian Baru.
Banyak pendeta atau pembicara yang pandangannya memang dialaskan pada Alkitab π, tetapi tidak sampai kepada inti keselamatan dalam Yesus Kristus.
Sehingga mereka gagal memahami kebenaran inti dari Injil.
Termasuk di dalamnya memahami kebenaran
mengenai perpuluhan dan persembahan yang lain.
Kalau kita konsekuen mengakui bahwa Kekeristenan bukanlah agama, maka kita π₯ harus menghilangkan unsur-unsur agamani yang merusak kemurnian iman Kristen.
Perpuluhan adalah praktik yang masih memiliki unsur keagamaaan Yahudi. Menghilangkan unsur-unsur agamani ini bukan sesuatu yang mudah, karena pola keberagamaan Kristen yang telah bertahun-tahun mengakar dalam kehidupan orang Kristen π₯ dan peta pikiran mengenai keimanan sudah terbentuk begitu kokoh.
Apalagi pengajaran yang bisa mendatangkanuang seperti perpuluhan, Persembahan Buah Sulung dan lain sebagainya akan sulit diluruskan.
Hal penting yang harus kita lakukan sekarang adalah tidak memandang kehidupan bangsa Israel sebagai standar hidup orang percaya.
Untuk itu kita harus memandang Alkitab π Perjanjian Lama dengan perspektif yang benar. Kitamemperlakukan kitab Perjanjian Lama sepantasnya atau pada proporsinya.
Ayat-ayat dalam Perjanjian Lama harus dipahami sesuai dengan konteksnya dan tidak mengambilnya secara mentah.
Selama ini terdapat praktik, suatu pandangan didasarkan hanya pada satu atau dua ayat dalam Alkitab Perjanjian Lama mengenai perpuluhandan sudah dianggap benar. Masalahnya, bukan pada deret-deret ayat yang disusun untuk menjadi landasan pandangan, tetapi apakah pemahaman terhadap ayat-ayat tersebut sudah benar ? Apakah kita mempelajari konteks ayat tersebut?
Untuk menemukan pandangan teologi yang sesuai dengan Injil yang murni, kita harus mendasarkan teologi kita pada karya keselamatan dalam Yesus Kristus π
Tuhan Yesus Kristuslah landasan atau dasar dari semua pandangan kita. Setiap pandangan teologi harus diverifikasi oleh karya keselamatan dalam Yesus Kristus atau pengajaran Tuhan Yesus dalam Perjanjian Baru.
JBU
https://overcast.fm/+IqOAeNLmA
RH Truth Daily Enlightenment “BAHAYA DI AKHIR ZAMAN” Pdt. Dr. Erastus Sabdono 30 Mei 2018
Tidak bisa dibantah, bahwa di dunia modern sekarang ini, uang semakin memainkan peranan yang sangat besar dan penting; uang memiliki kekuatan yang sangat luar biasa. Uang telah menjadi fokus hidup satu-satunya pada hampir semua orang.
Hal ini telah dinubuatkan oleh Alkitab π dalam
2 Timotius 3:2, bahwa di akhir zaman nanti manusia telah menjadi hamba uang. Uang memiliki keterkaitan langsung dengan berbagai aspek kehidupan, selain ekonomi, juga sosial, politik, budaya dan lain sebagainya.
Hampir segala hal bertalian dengan uang. Uang digunakan untuk memperoleh segala kebutuhan, dari kebutuhan primer, sekunder sampai tersier.
Tidak sedikit orang-orang Kristen yang juga sudah menjadi hamba uang. Menjadi hamba uang artinya hidupnya dikendalikan atau dikuasai oleh uang.
Kebahagiaan orang seperti ini hanya tertumpu oleh materi.
Dunia π yang materialistis menciptakan keadaan di mana uang menjadi “segalanya” dan menjadi pusat kehidupan. Keadaan dunia seperti ini, pasti memberi pengaruh sangat kuat dalam kehidupan banyak orang Kristen.
Kalau jujur, ternyata banyak jemaat π₯ dan pendeta yang telah terbelenggu oleh kekayaan dan menjadi hamba uang. Mereka berusaha untuk memiliki uang dalam jumlah besar, dengan pemikiran bahwa semakin banyak uang yang dimiliki, maka semakin merasa aman, nyaman dan bahagia.
Cinta akan uang seperti raksasa kuat yang tidak mudah dikalahkan,tetapi kita harus bisa mengalahkannya dalam hidup ini dan menolong orang lain juga untuk bisa dimerdekakan dari belenggu harta kekayaan dan uang.
Cinta uang artinya keadaan hati yang merasa tidak bahagia, jika tidak memiliki uang dalam jumlah tertentu yang diharapkan dapat membahagiakan dirinya.
Orang seperti ini akan selalu mengharapkan dan berusaha memiliki uang dalam jumlah yang lebih banyak untuk dapat memenuhi semua keinginannya, guna membeli atau memperoleh segala sesuatu yang ditawarkan dunia.
Biasanya ia juga tidak bisa membedakan antara kebutuhan dan keinginan. Dengan cara berpikir seperti ini, tidak heran jika mereka tidak berani mengakui bahwa semua uang dan hartanya adalah milik Tuhan π
Sehingga mereka tidak mengembalikan milik Tuhan secara patut.
Mereka adalah orang-orang yang telah terperangkap dalam kubangan cinta akan uang yang membinasakan.
Sebagian besar orang Kristen π₯ dan sebagian pendeta tidak menyadari bahaya yang begitu besar dan mengerikan mengenai dosa cinta akan uang atau materialisme ini.
Materialisme ialah semangat hidup dan sikap yang merendahkan nilai-nilai rohani, sehingga mengesampingkan kehidupan rohani demi mengutamakan kebutuhan jasmani.
Menurut mereka, nilai tertinggi manusia adalah materi (benda).
Pendeta yang menganut filosofi ini pasti mengajarkan Teologi Kemakmuran (prosperity theology).
Ini adalah berhala yang sangat dominan menguasai alam pikiran manusia modern dewasa ini.
Salah satu ciri dari berhala ini adalah manusia π₯ yang terikat kepadanya menjadi sangat konsumeristis. Konsumeristis ini dimulai dari tingkat terbatas sampai pada tingkat tidak terbatas.
NTingkat yang tidak terbatas artinya selalu ingin memiliki barang yang dimiliki orang lain atau yang ditawarkan dunia.
Filosofi ini disebut sebagai affluenza.
Tuhan Yesus πmengatakan kita harus melepaskan diri dari segala milik agar layak menjadi murid-Nya (Luk. 14:33).
Melepaskan diri dari segala milik berarti juga terlepas dari belenggu cinta uang.
Orang yang masih terikat dengan percintaan uang, tidak akan dapat berubah dari kodrat manusia ke kodrat Ilahi dan bertumbuh dalam keselamatan.
Oleh sebab itu seseorang harus bersikap benar terhadap uang, agar tidak terjebak dalam cinta akan uang.
Sikap yang benar adalah menjadikan kekayaan atau uang untuk bersahabat dengan Tuhan π
Kita mengikatkan diri dengan Tuhan atau bersahabat dengan Tuhan dengan menggunakan mamon atau uang dan kekayaan.
Bukan sebaliknya, yaitu bersahabat dengan mamon dengan menggunakan Tuhan ππ Pada umumnya Teologi Kemakmuran tanpa sadar mengajarkan bersahabat dengan Tuhan demi mamon.
Jadi kalau kita bekerja mencari uang, hal itu semata-mata karena kita mau melayani Tuhan, bukan sebaliknya, mencari Tuhan demi memperoleh kekayaan.
Uang menjadi sarana yang luar biasa untuk memenuhi rencana Tuhan, bukan kesenangan dan rencana kita sendiri.
Untuk ini, kita harus mengembalikan milik Tuhan π untuk pelayanan pekerjaan-Nya.
Untuk hal ini, kita harus berani mengesampingkan kesenangan dan rencana kita sendiri.
Dengan demikian kita bisa memenuhi apa yang diajarkan kepada kita dalam Doa Bapa Kami: Datanglah Kerajaan-Mu, jadilah Kehendak-Mu di bumi π seperti di surga.
Sementara orang di sekitar kita terjerat oleh berhala materialisme, kita sebagai orang percaya yang benar harus berani berjuang untuk melepaskannya.
Ini bukan berarti kita tidak membutuhkan materi dalam bentuk uang atau kekayaan dunia π, tetapi kita tidak diperbudak olehnya. Kita harus bekerja keras mencari uang atau materi. Semua itu kita lakukan untuk kepentingan Kerajaan Allah.
Kita harus dapat melepaskan diri kita dari belenggu materialisme ini. Setelah kita terlepas dari filosofi materialisme, maka kita juga dapat menolong sesama yang terbelenggu oleh materialisme.
Kalau jemaat diajar kebenaran sehingga terlepas dari belenggu cinta akan uang ini atau berhala materialisme, maka mereka tidak perlu dipaksa memberi persembahan bagi Tuhan π, otomatis mereka akan mempertaruhkan uang dan harta mereka untuk pekerjaan Tuhan tanpa batas.
JBU
https://overcast.fm/+IqOAg1b50
Hal ini telah dinubuatkan oleh Alkitab π dalam
2 Timotius 3:2, bahwa di akhir zaman nanti manusia telah menjadi hamba uang. Uang memiliki keterkaitan langsung dengan berbagai aspek kehidupan, selain ekonomi, juga sosial, politik, budaya dan lain sebagainya.
Hampir segala hal bertalian dengan uang. Uang digunakan untuk memperoleh segala kebutuhan, dari kebutuhan primer, sekunder sampai tersier.
Tidak sedikit orang-orang Kristen yang juga sudah menjadi hamba uang. Menjadi hamba uang artinya hidupnya dikendalikan atau dikuasai oleh uang.
Kebahagiaan orang seperti ini hanya tertumpu oleh materi.
Dunia π yang materialistis menciptakan keadaan di mana uang menjadi “segalanya” dan menjadi pusat kehidupan. Keadaan dunia seperti ini, pasti memberi pengaruh sangat kuat dalam kehidupan banyak orang Kristen.
Kalau jujur, ternyata banyak jemaat π₯ dan pendeta yang telah terbelenggu oleh kekayaan dan menjadi hamba uang. Mereka berusaha untuk memiliki uang dalam jumlah besar, dengan pemikiran bahwa semakin banyak uang yang dimiliki, maka semakin merasa aman, nyaman dan bahagia.
Cinta akan uang seperti raksasa kuat yang tidak mudah dikalahkan,tetapi kita harus bisa mengalahkannya dalam hidup ini dan menolong orang lain juga untuk bisa dimerdekakan dari belenggu harta kekayaan dan uang.
Cinta uang artinya keadaan hati yang merasa tidak bahagia, jika tidak memiliki uang dalam jumlah tertentu yang diharapkan dapat membahagiakan dirinya.
Orang seperti ini akan selalu mengharapkan dan berusaha memiliki uang dalam jumlah yang lebih banyak untuk dapat memenuhi semua keinginannya, guna membeli atau memperoleh segala sesuatu yang ditawarkan dunia.
Biasanya ia juga tidak bisa membedakan antara kebutuhan dan keinginan. Dengan cara berpikir seperti ini, tidak heran jika mereka tidak berani mengakui bahwa semua uang dan hartanya adalah milik Tuhan π
Sehingga mereka tidak mengembalikan milik Tuhan secara patut.
Mereka adalah orang-orang yang telah terperangkap dalam kubangan cinta akan uang yang membinasakan.
Sebagian besar orang Kristen π₯ dan sebagian pendeta tidak menyadari bahaya yang begitu besar dan mengerikan mengenai dosa cinta akan uang atau materialisme ini.
Materialisme ialah semangat hidup dan sikap yang merendahkan nilai-nilai rohani, sehingga mengesampingkan kehidupan rohani demi mengutamakan kebutuhan jasmani.
Menurut mereka, nilai tertinggi manusia adalah materi (benda).
Pendeta yang menganut filosofi ini pasti mengajarkan Teologi Kemakmuran (prosperity theology).
Ini adalah berhala yang sangat dominan menguasai alam pikiran manusia modern dewasa ini.
Salah satu ciri dari berhala ini adalah manusia π₯ yang terikat kepadanya menjadi sangat konsumeristis. Konsumeristis ini dimulai dari tingkat terbatas sampai pada tingkat tidak terbatas.
NTingkat yang tidak terbatas artinya selalu ingin memiliki barang yang dimiliki orang lain atau yang ditawarkan dunia.
Filosofi ini disebut sebagai affluenza.
Tuhan Yesus πmengatakan kita harus melepaskan diri dari segala milik agar layak menjadi murid-Nya (Luk. 14:33).
Melepaskan diri dari segala milik berarti juga terlepas dari belenggu cinta uang.
Orang yang masih terikat dengan percintaan uang, tidak akan dapat berubah dari kodrat manusia ke kodrat Ilahi dan bertumbuh dalam keselamatan.
Oleh sebab itu seseorang harus bersikap benar terhadap uang, agar tidak terjebak dalam cinta akan uang.
Sikap yang benar adalah menjadikan kekayaan atau uang untuk bersahabat dengan Tuhan π
Kita mengikatkan diri dengan Tuhan atau bersahabat dengan Tuhan dengan menggunakan mamon atau uang dan kekayaan.
Bukan sebaliknya, yaitu bersahabat dengan mamon dengan menggunakan Tuhan ππ Pada umumnya Teologi Kemakmuran tanpa sadar mengajarkan bersahabat dengan Tuhan demi mamon.
Jadi kalau kita bekerja mencari uang, hal itu semata-mata karena kita mau melayani Tuhan, bukan sebaliknya, mencari Tuhan demi memperoleh kekayaan.
Uang menjadi sarana yang luar biasa untuk memenuhi rencana Tuhan, bukan kesenangan dan rencana kita sendiri.
Untuk ini, kita harus mengembalikan milik Tuhan π untuk pelayanan pekerjaan-Nya.
Untuk hal ini, kita harus berani mengesampingkan kesenangan dan rencana kita sendiri.
Dengan demikian kita bisa memenuhi apa yang diajarkan kepada kita dalam Doa Bapa Kami: Datanglah Kerajaan-Mu, jadilah Kehendak-Mu di bumi π seperti di surga.
Sementara orang di sekitar kita terjerat oleh berhala materialisme, kita sebagai orang percaya yang benar harus berani berjuang untuk melepaskannya.
Ini bukan berarti kita tidak membutuhkan materi dalam bentuk uang atau kekayaan dunia π, tetapi kita tidak diperbudak olehnya. Kita harus bekerja keras mencari uang atau materi. Semua itu kita lakukan untuk kepentingan Kerajaan Allah.
Kita harus dapat melepaskan diri kita dari belenggu materialisme ini. Setelah kita terlepas dari filosofi materialisme, maka kita juga dapat menolong sesama yang terbelenggu oleh materialisme.
Kalau jemaat diajar kebenaran sehingga terlepas dari belenggu cinta akan uang ini atau berhala materialisme, maka mereka tidak perlu dipaksa memberi persembahan bagi Tuhan π, otomatis mereka akan mempertaruhkan uang dan harta mereka untuk pekerjaan Tuhan tanpa batas.
JBU
https://overcast.fm/+IqOAg1b50
Senin, 28 Mei 2018
RH Truth Daily Enlightenment “PENGAJAR BERHAK MEMPEROLEH PERSEMBAHAN” Pdt. Dr. Erastus Sabdono 29 Mei 2018
Dalam Galatia 6:6 Firman Tuhan π mengatakan : Dan baiklah dia, yang menerima pengajaran dalam Firman, membagi segala sesuatu yang ada padanya dengan orang yang memberikan pengajaran itu.
Pernyataan Firman Tuhan ini mengindikasikan sangat jelas bahwa orang-orang yang dilayani oleh hamba-hamba Tuhan yang mengajarkan Firman (yang benar), patut “membagi segala sesuatu yang ada padanya”.
Kalimat “segala sesuatu yang ada padanya”, tidak hanya menunjuk sepersepuluh dari hartanya.
Kalimat ini menunjukkan bahwa seorang pemberita Firman patut atau layak hidup seperti orang-orang yang dilayani.
Sehingga berkeadaan tidak berkekurangan atau juga tidak berkelebihan.
Fakta yang terjadi dalam kehidupan banyak komunitas Kristen, tidak sedikit hamba-hamba yang memberitakan Firman hidup di dalam kekurangan.
Hal ini terjadi, selain karena jumlah jemaatnya sangat kecil, juga karena banyak jemaat π₯ yang tidak memberi perpuluhan dan memberikan persembahan uang “ala kadarnya saja”.
Mereka tidak ikut memikul beban pekerjaan Tuhan secara proporsional. Kehidupan hamba Tuhan yang memberitakan Firman adalah pekerjaan Tuhan π yang menjadi tanggung jawab semua jemaat.
Menelantarkan pendeta dan keluarganya, sama dengan menelantarkan pekerjaan Tuhan.
Banyak jemaat yang pelit dan “perhitungan” dengan Tuhan.
Jemaat π₯ seperti ini pada dasarnya adalah pemberontak-pemberontak yangtidak mengembalikan milik Tuhan yang dipercayakan kepadanya. Jadi tidak salah kalau mereka patut dicap sebagai pencuri atau “oknum” yang menggelapkan milik Tuhan.
Seorang pengajar Firman Tuhan, idealnya tidak lagi disibukkan oleh kebutuhan pemenuhan kebutuhan jasmani, sehingga pelayanannya terganggu atau terkendala.
Jemaat yang mampu “menghidupi” atau memberi nafkah para pendeta-pendetanya, wajib membagi segala sesuatu yang ada padanya untuk kehidupan para pendeta dan keluarganya tersebut.
Hal ini harus dilakukan dalam kerelaan, kasih dan ketulusan, dengan berprinsip bahwa semua dilakukan untuk Tuhan π Terkait dengan hal persembahan bagi kehidupan pendeta dan keluarganya, hendaknya jemaat memberi persembahan bukan karena hendak “membeli” pendeta, atau untuk dapat mengatur pendeta dan pelayanannya.
Kalau ternyata jemaat tidak mampu menghidupi pendetanya atau Gembala Sidangnya dan semua pelayan-pelayan Firman di gereja tersebut, tidak salah kalau pendeta bekerja mencari nafkah sendiri. Paulus telah memberi teladan kepada para hamba-hamba Tuhan.
Paulus bekerja dengan tangannya sendiri membuat kemah guna biaya perjalanan misinya dan biaya perjalanan teman-teman sepelayanannya (Kis. 20:34).
Dalam hal ini tidak bisa dipersalahkan kalau seorang pendeta bekerja mencari nafkah untuk kepentingan dan kebutuhan pelayanan dan keluarganya.
Tetapi hal tersebut bisa dilakukan hanya dalam kondisi ekstrem, yaitu ketika jemaat π₯ tidak bisa menghidupi pendetanya atau ketika pendeta harus memberi contoh kehidupan kepada jemaat, yaitu bagaimana pendeta bekerja hanya untuk Tuhan.
Seperti yang dikemukakan di atas, kalau jemaat π₯ membagi segala sesuatu yang ada padanya untuk hamba Tuhan yang memberitakan Firman, dimaksudkan agar hamba-hamba Tuhan ini dan keluarganya memiliki kehidupan yang layak atau pantas.
Tetapi kalau membuat hidup pendeta dan keluarganya dalam kemewahan, atau melebihi kehidupan jemaat π₯ pada umumnya, berarti ada sesuatu yang salah. Biasanya, hamba-hamba Tuhan seperti itumenjadikan atau memakai hukum perpuluhan, Persembahan Buah Sulung dan berbagai persembahan lain sebagai sarana untuk mengumpulkan harta bagi dirinya sendiri.
Terkait dengan hal di atas ini, kita belajar dari Paulus dalam kesaksiannya yang mengatakan: “…dengan segala rendah hati aku melayani Tuhan… aku tidak menghiraukan nyawaku sedikit pun, asal saja aku dapat mencapai garis akhir dan menyelesaikan pelayanan yang ditugaskan oleh Tuhan Yesus π kepadaku untuk memberi kesaksian tentang Injil kasih karunia Allah… Perak atau emas atau pakaian tidak pernah aku ingini dari siapa pun juga.
Kamu sendiri tahu, bahwa dengan tanganku sendiri aku telah bekerja untuk memenuhi keperluanku dan keperluan kawan-kawan seperjalananku… Dalam segala sesuatu telah kuberikan contoh kepada kamu, bahwa dengan bekerja demikian kita harus membantu orang-orang yang lemah dan harus mengingat perkataan Tuhan Yesus π, sebab Ia sendiri telah mengatakan: Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima.” (Kis. 20:18-35)
Hamba Tuhan yang mengajarkan kebenaran, akan menghindarkan hidup bermewah-mewah, sebab ia harus menjadi teladan bagi jemaat.
Kalau jemaat datang ke gereja π yang kita layani, mereka harus diproyeksikan jadi apa setelah beberapa tahun mengikuti atau menerima pelayanan gereja kita.
Seperti sebuah perguruan tinggi yang baik, pasti meluluskan lulusannya dengan kecakapan di bidang yang digelutinya. Demikian pula dengan jemaat π₯ yang beberapa tahun ikut gereja kita, mereka harus semakin menjadi seperti Yesus. Untuk ini, pemimpin jemaat atau Gembala Sidang dan seluruh perangkat pelayan Tuhan harus bisa memberi teladan bagaimana menjadi seperti Yesus.
JBU
https://overcast.fm/+IqOBw23Vk
Pernyataan Firman Tuhan ini mengindikasikan sangat jelas bahwa orang-orang yang dilayani oleh hamba-hamba Tuhan yang mengajarkan Firman (yang benar), patut “membagi segala sesuatu yang ada padanya”.
Kalimat “segala sesuatu yang ada padanya”, tidak hanya menunjuk sepersepuluh dari hartanya.
Kalimat ini menunjukkan bahwa seorang pemberita Firman patut atau layak hidup seperti orang-orang yang dilayani.
Sehingga berkeadaan tidak berkekurangan atau juga tidak berkelebihan.
Fakta yang terjadi dalam kehidupan banyak komunitas Kristen, tidak sedikit hamba-hamba yang memberitakan Firman hidup di dalam kekurangan.
Hal ini terjadi, selain karena jumlah jemaatnya sangat kecil, juga karena banyak jemaat π₯ yang tidak memberi perpuluhan dan memberikan persembahan uang “ala kadarnya saja”.
Mereka tidak ikut memikul beban pekerjaan Tuhan secara proporsional. Kehidupan hamba Tuhan yang memberitakan Firman adalah pekerjaan Tuhan π yang menjadi tanggung jawab semua jemaat.
Menelantarkan pendeta dan keluarganya, sama dengan menelantarkan pekerjaan Tuhan.
Banyak jemaat yang pelit dan “perhitungan” dengan Tuhan.
Jemaat π₯ seperti ini pada dasarnya adalah pemberontak-pemberontak yangtidak mengembalikan milik Tuhan yang dipercayakan kepadanya. Jadi tidak salah kalau mereka patut dicap sebagai pencuri atau “oknum” yang menggelapkan milik Tuhan.
Seorang pengajar Firman Tuhan, idealnya tidak lagi disibukkan oleh kebutuhan pemenuhan kebutuhan jasmani, sehingga pelayanannya terganggu atau terkendala.
Jemaat yang mampu “menghidupi” atau memberi nafkah para pendeta-pendetanya, wajib membagi segala sesuatu yang ada padanya untuk kehidupan para pendeta dan keluarganya tersebut.
Hal ini harus dilakukan dalam kerelaan, kasih dan ketulusan, dengan berprinsip bahwa semua dilakukan untuk Tuhan π Terkait dengan hal persembahan bagi kehidupan pendeta dan keluarganya, hendaknya jemaat memberi persembahan bukan karena hendak “membeli” pendeta, atau untuk dapat mengatur pendeta dan pelayanannya.
Kalau ternyata jemaat tidak mampu menghidupi pendetanya atau Gembala Sidangnya dan semua pelayan-pelayan Firman di gereja tersebut, tidak salah kalau pendeta bekerja mencari nafkah sendiri. Paulus telah memberi teladan kepada para hamba-hamba Tuhan.
Paulus bekerja dengan tangannya sendiri membuat kemah guna biaya perjalanan misinya dan biaya perjalanan teman-teman sepelayanannya (Kis. 20:34).
Dalam hal ini tidak bisa dipersalahkan kalau seorang pendeta bekerja mencari nafkah untuk kepentingan dan kebutuhan pelayanan dan keluarganya.
Tetapi hal tersebut bisa dilakukan hanya dalam kondisi ekstrem, yaitu ketika jemaat π₯ tidak bisa menghidupi pendetanya atau ketika pendeta harus memberi contoh kehidupan kepada jemaat, yaitu bagaimana pendeta bekerja hanya untuk Tuhan.
Seperti yang dikemukakan di atas, kalau jemaat π₯ membagi segala sesuatu yang ada padanya untuk hamba Tuhan yang memberitakan Firman, dimaksudkan agar hamba-hamba Tuhan ini dan keluarganya memiliki kehidupan yang layak atau pantas.
Tetapi kalau membuat hidup pendeta dan keluarganya dalam kemewahan, atau melebihi kehidupan jemaat π₯ pada umumnya, berarti ada sesuatu yang salah. Biasanya, hamba-hamba Tuhan seperti itumenjadikan atau memakai hukum perpuluhan, Persembahan Buah Sulung dan berbagai persembahan lain sebagai sarana untuk mengumpulkan harta bagi dirinya sendiri.
Terkait dengan hal di atas ini, kita belajar dari Paulus dalam kesaksiannya yang mengatakan: “…dengan segala rendah hati aku melayani Tuhan… aku tidak menghiraukan nyawaku sedikit pun, asal saja aku dapat mencapai garis akhir dan menyelesaikan pelayanan yang ditugaskan oleh Tuhan Yesus π kepadaku untuk memberi kesaksian tentang Injil kasih karunia Allah… Perak atau emas atau pakaian tidak pernah aku ingini dari siapa pun juga.
Kamu sendiri tahu, bahwa dengan tanganku sendiri aku telah bekerja untuk memenuhi keperluanku dan keperluan kawan-kawan seperjalananku… Dalam segala sesuatu telah kuberikan contoh kepada kamu, bahwa dengan bekerja demikian kita harus membantu orang-orang yang lemah dan harus mengingat perkataan Tuhan Yesus π, sebab Ia sendiri telah mengatakan: Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima.” (Kis. 20:18-35)
Hamba Tuhan yang mengajarkan kebenaran, akan menghindarkan hidup bermewah-mewah, sebab ia harus menjadi teladan bagi jemaat.
Kalau jemaat datang ke gereja π yang kita layani, mereka harus diproyeksikan jadi apa setelah beberapa tahun mengikuti atau menerima pelayanan gereja kita.
Seperti sebuah perguruan tinggi yang baik, pasti meluluskan lulusannya dengan kecakapan di bidang yang digelutinya. Demikian pula dengan jemaat π₯ yang beberapa tahun ikut gereja kita, mereka harus semakin menjadi seperti Yesus. Untuk ini, pemimpin jemaat atau Gembala Sidang dan seluruh perangkat pelayan Tuhan harus bisa memberi teladan bagaimana menjadi seperti Yesus.
JBU
https://overcast.fm/+IqOBw23Vk
Minggu, 27 Mei 2018
RH Truth Daily Enlightenment “PERSEMBAHAN BUAH SULUNG” Pdt. DR. Erastus Sabdono 28 Mei 2018
Dewasa ini terdapat trendi beberapa gereja π yang menerapkan Persembahan Buah Sulung.
Hal ini dianjurkan atau diperintahkan Gembala Sidang atau pemimpin jemaat untuk dilakukan. Tidak sedikit jemaat yang dengan tulus mematuhinya.
Mereka yang baru mendapat pekerjaan, memberikan seluruh gaji pertama untuk Persembahan Buah Sulung di gereja.
Selain itu, dianjurkan agar gaji pertama setiap awal tahun dalam hal ini bulan Januari harus dipersembahkan bagi Tuhan di gereja π
Ada pula yang memperpanjang waktu Persembahan Buah Sulung tahunan sampai dengan bulan Februari atau Maret. Oleh sebab itu perlu kita memahami apa sebenarnya Persembahan Buah Sulung yang terdapat dalam Alkitab Perjanjian Lama.
Dalam Perjanjian Lama kita menemukan Persembahan Buah Sulung yang pertama adalah anak-anak sulung, baik anak sulung manusia maupun anak sulung binatang (Kel. 12:2-12).
Kalau jemaat Kristen konsekuen dengan Persembahan Buah Sulung “ala Yahudi” dalam kitab Perjanjian Lama, maka anak sulung mereka juga harus dipersembahkan bagi Tuhan.
Dalam hal ini kita tidak tahu, bagaimana mengimplementasikan buah sulung dari anak kita. Karena bagi umat Perjanjian Baru, semua anak-anak adalah milik pusaka Tuhan π yang dipercayakan kepada orang tua untuk dibina guna menjadi hamba -hamba Tuhan.
Hamba Tuhan di sini bukan berarti harus menjadi pendeta, tetapi di bidang yang setiap individu anak-anak geluti, mereka memerankan panggilan sebagai hamba Tuhan.
Anak pertama dari hewan yang dipelihara atau diternakan umat Israel harus dipersembahkan bagi Tuhan.
Bagaimana mengenakan hukum ini dalam kehidupan orang percaya? Apakah sama dengan gaji pertama yang diperoleh ketika seseorang mendapatkan pekerjaan? Kalau seseseorang baru mendapat pekerjaan, lalu gaji pertama harus diserahkan di gereja π bagaimana dengan ongkos untuk menuju ke tempat pekerjaan setiap harinya bagi yang tidak mampu?
Kalau jemaat tersebut adalah seorang bapak rumah tangga yang baru mendapat pekerjaan setelah sekian lama menganggur, dimana ia juga banyak dibebani hutang, apakah seluruh gaji pertamanya harus diserahkan ke gereja?
Persembahan Buah Sulung terdapat dalam beberapa ayat dalam Alkitab π antara lain: Keluaran 12:2,12; Bilangan 15:17-21; 18:12-15; 28: 26; Ulangan 18:3-4; 15:19-20; 26:1-10; Imamat 19:24; 23:10-14, 17, 20 dan lain sebagainya. Persembahan Buah Sulung merupakan ucapan syukur atas panen yang bangsa Israel peroleh.
Mereka menyerahkan sebagian hasil panennya kepada Allah π
Harus dipahami bahwa maksud Persembahan Buah Sulung bagi bangsa Israel bukan berarti semua hasil panen tersebut diserahkan kepada Tuhan, tetapi hanya “sebakul” atau “seberkas”, dan yang dipersembahkan adalah hasil terbaik dari gandum, buah-buahan, domba, bulu domba, dan lain sebagainya.
Persembahan itu diberikan kepada imam pada waktu pesta-pesta merayakan panen mereka.
Oleh sebab itu, kita tidak boleh menyimpulkan bahwa ini berarti semua gaji pertama diserahkan ke gereja π atau setiap tahun pada bulan pertama (Januari) menyerahkan semua penghasilan atau gaji ke gereja.
Persembahan Buah Sulung di Israel juga hanya dilakukan oleh mereka yang memiliki ternak dan pekerjaannya bertani atau agraria.
Kalau jujur dan mengerti kebenaran, seharusnya Persembahan Buah Sulung tidak diterapkan bagi umat Perjanjian Baru.
Jika diterapkan, maka jelas menunjukkan bahwa gereja π yang mengajarkan Persembahan Buah Sulung adalah gereja yang “berbisnis” untuk memperoleh keuntungan sebanyak mungkin.
Semua ayat Alkitab yang kira-kira bisa digunakan untuk menghasilkan uang, digunakan, demi menambah jumlah uang persembahan yang diperoleh gereja.
Seperti yang terjadi dewasa ini, bagaimana ayat-ayat Alkitab πdipelintir guna memperoleh penghasilan uang yang lebih besar dari jemaat bagi gereja. Misalnya:
• Maleakhi 3:10-11, digunakan untuk mengintimidasi jemaat.
• Matius 13:3-8 berbicara mengenai benih Firman yang bisa menghasilkan karakter Allah, digunakan untuk konteks persembahan uang.
• 2 Korintus 9:6 (Camkanlah ini: Orang yang menabur sedikit, akan menuai sedikit juga, dan orang yang menabur banyak, akan menuai banyak juga), yang konteksnya adalah ketika seseorang memberi persembahan uang, maka hasil pelayanan diperankan oleh jumlah persembahan yang mereka berikan, ini bukan berarti si pemberi harus memperoleh kembali secara berlipat kali ganda dalam bentuk uang atau harta duniawi.
Penjelasan di atas inibukan berarti melarang jemaat π₯ untuk memberi Persembahan Buah Sulung.
Jika seseorangtergerak mempersembahkan gaji pertama yang diperolehnya ketika mendapat pekerjaan, tidaklah salah.
Juga ketika seseorang memberikan gaji bulan Januari untuk pekerjaan Tuhan π, juga bukan sesuatu yang salah, bahkan sangat mulia.
Tetapi hendaknya hal ini bukan berdasarkan Persembahan Buah Sulung “ala Yahudi” dalam Alkitab Perjanjian Lama, tetapi berdasarkan pimpinan atau komando Roh Kudus (coram Deo).
Hal ini dianjurkan atau diperintahkan Gembala Sidang atau pemimpin jemaat untuk dilakukan. Tidak sedikit jemaat yang dengan tulus mematuhinya.
Mereka yang baru mendapat pekerjaan, memberikan seluruh gaji pertama untuk Persembahan Buah Sulung di gereja.
Selain itu, dianjurkan agar gaji pertama setiap awal tahun dalam hal ini bulan Januari harus dipersembahkan bagi Tuhan di gereja π
Ada pula yang memperpanjang waktu Persembahan Buah Sulung tahunan sampai dengan bulan Februari atau Maret. Oleh sebab itu perlu kita memahami apa sebenarnya Persembahan Buah Sulung yang terdapat dalam Alkitab Perjanjian Lama.
Dalam Perjanjian Lama kita menemukan Persembahan Buah Sulung yang pertama adalah anak-anak sulung, baik anak sulung manusia maupun anak sulung binatang (Kel. 12:2-12).
Kalau jemaat Kristen konsekuen dengan Persembahan Buah Sulung “ala Yahudi” dalam kitab Perjanjian Lama, maka anak sulung mereka juga harus dipersembahkan bagi Tuhan.
Dalam hal ini kita tidak tahu, bagaimana mengimplementasikan buah sulung dari anak kita. Karena bagi umat Perjanjian Baru, semua anak-anak adalah milik pusaka Tuhan π yang dipercayakan kepada orang tua untuk dibina guna menjadi hamba -hamba Tuhan.
Hamba Tuhan di sini bukan berarti harus menjadi pendeta, tetapi di bidang yang setiap individu anak-anak geluti, mereka memerankan panggilan sebagai hamba Tuhan.
Anak pertama dari hewan yang dipelihara atau diternakan umat Israel harus dipersembahkan bagi Tuhan.
Bagaimana mengenakan hukum ini dalam kehidupan orang percaya? Apakah sama dengan gaji pertama yang diperoleh ketika seseorang mendapatkan pekerjaan? Kalau seseseorang baru mendapat pekerjaan, lalu gaji pertama harus diserahkan di gereja π bagaimana dengan ongkos untuk menuju ke tempat pekerjaan setiap harinya bagi yang tidak mampu?
Kalau jemaat tersebut adalah seorang bapak rumah tangga yang baru mendapat pekerjaan setelah sekian lama menganggur, dimana ia juga banyak dibebani hutang, apakah seluruh gaji pertamanya harus diserahkan ke gereja?
Persembahan Buah Sulung terdapat dalam beberapa ayat dalam Alkitab π antara lain: Keluaran 12:2,12; Bilangan 15:17-21; 18:12-15; 28: 26; Ulangan 18:3-4; 15:19-20; 26:1-10; Imamat 19:24; 23:10-14, 17, 20 dan lain sebagainya. Persembahan Buah Sulung merupakan ucapan syukur atas panen yang bangsa Israel peroleh.
Mereka menyerahkan sebagian hasil panennya kepada Allah π
Harus dipahami bahwa maksud Persembahan Buah Sulung bagi bangsa Israel bukan berarti semua hasil panen tersebut diserahkan kepada Tuhan, tetapi hanya “sebakul” atau “seberkas”, dan yang dipersembahkan adalah hasil terbaik dari gandum, buah-buahan, domba, bulu domba, dan lain sebagainya.
Persembahan itu diberikan kepada imam pada waktu pesta-pesta merayakan panen mereka.
Oleh sebab itu, kita tidak boleh menyimpulkan bahwa ini berarti semua gaji pertama diserahkan ke gereja π atau setiap tahun pada bulan pertama (Januari) menyerahkan semua penghasilan atau gaji ke gereja.
Persembahan Buah Sulung di Israel juga hanya dilakukan oleh mereka yang memiliki ternak dan pekerjaannya bertani atau agraria.
Kalau jujur dan mengerti kebenaran, seharusnya Persembahan Buah Sulung tidak diterapkan bagi umat Perjanjian Baru.
Jika diterapkan, maka jelas menunjukkan bahwa gereja π yang mengajarkan Persembahan Buah Sulung adalah gereja yang “berbisnis” untuk memperoleh keuntungan sebanyak mungkin.
Semua ayat Alkitab yang kira-kira bisa digunakan untuk menghasilkan uang, digunakan, demi menambah jumlah uang persembahan yang diperoleh gereja.
Seperti yang terjadi dewasa ini, bagaimana ayat-ayat Alkitab πdipelintir guna memperoleh penghasilan uang yang lebih besar dari jemaat bagi gereja. Misalnya:
• Maleakhi 3:10-11, digunakan untuk mengintimidasi jemaat.
• Matius 13:3-8 berbicara mengenai benih Firman yang bisa menghasilkan karakter Allah, digunakan untuk konteks persembahan uang.
• 2 Korintus 9:6 (Camkanlah ini: Orang yang menabur sedikit, akan menuai sedikit juga, dan orang yang menabur banyak, akan menuai banyak juga), yang konteksnya adalah ketika seseorang memberi persembahan uang, maka hasil pelayanan diperankan oleh jumlah persembahan yang mereka berikan, ini bukan berarti si pemberi harus memperoleh kembali secara berlipat kali ganda dalam bentuk uang atau harta duniawi.
Penjelasan di atas inibukan berarti melarang jemaat π₯ untuk memberi Persembahan Buah Sulung.
Jika seseorangtergerak mempersembahkan gaji pertama yang diperolehnya ketika mendapat pekerjaan, tidaklah salah.
Juga ketika seseorang memberikan gaji bulan Januari untuk pekerjaan Tuhan π, juga bukan sesuatu yang salah, bahkan sangat mulia.
Tetapi hendaknya hal ini bukan berdasarkan Persembahan Buah Sulung “ala Yahudi” dalam Alkitab Perjanjian Lama, tetapi berdasarkan pimpinan atau komando Roh Kudus (coram Deo).
JBU
https://overcast.fm/+IqOA0mvtM
RH Truth Daily Enlightenment “HANYA TUHAN YANG TAHU” Pdt. DR. Erastus Sabdono 27 Mei 2018
Tuhan Yesus mengajar mengenai kehidupan beribadah yang benar, yaitu ibadah yang tidak dipertontonkan atau ditunjukkan di depanorang lain.
Dalam beberapa bagian di Alkitab Perjanjian Baru, Tuhan Yesus πmenyinggung mengenai ibadah ini.
Ibadah yang dipercakapkan Tuhan Yesus adalah memberi sedekah atau menolong orang dan berdoa (Mat. 4:23; 6:2).
Memberi persembahan juga merupakan ibadah kepada Tuhan.
Memberi persembahan juga tidak boleh sengaja dipertontonkan atau ditunjukkan di depan orang.
Tidaklah salah kalau orang tahu atau melihat apa yang kita lakukan dengan persembahan uang yang kita bawa kepada Tuhan.
Tetapi menjadi salah, kalau persembahan yang kita bawa kepada Tuhan, sengaja kita tunjukkan supaya banyak orang π₯ dapat melihat atau mengetahuinya.
Hal ini jelas merupakan upaya untuk mendapatkan kehormatan dari manusia. Tuhan mengecam praktik ibadah semacam ini.
Jemaat yang dewasa adalah jemaatyang diajar untuk memiliki pemahaman mengenai hidup Kristen yang benar, seperti yang diurai di bab-bab sebelumnya; bahwa segenap hidup kita adalah milik Tuhan.
Tidak mengakui hal ini berarti menolak penebusan Tuhan.
Dengan dimiliki oleh Tuhan, maka kita harus bersedia mengembalikan harta atau uang kita kepada Tuhan.
Oleh karena porsi yang diberikan Tuhan π kepada masing-masing kita berbeda, maka jumlah persembahan uang yang kita persembahkanpun juga berbeda.
Harus dipahami bahwa jumlah bukanlah ukuran kesetiaan.
Seorang janda yang memberi persembahan dua peserdiakui Tuhan Yesus sebagai memberi lebih banyak (Luk. 21:1-4).
Jadi, persembahan yang benar bagi orang percaya adalah persembahan yang diberikan dengan kesadaran bahwa seluruh tubuh, nyawa, harta dan uang kita adalah milik Tuhan.
Semua yang kita miliki harus dijadikan sebagai sarana pengabdiaan bagi Tuhan.
Tentu harus seratus persen atau segenapnya.
Dalam Alkitab Perjanjian Baru, kita dapat melihat contoh Zakheus yang memberikan setengah dari harta yang dimiliki (Luk. 19:8).
Di zaman Kisah Para Rasul, orang percaya memberikan seluruh hartanya bagi Tuhan untuk kepentingan semua anggota komunitas orang percaya(Kis.2:45;4:36-37).
Tetapi yang terpenting dalam memberi persembahan adalah kita tidak sengaja mempertontonkan kepada orang lain demi mendapat pujian atau sanjungan.
Sebaliknya, dari pihak gereja π hendaknya tidak menyanjung-nyanjung orang tertentu karena persembahan uangnya dalam jumlah besar.
Penghargaan gereja kepada mereka yang memberi persembahan tidak boleh menyesatkan. “Keramahtamahan” yang berlebihan kepada mereka yang memberi persembahan uang dalam jumlah besar, tidak mendidik jemaat π₯ Keramahtamahan yang berlebihan tersebut memberi kesan seakan-akania berjasa bagi Tuhan.
Karena hal tersebut, maka banyak orang kaya memberi persembahan karena sekadar hendak memperoleh pujian.
Perlu dicatat disini, bahwa ada orang-orang kayayang haus kehormatan, mereka sudah memperoleh kehormatan di dunia sekuler di luar gereja, sekarang mereka mau memperoleh kehormatan di lingkungan gereja.
Mereka berharap Tuhan π pun menghormati mereka. Dalam hal ini pendeta dianggap mewakili Tuhan. Oleh sebab itu, pendetaharus memiliki integritas agar “tidak bisa dibeli” oleh orang-orang berduit banyak tersebut.
Jemaat harus diajar untuk memberi persembahan dengan benar.
Bukan karena hendak mendapat pujian dan keramahtamahan yang berlebihan dari gereja π atau motif lain yang salah. Jemaat harus memberi persembahan dengan prinsip bahwa dirinya sendiri sedang berurusan dengan Tuhan.
Itulah sebabnya adalah baik kalau persembahan bisa disalurkan melalui mesin EDC yang tertutup, ATM yang tidak dilihat orang atau transfer antar bank.
Jemaat bisadiajar agar mereka mempersiapkan persembahan sejak dari rumah.
Jika perlu amplopnyapun sudah disiapkan oleh mereka sendiri.
Hal ini adalah untuk mengajar jemaat π₯ memiliki sikap hati yang benar dalam memberi persembahan bagi Tuhan.
Pihak gereja dapat menempatkan kotak persembahan di pintu masuk gereja π, sehingga jemaat memberi tanpa dilihat orang.
Bukan ditaruh di depan mimbar, yang kemudian jemaat satu-persatu berjalan maju ke depan untuk memberi persembahan.
Kalau ada jemaat yang ke gereja lupa membawa amplop yang berisi uang, berarti memang ia tidak memiliki niat untuk mengasihi Tuhan πdengan benar dalam memberi persembahan.
Seharusnya setiap orang percaya mengalokasi uang untuk pekerjaan Tuhan, sesulit apapun keadaaannya, kecuali memang tidak bisa makan sama sekali.
Sebagaimana seseorang dapat mengalokasi uang untuk berbagai kebutuhan, persembahan untuk Tuhan juga harus dipersiapkan. Hal ini menunjukkan keseriusannya berurusan dengan Tuhan.
Orang yang menunda-nunda memberi persembahan kepada Tuhan π, tidak akan memiliki kelenturan hati sehingga terbiasa tidak memberi persembahan bagi Tuhan.
Kelenturan hati dengan kerelaan memberi persembahan tanpa dilihat oleh siapapun, tetapi hanya Tuhan yang tahu, merupakan seni kehidupan orang beriman yang harus dilatih sejak kecil.
JBU
https://overcast.fm/+IqODCaVP4
Dalam beberapa bagian di Alkitab Perjanjian Baru, Tuhan Yesus πmenyinggung mengenai ibadah ini.
Ibadah yang dipercakapkan Tuhan Yesus adalah memberi sedekah atau menolong orang dan berdoa (Mat. 4:23; 6:2).
Memberi persembahan juga merupakan ibadah kepada Tuhan.
Memberi persembahan juga tidak boleh sengaja dipertontonkan atau ditunjukkan di depan orang.
Tidaklah salah kalau orang tahu atau melihat apa yang kita lakukan dengan persembahan uang yang kita bawa kepada Tuhan.
Tetapi menjadi salah, kalau persembahan yang kita bawa kepada Tuhan, sengaja kita tunjukkan supaya banyak orang π₯ dapat melihat atau mengetahuinya.
Hal ini jelas merupakan upaya untuk mendapatkan kehormatan dari manusia. Tuhan mengecam praktik ibadah semacam ini.
Jemaat yang dewasa adalah jemaatyang diajar untuk memiliki pemahaman mengenai hidup Kristen yang benar, seperti yang diurai di bab-bab sebelumnya; bahwa segenap hidup kita adalah milik Tuhan.
Tidak mengakui hal ini berarti menolak penebusan Tuhan.
Dengan dimiliki oleh Tuhan, maka kita harus bersedia mengembalikan harta atau uang kita kepada Tuhan.
Oleh karena porsi yang diberikan Tuhan π kepada masing-masing kita berbeda, maka jumlah persembahan uang yang kita persembahkanpun juga berbeda.
Harus dipahami bahwa jumlah bukanlah ukuran kesetiaan.
Seorang janda yang memberi persembahan dua peserdiakui Tuhan Yesus sebagai memberi lebih banyak (Luk. 21:1-4).
Jadi, persembahan yang benar bagi orang percaya adalah persembahan yang diberikan dengan kesadaran bahwa seluruh tubuh, nyawa, harta dan uang kita adalah milik Tuhan.
Semua yang kita miliki harus dijadikan sebagai sarana pengabdiaan bagi Tuhan.
Tentu harus seratus persen atau segenapnya.
Dalam Alkitab Perjanjian Baru, kita dapat melihat contoh Zakheus yang memberikan setengah dari harta yang dimiliki (Luk. 19:8).
Di zaman Kisah Para Rasul, orang percaya memberikan seluruh hartanya bagi Tuhan untuk kepentingan semua anggota komunitas orang percaya(Kis.2:45;4:36-37).
Tetapi yang terpenting dalam memberi persembahan adalah kita tidak sengaja mempertontonkan kepada orang lain demi mendapat pujian atau sanjungan.
Sebaliknya, dari pihak gereja π hendaknya tidak menyanjung-nyanjung orang tertentu karena persembahan uangnya dalam jumlah besar.
Penghargaan gereja kepada mereka yang memberi persembahan tidak boleh menyesatkan. “Keramahtamahan” yang berlebihan kepada mereka yang memberi persembahan uang dalam jumlah besar, tidak mendidik jemaat π₯ Keramahtamahan yang berlebihan tersebut memberi kesan seakan-akania berjasa bagi Tuhan.
Karena hal tersebut, maka banyak orang kaya memberi persembahan karena sekadar hendak memperoleh pujian.
Perlu dicatat disini, bahwa ada orang-orang kayayang haus kehormatan, mereka sudah memperoleh kehormatan di dunia sekuler di luar gereja, sekarang mereka mau memperoleh kehormatan di lingkungan gereja.
Mereka berharap Tuhan π pun menghormati mereka. Dalam hal ini pendeta dianggap mewakili Tuhan. Oleh sebab itu, pendetaharus memiliki integritas agar “tidak bisa dibeli” oleh orang-orang berduit banyak tersebut.
Jemaat harus diajar untuk memberi persembahan dengan benar.
Bukan karena hendak mendapat pujian dan keramahtamahan yang berlebihan dari gereja π atau motif lain yang salah. Jemaat harus memberi persembahan dengan prinsip bahwa dirinya sendiri sedang berurusan dengan Tuhan.
Itulah sebabnya adalah baik kalau persembahan bisa disalurkan melalui mesin EDC yang tertutup, ATM yang tidak dilihat orang atau transfer antar bank.
Jemaat bisadiajar agar mereka mempersiapkan persembahan sejak dari rumah.
Jika perlu amplopnyapun sudah disiapkan oleh mereka sendiri.
Hal ini adalah untuk mengajar jemaat π₯ memiliki sikap hati yang benar dalam memberi persembahan bagi Tuhan.
Pihak gereja dapat menempatkan kotak persembahan di pintu masuk gereja π, sehingga jemaat memberi tanpa dilihat orang.
Bukan ditaruh di depan mimbar, yang kemudian jemaat satu-persatu berjalan maju ke depan untuk memberi persembahan.
Kalau ada jemaat yang ke gereja lupa membawa amplop yang berisi uang, berarti memang ia tidak memiliki niat untuk mengasihi Tuhan πdengan benar dalam memberi persembahan.
Seharusnya setiap orang percaya mengalokasi uang untuk pekerjaan Tuhan, sesulit apapun keadaaannya, kecuali memang tidak bisa makan sama sekali.
Sebagaimana seseorang dapat mengalokasi uang untuk berbagai kebutuhan, persembahan untuk Tuhan juga harus dipersiapkan. Hal ini menunjukkan keseriusannya berurusan dengan Tuhan.
Orang yang menunda-nunda memberi persembahan kepada Tuhan π, tidak akan memiliki kelenturan hati sehingga terbiasa tidak memberi persembahan bagi Tuhan.
Kelenturan hati dengan kerelaan memberi persembahan tanpa dilihat oleh siapapun, tetapi hanya Tuhan yang tahu, merupakan seni kehidupan orang beriman yang harus dilatih sejak kecil.
JBU
https://overcast.fm/+IqODCaVP4
Jumat, 25 Mei 2018
RH Truth Daily Enlightenment “CARA MEMBERI PERSEMBAHAN” Pdt. DR. Erastus Sabdono 26 Mei 2018
Cara memberi persembahan di dalam banyak gereja, bermacam-macam. Tetapi cara konservatif yang umum dalam gereja-gereja πbiasanya menggunakan kantong kolekte dan kotak persembahan.
Kantong kolekte biasanya diedarkan, sedangkan kotak kolekte biasanya diletakkan di pintu masuk gereja π atau ada pula yang menaruhnya di depan jemaat, di samping atau di depan mimbar.
Jemaat Kristen di dunia sudah tidak asing dengan kantong kolekte.
Sejak menjadi orang Kristen, mereka sudah terbiasa melihat kantong kolekte dalam gereja.
Ada gereja yang memiliki bermacam-macam warna kantong kolekte, sesuai dengan peruntukan uang kolekte tersebut.
Ada gereja π yang mendoakan kantong kolekte kosong sebelum mengedarkannya kepada jemaat.
Tetapi ada pula gereja yang mendoakan kantong kolekte setelah jemaat π₯ memberi persembahan. Maksud hal ini sebenarnya tidak jelas.
Tetapi biasanya jemaat tidak mempersoalkannya. Kalau ditanyakan, biasanya dengan mudah orang atau pendeta menjawabnya, bahwa hal itu patut dilakukan sebelum memberi persembahan.
Jadi, jawabannya adalah demi kepatutan. Biasanya mereka berdoa agar Tuhan memberkati persembahan tersebut, supaya digunakan sesuai dengan kehendak Tuhan π
Tetapi faktanya tidak ada pertanggungjawaban setelah berdoa untuk persembahan.
Jemaatpun tidak mempersoalkannya.
Hal ini sebenarnya menjadi tanggung jawab yang berat bagi gereja π, dalam hal ini pendeta dan stafnya dalam mengelola uang jemaat.
Biasanya berdoa untuk persembahan juga disertai dengan doa bagi mereka yang memberi persembahan.
Tidaklah salah mendoakan mereka yang memberi persembahan. Tetapi harus diingat, bahwa berkat Tuhan dicurahkan kepada kehidupan seseorang bukan sekadar karena melayangkan beberapa lembar uang ke dalam kantong kolekte.
Kiranya kita dapat menghindarkan jemaat dari pandangan yang salah mengenai Tuhan.
Tuhan π kita bukanlah Tuhan yang murahan, yang dapat “disuap” dengan beberapa lembar uang untuk kolekte, kemudian jemaat diberkati secara finansial dengan berlimpah.
Berkat Tuhan diberikan kepada orang percaya π₯ sesuai dengan kepercayaan Tuhan atas pribadi-pribadi tersebut dan kelayakan mereka menjadi orang yang diberkati oleh Tuhan.
Ada pula gereja yang sebelum mempersembahkan persembahannya mengangkat amplop ke atas untuk diberkati.
Hal ini juga sebenarnya tidak jelas maksudnya. Tetapi yang pasti bisa terjadi, mereka π₯ yang tidak memberi persembahan, bisa dipermalukan karena tidak membawa persembahan.
Lebih memalukan lagi bagi yang tidak memberi persembahan, kalau persembahan harus dibawa ke kotak persembahan di depan mimbar.
Mereka harus berjalan berurut untuk memberi persembahan, maka sangat tidak mungkin tidak diketahui siapa yang tidak memberi persembahan. Cara-cara ini bisa merupakan intimidasi bagi yang tidak memberi persembahan.
Tentu saja hal ini merupakan pendidikan yang buruk bagi jemaat. Apakah kalau amplop berisi uang tidak diangkat dan tidak didoakan berarti persembahannya tidak diperkenan atau tidak diberkati oleh Tuhan? Kita harus jujur dan cerdas untuk memperkarakan dengan serius serta rendah hati, tindakan-tindakan dalam persembahan tersebut.
Dewasa ini beberapa gereja sudah mulai memasang mesin EDC untuk supaya jemaat dapat memberikan persembahan.
Mesin EDC adalah sebuah alat untuk menerima pembayaran yang menghubungkan rekening si pemberi atau si pembayar dengan rekening si penerima.
Dengan alat ini, dana si pemberi atau si pembayar dapat seketika itu juga (real time) berpindah ke rekening si penerima. Biasanya alat ini ada di pusat perbelanjaan, POM bensin, toko, resto, cafΓ© dan lain sebagainya.
Sekarang ada gereja-gerejaπ yang sudah mulai memasang mesin EDC ini untuk sarana jemaat memberi persembahan.
Terkait dengan sub tema ini, perlu dipersoalkan: apakah salah kalau gereja menyediakan mesin EDC (Electronic Data Capture)? Jawabnya adalah tergantung motivasi menggunakan mesin EDC tersebut.
Kalau motivasinya supaya persembahan bisa lebih banyak, dan jika hal ini didorong oleh nafsu serakah -karena gereja dalam hal ini pendeta dan stafnya hendak memancing jemaat π₯supaya terpacu memberi persembahan uang lebih banyak- tentu sangat salah dan merupakan dosa.
Tetapi kalau memasang mesin EDC tersebut demi kemudahan atau kepraktisan, tidaklah bisa dikatakan salah.
Motivasi mengadakan mesin EDC guna sarana persembahan sangat harus diperhatikan, supaya kita tidak berdosa kepada Tuhan.
Oleh sebab itu, jemaat harus diajar bagaimana hidup sesuai dengan kehendak Allah.
Segala sesuatu yang dimiliki jemaat adalah milik Tuhan π
Memberi persembahan, baik melalui uang cash atau melalui mesin EDC, ATM atau melalui transfer adalah sama saja.
Dalam hal ini, yang penting adalah sikap hati jemaat dalam memberi persembahan dan sikap para pelayan Tuhan dalam menyediakan sarana bagi jemaat dalam memberi persembahan.
JBU
https://overcast.fm/+IqOCpZM8E
Kantong kolekte biasanya diedarkan, sedangkan kotak kolekte biasanya diletakkan di pintu masuk gereja π atau ada pula yang menaruhnya di depan jemaat, di samping atau di depan mimbar.
Jemaat Kristen di dunia sudah tidak asing dengan kantong kolekte.
Sejak menjadi orang Kristen, mereka sudah terbiasa melihat kantong kolekte dalam gereja.
Ada gereja yang memiliki bermacam-macam warna kantong kolekte, sesuai dengan peruntukan uang kolekte tersebut.
Ada gereja π yang mendoakan kantong kolekte kosong sebelum mengedarkannya kepada jemaat.
Tetapi ada pula gereja yang mendoakan kantong kolekte setelah jemaat π₯ memberi persembahan. Maksud hal ini sebenarnya tidak jelas.
Tetapi biasanya jemaat tidak mempersoalkannya. Kalau ditanyakan, biasanya dengan mudah orang atau pendeta menjawabnya, bahwa hal itu patut dilakukan sebelum memberi persembahan.
Jadi, jawabannya adalah demi kepatutan. Biasanya mereka berdoa agar Tuhan memberkati persembahan tersebut, supaya digunakan sesuai dengan kehendak Tuhan π
Tetapi faktanya tidak ada pertanggungjawaban setelah berdoa untuk persembahan.
Jemaatpun tidak mempersoalkannya.
Hal ini sebenarnya menjadi tanggung jawab yang berat bagi gereja π, dalam hal ini pendeta dan stafnya dalam mengelola uang jemaat.
Biasanya berdoa untuk persembahan juga disertai dengan doa bagi mereka yang memberi persembahan.
Tidaklah salah mendoakan mereka yang memberi persembahan. Tetapi harus diingat, bahwa berkat Tuhan dicurahkan kepada kehidupan seseorang bukan sekadar karena melayangkan beberapa lembar uang ke dalam kantong kolekte.
Kiranya kita dapat menghindarkan jemaat dari pandangan yang salah mengenai Tuhan.
Tuhan π kita bukanlah Tuhan yang murahan, yang dapat “disuap” dengan beberapa lembar uang untuk kolekte, kemudian jemaat diberkati secara finansial dengan berlimpah.
Berkat Tuhan diberikan kepada orang percaya π₯ sesuai dengan kepercayaan Tuhan atas pribadi-pribadi tersebut dan kelayakan mereka menjadi orang yang diberkati oleh Tuhan.
Ada pula gereja yang sebelum mempersembahkan persembahannya mengangkat amplop ke atas untuk diberkati.
Hal ini juga sebenarnya tidak jelas maksudnya. Tetapi yang pasti bisa terjadi, mereka π₯ yang tidak memberi persembahan, bisa dipermalukan karena tidak membawa persembahan.
Lebih memalukan lagi bagi yang tidak memberi persembahan, kalau persembahan harus dibawa ke kotak persembahan di depan mimbar.
Mereka harus berjalan berurut untuk memberi persembahan, maka sangat tidak mungkin tidak diketahui siapa yang tidak memberi persembahan. Cara-cara ini bisa merupakan intimidasi bagi yang tidak memberi persembahan.
Tentu saja hal ini merupakan pendidikan yang buruk bagi jemaat. Apakah kalau amplop berisi uang tidak diangkat dan tidak didoakan berarti persembahannya tidak diperkenan atau tidak diberkati oleh Tuhan? Kita harus jujur dan cerdas untuk memperkarakan dengan serius serta rendah hati, tindakan-tindakan dalam persembahan tersebut.
Dewasa ini beberapa gereja sudah mulai memasang mesin EDC untuk supaya jemaat dapat memberikan persembahan.
Mesin EDC adalah sebuah alat untuk menerima pembayaran yang menghubungkan rekening si pemberi atau si pembayar dengan rekening si penerima.
Dengan alat ini, dana si pemberi atau si pembayar dapat seketika itu juga (real time) berpindah ke rekening si penerima. Biasanya alat ini ada di pusat perbelanjaan, POM bensin, toko, resto, cafΓ© dan lain sebagainya.
Sekarang ada gereja-gerejaπ yang sudah mulai memasang mesin EDC ini untuk sarana jemaat memberi persembahan.
Terkait dengan sub tema ini, perlu dipersoalkan: apakah salah kalau gereja menyediakan mesin EDC (Electronic Data Capture)? Jawabnya adalah tergantung motivasi menggunakan mesin EDC tersebut.
Kalau motivasinya supaya persembahan bisa lebih banyak, dan jika hal ini didorong oleh nafsu serakah -karena gereja dalam hal ini pendeta dan stafnya hendak memancing jemaat π₯supaya terpacu memberi persembahan uang lebih banyak- tentu sangat salah dan merupakan dosa.
Tetapi kalau memasang mesin EDC tersebut demi kemudahan atau kepraktisan, tidaklah bisa dikatakan salah.
Motivasi mengadakan mesin EDC guna sarana persembahan sangat harus diperhatikan, supaya kita tidak berdosa kepada Tuhan.
Oleh sebab itu, jemaat harus diajar bagaimana hidup sesuai dengan kehendak Allah.
Segala sesuatu yang dimiliki jemaat adalah milik Tuhan π
Memberi persembahan, baik melalui uang cash atau melalui mesin EDC, ATM atau melalui transfer adalah sama saja.
Dalam hal ini, yang penting adalah sikap hati jemaat dalam memberi persembahan dan sikap para pelayan Tuhan dalam menyediakan sarana bagi jemaat dalam memberi persembahan.
JBU
https://overcast.fm/+IqOCpZM8E
Kamis, 24 Mei 2018
RH Truth Daily Enlightenment “PEMBEDAAN PENGGUNAAN UANG PERSEMBAHAN” Pdt. DR. Erastus Sabdono 25 Mei 2018
Dalam beberapa gereja terdapat edaran kolekte beberapa kali, dengan warna kantong kolekte yang berbeda-beda.
Hal ini dimaksudkan untuk membedakan penggunaan atau peruntukan uang persembahan tersebut. Apakah ini benar? Tentu tidak bisa dikatakan salah, tetapi sulit untuk dibenarkan pula.
Dalam kebaktian, di gereja-gereja π tertentu, kantong kolekte diedarkan beberapa kali.
Ada yang dua kali, sampai ada yang empat kali. Dalam gereja-gereja tertentu hal ini sudah menjadi budaya dan pola pemberian persembahan selama bertahun-tahun, puluhan tahun bahkan bisa sudah ratusan tahun.
Jemaat π₯ sudah terbiasa dengan cara tersebut. Mereka tidak pernah mempersoalkan atau mempertanyakan hal persembahan ini.
Mereka menganggap hal itu sudah sepantasnya atau bahkan dianggap sudah seharusnya.
Tidak jarang jemaat yang datang ke gereja π, sebelum sampai ke pintu masuk gereja, sudah menukar uangnya di jalan. Mereka malu kalau tidak memasukkan tangan ke dalam kantong kolekte. Oleh sebab itu mereka harus memecah uang mereka untuk persembahan dalam beberapa lembar atau beberapa kelompok.
Bukan tidak mungkin hal ini terjadi, karena mereka merasa malu jika tidak mengulurkan tangan memberi persembahan. Itulah sebabnya bisa terjadi, ada yang memasukkan tangan ke dalam kantong persembahan tanpa memberi, hanya karena mau memperlihatkan seakan-akan ia memberi persembahan, padahal ia tidak memberi persembahan sama sekali.
Seharusnya jemaat memercayai penggunaan uang persembahan yang diserahkan ke gereja π Sehingga pihak gereja dapat secara fleksibel menggunakan uang persembahan jemaat sesuai dengan kebutuhan dan situasi yang bisa selalu berubah.
Harus disadari bahwa kebutuhan pelayanan tidak selalu sama.
Kalau uang persembahan sudah dibagi dalam beberapa “kavling”, maka penggunaannya tidak bisa fleksibel.
Dengan alokasi kaku tersebut, gereja tertawan terhadap jumlah uang yang dipersembahkan jemaat.
Seakan-akan jemaat π₯dapat mengatur gereja dalam penggunaan uang persembahan yang termarjin di masing-masing lokasi.
Mengedarkan beberapa kantongtidaklah salah, terlebih kalau ada kebutuhan khusus gereja seperti: pembangunan gereja, membeli lahan parkir dan lain sebagainya.
Untuk kebutuhan khusus tersebut bisa diedarkan kantong khusus atau amplop khusus.
Tetapi kalau suatu gereja sudah membiasakan diri dengan cara tersebut bagi jemaat, yaitu mengedarkan bermacam-macam kantong persembahan (kolekte) untuk mengumpulkan persembahan, maka kebiasaan tersebut akan sulit untuk diubah.
Ada pula gereja π yang menyediakan amplop dengan beberapa keterangan, dimana jemaat harus mencontreng salah satu pilihan.
Maksudnya adalah guna menunjukkan peruntukan persembahan yang diberikan.
Beberapa keterangan itu antara lain: Perpuluhan, diakonia, misi, pembangunan gereja, ucapan syukur naik gaji atau naik pangkat, istri mengandung, melahirkan anak, lulus dari sekolah atau kuliah dan lain sebagainya.
Membaca tulisan amplop tersebut menimbulkan kesan lucu, tetapi itulah faktanya ada gereja πmemberlakukan hal tersebut.
Tanpa disadari pembagian persembahan seperti di atas, dengan berbagai keterangan tersebut, mengesankan Tuhan adalah Tuhan bayaran.
Setiap kali Tuhan memberkati umat, maka Tuhan menagih uang untuk dibayar.
Betapa murahannya Tuhan seperti itu.
Gereja π seperti ini tidak mendidik jemaat menjadi dewasa, yang belajar untuk memahami bahwa seluruh keberadaannya setiap saat adalah anugerah, berkat pemeliharaan, dan perlindungan Tuhan.
Setiap tarikan nafas kita adalah berkat yang tidak bisa dibalas dengan apapun juga, apalagi keselamatan yang Tuhan telah berikan sungguh tidak akan terbalaskan. Persembahan uang kepada Tuhan dengan berbagai keterangan bagi peruntukannya tersebut adalah sebuah pendidikan yang salah kepada jemaat.
Dengan pendidikan yang salah tersebut, jemaat mendapatkan gambaran yang salah mengenai Allah semesta alam yang benar. Mereka tidak mengenal dengan benar Bapa πyang baik dan Tuhan Yesus yang kasih setia-Nya tidak berkesudahan.
Tanpa disadari pula, pemahaman mereka mengenai berkat Tuhan terfokus kepada berkat-berkat jasmani atau pemenuhan kebutuhan jasmani.
Padahal berkat yang lebih bernilai dan kekal adalah berkat-berkat rohani yang Tuhan berikan.
Berkat-berkat rohani adalah pendewasaan yang memiliki nilai tidak terukur, yang Tuhan π berikan melalui pemberitaan Firman, peristiwa-peristiwa kehidupan yang kita jalani, kehadiran Tuhan secara khusus dalam berbagai kejadian hidup, khususnya pada waktu kita berdoa.
JBU
https://overcast.fm/+IqODflHDk
Hal ini dimaksudkan untuk membedakan penggunaan atau peruntukan uang persembahan tersebut. Apakah ini benar? Tentu tidak bisa dikatakan salah, tetapi sulit untuk dibenarkan pula.
Dalam kebaktian, di gereja-gereja π tertentu, kantong kolekte diedarkan beberapa kali.
Ada yang dua kali, sampai ada yang empat kali. Dalam gereja-gereja tertentu hal ini sudah menjadi budaya dan pola pemberian persembahan selama bertahun-tahun, puluhan tahun bahkan bisa sudah ratusan tahun.
Jemaat π₯ sudah terbiasa dengan cara tersebut. Mereka tidak pernah mempersoalkan atau mempertanyakan hal persembahan ini.
Mereka menganggap hal itu sudah sepantasnya atau bahkan dianggap sudah seharusnya.
Tidak jarang jemaat yang datang ke gereja π, sebelum sampai ke pintu masuk gereja, sudah menukar uangnya di jalan. Mereka malu kalau tidak memasukkan tangan ke dalam kantong kolekte. Oleh sebab itu mereka harus memecah uang mereka untuk persembahan dalam beberapa lembar atau beberapa kelompok.
Bukan tidak mungkin hal ini terjadi, karena mereka merasa malu jika tidak mengulurkan tangan memberi persembahan. Itulah sebabnya bisa terjadi, ada yang memasukkan tangan ke dalam kantong persembahan tanpa memberi, hanya karena mau memperlihatkan seakan-akan ia memberi persembahan, padahal ia tidak memberi persembahan sama sekali.
Seharusnya jemaat memercayai penggunaan uang persembahan yang diserahkan ke gereja π Sehingga pihak gereja dapat secara fleksibel menggunakan uang persembahan jemaat sesuai dengan kebutuhan dan situasi yang bisa selalu berubah.
Harus disadari bahwa kebutuhan pelayanan tidak selalu sama.
Kalau uang persembahan sudah dibagi dalam beberapa “kavling”, maka penggunaannya tidak bisa fleksibel.
Dengan alokasi kaku tersebut, gereja tertawan terhadap jumlah uang yang dipersembahkan jemaat.
Seakan-akan jemaat π₯dapat mengatur gereja dalam penggunaan uang persembahan yang termarjin di masing-masing lokasi.
Mengedarkan beberapa kantongtidaklah salah, terlebih kalau ada kebutuhan khusus gereja seperti: pembangunan gereja, membeli lahan parkir dan lain sebagainya.
Untuk kebutuhan khusus tersebut bisa diedarkan kantong khusus atau amplop khusus.
Tetapi kalau suatu gereja sudah membiasakan diri dengan cara tersebut bagi jemaat, yaitu mengedarkan bermacam-macam kantong persembahan (kolekte) untuk mengumpulkan persembahan, maka kebiasaan tersebut akan sulit untuk diubah.
Ada pula gereja π yang menyediakan amplop dengan beberapa keterangan, dimana jemaat harus mencontreng salah satu pilihan.
Maksudnya adalah guna menunjukkan peruntukan persembahan yang diberikan.
Beberapa keterangan itu antara lain: Perpuluhan, diakonia, misi, pembangunan gereja, ucapan syukur naik gaji atau naik pangkat, istri mengandung, melahirkan anak, lulus dari sekolah atau kuliah dan lain sebagainya.
Membaca tulisan amplop tersebut menimbulkan kesan lucu, tetapi itulah faktanya ada gereja πmemberlakukan hal tersebut.
Tanpa disadari pembagian persembahan seperti di atas, dengan berbagai keterangan tersebut, mengesankan Tuhan adalah Tuhan bayaran.
Setiap kali Tuhan memberkati umat, maka Tuhan menagih uang untuk dibayar.
Betapa murahannya Tuhan seperti itu.
Gereja π seperti ini tidak mendidik jemaat menjadi dewasa, yang belajar untuk memahami bahwa seluruh keberadaannya setiap saat adalah anugerah, berkat pemeliharaan, dan perlindungan Tuhan.
Setiap tarikan nafas kita adalah berkat yang tidak bisa dibalas dengan apapun juga, apalagi keselamatan yang Tuhan telah berikan sungguh tidak akan terbalaskan. Persembahan uang kepada Tuhan dengan berbagai keterangan bagi peruntukannya tersebut adalah sebuah pendidikan yang salah kepada jemaat.
Dengan pendidikan yang salah tersebut, jemaat mendapatkan gambaran yang salah mengenai Allah semesta alam yang benar. Mereka tidak mengenal dengan benar Bapa πyang baik dan Tuhan Yesus yang kasih setia-Nya tidak berkesudahan.
Tanpa disadari pula, pemahaman mereka mengenai berkat Tuhan terfokus kepada berkat-berkat jasmani atau pemenuhan kebutuhan jasmani.
Padahal berkat yang lebih bernilai dan kekal adalah berkat-berkat rohani yang Tuhan berikan.
Berkat-berkat rohani adalah pendewasaan yang memiliki nilai tidak terukur, yang Tuhan π berikan melalui pemberitaan Firman, peristiwa-peristiwa kehidupan yang kita jalani, kehadiran Tuhan secara khusus dalam berbagai kejadian hidup, khususnya pada waktu kita berdoa.
JBU
https://overcast.fm/+IqODflHDk
Rabu, 23 Mei 2018
RH Truth Daily Enlightenment “BERIKAN KEPADA KAISAR DAN ALLAH” Pdt. DR. Erastus Sabdono 24 Mei 2018
Pada suatu ketika Tuhan Yesus π berhadapan dengan orang-orang Farisi dan orang-orang Herodian yang mengajukan suatu pertanyaan untuk menjebak Tuhan Yesus (Mat. 22:15-22).
Biasanya dua kelompok ini beroposisi dan tidak saling bersekutu.
Orang-orang Farisi berkiblat kepada Bait Allah, Taurat dan bangsa Yahudi, sedangkan orang-orang Herodian berkiblat kepada Herodes yang adalah antek kekaisaran Roma untuk menguasai sebagian wilayah Palestina.
Tentu saja dua kelompok ini selalu berseberangan karena memiliki kepentingan yang berbeda. Tetapi demi untuk dapat menjerat Yesus π mereka berkolaborasi.
Mereka mengajukan suatu pertanyaan:“Guru, kami tahu, Engkau adalah seorang yang jujur dan dengan jujur mengajar jalan Allah dan Engkau tidak takut kepada siapapun juga, sebab Engkau tidak mencari muka.
Katakanlah kepada kami pendapat-Mu : Apakah diperbolehkan membayar pajak kepada Kaisar atau tidak?” Sebenarnya, sulit untuk menjawab pertanyaan ini.
Sebab kalau dijawab boleh, maka orang-orang Yahudi yang diwakili orang-orang Farisi bisa memperoleh alasan untuk mempersalahkan Yesus karena tidak setia kepada Bait Allah, Taurat dan bangsanya sendiri.
Tetapi kalau dijawab tidak boleh, maka orang-orang Herodian dapat memperoleh alasan membawa tuduhan kepada Yesus, bahwa Yesus π menghasut rakyat untuk tidak membayar pajak kepada Kaisar.
Ini berarti Yesus dianggap memberontak dan bisa mengobarkan pemberontakan kepada kaisar.
Dalam hikmat dan kebijaksanaan Ilahi, Yesus meminta kepada mereka untuk menunjukkan uang dinar.
Di permukaan uang dinar terdapat gambar dan tulisan kaisar.
Kemudian Yesus berkata: “Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar, dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah.” Pernyataan Yesus π yang juga merupakan jawaban atas pertanyaan mereka yang menjebak, membungkam mulut mereka.
Mereka terdiam, sebab mereka tidak berhasil menjebak Yesus.
Dibalik pernyataan atau jawaban Yesus tersebut terdapat kebenaran yang luar biasa.
Kata berikanlah dalam teks aslinya adalah apodote (Ξ±ΟοδοΟΞ΅), dari akar kata apodidomi (Ξ±ΟοδιδΟΞΌΞΉ). Kata ini selain bisa berarti “memberikan”, tetapi juga bisa berarti “mengembalikan”.
Kata apodote memiliki pengertian mengembalikansesuatu kepada orang lain yang berhak memilikinya. Kepada kaisar, sebagai rakyat atau masyarakat jajahan wajib menyerahkan pajak atau semacam upeti kepada kaisar Roma.
Orang-orang Yahudi harus membayar atau mengembalikan uang dinar yang dibuat atau dicetak oleh kaisar Roma.
Dinar adalah sekeping mata uang yang dipermukaannya terdapat gambar dan tulisan kaisar.
Kalau kepada kaisar harus dikembalikan atau dipersembahkan sesuatu yang ada gambar dan tulisan kaisar, maka kepada Allah π apa yang patut dipersembahkan?
Tentu juga sesuatu yang ada gambar dan tulisan Allah.
Sesuatu apakah yang ada gambar dan tulisan Allah? Tak lain dan tak bukan adalah segenap diri dan hidup kita. Allah menciptakan manusia menurut gambar-Nya. Dalam teks aslinya adalah tselem (Χ¦ΧΧ).
Tselem menunjuk komponen-komponen yang ada pada Allah dan juga ada pada manusia π₯ yaitu pikiran, perasaan dan pikiran, yang oleh karenanya manusia memiliki kemampuan untuk menganalisa dan mempertimbangkan sesuatu, sehingga manusia juga dapat memiliki kehendak.
Dalam penciptaan manusia, tangan Allah π sendiri yang membentuk. Kata membentuk dalam Kejadian 2:7 adalah yatser (ΧΧ¦Χ¨) yang memiliki pengertian mengukir (Ing. to carve) atau yang sama dengan menulis.
Dalam diri kita sebagai manusia, terdapat gambar dan tulisan Allah.
Oleh sebab itu, segenap diri dan hidup kita inilah yangharus dikembalikan. Kita π₯ harus selalu mengingat bahwa manusia tidak pernah menciptakan dirinya sendiri.
Dengan demikian, manusia tidak pernah dapat memiliki dirinya sendiri. Masalahnya adalah siapa yang memilikinya? Allah memberi kebebasan kepada manusia.
Kepada siapa seseorang menyerahkan diri, maka kepadanyalah dirinya dimiliki.
Dalam hal ini, Tuhan Yesus π menasihati kita untuk mengembalikannya kepada Allah.
Jika seseorang mengembalikan diri dan segenap hidupnya kepada Tuhan, berarti segenap hidupnya milik Tuhan, dengan demikian seharusnya tidak ada lagi perhitungan persentase untuk Tuhan π
Sebenarnya, perhitungan persentase persembahan untuk Tuhan bisa mengakibatkan pengingkaran terhadap kebenaran, bahwa segenap hidup kita adalah milik Tuhan.
JBU
https://overcast.fm/+IqOBn2MYs
Biasanya dua kelompok ini beroposisi dan tidak saling bersekutu.
Orang-orang Farisi berkiblat kepada Bait Allah, Taurat dan bangsa Yahudi, sedangkan orang-orang Herodian berkiblat kepada Herodes yang adalah antek kekaisaran Roma untuk menguasai sebagian wilayah Palestina.
Tentu saja dua kelompok ini selalu berseberangan karena memiliki kepentingan yang berbeda. Tetapi demi untuk dapat menjerat Yesus π mereka berkolaborasi.
Mereka mengajukan suatu pertanyaan:“Guru, kami tahu, Engkau adalah seorang yang jujur dan dengan jujur mengajar jalan Allah dan Engkau tidak takut kepada siapapun juga, sebab Engkau tidak mencari muka.
Katakanlah kepada kami pendapat-Mu : Apakah diperbolehkan membayar pajak kepada Kaisar atau tidak?” Sebenarnya, sulit untuk menjawab pertanyaan ini.
Sebab kalau dijawab boleh, maka orang-orang Yahudi yang diwakili orang-orang Farisi bisa memperoleh alasan untuk mempersalahkan Yesus karena tidak setia kepada Bait Allah, Taurat dan bangsanya sendiri.
Tetapi kalau dijawab tidak boleh, maka orang-orang Herodian dapat memperoleh alasan membawa tuduhan kepada Yesus, bahwa Yesus π menghasut rakyat untuk tidak membayar pajak kepada Kaisar.
Ini berarti Yesus dianggap memberontak dan bisa mengobarkan pemberontakan kepada kaisar.
Dalam hikmat dan kebijaksanaan Ilahi, Yesus meminta kepada mereka untuk menunjukkan uang dinar.
Di permukaan uang dinar terdapat gambar dan tulisan kaisar.
Kemudian Yesus berkata: “Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar, dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah.” Pernyataan Yesus π yang juga merupakan jawaban atas pertanyaan mereka yang menjebak, membungkam mulut mereka.
Mereka terdiam, sebab mereka tidak berhasil menjebak Yesus.
Dibalik pernyataan atau jawaban Yesus tersebut terdapat kebenaran yang luar biasa.
Kata berikanlah dalam teks aslinya adalah apodote (Ξ±ΟοδοΟΞ΅), dari akar kata apodidomi (Ξ±ΟοδιδΟΞΌΞΉ). Kata ini selain bisa berarti “memberikan”, tetapi juga bisa berarti “mengembalikan”.
Kata apodote memiliki pengertian mengembalikansesuatu kepada orang lain yang berhak memilikinya. Kepada kaisar, sebagai rakyat atau masyarakat jajahan wajib menyerahkan pajak atau semacam upeti kepada kaisar Roma.
Orang-orang Yahudi harus membayar atau mengembalikan uang dinar yang dibuat atau dicetak oleh kaisar Roma.
Dinar adalah sekeping mata uang yang dipermukaannya terdapat gambar dan tulisan kaisar.
Kalau kepada kaisar harus dikembalikan atau dipersembahkan sesuatu yang ada gambar dan tulisan kaisar, maka kepada Allah π apa yang patut dipersembahkan?
Tentu juga sesuatu yang ada gambar dan tulisan Allah.
Sesuatu apakah yang ada gambar dan tulisan Allah? Tak lain dan tak bukan adalah segenap diri dan hidup kita. Allah menciptakan manusia menurut gambar-Nya. Dalam teks aslinya adalah tselem (Χ¦ΧΧ).
Tselem menunjuk komponen-komponen yang ada pada Allah dan juga ada pada manusia π₯ yaitu pikiran, perasaan dan pikiran, yang oleh karenanya manusia memiliki kemampuan untuk menganalisa dan mempertimbangkan sesuatu, sehingga manusia juga dapat memiliki kehendak.
Dalam penciptaan manusia, tangan Allah π sendiri yang membentuk. Kata membentuk dalam Kejadian 2:7 adalah yatser (ΧΧ¦Χ¨) yang memiliki pengertian mengukir (Ing. to carve) atau yang sama dengan menulis.
Dalam diri kita sebagai manusia, terdapat gambar dan tulisan Allah.
Oleh sebab itu, segenap diri dan hidup kita inilah yangharus dikembalikan. Kita π₯ harus selalu mengingat bahwa manusia tidak pernah menciptakan dirinya sendiri.
Dengan demikian, manusia tidak pernah dapat memiliki dirinya sendiri. Masalahnya adalah siapa yang memilikinya? Allah memberi kebebasan kepada manusia.
Kepada siapa seseorang menyerahkan diri, maka kepadanyalah dirinya dimiliki.
Dalam hal ini, Tuhan Yesus π menasihati kita untuk mengembalikannya kepada Allah.
Jika seseorang mengembalikan diri dan segenap hidupnya kepada Tuhan, berarti segenap hidupnya milik Tuhan, dengan demikian seharusnya tidak ada lagi perhitungan persentase untuk Tuhan π
Sebenarnya, perhitungan persentase persembahan untuk Tuhan bisa mengakibatkan pengingkaran terhadap kebenaran, bahwa segenap hidup kita adalah milik Tuhan.
JBU
https://overcast.fm/+IqOBn2MYs
( Sunday Bible Teaching ) SBT, 20 Mei 2018 Pdt. DR. Erastus Sabdono
Bagi orang - orang beragama masyarakat yang menjunjung tinggi keberagamaan dan kebertuhanan.
Manusia π₯ menjadi makhluk yang hebat adalah manusia yang beragama.
Tetapi di dalam Kekristenan justru pola - pola keberagamaan manusia tidak menjadi hebat seperti standar yang Allah π inginkan.
Ini ada unsur paradoks.
Kehebatan manusia bukan pada keberagamaan, tetapi bagaimana manusia bisa mengenakan kodrat penciptanya.
Dan ini tidak bisa dilakukan agama.
Agama pasti berorientasi pada ceremonial, pada hukum, dan dominasi tokoh.
Sehingga umat tidak bisa berhubungan langsung secara proporsional, secara ideal dengan Allahnya.
Kalau Kekristenan sudah jadi agama dengan berbagai atribut tersebut, maka banyak orang Kristen tidak menemukan keunggulan Kekristenan itu.
Jadi tidak heran banyak orang Kristen π₯ tidak lebih baik dari orang beragama lain.
Keberagamaan itu baik, bisa sangat baik.
Manusia π₯ bisa berbudi luhur, mulia karena beragama.
Dan tidak ada agama yang mengajarkan kejahatan kecuali individu menafsirkan agamanya salah.
Keagamaan mengajarkan kebaikan.
Keagamaan pasti diakui mendatangkan damai sejahtera.
Tetapi Kekristenan bukanlah agama, sebab Kekristenan tidak memiliki pilar ceremonial.
Tetapi agama pasti memiliki pilar dan ceremonial.
Tanpa ceremonial itu nyaris tidak bisa dikatakan beragama.
Agama pasti memiki pilar yaitu hukum.
Tanpa hukum tidak bisa dikatakan beragama.
Harus ada hukum dan harus ada syariat.
Itulah orang - orang Yahudi yang memiliki hukum, syariat, tatanan hidup diatur oleh peraturan - peraturan.
Di dalam agama ada pilar yaitu : dominasi tokoh,
di mana ada pemimpin, ulama.
Di dalam Kekristenan setiap individu itu imamat - imamat yang bisa langsung berhubungan dengan yang disembah.
Bangsa Israel menghormati Allah dengan upacara agama
Bangsa Israel menghormati Elohim dengan ceremonial dalam bentuk menyanyi, memuji Tuhan π dengan tarian, dengan gambus dan kecapi, serta melakukan hukum.
Gereja - gereja π hari ini mengimpor.
Ini tidak salah, tetapi jangan dijadikan pilar.
Sebenarnya melakukan itu belumlah menghormati Tuhan secara ideal.
Jadi dengan menyembah Tuhan dengan ceremonial belumlah menghormati Tuhan.
Tidak cukup orang setuju dengan hukum - hukum yang diberikan dan melakukannya.
Tetapi setuju dengan setiap gerak perasaan, pikiran, dan kehendak Allah
Menyatu dengan Sang Khalik.
Seperti doa Tuhan Yesus : "Bapa dalam Aku, Aku dalam Engkau".
Allah Bapa π dan Allah Anak.
Dan mereka dalam Kita.
Yohanes 17 : 20 - 21
Mereka dalam Kita,
bukan sembarangan.
Ini orang - orang yang menyatu dalam pikiran dan perasaan Tuhan.
Yohanes 17 : 1 - 2
Ini orang - oramg eksklusif.
Jadi tidak bisa banyak, atau tidak mungkin banyak.
Karena Tuhan π berkata "Banyak yang dipanggil, sedikit yang dipilih".
Ini bukan orang - orang yang berteologi, orang - orang yang bisa berkemampuan berdebat tentang Tuhan atau membuat kajian Teologi.
Tetapi orang - orang yang memiliki pikiran dan perasaan Tuhan.
Tidak harus memiliki ilmu Teologi, tetapi harus ada namanya guru, gembala sidang yang mengajar.
Tidak bisa tidak.
Yang mengajar memberitahukan pengetahuan yang memadai untuk bisa menjadi kendaraan jemaat ini mengembangkan cara berpikirnya sampai bisa memiliki pikiran dan perasaan Tuhan π
Jadi tidak harus seperti
seorang Teolog yang belajar Teologi di sekolah Teologi sampai gelar akademis, master Teologi sampai doktor.
Tetapi bagaimana seorang pembicara sebagai jurubicara Tuhan orang harus menyampaikan kebenaran - kebenaran yang pada setiap masing - masing jemaat menemukan sesuatu yang bisa menjadi kendaraan kapital / modal ia bertumbuh untuk menemukan pikiran dan perasaan Kristus.
Karena masing - masing kita punya keberadaan yang berbeda - beda.
Tetapi apa yang disampaikan jemaat itu sudah cukup modal setiap individu untuk bisa mencapai pengenalan akan Tuhan π dan memiliki pikiran dan perasaan Kristus.
Dan ini baru memjadi makhluk yang luar biasa.
Jadi bukan diukur dari keberagamaan.
Kalau di masyarakat orang yang menjunjung tinggi agama itu hebat.
Tetapi justru agama bisa menghambat pertumbuhan iman Kristiani yang benar untuk jadi serupa dengan Kristus dan memiliki pikiran dan perasaan Kristus π
Sebab pilarnya ceremonial hukum, dominasi tokoh ini malah menghambat.
Yang penting adalah bagaimana firman diberitakan seperti saat ini, kita duduk diam mendengar Firman, kita mendengar kebenaran - kebenaran akan membangun sebuah bangunan berpikir yang dapat membuat kita bertumbuh sendiri sampai mencapai pengenalan Allah π yang membuat kita serupa dengan Kristus.
Di tempat kita, posisi hidup kita, karakter kita yang sangat khas itu.
Itu baru benar.
Jadi tidak banyak, ini eksklusif sekali.
Yoh 17 : 21
Di balik Tuhan Yesus πkita menjadi pertaruhannya.
Siapa yang percaya Yesus itu anak Bapa ?
Karena banyak tokoh agama yang hebat - hebat.
Orang percaya harus memiliki hidup keberagamaan lebih dari tokoh - tokoh agama, ahli Taurat, dan orang - orang Farisi, lebih dari ulama - ulama.
Level apa itu ?
Sedangkan ahli Taurat dan orang Farisi simbul puncak orang beragama.
Harus lebih dari ahli Taurat dan orang Farisi, macam apa itu ?
Ya macam ini, Keluar dari kodrat manusia ke kodrat Ilahi.
Buktikan Yesus adalah utusan Bapa π
Kita di dalam Tuhan ketika menampilkan Tuhan di dalam hidup kita yang lebih dari ahli Taurat dan orang Farisi.
Ini berat, tidak main - main.
Kalau hanya beragama Kristen tidak berat.
Bagaimana Yesus diutus oleh Allah π kalau kita menampilkan satu penampilan yang sangat istimewa, yang dibahasakan Tuhan Yesus ini.
Matius 5 : 20
Betapa hebat ini, luar biasa hal ini.
Semua umat Perjanjian Lama yang belum mengenal Tuhan Yesus Kristus sebaik apapun belum menemukan kemuliaan Allah.
Bagi mereka dosa berarti melanggar hukum Taurat.
Mereka belum bisa mengerti bahwa, dosa berarti meleset melakukan kehendak Allah π atau tidak sesuai dengan keinginan Bapa.
Tetapi bagi kita kemelesetan, karena target kita seperti Yesus, sempurna seperti Bapa.
Jadi bagi kita yang hidup dalam zaman anugrah ini
di mana kemuliaan Allah π yang hilang itu dimungkinkan ditemukan kembali.
Kemuliaan yang gagal dicapai Adam, manusia pertama.
Untuk Bapa yang Maha Mulia.
Tuhan Yesus bagi kemuliaan Bapa.
Memahami dosa bukan sekedar melanggar hukum, tetapi ketidak tepatan bertindak.
Hal ini mencakup sikap batiniah atau lahiriah.
Tetapi kalau pilarnya sudah hukum, semuanya
diverifikasi secara hukum terpasung di dalam kebodohan, kelicikan. Dangkalnya, sempitnya pengertian hidup mengiring Tuhan Yesus.
Kapan Tuhan memulihkan kerajaan Israel ?
Begitu pertanyaan yang memuat tuntutan.
Kisah para rasul 1
Tuhan Yesus menjawab : "Mengenai masa kamu tidak perlu tahu, itu Bapa yang menentukan."
Tuhan Yesus sendiri tidak menentukan.
Tapi kamu harus menjadi saksiKu dulu sampai ke ujung bumi π
Kamu harus membuktikan Aku utusan Bapa.
Oleh sebab itu penginjilan bukan kita pergi ke satu tempat, menceritakan kisah Yesus, lalu orang menjadi Kristen.
Bukan begitu, sama sekali itu salah.
Setiap orang Kristen π₯harus jadi saksi bagaimana memperagakan kehidupan seorang utusan seperti Yesus.
Utusan Bapa dengan kualitas moralnya agung seperti Bapa, serupa dengan Tuhan Yesus, sempurna seperti Bapa.
Memang ada orang yang ke daerah - daerah atau menginjil.
Tetapi harus dipahami tujuan pelayanan itu bukan sekedar orang menjadi Kristen.
Tetapi sampai tinggal di dalam Bapa π dan Tuhan Yesus.
Bukan hanya setuju, tetapi
Kita harus mengalami.
Jangan sampai kita menyesal, kesempatan ini hanya 1 kali.
Kita π₯ harus mengejar ketinggalan kita.
Semua harus jadi tidak berarti bernilai.
Kita bisa mengganggap apapun tidak menjadi masalah, kecuali satu ini
bagaimana kita berkenan kepada Tuhan.
Kemampuan berpikir semacam Allah π inilah yang memungkinkan manusia menghormati Allah secara benar.
Jadi kalau ceremonial belumlah sikap hormat yang patut.
Kalaupun dianggap patut, itu cara manusia.
Berdosa itu kapasitasnya terbatas.
Untuk yang maha tinggi, patut mendapat penghormatan yang patut.
Untuk Bapa yang Mulia, Dia patut mendapat penghormatan yang paling mulia dan paling baik.
Tuhan Yesus π inilah yang bisa jadi kemuliaan bagi Bapa.
Kita juga jadi manusia bagi kemuliaan Bapa π
Maka baik kamu makan, minum, melakukan sesuatu yang lain, lakukan semua untuk kemuliaan Bapa.
Terutama pada waktu kita : - Mengangkat orang
- Tidak menghina orang
- Membagi roti kita.
- Menjadi anggur yang tercurah dan roti yang terpecah untuk mereka yang kekurangan.
- Meletakkan beban penderitaan orang di bahu kita.
Kita bisa merasakan orang melihat kemuliaan Allah π dalam hidup kita.
Tidak perlu menunjukkan diri hebat.
Tidak bisa tidak terang itu bercahaya.
Harus menjadi manusia π₯ yang mendatangkan kemuliaan Allah.
Ketika kita membantu seseorang dengan tulus, sehingga orang melihat kemuliaan Allah dalam diri kita.
Ketika seseorang disentuh Tuhan π, memandang kemuliaan Tuhan melalui kehidupan yang diubah, itu
baru intinya memandang kemuliaan Tuhan itu.
Bisa jadi sarana, doa yang menyembuhkan, ekonomi yamg kita bantu.
Tapi tujuan akhirnya orang itu diubah, ingat itu.
Kemuliaan Allah yang hilang dari manusia adalah
Kemampuan moral seperti Bapa di Surga dalam hidup kita, itu kita temukan.
Melayani Tuhan π itu adalah :
Ternyata bagaimana kita merubah diri dulu mengalami perubahan dulu, baru kita bisa menyentuh orang lain.
Jika demikian baru dia bisa menghormati Bapa secara benar.
Tuhan Yesuslah profil, sosok, model, prototype dari manusia yang menghormati Bapa πdengan benar.
Itulah yang membuat lusifer terbukti bersalah.
Jadi kalau agama baik, lusifer belum terbukti bersalah.
Tapi kalau menjadi Corpus Delcti, di mana menghormati Bapa secara patut, itu baru.
Agama Yahudi tata cara
mereka menghormati Yahwe luar biasa,
- Jam - jam doa mereka
- Kiblat ke Yerusalem
- Tiap tahun ziarah ke Yerusalem
- Mereka bunuhi orang - orang Kristen, karena merasa membunuh orang Kristen π₯, mereka senang,
mereka lakukan.
Penghormatan itu belum penghormatan yang patut.
Mereka mendapat
nilainya 7,5
Tetapi Kalau seperti Yesus itu nilainya 10
Karena menentang Yesus nilainya jadi minus.
Orang yang menemukan kemuliaan Allah π
Ini tak ternilai.
Kita ini punya panggilan bagaimana menjadi saksi.
Jadi orang yang menemukan kemuliaan Allah π tidak menjadi saksipun menjadi saksi.
Kemuliaan Allah harus kita temukan.
Jadi sehebat apapun seorang pendeta dengan segala karunianya, sukses dalam membangun organisasi tanpa menemukan
kemuliaan Allah nyang hilang percuma.
Kalau kita menemukan kemuliaan Allah π yang hilang kita pasti ditaruh di tengah rumah, karena tidak mungkin orang meletakkan pelita di bawah mangkok.
Ditaruh tengah - tengah rumah menerangi semua orang.
Rumah di situ dunia maksudnya.
Jadi kita tidak perlu berkata,Tuhan pakailah aku.
Mungkin orang belum merasa dipakai Tuhan.
Yang berdoa Tuhan pakailah aku belum tentu dipakai, apalagi yang belum berdoa.
Mungkin orang belum pernah sungguh - sungguh berkata, "Tuhan pakailah aku."
Ada juga, "Tuhan saya mau memakai Engkau."
Tapi kalau kita berubah, otomatis dipakai.
Jadi jangan berpikir sekolah Alkitab, sekolah Teologi baru dipakai Tuhan.
Sekolah Alkitab yang benar di gereja π, jemaat menjadi mahasiswa - mahasiswanya.
Jadi kita tidak usah ngotot mau sekolah Alkitab.
Kecuali orang mau jadi pembicara, karena memang ada orang yang bertalenta.
Kalau tidak kita belajar firman dari Youtube, CD khotbah, baca buku, yang terpenting prilaku kita berubah.
Tidak bisa tidak kita π₯akan bercahaya di manapun.
Di tengah lingkungan yang banyak tantangan kita makin bercahaya.
Orang percaya π₯ harus berubah kodrat.
Kalau hanya baik cukup mengutus Musa.
Melakukan hukum dan membuat Bangsa Israel itu jadi baik.
Alkitab π berkata mereka melihat kemuliaan Musa sampai menutupi muka mereka.
Kemuliaan Musa yang dipancarkan, mereka tidak sanggup.
Betapa lebih besarnya kemuliaan orang - orang π₯ yang menerima Injil.
Kemuliaan yang maha tinggi itu memancar.
Kalau Musa secara fisik, kalau kita kemuliaan rohani.
Yesus itu utusan Allah π
Setan itu menutupi segala sesuatu.
Jangankan kita, Yesuspun dibully, dirusak.
Banyak orang π₯ mempromosikan agamanya membully agama lain.
Kita jangan membully.
Kita harus menghargai agama orang lain juga baik.
Kita harus bermasyarakat secara dewasa.
Agama - agama mengajarkan kebaikan.
Tapi kita sebagai orang Kristen π₯ harus sempurna.
Jadi tugas kita memancarkan kemuliaan Allah.
Kita bisa memancarkan kemuliaan Allah waktu ditusuk, ini emas atau kotoran.
Jadi kemuliaan Allah π itu lewat peritiwa yang terjadi.
Bahkan yang ektrim
Di manapun kita berada kita diuji.
Dan akan nampak dengan jelas kemuliaan Allah dalam hidup kita.
Kita harus jadi saksi Tuhan sampai ke ujung bumi.
JBU...π·
Manusia π₯ menjadi makhluk yang hebat adalah manusia yang beragama.
Tetapi di dalam Kekristenan justru pola - pola keberagamaan manusia tidak menjadi hebat seperti standar yang Allah π inginkan.
Ini ada unsur paradoks.
Kehebatan manusia bukan pada keberagamaan, tetapi bagaimana manusia bisa mengenakan kodrat penciptanya.
Dan ini tidak bisa dilakukan agama.
Agama pasti berorientasi pada ceremonial, pada hukum, dan dominasi tokoh.
Sehingga umat tidak bisa berhubungan langsung secara proporsional, secara ideal dengan Allahnya.
Kalau Kekristenan sudah jadi agama dengan berbagai atribut tersebut, maka banyak orang Kristen tidak menemukan keunggulan Kekristenan itu.
Jadi tidak heran banyak orang Kristen π₯ tidak lebih baik dari orang beragama lain.
Keberagamaan itu baik, bisa sangat baik.
Manusia π₯ bisa berbudi luhur, mulia karena beragama.
Dan tidak ada agama yang mengajarkan kejahatan kecuali individu menafsirkan agamanya salah.
Keagamaan mengajarkan kebaikan.
Keagamaan pasti diakui mendatangkan damai sejahtera.
Tetapi Kekristenan bukanlah agama, sebab Kekristenan tidak memiliki pilar ceremonial.
Tetapi agama pasti memiliki pilar dan ceremonial.
Tanpa ceremonial itu nyaris tidak bisa dikatakan beragama.
Agama pasti memiki pilar yaitu hukum.
Tanpa hukum tidak bisa dikatakan beragama.
Harus ada hukum dan harus ada syariat.
Itulah orang - orang Yahudi yang memiliki hukum, syariat, tatanan hidup diatur oleh peraturan - peraturan.
Di dalam agama ada pilar yaitu : dominasi tokoh,
di mana ada pemimpin, ulama.
Di dalam Kekristenan setiap individu itu imamat - imamat yang bisa langsung berhubungan dengan yang disembah.
Bangsa Israel menghormati Allah dengan upacara agama
Bangsa Israel menghormati Elohim dengan ceremonial dalam bentuk menyanyi, memuji Tuhan π dengan tarian, dengan gambus dan kecapi, serta melakukan hukum.
Gereja - gereja π hari ini mengimpor.
Ini tidak salah, tetapi jangan dijadikan pilar.
Sebenarnya melakukan itu belumlah menghormati Tuhan secara ideal.
Jadi dengan menyembah Tuhan dengan ceremonial belumlah menghormati Tuhan.
Tidak cukup orang setuju dengan hukum - hukum yang diberikan dan melakukannya.
Tetapi setuju dengan setiap gerak perasaan, pikiran, dan kehendak Allah
Menyatu dengan Sang Khalik.
Seperti doa Tuhan Yesus : "Bapa dalam Aku, Aku dalam Engkau".
Allah Bapa π dan Allah Anak.
Dan mereka dalam Kita.
Yohanes 17 : 20 - 21
Mereka dalam Kita,
bukan sembarangan.
Ini orang - orang yang menyatu dalam pikiran dan perasaan Tuhan.
Yohanes 17 : 1 - 2
Ini orang - oramg eksklusif.
Jadi tidak bisa banyak, atau tidak mungkin banyak.
Karena Tuhan π berkata "Banyak yang dipanggil, sedikit yang dipilih".
Ini bukan orang - orang yang berteologi, orang - orang yang bisa berkemampuan berdebat tentang Tuhan atau membuat kajian Teologi.
Tetapi orang - orang yang memiliki pikiran dan perasaan Tuhan.
Tidak harus memiliki ilmu Teologi, tetapi harus ada namanya guru, gembala sidang yang mengajar.
Tidak bisa tidak.
Yang mengajar memberitahukan pengetahuan yang memadai untuk bisa menjadi kendaraan jemaat ini mengembangkan cara berpikirnya sampai bisa memiliki pikiran dan perasaan Tuhan π
Jadi tidak harus seperti
seorang Teolog yang belajar Teologi di sekolah Teologi sampai gelar akademis, master Teologi sampai doktor.
Tetapi bagaimana seorang pembicara sebagai jurubicara Tuhan orang harus menyampaikan kebenaran - kebenaran yang pada setiap masing - masing jemaat menemukan sesuatu yang bisa menjadi kendaraan kapital / modal ia bertumbuh untuk menemukan pikiran dan perasaan Kristus.
Karena masing - masing kita punya keberadaan yang berbeda - beda.
Tetapi apa yang disampaikan jemaat itu sudah cukup modal setiap individu untuk bisa mencapai pengenalan akan Tuhan π dan memiliki pikiran dan perasaan Kristus.
Dan ini baru memjadi makhluk yang luar biasa.
Jadi bukan diukur dari keberagamaan.
Kalau di masyarakat orang yang menjunjung tinggi agama itu hebat.
Tetapi justru agama bisa menghambat pertumbuhan iman Kristiani yang benar untuk jadi serupa dengan Kristus dan memiliki pikiran dan perasaan Kristus π
Sebab pilarnya ceremonial hukum, dominasi tokoh ini malah menghambat.
Yang penting adalah bagaimana firman diberitakan seperti saat ini, kita duduk diam mendengar Firman, kita mendengar kebenaran - kebenaran akan membangun sebuah bangunan berpikir yang dapat membuat kita bertumbuh sendiri sampai mencapai pengenalan Allah π yang membuat kita serupa dengan Kristus.
Di tempat kita, posisi hidup kita, karakter kita yang sangat khas itu.
Itu baru benar.
Jadi tidak banyak, ini eksklusif sekali.
Yoh 17 : 21
Di balik Tuhan Yesus πkita menjadi pertaruhannya.
Siapa yang percaya Yesus itu anak Bapa ?
Karena banyak tokoh agama yang hebat - hebat.
Orang percaya harus memiliki hidup keberagamaan lebih dari tokoh - tokoh agama, ahli Taurat, dan orang - orang Farisi, lebih dari ulama - ulama.
Level apa itu ?
Sedangkan ahli Taurat dan orang Farisi simbul puncak orang beragama.
Harus lebih dari ahli Taurat dan orang Farisi, macam apa itu ?
Ya macam ini, Keluar dari kodrat manusia ke kodrat Ilahi.
Buktikan Yesus adalah utusan Bapa π
Kita di dalam Tuhan ketika menampilkan Tuhan di dalam hidup kita yang lebih dari ahli Taurat dan orang Farisi.
Ini berat, tidak main - main.
Kalau hanya beragama Kristen tidak berat.
Bagaimana Yesus diutus oleh Allah π kalau kita menampilkan satu penampilan yang sangat istimewa, yang dibahasakan Tuhan Yesus ini.
Matius 5 : 20
Betapa hebat ini, luar biasa hal ini.
Semua umat Perjanjian Lama yang belum mengenal Tuhan Yesus Kristus sebaik apapun belum menemukan kemuliaan Allah.
Bagi mereka dosa berarti melanggar hukum Taurat.
Mereka belum bisa mengerti bahwa, dosa berarti meleset melakukan kehendak Allah π atau tidak sesuai dengan keinginan Bapa.
Tetapi bagi kita kemelesetan, karena target kita seperti Yesus, sempurna seperti Bapa.
Jadi bagi kita yang hidup dalam zaman anugrah ini
di mana kemuliaan Allah π yang hilang itu dimungkinkan ditemukan kembali.
Kemuliaan yang gagal dicapai Adam, manusia pertama.
Untuk Bapa yang Maha Mulia.
Tuhan Yesus bagi kemuliaan Bapa.
Memahami dosa bukan sekedar melanggar hukum, tetapi ketidak tepatan bertindak.
Hal ini mencakup sikap batiniah atau lahiriah.
Tetapi kalau pilarnya sudah hukum, semuanya
diverifikasi secara hukum terpasung di dalam kebodohan, kelicikan. Dangkalnya, sempitnya pengertian hidup mengiring Tuhan Yesus.
Kapan Tuhan memulihkan kerajaan Israel ?
Begitu pertanyaan yang memuat tuntutan.
Kisah para rasul 1
Tuhan Yesus menjawab : "Mengenai masa kamu tidak perlu tahu, itu Bapa yang menentukan."
Tuhan Yesus sendiri tidak menentukan.
Tapi kamu harus menjadi saksiKu dulu sampai ke ujung bumi π
Kamu harus membuktikan Aku utusan Bapa.
Oleh sebab itu penginjilan bukan kita pergi ke satu tempat, menceritakan kisah Yesus, lalu orang menjadi Kristen.
Bukan begitu, sama sekali itu salah.
Setiap orang Kristen π₯harus jadi saksi bagaimana memperagakan kehidupan seorang utusan seperti Yesus.
Utusan Bapa dengan kualitas moralnya agung seperti Bapa, serupa dengan Tuhan Yesus, sempurna seperti Bapa.
Memang ada orang yang ke daerah - daerah atau menginjil.
Tetapi harus dipahami tujuan pelayanan itu bukan sekedar orang menjadi Kristen.
Tetapi sampai tinggal di dalam Bapa π dan Tuhan Yesus.
Bukan hanya setuju, tetapi
Kita harus mengalami.
Jangan sampai kita menyesal, kesempatan ini hanya 1 kali.
Kita π₯ harus mengejar ketinggalan kita.
Semua harus jadi tidak berarti bernilai.
Kita bisa mengganggap apapun tidak menjadi masalah, kecuali satu ini
bagaimana kita berkenan kepada Tuhan.
Kemampuan berpikir semacam Allah π inilah yang memungkinkan manusia menghormati Allah secara benar.
Jadi kalau ceremonial belumlah sikap hormat yang patut.
Kalaupun dianggap patut, itu cara manusia.
Berdosa itu kapasitasnya terbatas.
Untuk yang maha tinggi, patut mendapat penghormatan yang patut.
Untuk Bapa yang Mulia, Dia patut mendapat penghormatan yang paling mulia dan paling baik.
Tuhan Yesus π inilah yang bisa jadi kemuliaan bagi Bapa.
Kita juga jadi manusia bagi kemuliaan Bapa π
Maka baik kamu makan, minum, melakukan sesuatu yang lain, lakukan semua untuk kemuliaan Bapa.
Terutama pada waktu kita : - Mengangkat orang
- Tidak menghina orang
- Membagi roti kita.
- Menjadi anggur yang tercurah dan roti yang terpecah untuk mereka yang kekurangan.
- Meletakkan beban penderitaan orang di bahu kita.
Kita bisa merasakan orang melihat kemuliaan Allah π dalam hidup kita.
Tidak perlu menunjukkan diri hebat.
Tidak bisa tidak terang itu bercahaya.
Harus menjadi manusia π₯ yang mendatangkan kemuliaan Allah.
Ketika kita membantu seseorang dengan tulus, sehingga orang melihat kemuliaan Allah dalam diri kita.
Ketika seseorang disentuh Tuhan π, memandang kemuliaan Tuhan melalui kehidupan yang diubah, itu
baru intinya memandang kemuliaan Tuhan itu.
Bisa jadi sarana, doa yang menyembuhkan, ekonomi yamg kita bantu.
Tapi tujuan akhirnya orang itu diubah, ingat itu.
Kemuliaan Allah yang hilang dari manusia adalah
Kemampuan moral seperti Bapa di Surga dalam hidup kita, itu kita temukan.
Melayani Tuhan π itu adalah :
Ternyata bagaimana kita merubah diri dulu mengalami perubahan dulu, baru kita bisa menyentuh orang lain.
Jika demikian baru dia bisa menghormati Bapa secara benar.
Tuhan Yesuslah profil, sosok, model, prototype dari manusia yang menghormati Bapa πdengan benar.
Itulah yang membuat lusifer terbukti bersalah.
Jadi kalau agama baik, lusifer belum terbukti bersalah.
Tapi kalau menjadi Corpus Delcti, di mana menghormati Bapa secara patut, itu baru.
Agama Yahudi tata cara
mereka menghormati Yahwe luar biasa,
- Jam - jam doa mereka
- Kiblat ke Yerusalem
- Tiap tahun ziarah ke Yerusalem
- Mereka bunuhi orang - orang Kristen, karena merasa membunuh orang Kristen π₯, mereka senang,
mereka lakukan.
Penghormatan itu belum penghormatan yang patut.
Mereka mendapat
nilainya 7,5
Tetapi Kalau seperti Yesus itu nilainya 10
Karena menentang Yesus nilainya jadi minus.
Orang yang menemukan kemuliaan Allah π
Ini tak ternilai.
Kita ini punya panggilan bagaimana menjadi saksi.
Jadi orang yang menemukan kemuliaan Allah π tidak menjadi saksipun menjadi saksi.
Kemuliaan Allah harus kita temukan.
Jadi sehebat apapun seorang pendeta dengan segala karunianya, sukses dalam membangun organisasi tanpa menemukan
kemuliaan Allah nyang hilang percuma.
Kalau kita menemukan kemuliaan Allah π yang hilang kita pasti ditaruh di tengah rumah, karena tidak mungkin orang meletakkan pelita di bawah mangkok.
Ditaruh tengah - tengah rumah menerangi semua orang.
Rumah di situ dunia maksudnya.
Jadi kita tidak perlu berkata,Tuhan pakailah aku.
Mungkin orang belum merasa dipakai Tuhan.
Yang berdoa Tuhan pakailah aku belum tentu dipakai, apalagi yang belum berdoa.
Mungkin orang belum pernah sungguh - sungguh berkata, "Tuhan pakailah aku."
Ada juga, "Tuhan saya mau memakai Engkau."
Tapi kalau kita berubah, otomatis dipakai.
Jadi jangan berpikir sekolah Alkitab, sekolah Teologi baru dipakai Tuhan.
Sekolah Alkitab yang benar di gereja π, jemaat menjadi mahasiswa - mahasiswanya.
Jadi kita tidak usah ngotot mau sekolah Alkitab.
Kecuali orang mau jadi pembicara, karena memang ada orang yang bertalenta.
Kalau tidak kita belajar firman dari Youtube, CD khotbah, baca buku, yang terpenting prilaku kita berubah.
Tidak bisa tidak kita π₯akan bercahaya di manapun.
Di tengah lingkungan yang banyak tantangan kita makin bercahaya.
Orang percaya π₯ harus berubah kodrat.
Kalau hanya baik cukup mengutus Musa.
Melakukan hukum dan membuat Bangsa Israel itu jadi baik.
Alkitab π berkata mereka melihat kemuliaan Musa sampai menutupi muka mereka.
Kemuliaan Musa yang dipancarkan, mereka tidak sanggup.
Betapa lebih besarnya kemuliaan orang - orang π₯ yang menerima Injil.
Kemuliaan yang maha tinggi itu memancar.
Kalau Musa secara fisik, kalau kita kemuliaan rohani.
Yesus itu utusan Allah π
Setan itu menutupi segala sesuatu.
Jangankan kita, Yesuspun dibully, dirusak.
Banyak orang π₯ mempromosikan agamanya membully agama lain.
Kita jangan membully.
Kita harus menghargai agama orang lain juga baik.
Kita harus bermasyarakat secara dewasa.
Agama - agama mengajarkan kebaikan.
Tapi kita sebagai orang Kristen π₯ harus sempurna.
Jadi tugas kita memancarkan kemuliaan Allah.
Kita bisa memancarkan kemuliaan Allah waktu ditusuk, ini emas atau kotoran.
Jadi kemuliaan Allah π itu lewat peritiwa yang terjadi.
Bahkan yang ektrim
Di manapun kita berada kita diuji.
Dan akan nampak dengan jelas kemuliaan Allah dalam hidup kita.
Kita harus jadi saksi Tuhan sampai ke ujung bumi.
JBU...π·
Selasa, 22 Mei 2018
RH Truth Daily Enlightenment “IBADAH YANG SEJATI” Pdt. DR. Erastus Sabdono 23 Mei 2018
Mempersembahkan tubuh sebagai korban yang hidup dan kudus seperti yang telah dikemukakan sebelumnya adalah puncak dari kehidupan yang menyukakan hati Allah.
Inilah persembahan yang berkenan kepada Allah π Kata berkenan dalam teks aslinya adalah euarestos (Ξ΅Ο Ξ±ΟΞ΅ΟΟΞΏΟ), yang artinya selain berkenan (wellpleasing) juga berarti diterima (acceptable).
Oleh sebab itu, keberkenanan di hadapan Tuhan hendaknya tidak diukur dari jumlah uang atau persentase dari penghasilan kita. Persembahan yang hidup dan kudus meliputi seluruh hidup dan milik kita π₯yang harus dikembalikan kepada Tuhan.
Kehidupan seperti ini dapat dikatakan sebagai ibadah yang sejati.
Kata sejati dalam Roma 12:1 dalam teks aslinya adalah logikos (λογικοΟ), yang bisa berarti logis (logical), rasional (rasional), cerdas (intelligence), beralasan memiliki dasar atau landasan (reasonable). Ibadah yang sejati adalah ibadah yang memiliki dasar atau landasan, cerdas, masuk akal dan beralasan.
Selama ini banyak orang Kristen π₯ yang berpikir bahwa kalau sudah pergi ke gereja berarti sudah beribadah kepada Tuhan atau sudah memenuhi tanggung jawab sebagai umat yang berbakti kepada Tuhan atau Allahnya.
Jadi, betapa betapa naifnya kalau seseorang merasa sudah beribadah atau berbakti kepada Tuhan hanya karena sudah pergi ke gereja.
Hal yang sama, betapa naifnya kalau seorang pegawai pemerintah dianggap sudah berbakti kepada negara hanya karena telah setia mengikuti upacara bendera.
Hal ini tidak logis, tidak masuk akal, tidak memiliki landasan dan dasar berpikir yang benar.
Pengertian ini membedakan orang percaya dengan berbagai agam-agama di dunia πyang menekankan ritual atau seremonial.
Dengan penjelasan di atas ini, maka dapat dipahami bahwa rumah ibadah adalah tempat dimana seseorang menggunakan potensi jasmani dan rohaninya untuk kepentingan pekerjaan Tuhan.
Rumah ibadah bagi orang percaya pada umumnya adalah tempat bekerja, kantor, pabrik, toko, sawah, rumah sakit, sekolah atau kampus, rumah dan lain sebagainya.
Gereja π adalah ruang pertemuan, dimana orang percaya berkumpul untuk mendengarkan Firman Tuhan, menaikkan puji-pujian serta bersekutu satu dengan yang lain.
Dengan demikian, sesungguhnya rumah ibadah bukanlah di gereja saja.
Gereja π adalah rumah ibadah bagi para fulltimer yang memang mengambil tempat untuk melayani Tuhan di lingkungan gereja, tanpa bekerja dalam pekerjaan sekuler.
Dengan pengertian yang tepat mengenai ibadah, maka orang percaya dapat menghayati pelayanannya bagi Tuhan π setiap hari, dimana seseorang menggunakan potensin jasmani dan rohaninya bagi Kerajaan Allah.
Seperti misalnya, setiap hari pergi ke kantor atau tempat kerja, ibu rumah tangga yang mengatur rumah tangga, dan memenuhi tugas di berbagai bidang hidup yang dijalani orang percaya, sesungguhnya mereka melakukan pelayanan bagi Tuhan.
Dalam hal ini terpenuhilah maksud Firman Tuhan: Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah (1Kor. 10:31).
Bagi orang percaya π₯, mengembangkan potensi untuk semakin ahli di bidangnya dan memaksimalkan potensi adalah pelayanan bagi pekerjaan Tuhan.
Dengan potensi yang dikembangkan dan dimaksimalkan, maka orang percaya menjadi sukses dalam bisnis atau karirnya.
Hal ini merupakan prestasi bagi Tuhan π, sebab orang seperti ini semakin efektif bagi Tuhan.
Seorang kondektur bisa dipakai Tuhan, tetapi seorang direktur akan lebih efektif bagi Tuhan π Seorang cleaning service bisa membawa dampak bagi lingkungannya, tetapi seorang komisaris atau seorang gubernur akan lebih membawa dampak secara luas di masyarakat. Oleh sebab itu, kemalasan yang merupakan sikap yang tidak bertanggungjawab adalah dosa.
Orang malas yang tidak bertanggung jawab dalam bidang yang digelutinya berarti tidak melayani Tuhan π dengan baik.
Bagi seorang pengusaha, berhubung bisnisnya adalah pelayanan, maka semua hasil yang diperoleh dari bisnisnya tersebut haruslah dipersembahkan bagi Tuhan.
Dipersembahkan bagi Tuhan π berarti, tentu pertama adalah untuk keluarganya. Keluarga adalah pekerjaan Tuhan. Anak-anak adalah aset Kerajaan Surga yang dipersiapkan menjadi “anak panah Tuhan”. Kedua, merawat orang tua yang adalah tanggung jawab yang harus ditunaikan.
Harus selalu diingat, bahwa anak-anak dibesarkan oleh orang tua. Anak-anak harus merawat orang tua dengan baik. Ketiga, kita harus memperhatikan keluarga besar (paman, tante, keponakan dan lain sebagainya).
Keempat, menolong masyarakat di sekitar kita. Keberhasilan dan prestasi kita dapat menjadi naungan bagi banyak orang π₯, mulai dari pembantu rumah tangga, sopir, pegawai sampai semua kolega bisnis serta masyarakat luas.
Akhirnya, kelima, orang percaya harus sepenuhnya memikul tanggung jawab dalam pekerjaan Tuhan, yaitu turut mengambil bagian dalam pekerjaan Tuhan di gereja.
JBU
https://overcast.fm/+IqOAp2bEM
Inilah persembahan yang berkenan kepada Allah π Kata berkenan dalam teks aslinya adalah euarestos (Ξ΅Ο Ξ±ΟΞ΅ΟΟΞΏΟ), yang artinya selain berkenan (wellpleasing) juga berarti diterima (acceptable).
Oleh sebab itu, keberkenanan di hadapan Tuhan hendaknya tidak diukur dari jumlah uang atau persentase dari penghasilan kita. Persembahan yang hidup dan kudus meliputi seluruh hidup dan milik kita π₯yang harus dikembalikan kepada Tuhan.
Kehidupan seperti ini dapat dikatakan sebagai ibadah yang sejati.
Kata sejati dalam Roma 12:1 dalam teks aslinya adalah logikos (λογικοΟ), yang bisa berarti logis (logical), rasional (rasional), cerdas (intelligence), beralasan memiliki dasar atau landasan (reasonable). Ibadah yang sejati adalah ibadah yang memiliki dasar atau landasan, cerdas, masuk akal dan beralasan.
Selama ini banyak orang Kristen π₯ yang berpikir bahwa kalau sudah pergi ke gereja berarti sudah beribadah kepada Tuhan atau sudah memenuhi tanggung jawab sebagai umat yang berbakti kepada Tuhan atau Allahnya.
Jadi, betapa betapa naifnya kalau seseorang merasa sudah beribadah atau berbakti kepada Tuhan hanya karena sudah pergi ke gereja.
Hal yang sama, betapa naifnya kalau seorang pegawai pemerintah dianggap sudah berbakti kepada negara hanya karena telah setia mengikuti upacara bendera.
Hal ini tidak logis, tidak masuk akal, tidak memiliki landasan dan dasar berpikir yang benar.
Pengertian ini membedakan orang percaya dengan berbagai agam-agama di dunia πyang menekankan ritual atau seremonial.
Dengan penjelasan di atas ini, maka dapat dipahami bahwa rumah ibadah adalah tempat dimana seseorang menggunakan potensi jasmani dan rohaninya untuk kepentingan pekerjaan Tuhan.
Rumah ibadah bagi orang percaya pada umumnya adalah tempat bekerja, kantor, pabrik, toko, sawah, rumah sakit, sekolah atau kampus, rumah dan lain sebagainya.
Gereja π adalah ruang pertemuan, dimana orang percaya berkumpul untuk mendengarkan Firman Tuhan, menaikkan puji-pujian serta bersekutu satu dengan yang lain.
Dengan demikian, sesungguhnya rumah ibadah bukanlah di gereja saja.
Gereja π adalah rumah ibadah bagi para fulltimer yang memang mengambil tempat untuk melayani Tuhan di lingkungan gereja, tanpa bekerja dalam pekerjaan sekuler.
Dengan pengertian yang tepat mengenai ibadah, maka orang percaya dapat menghayati pelayanannya bagi Tuhan π setiap hari, dimana seseorang menggunakan potensin jasmani dan rohaninya bagi Kerajaan Allah.
Seperti misalnya, setiap hari pergi ke kantor atau tempat kerja, ibu rumah tangga yang mengatur rumah tangga, dan memenuhi tugas di berbagai bidang hidup yang dijalani orang percaya, sesungguhnya mereka melakukan pelayanan bagi Tuhan.
Dalam hal ini terpenuhilah maksud Firman Tuhan: Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah (1Kor. 10:31).
Bagi orang percaya π₯, mengembangkan potensi untuk semakin ahli di bidangnya dan memaksimalkan potensi adalah pelayanan bagi pekerjaan Tuhan.
Dengan potensi yang dikembangkan dan dimaksimalkan, maka orang percaya menjadi sukses dalam bisnis atau karirnya.
Hal ini merupakan prestasi bagi Tuhan π, sebab orang seperti ini semakin efektif bagi Tuhan.
Seorang kondektur bisa dipakai Tuhan, tetapi seorang direktur akan lebih efektif bagi Tuhan π Seorang cleaning service bisa membawa dampak bagi lingkungannya, tetapi seorang komisaris atau seorang gubernur akan lebih membawa dampak secara luas di masyarakat. Oleh sebab itu, kemalasan yang merupakan sikap yang tidak bertanggungjawab adalah dosa.
Orang malas yang tidak bertanggung jawab dalam bidang yang digelutinya berarti tidak melayani Tuhan π dengan baik.
Bagi seorang pengusaha, berhubung bisnisnya adalah pelayanan, maka semua hasil yang diperoleh dari bisnisnya tersebut haruslah dipersembahkan bagi Tuhan.
Dipersembahkan bagi Tuhan π berarti, tentu pertama adalah untuk keluarganya. Keluarga adalah pekerjaan Tuhan. Anak-anak adalah aset Kerajaan Surga yang dipersiapkan menjadi “anak panah Tuhan”. Kedua, merawat orang tua yang adalah tanggung jawab yang harus ditunaikan.
Harus selalu diingat, bahwa anak-anak dibesarkan oleh orang tua. Anak-anak harus merawat orang tua dengan baik. Ketiga, kita harus memperhatikan keluarga besar (paman, tante, keponakan dan lain sebagainya).
Keempat, menolong masyarakat di sekitar kita. Keberhasilan dan prestasi kita dapat menjadi naungan bagi banyak orang π₯, mulai dari pembantu rumah tangga, sopir, pegawai sampai semua kolega bisnis serta masyarakat luas.
Akhirnya, kelima, orang percaya harus sepenuhnya memikul tanggung jawab dalam pekerjaan Tuhan, yaitu turut mengambil bagian dalam pekerjaan Tuhan di gereja.
JBU
https://overcast.fm/+IqOAp2bEM
Senin, 21 Mei 2018
RH Truth Daily Enlightenment “TUBUH SEBAGAI KORBAN YANG KUDUS” Pdt. DR. Erastus Sabdono 22 Mei 2018
Lebih dari uang yang dapat kita berikan kepada Tuhan melalui kegiatan gereja, Tuhan π lebih berkenan kepada kehidupan yang tidak bercacat dalam penggunaan tubuh kita ini. Kata “kudus” dalam teks aslinya di Roma 12:2 adalah hagios (Ξ±Ξ³ΞΉΞΏΟ). Kata ini sebenarnya memiliki pengertian “berbeda dari yang lain”.
Dengan mempersembahkan tubuh sebagai korban yang kudus artinya agar dalam penggunaan tubuh, kita π₯ tidak berbuat dosa atau melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kehendak Allah.
Dalam 1 Tesalonika 4:7Firman Tuhan berkata: Allah memanggil kita bukan untuk melakukan apa yang cemar, melainkan apa yang kudus.
Sejajar dengan 1 Tesalonika 4:7, dalam 1 Petrus 1:16 Firman Tuhan tegas berkata: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus.
Kesucian tubuh, yaitu bagaimana mengelola tubuh sesuai dengan kehendak Allah π haruslah diperjuangkan, karena seseorang tidak akan dapat memiliki kesucian tanpa perjuangan.
Kesucian hidup tidak dapat dimiliki orang percaya secara otomatis.
Seberapa besar seseorang mencapai kesucian dalam tubuhnya sangat tergantung dari perjuangannya.
Itulah sebabnya Tuhan Yesus π menyatakan bahwa untuk masuk Kerajaan Surga harus berjuang (Luk. 13:24).
Di bagian lain Tuhan Yesus menyatakan bahwa banyak yang dipanggil, tetapi sedikit yang dipilih (Mat. 22:14).
Tentu pilihan ini juga berdasarkan respon seseorang.
Sangat menyedihkan, banyak orang Kristen π₯kalau sudah merasa percaya dan menjadi orang Kristen, maka ia merasa pasti selamat masuk surga.
Secara khusus Petrus menasihati kita dengan pernyataan yang sangat jelas untuk hidup dalam kesucian Allah : Sebab itu siapkanlah akal budimu, waspadalah dan letakanlah pengharapanmu seluruhnya atas kasih karunia yang dianugerahkan kepadamu pada waktu penyataan Yesus Kristus.
Hiduplah sebagai anak-anak yang taat dan jangan turuti hawa nafsu yang menguasai kamu pada waktu kebodohanmu, tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus (1Ptr. 1:13-16).
Orang Kristen yang tidak berani hidup suci dalam penggunaan tubuhnya, berarti tidak percaya kepada Tuhan Yesus π Percaya artinya menyerahkan diri kepada obyek yang dipercayainya. Kalau seseorang mengaku percaya kepada Tuhan Yesus, maka ia harus bersedia untuk hidup dalam kesucian dengan tubuhnya.
Paulus dalam kesaksian hidupnya menyatakan: Tetapi aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak (1Kor. 6:27).
Melatih tubuh menunjukkan perjuangan Paulus untuk menjadi seorang yang berkenan kepada Tuhan π, agar ia tidak ditolak oleh Allah.
Paulus tidak peduli ditolak atau diterima oleh manusia (Gal. 1:9-10), tetapi ia takut ditolak oleh Allah.
Itulah sebabnya Paulus berusaha untukberkenan kepada Allah, karena
semua orang harus menghadap takhta pengadilan Allah (1Kor. 6:9-10).
Dengan penebusan oleh darah Yesus, maka tubuh kita bukan milik kita sendiri (1Kor. 6:19-20).
Tuhan π yang memiliki tubuh kita secara penuh. Sebenarnya, kita tidak lagi memiliki keberhakan atas tubuh kita ini.
Harus dimengerti bahwa konteks 1 Korintus 6:12-20 adalah mengenai dosa percabulan.
Di dalamnya Paulus mengajar kita untuk menjadi satu roh dengan tuhan (1Kor. 6:17).
Untuk menjadi satu roh dengan Tuhan π, tubuh kita harus kudus.
Itulah sebabnya Firman Tuhan mengatakan dalam 2 Korintus 6:17-18, Sebab itu: Keluarlah kamu dari antara mereka, dan pisahkanlah dirimu dari mereka, firman Tuhan, dan janganlah menjamah apa yang najis, maka Aku akan menerima kamu.
Dan Aku akan menjadi Bapamu, dan kamu akan menjadi anak-anak-Ku laki-laki dan anak-anak-Ku perempuan demikianlah firman Tuhan , Yang Mahakuasa.”
Dalam teks ini orang percaya dipanggil untuk keluar dari kehidupan yang tidak sesuai kehendak Allah π, sejak di dunia ini dan dalam pergaulan di bumi.
Dengan penebusan oleh darah Yesus, maka tubuh kita adalah Bait Roh Kudus. Ini adalah sesuatu yang sangat luar biasa, dimana Allah π berkenan hadir dalam hidup kita, menyatu dengan kita dalam persekutuan setiap saat.
Itulah sebabnya, tidak bisa tidak, tubuh yang kita kenakan ini tidak boleh dicemari dosa sama sekali.
Dosa yang dilakukan dengan tubuh ini, merupakan tindakan tidak menghormati Roh Kudus, yang sama dengan tidak menghormati Tuhan.
Idealnya, orang yang telah ditebus oleh darah Yesusπ , berani menyatakan seperti yang dikatakan Paulus: “… namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku.
Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku” (Gal. 2:20).
Hidup dalam iman kepada Anak Allah artinya hidup dalam kesucian tubuh setiap hari.
Kesucian dalam penggunaan tubuh lebih dari persembahan uang sebesar apapun kepada Tuhan.
JBU
https://overcast.fm/+IqOBmQ9ho
Dengan mempersembahkan tubuh sebagai korban yang kudus artinya agar dalam penggunaan tubuh, kita π₯ tidak berbuat dosa atau melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kehendak Allah.
Dalam 1 Tesalonika 4:7Firman Tuhan berkata: Allah memanggil kita bukan untuk melakukan apa yang cemar, melainkan apa yang kudus.
Sejajar dengan 1 Tesalonika 4:7, dalam 1 Petrus 1:16 Firman Tuhan tegas berkata: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus.
Kesucian tubuh, yaitu bagaimana mengelola tubuh sesuai dengan kehendak Allah π haruslah diperjuangkan, karena seseorang tidak akan dapat memiliki kesucian tanpa perjuangan.
Kesucian hidup tidak dapat dimiliki orang percaya secara otomatis.
Seberapa besar seseorang mencapai kesucian dalam tubuhnya sangat tergantung dari perjuangannya.
Itulah sebabnya Tuhan Yesus π menyatakan bahwa untuk masuk Kerajaan Surga harus berjuang (Luk. 13:24).
Di bagian lain Tuhan Yesus menyatakan bahwa banyak yang dipanggil, tetapi sedikit yang dipilih (Mat. 22:14).
Tentu pilihan ini juga berdasarkan respon seseorang.
Sangat menyedihkan, banyak orang Kristen π₯kalau sudah merasa percaya dan menjadi orang Kristen, maka ia merasa pasti selamat masuk surga.
Secara khusus Petrus menasihati kita dengan pernyataan yang sangat jelas untuk hidup dalam kesucian Allah : Sebab itu siapkanlah akal budimu, waspadalah dan letakanlah pengharapanmu seluruhnya atas kasih karunia yang dianugerahkan kepadamu pada waktu penyataan Yesus Kristus.
Hiduplah sebagai anak-anak yang taat dan jangan turuti hawa nafsu yang menguasai kamu pada waktu kebodohanmu, tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus (1Ptr. 1:13-16).
Orang Kristen yang tidak berani hidup suci dalam penggunaan tubuhnya, berarti tidak percaya kepada Tuhan Yesus π Percaya artinya menyerahkan diri kepada obyek yang dipercayainya. Kalau seseorang mengaku percaya kepada Tuhan Yesus, maka ia harus bersedia untuk hidup dalam kesucian dengan tubuhnya.
Paulus dalam kesaksian hidupnya menyatakan: Tetapi aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak (1Kor. 6:27).
Melatih tubuh menunjukkan perjuangan Paulus untuk menjadi seorang yang berkenan kepada Tuhan π, agar ia tidak ditolak oleh Allah.
Paulus tidak peduli ditolak atau diterima oleh manusia (Gal. 1:9-10), tetapi ia takut ditolak oleh Allah.
Itulah sebabnya Paulus berusaha untukberkenan kepada Allah, karena
semua orang harus menghadap takhta pengadilan Allah (1Kor. 6:9-10).
Dengan penebusan oleh darah Yesus, maka tubuh kita bukan milik kita sendiri (1Kor. 6:19-20).
Tuhan π yang memiliki tubuh kita secara penuh. Sebenarnya, kita tidak lagi memiliki keberhakan atas tubuh kita ini.
Harus dimengerti bahwa konteks 1 Korintus 6:12-20 adalah mengenai dosa percabulan.
Di dalamnya Paulus mengajar kita untuk menjadi satu roh dengan tuhan (1Kor. 6:17).
Untuk menjadi satu roh dengan Tuhan π, tubuh kita harus kudus.
Itulah sebabnya Firman Tuhan mengatakan dalam 2 Korintus 6:17-18, Sebab itu: Keluarlah kamu dari antara mereka, dan pisahkanlah dirimu dari mereka, firman Tuhan, dan janganlah menjamah apa yang najis, maka Aku akan menerima kamu.
Dan Aku akan menjadi Bapamu, dan kamu akan menjadi anak-anak-Ku laki-laki dan anak-anak-Ku perempuan demikianlah firman Tuhan , Yang Mahakuasa.”
Dalam teks ini orang percaya dipanggil untuk keluar dari kehidupan yang tidak sesuai kehendak Allah π, sejak di dunia ini dan dalam pergaulan di bumi.
Dengan penebusan oleh darah Yesus, maka tubuh kita adalah Bait Roh Kudus. Ini adalah sesuatu yang sangat luar biasa, dimana Allah π berkenan hadir dalam hidup kita, menyatu dengan kita dalam persekutuan setiap saat.
Itulah sebabnya, tidak bisa tidak, tubuh yang kita kenakan ini tidak boleh dicemari dosa sama sekali.
Dosa yang dilakukan dengan tubuh ini, merupakan tindakan tidak menghormati Roh Kudus, yang sama dengan tidak menghormati Tuhan.
Idealnya, orang yang telah ditebus oleh darah Yesusπ , berani menyatakan seperti yang dikatakan Paulus: “… namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku.
Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku” (Gal. 2:20).
Hidup dalam iman kepada Anak Allah artinya hidup dalam kesucian tubuh setiap hari.
Kesucian dalam penggunaan tubuh lebih dari persembahan uang sebesar apapun kepada Tuhan.
JBU
https://overcast.fm/+IqOBmQ9ho
Minggu, 20 Mei 2018
RH Truth Daily Enlightenment “TUBUH SEBAGAI KORBAN YANG HIDUP” Pdt. DR. Erastus Sabdono 21 Mei 2018
Banyak orang Kristen yang berpikir, kalau mereka sudah pergi ke gereja πberarti sudah berbakti kepada Tuhan.
Dalam pemikiran mereka, kebaktian di gereja mengikuti liturgi sama dengan beribadah atau berbakti kepada Tuhan secara penuh.
Cara berpikir seperti ini adalah cara berpikir agama-agama kafir yang tidak mengenal kebenaran. Biasanya mereka merasa sudah beribadah kepada dewa, ilah atau alah yang mereka sembah, karena sudah menyelenggarakan suatu ritual atau seremonial.
Hal ini sama dengan orang-orang Kristen π₯yang merasa sudah berbakti kepada Tuhan hanya karena telah mengikuti liturgi dalam gereja.
Sesungguhnya, kebaktian tidaklah demikian.
Kebaktian adalah ketika seseorang mempersembahkan tubuh sebagai korban yang hidup, kudus dan yang berkenan kepada Allah π, serta berkeadaan pola berpikir yang tidak sama dengan dunia ini (Rm. 12:1-2).
Kata beribadah dalam Roma 12:1 adalah latreia (λαΟΟΡια), yang lebih berarti “melayani”. Kata ini juga digunakan oleh Tuhan Yesus π dalam Lukas 4:8, ketika Yesus menangkis bujukan Iblis untuk mengingni dunia ini.
Yesus berkata: “Ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!”Kata berbakti dalam ayat ini, sama degan kata “ibadah” dalam Roma 12:1.
Nasihat Paulus mengenai bagaimana ibadah yang sejati dimulai dengan pernyataan: Demi kemurahan Allah, yang artinya karena Allah telah berkemurahan atau karena Allah π telah memberikan anugerah.
Hal ini menunjukkan bahwa ibadah kita kepada Tuhan didasarkan karena kita telah berhutang kebaikan dari Tuhan.
Dengan dasar dan pengertian ini, maka ibadah kita kepada Tuhan bukan alat manipulasi untuk mengatur Tuhan π atau memperoleh sesuatu, dan juga bukan usaha untuk memberi jasa kepada Tuhan.
Mempersembahkan tubuh sebagai korban yang hidup, kudus, dan yang berkenan kepada Allah memiliki makna bahwa tubuh kita harus digunakan untuk kepentingan pekerjaan Tuhan.
Tubuh kita bukan untuk kesenangan diri sendiri, tetapi menjadi berguna bagi penggenapan rencana Allah di dunia π ini.
Kalau orang percaya bekerja menggunakan tubuh, hal tersebut dilakukan untuk kepentingan Kerajaan Allah.
Oleh sebab itu, menjadi tanggungjawab setiap individu untuk mengembangkan potensi di dalam dirinya, agar tubuhnya bisa efektif bagi pekerjaan Tuhan.
Dalam hal ini, kemalasan adalah suatu dosa; sebab orang malas membuat dirinya tidak efektif bagi Tuhan dan tidak bertanggung jawab kepada-Nya secara benar.
.
Bekerja menggunakan tubuh adalah ibadah.
Ini berarti bekerja dalam lingkungan di luar gereja adalah sesuatu yang tidak lebih rendah dari mereka yang bekerja di lingkungan gereja π
Harus dimengerti bahwa perintah Allah yang pertama kepada manusia adalah bekerja dengan menggunakan tubuh.
Dalam Kejadian 2:15 Tuhan berfiman: TUHAN Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu. Kata mengusahakan dalam teks aslinya adalah abad (Χ’ΧΧ), Kata ini berarti juga bekerja, yaitu kegiatan dengan menggunakan anggota tubuh atau fisik.
Dari kata inilah kita menemukan kata ibadah.
Dalam hal ini, filsafat banyak agama mengajarkan bahwa orang yang tidak mengambil bagian dalam pekerjaan sekuler (pekerjaan secara umum) di antaranya yang tidak menggunakan kekuatan fisik, yaitu mereka yang ada di dalam lingkungan biara atau di lingkungan keagamaan- dipandang dan dianggap lebih mulia.
Profesi tersebut dikategorikan sebagai profesi rohani.
Sedangkan pekerjaan sekuler dipandang sebagai pekerjaan duniawi.
Dari filosofi yang salah ini, maka pada umumnya orang Kristen π₯ juga berpandangan bahwa profesi pendeta lebih rohani dari profesi pedagang, guru atau pendidik, tenaga medis, teknokrat dan lain sebagainya, yang bersifar sekuler.
Pandangan di atas sebenarnya tidak tepat.
Suatu pekerjaan dipandang rohani atau duniawi tidaklah ditentukan oleh jenis pekerjaan itu semata-mata, tetapi ditentukan oleh motivasi terdalam seseorang melakukan pekerjaan tersebut.
Oleh karena merasa bahwa pekerjaan yang dilakukan bukan pekerjaan rohani, maka sebagai dampaknya banyak orang Kristen π₯ tidak sungguh-sungguh membersihkan pekerjaan mereka daripraktik-praktik yang bertentangan dengan moral anak Allah.
Biasanya orang-orang Kristen seperti itu, bekerja hanya untuk menuai uang demi menumpuk harta. Mereka merasa sudah mengembalikan milik Tuhan π vhanya karena memberi sebagian uangnya untuk gereja, seperti perpuluhan atau persembahan lainnya. Sementara itu, semakin banyak hartanya, semakin besar rumahnya, semakin mewah mobilnya, semakin berkilau perhiasannya, semakin “branded” barang-barangnya, serta hidup dalam kemewahan tanpa memedulikan penderitaan orang lain dan pekerjaan Tuhan secara proporsional.
JBU
https://overcast.fm/+IqODw8W1o
Dalam pemikiran mereka, kebaktian di gereja mengikuti liturgi sama dengan beribadah atau berbakti kepada Tuhan secara penuh.
Cara berpikir seperti ini adalah cara berpikir agama-agama kafir yang tidak mengenal kebenaran. Biasanya mereka merasa sudah beribadah kepada dewa, ilah atau alah yang mereka sembah, karena sudah menyelenggarakan suatu ritual atau seremonial.
Hal ini sama dengan orang-orang Kristen π₯yang merasa sudah berbakti kepada Tuhan hanya karena telah mengikuti liturgi dalam gereja.
Sesungguhnya, kebaktian tidaklah demikian.
Kebaktian adalah ketika seseorang mempersembahkan tubuh sebagai korban yang hidup, kudus dan yang berkenan kepada Allah π, serta berkeadaan pola berpikir yang tidak sama dengan dunia ini (Rm. 12:1-2).
Kata beribadah dalam Roma 12:1 adalah latreia (λαΟΟΡια), yang lebih berarti “melayani”. Kata ini juga digunakan oleh Tuhan Yesus π dalam Lukas 4:8, ketika Yesus menangkis bujukan Iblis untuk mengingni dunia ini.
Yesus berkata: “Ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!”Kata berbakti dalam ayat ini, sama degan kata “ibadah” dalam Roma 12:1.
Nasihat Paulus mengenai bagaimana ibadah yang sejati dimulai dengan pernyataan: Demi kemurahan Allah, yang artinya karena Allah telah berkemurahan atau karena Allah π telah memberikan anugerah.
Hal ini menunjukkan bahwa ibadah kita kepada Tuhan didasarkan karena kita telah berhutang kebaikan dari Tuhan.
Dengan dasar dan pengertian ini, maka ibadah kita kepada Tuhan bukan alat manipulasi untuk mengatur Tuhan π atau memperoleh sesuatu, dan juga bukan usaha untuk memberi jasa kepada Tuhan.
Mempersembahkan tubuh sebagai korban yang hidup, kudus, dan yang berkenan kepada Allah memiliki makna bahwa tubuh kita harus digunakan untuk kepentingan pekerjaan Tuhan.
Tubuh kita bukan untuk kesenangan diri sendiri, tetapi menjadi berguna bagi penggenapan rencana Allah di dunia π ini.
Kalau orang percaya bekerja menggunakan tubuh, hal tersebut dilakukan untuk kepentingan Kerajaan Allah.
Oleh sebab itu, menjadi tanggungjawab setiap individu untuk mengembangkan potensi di dalam dirinya, agar tubuhnya bisa efektif bagi pekerjaan Tuhan.
Dalam hal ini, kemalasan adalah suatu dosa; sebab orang malas membuat dirinya tidak efektif bagi Tuhan dan tidak bertanggung jawab kepada-Nya secara benar.
.
Bekerja menggunakan tubuh adalah ibadah.
Ini berarti bekerja dalam lingkungan di luar gereja adalah sesuatu yang tidak lebih rendah dari mereka yang bekerja di lingkungan gereja π
Harus dimengerti bahwa perintah Allah yang pertama kepada manusia adalah bekerja dengan menggunakan tubuh.
Dalam Kejadian 2:15 Tuhan berfiman: TUHAN Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu. Kata mengusahakan dalam teks aslinya adalah abad (Χ’ΧΧ), Kata ini berarti juga bekerja, yaitu kegiatan dengan menggunakan anggota tubuh atau fisik.
Dari kata inilah kita menemukan kata ibadah.
Dalam hal ini, filsafat banyak agama mengajarkan bahwa orang yang tidak mengambil bagian dalam pekerjaan sekuler (pekerjaan secara umum) di antaranya yang tidak menggunakan kekuatan fisik, yaitu mereka yang ada di dalam lingkungan biara atau di lingkungan keagamaan- dipandang dan dianggap lebih mulia.
Profesi tersebut dikategorikan sebagai profesi rohani.
Sedangkan pekerjaan sekuler dipandang sebagai pekerjaan duniawi.
Dari filosofi yang salah ini, maka pada umumnya orang Kristen π₯ juga berpandangan bahwa profesi pendeta lebih rohani dari profesi pedagang, guru atau pendidik, tenaga medis, teknokrat dan lain sebagainya, yang bersifar sekuler.
Pandangan di atas sebenarnya tidak tepat.
Suatu pekerjaan dipandang rohani atau duniawi tidaklah ditentukan oleh jenis pekerjaan itu semata-mata, tetapi ditentukan oleh motivasi terdalam seseorang melakukan pekerjaan tersebut.
Oleh karena merasa bahwa pekerjaan yang dilakukan bukan pekerjaan rohani, maka sebagai dampaknya banyak orang Kristen π₯ tidak sungguh-sungguh membersihkan pekerjaan mereka daripraktik-praktik yang bertentangan dengan moral anak Allah.
Biasanya orang-orang Kristen seperti itu, bekerja hanya untuk menuai uang demi menumpuk harta. Mereka merasa sudah mengembalikan milik Tuhan π vhanya karena memberi sebagian uangnya untuk gereja, seperti perpuluhan atau persembahan lainnya. Sementara itu, semakin banyak hartanya, semakin besar rumahnya, semakin mewah mobilnya, semakin berkilau perhiasannya, semakin “branded” barang-barangnya, serta hidup dalam kemewahan tanpa memedulikan penderitaan orang lain dan pekerjaan Tuhan secara proporsional.
JBU
https://overcast.fm/+IqODw8W1o
RH Truth Daily Enlightenment “SEPENUH HATI” Pdt. DR. Erastus Sabdono 20 Mei 2018
Ditengah-tengah komunitas Kristen, masih saja terdapat pemahaman yang salah mengenai siapa yang patut disebut sebagai hamba Tuhan.
Biasanya mereka yang merasa diri sah dengan status sebagai hamba Tuhan, merasa berhak untuk menerima perpuluhan.
Biasanya mereka juga merasa sebagai imam-imam, seperti imam-imam di Perjanjian Lama.
Dalam hal ini, jemaat π₯dipandang sebagai umat, sepertiumat Israel. Dengan demikian “imam-imam” tersebut merasa berhak untuk menerima perpuluhan.
Firman Tuhan jelas menyatakan bahwa kita semua adalah imamat-imamat (1Ptr. 2:9).
Kalimat imamat yang rajani dalam 1 Petrus 2:9 dalam teks aslinya adalah basileion ierateuma (ΞΞ±ΟιλΡιον ΞΉΞ΅ΟΞ±ΟΞ΅Ο ΞΌΞ±), yang diterjemahkan dalam bahasa Inggris sebagai kingly priesthood. Priesthood artinya keimaman atau yang sama artinya dengan hulubalang. Kingly artinya bertalian dengan hal kerajaan.
Imam-imam di Perjanjian Lama adalah hulubalang-hulubalang Elohim Yahwe yang melayani Dia di Bait Allah.
Orang percaya adalah hulubalang dalam Kerajaan Surga, yang sama dengan seorang imam yang melayani di Bait Allah.
Semua orang percaya adalah imam-imam bagi Tuhan Yesus π
Dengan demikian, tidak ada strata dalam gereja Tuhan Yesus.
Seharusnya, orang percaya berani menyatakan bahwa dirinya adalah seorang hamba Tuhan atau hulubalang atau imam bagi Tuhan Yesus Kristus.
Seorang hamba Tuhan atau hulubalang atau seorang imam bagi Tuhan Yesus, tidak harus memiliki jabatan sinode sebagai pendeta.
Kita yang telah dibeli oleh Tuhan Yesus π dengan darah-Nya yang mahal adalah milik-Nya seratus persen atau sepenuhnya. Kalau dulu kita adalah hamba dosa, sekarang harus menjadi hamba Tuhan.
Untuk ini, kita π₯ tidak boleh lagi membedakan, kalau pendeta adalah hamba Tuhan sedangkan jemaat bukan hamba Tuhan.
Kalau bukan hamba Tuhan, hamba siapa? Dalam kehidupan ini orang percaya harus memilih menjadi hamba Tuhan atau hamba setan.
Orang percaya harus menempatkan diri di satu pihak.
Kalau semua orang percaya disebut dan memang demikian adanya berstatus sebagai hamba Tuhan, maka berarti semua orang percaya π₯ harus mengabdi kepada Tuhan Yesus sebagai Tuannya sepenuh waktu, sebab bagi Tuhan Yesus tidak ada pelayan atau hamba Tuhan Yesus yang separuh waktu (Ing. parttimer).
Tuhan Yesus menegaskan di dalam Firman-Nya, bahwa orang percaya tidak bisa atau tidak boleh mengabdi kepada dua tuan (Mat. 6:24).
Seseorang harus menjadi hamba Tuhan Yesus π sepenuh waktu (full timer) atau tidak sama sekali. Dengan menjadi hamba Tuhan sepenuh waktu bagi Tuhan, maka apapun harus dengan rela dilepaskan bagi kepentingan Kerajaan Surga.
Ini berarti ia harus rela kehilangan “nyawa”, artinya kehilangan segala kesenangan dunia ini, demi dapat melayani Tuhan sepenuh waktu.
Menjadi hamba Tuhan sepenuh waktu berarti sepenuh hati.
Tidak sedikit orang yang mengaku hamba Tuhan atau yang melayani Tuhan π sepenuh waktu, tetapi sebenarnya tidak sepenuh waktu.
Ukuran sepenuh waktu bukan pada jam atau waktu yang digunakan dalam kegiatan gereja π, tetapi sikap hatinya.
Sikap hati terhadap Tuhan dan terhadap dunia ini, serta kualitas kehidupan rohani atau kedewasaannya.
Kalau seseorang belum mengasihi Tuhan πdengan segenap hati, jiwa, akal budi dan kekuatan, tidak mungkin ia dapat melayani Tuhan sepenuh waktu.
Orang seperti ini pasti sebagian hatinya masih terbelah, karena mengasihi dunia ini.
Paling tidak, ia masih ingin hidup wajar seperti manusia lain.
Hal ini tidak dapat dihindari, sebab kalau seseorang belum dewasa, maka belum bisa meninggalkan percintaan dengan dunia π
Biasanya orang-orang seperti ini, masih mengingini bagaimana bisa menikmati dunia, walau sekecil apapun.
Berbeda dengan orang Kristen yang mengasihi Tuhan dengan segenap hidup dan bertumbuh dalam kedewasaan rohani, ia sudah tidak mau lagi menikmati dunia seperti anak-anak dunia.
Dengan demikian, orang yang bersedia melayani Tuhan sepenuh waktu dari sikap hatinya yang benar, bersedia meninggalkan kesenangan dunia π dan keinginan-keinginan yang bertentangan dengan kehendak Allah adalah hamba Tuhan.
Tentu saja, orang-orang seperti ini hidupnya bersih di hadapan Tuhan.
Dalam hal ini pelayanan yang benar bagi Tuhan π adalah menyenangkan hati-Nya dengan segala perbuatan yang benar, termasuk dalam mempersembahkan persembahan bagi Tuhan.
Kehidupan seorang percaya tidak bisa dipisahkan dengan kesucian hidup.
Orang yang hidupnya tidak bersih atau tidak benar di hadapan Tuhan π, tidak mungkin dapat melayani Tuhan sepenuh waktu. Tetapi, ini bukan berarti harus menunggu hidup sempurna, baru dapat mengambil bagian dalam pelayanan pekerjaan Tuhan.
Setiap orang percaya harus sedini mungkin belajar untuk hidup benar.
Hidup yang benar orang percaya π₯ ditandai dengan kesediaannya hidup sepenuhnya untuk melayani Tuhan.
Orang percaya harus terus bergerak dalam pertumbuhan iman yang benar, yaitu semakin seperti Yesus.
Sementara berubah terus semakin seperti Yesus, orang percaya π₯ belajar mengambil bagian dalam pelayanan pekerjaan Tuhan.
Oleh sebab itu, lebih dari mempersoalkan uang persembahan, perpuluhan dan masalah-masalah “minor” lainnya, hati orang percaya harus digarap dengan benar.
Kalau hatinya sudah beres, maka masalah lain juga menjadi beres.
Orang percaya π₯ seperti ini sudah tidak lagi mempermasalahkan berapa persen penghasilannya yang harus dikembalikan kepada Tuhan.
Baginya segenap hidup adalah persembahan bagi Tuhan.
JBU
https://overcast.fm/+IqOCpJwKc
Biasanya mereka yang merasa diri sah dengan status sebagai hamba Tuhan, merasa berhak untuk menerima perpuluhan.
Biasanya mereka juga merasa sebagai imam-imam, seperti imam-imam di Perjanjian Lama.
Dalam hal ini, jemaat π₯dipandang sebagai umat, sepertiumat Israel. Dengan demikian “imam-imam” tersebut merasa berhak untuk menerima perpuluhan.
Firman Tuhan jelas menyatakan bahwa kita semua adalah imamat-imamat (1Ptr. 2:9).
Kalimat imamat yang rajani dalam 1 Petrus 2:9 dalam teks aslinya adalah basileion ierateuma (ΞΞ±ΟιλΡιον ΞΉΞ΅ΟΞ±ΟΞ΅Ο ΞΌΞ±), yang diterjemahkan dalam bahasa Inggris sebagai kingly priesthood. Priesthood artinya keimaman atau yang sama artinya dengan hulubalang. Kingly artinya bertalian dengan hal kerajaan.
Imam-imam di Perjanjian Lama adalah hulubalang-hulubalang Elohim Yahwe yang melayani Dia di Bait Allah.
Orang percaya adalah hulubalang dalam Kerajaan Surga, yang sama dengan seorang imam yang melayani di Bait Allah.
Semua orang percaya adalah imam-imam bagi Tuhan Yesus π
Dengan demikian, tidak ada strata dalam gereja Tuhan Yesus.
Seharusnya, orang percaya berani menyatakan bahwa dirinya adalah seorang hamba Tuhan atau hulubalang atau imam bagi Tuhan Yesus Kristus.
Seorang hamba Tuhan atau hulubalang atau seorang imam bagi Tuhan Yesus, tidak harus memiliki jabatan sinode sebagai pendeta.
Kita yang telah dibeli oleh Tuhan Yesus π dengan darah-Nya yang mahal adalah milik-Nya seratus persen atau sepenuhnya. Kalau dulu kita adalah hamba dosa, sekarang harus menjadi hamba Tuhan.
Untuk ini, kita π₯ tidak boleh lagi membedakan, kalau pendeta adalah hamba Tuhan sedangkan jemaat bukan hamba Tuhan.
Kalau bukan hamba Tuhan, hamba siapa? Dalam kehidupan ini orang percaya harus memilih menjadi hamba Tuhan atau hamba setan.
Orang percaya harus menempatkan diri di satu pihak.
Kalau semua orang percaya disebut dan memang demikian adanya berstatus sebagai hamba Tuhan, maka berarti semua orang percaya π₯ harus mengabdi kepada Tuhan Yesus sebagai Tuannya sepenuh waktu, sebab bagi Tuhan Yesus tidak ada pelayan atau hamba Tuhan Yesus yang separuh waktu (Ing. parttimer).
Tuhan Yesus menegaskan di dalam Firman-Nya, bahwa orang percaya tidak bisa atau tidak boleh mengabdi kepada dua tuan (Mat. 6:24).
Seseorang harus menjadi hamba Tuhan Yesus π sepenuh waktu (full timer) atau tidak sama sekali. Dengan menjadi hamba Tuhan sepenuh waktu bagi Tuhan, maka apapun harus dengan rela dilepaskan bagi kepentingan Kerajaan Surga.
Ini berarti ia harus rela kehilangan “nyawa”, artinya kehilangan segala kesenangan dunia ini, demi dapat melayani Tuhan sepenuh waktu.
Menjadi hamba Tuhan sepenuh waktu berarti sepenuh hati.
Tidak sedikit orang yang mengaku hamba Tuhan atau yang melayani Tuhan π sepenuh waktu, tetapi sebenarnya tidak sepenuh waktu.
Ukuran sepenuh waktu bukan pada jam atau waktu yang digunakan dalam kegiatan gereja π, tetapi sikap hatinya.
Sikap hati terhadap Tuhan dan terhadap dunia ini, serta kualitas kehidupan rohani atau kedewasaannya.
Kalau seseorang belum mengasihi Tuhan πdengan segenap hati, jiwa, akal budi dan kekuatan, tidak mungkin ia dapat melayani Tuhan sepenuh waktu.
Orang seperti ini pasti sebagian hatinya masih terbelah, karena mengasihi dunia ini.
Paling tidak, ia masih ingin hidup wajar seperti manusia lain.
Hal ini tidak dapat dihindari, sebab kalau seseorang belum dewasa, maka belum bisa meninggalkan percintaan dengan dunia π
Biasanya orang-orang seperti ini, masih mengingini bagaimana bisa menikmati dunia, walau sekecil apapun.
Berbeda dengan orang Kristen yang mengasihi Tuhan dengan segenap hidup dan bertumbuh dalam kedewasaan rohani, ia sudah tidak mau lagi menikmati dunia seperti anak-anak dunia.
Dengan demikian, orang yang bersedia melayani Tuhan sepenuh waktu dari sikap hatinya yang benar, bersedia meninggalkan kesenangan dunia π dan keinginan-keinginan yang bertentangan dengan kehendak Allah adalah hamba Tuhan.
Tentu saja, orang-orang seperti ini hidupnya bersih di hadapan Tuhan.
Dalam hal ini pelayanan yang benar bagi Tuhan π adalah menyenangkan hati-Nya dengan segala perbuatan yang benar, termasuk dalam mempersembahkan persembahan bagi Tuhan.
Kehidupan seorang percaya tidak bisa dipisahkan dengan kesucian hidup.
Orang yang hidupnya tidak bersih atau tidak benar di hadapan Tuhan π, tidak mungkin dapat melayani Tuhan sepenuh waktu. Tetapi, ini bukan berarti harus menunggu hidup sempurna, baru dapat mengambil bagian dalam pelayanan pekerjaan Tuhan.
Setiap orang percaya harus sedini mungkin belajar untuk hidup benar.
Hidup yang benar orang percaya π₯ ditandai dengan kesediaannya hidup sepenuhnya untuk melayani Tuhan.
Orang percaya harus terus bergerak dalam pertumbuhan iman yang benar, yaitu semakin seperti Yesus.
Sementara berubah terus semakin seperti Yesus, orang percaya π₯ belajar mengambil bagian dalam pelayanan pekerjaan Tuhan.
Oleh sebab itu, lebih dari mempersoalkan uang persembahan, perpuluhan dan masalah-masalah “minor” lainnya, hati orang percaya harus digarap dengan benar.
Kalau hatinya sudah beres, maka masalah lain juga menjadi beres.
Orang percaya π₯ seperti ini sudah tidak lagi mempermasalahkan berapa persen penghasilannya yang harus dikembalikan kepada Tuhan.
Baginya segenap hidup adalah persembahan bagi Tuhan.
JBU
https://overcast.fm/+IqOCpJwKc
Sabtu, 19 Mei 2018
RH Truth Daily Enlightenment “MENJADI DOULOS TUHAN YESUS” Pdt. DR. Erastus Sabdono 19 Mei 2018
Pada zaman anugerah, Allah Anak turun dari surga menjadi manusia, memberi Diri-Nya untuk dapat membeli atau menebus manusia dengan darah-Nya.
Kepemilikan kuasa kegelapan atas manusia, khususnya atas umat pilihan, dapat dihentikan.
Tuhan Yesus π yang membeli atau menebus manusia dengan pengorbanan-Nya di kayu salib dapat memiliki kembali manusia. Rasul Paulus dalam suratnya mengatakan: dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri (1Kor. 6:19). Kalimat ini sudah sangat jelas menunjukkan bahwa setelah Tuhan Yesus menebus kita, maka kita bukan milik kita sendiri, tetapi kita dapat kembali dimikili oleh Tuhan.
Tentu saja kita dimiliki oleh Tuhan seluruhnya atau seratus persen.
Dengan penebusan oleh darah Tuhan Yesus, maka kita tidak lagi memiliki hak apapun atas diri kita. Diri kita telah dimiliki oleh Tuhan Yesus π seratus persen.
Kalimat bahwa kita bukan milik kita sendiri adalah kalimat final yang tidak perlu ditambahi kalimat atau penjelasan lainnya.
Artinya sejak kita π₯ menerima penebusan oleh darah Yesus Kristus, kita tidak berhak atas hidup kita sama sekali.
Dengan keadaan hidup seperti ini, maka kita tidak mungkin bisa menjadi sama dengan dunia ini, dan kita tidak mungkin juga dapat hidup wajar seperti manusia lain.
Banyak orang Kristen π₯tidak sanggup menerima kenyataan bahwa mereka telah kehilangan seluruh milik mereka ketika mereka memberi diri menjadi anak tebusanTuhan.
Memang merupakan hal yang paling sulit dan berat untuk dilakukan, yaitu kalau seseorang kehilangan atau melepaskan kepemilikan dirinya.
Tetapi hal ini tidak bisa dan memang tidak boleh dihindari.
Penebusan secara legalitas, dari pihak pembeli, berhak memiliki obyek yang ditebus; tetapi dari pihak yang ditebus berarti ia harus melepaskan hak kepemilikannya sepenuhnya kepada yang menebus atau membeli dirinya.
Kalau ada orang Kristen π₯ yang tidak bersedia dimiliki oleh Tuhan sebagai penebus, maka hal ini sama saja dengan menolak penebusan tersebut.
Penolakan penebusan berarti menolak untuk diselamatkan. Diselamatkan artinya : dikembalikan ke rancangan semula Allah agar diperkenankan masuk dalam anggota keluarga Kerajaan.
Orang yang tidak melepaskan dirinya dari segala miliknya tidak dapat menjadi murid Tuhan Yesus.
Hal ini berarti, orang tersebut tidak bisa diubah oleh Tuhan π
Kalau seseorang tidak bisa diubah, berarti keselamatan yang tersedia bagi manusia menjadi sia-sia bagi orang tersebut.
Dalam hal ini harus dicatat bahwa menjadi orang Kristen bukan berarti sudah menerima penebusan oleh darah Yesus π secara benar. Kalau seseorang menolak dimiliki Tuhan, maka penebusan-Nya menjadi sia-sia.
Kalau ada orang berkata bahwa dirinya sudah percaya kepada Yesus, berarti ia menerima penebusan dan menjadi umat pilihan serta menerima keselamatan.
Harus dipersoalkan apa artinya percaya itu? Percaya berarti menyerahkan diri kepada obyek yang dipercayai (Yun. pisteuo).
Penyerahan ini berarti juga menyerahkan semua kepemilikan hidupnya sepenuhnya kepada Tuhan.
Jadi, kalau seseorang tidak bersedia menyerahkan seluruh miliknya bagi Tuhan, berarti ia tidak percaya atau belum percaya dengan benar.
Memang, percaya adalah sesuatu yang progresif. Dimulai dari menyetujui bahwa Yesus telah mati di kayu salib untuk menebus dosa-dosa manusia.
Kemudian belajar mengenal kebenaran Injil dan mengenakannya sebagai orang percaya yang benar.
Kalau hal ini berlangsung dengan baik, maka ia mengerti bagaimana seharusnya menjadi orang Kristen π₯ yang benar.
Salah satunya, harus menyerahkan segenap hidupnya tanpa batas bagi Tuhan.
Faktanya, banyak pengajaran yang tidak sesuai merasuk dalam jiwa dan pikiran jemaat, sehingga mereka tidak pernah mengerti bahwa mereka harus menyerahkan segenap hidup mereka sepenuhnya bagi Tuhan π
Mereka menjadi orang Kristen yang masih memiliki dirinya sendiri.
Biasanya, kalau mereka telah memberi persembahan kolekte, perpuluhan dan berbagai persembahan, mereka merasa sudah mengembalikan milik Tuhan.
Banyak orang Kristen π₯lebih senang berhitung bahwa sepuluh persen yang ada padanya adalah milik Tuhan, sedangkan yang sembilan puluh persen yang sebenarnya juga milik Tuhan, mereka
klaim sebagai milik mereka sendiri.
Sehingga mereka merasa berhak menggunakannya sesuai dengan keinginannya sendiri. Harus ditegaskan, pernyataan Alkitab πbahwa kita bukan milik kita sendiri berarti seratus persen yang ada pada kita adalah milik Tuhan.
Jadi, sangat keliru kalau ada yang mengatakan bahwa sepuluh persen milik Tuhan dan yang lain tidak jelas kepemilikannya. Sejatinya yang benar, seratus persen yang ada pada kita adalah milik Tuhan.
Kalau ada perhitungan bahwa sepuluh persen mutlak milik Tuhan, maka hal ini akan mengaburkan pengertian kepemilikan Tuhan π yang seratus persen tersebut secara mutlak.
Tuhan Yesus mengambil kita bukan dengan secara gratis, tetapi mengorbankan Diri-Nya sendiri.
Dengan darah-Nya Tuhan Yesus π menebus kita (1Ptr. 1:18-19).
Kita adalah doulos-doulos (budak) atau hamba-hamba Tuhan.
Yesus adalah majikan kita yang telah membeli kita dengan harga yang lunas dibayar.
Dia telah mati bagi kita, sehingga semestinya kita hidup hanya bagi Dia, yang telah mati bagi kita (2Kor. 5:14-15).
Praktik perpuluhan yang tidak bernafaskan kebenaran Perjanjian Baru, tidak boleh merusak prinsip ini.
Oleh sebab itu kata “memberi” persembahan kepada Tuhan π harus diganti dengan “mengembalikan” milik Tuhan.
JBU
https://overcast.fm/+IqOCWqIAs
Kepemilikan kuasa kegelapan atas manusia, khususnya atas umat pilihan, dapat dihentikan.
Tuhan Yesus π yang membeli atau menebus manusia dengan pengorbanan-Nya di kayu salib dapat memiliki kembali manusia. Rasul Paulus dalam suratnya mengatakan: dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri (1Kor. 6:19). Kalimat ini sudah sangat jelas menunjukkan bahwa setelah Tuhan Yesus menebus kita, maka kita bukan milik kita sendiri, tetapi kita dapat kembali dimikili oleh Tuhan.
Tentu saja kita dimiliki oleh Tuhan seluruhnya atau seratus persen.
Dengan penebusan oleh darah Tuhan Yesus, maka kita tidak lagi memiliki hak apapun atas diri kita. Diri kita telah dimiliki oleh Tuhan Yesus π seratus persen.
Kalimat bahwa kita bukan milik kita sendiri adalah kalimat final yang tidak perlu ditambahi kalimat atau penjelasan lainnya.
Artinya sejak kita π₯ menerima penebusan oleh darah Yesus Kristus, kita tidak berhak atas hidup kita sama sekali.
Dengan keadaan hidup seperti ini, maka kita tidak mungkin bisa menjadi sama dengan dunia ini, dan kita tidak mungkin juga dapat hidup wajar seperti manusia lain.
Banyak orang Kristen π₯tidak sanggup menerima kenyataan bahwa mereka telah kehilangan seluruh milik mereka ketika mereka memberi diri menjadi anak tebusanTuhan.
Memang merupakan hal yang paling sulit dan berat untuk dilakukan, yaitu kalau seseorang kehilangan atau melepaskan kepemilikan dirinya.
Tetapi hal ini tidak bisa dan memang tidak boleh dihindari.
Penebusan secara legalitas, dari pihak pembeli, berhak memiliki obyek yang ditebus; tetapi dari pihak yang ditebus berarti ia harus melepaskan hak kepemilikannya sepenuhnya kepada yang menebus atau membeli dirinya.
Kalau ada orang Kristen π₯ yang tidak bersedia dimiliki oleh Tuhan sebagai penebus, maka hal ini sama saja dengan menolak penebusan tersebut.
Penolakan penebusan berarti menolak untuk diselamatkan. Diselamatkan artinya : dikembalikan ke rancangan semula Allah agar diperkenankan masuk dalam anggota keluarga Kerajaan.
Orang yang tidak melepaskan dirinya dari segala miliknya tidak dapat menjadi murid Tuhan Yesus.
Hal ini berarti, orang tersebut tidak bisa diubah oleh Tuhan π
Kalau seseorang tidak bisa diubah, berarti keselamatan yang tersedia bagi manusia menjadi sia-sia bagi orang tersebut.
Dalam hal ini harus dicatat bahwa menjadi orang Kristen bukan berarti sudah menerima penebusan oleh darah Yesus π secara benar. Kalau seseorang menolak dimiliki Tuhan, maka penebusan-Nya menjadi sia-sia.
Kalau ada orang berkata bahwa dirinya sudah percaya kepada Yesus, berarti ia menerima penebusan dan menjadi umat pilihan serta menerima keselamatan.
Harus dipersoalkan apa artinya percaya itu? Percaya berarti menyerahkan diri kepada obyek yang dipercayai (Yun. pisteuo).
Penyerahan ini berarti juga menyerahkan semua kepemilikan hidupnya sepenuhnya kepada Tuhan.
Jadi, kalau seseorang tidak bersedia menyerahkan seluruh miliknya bagi Tuhan, berarti ia tidak percaya atau belum percaya dengan benar.
Memang, percaya adalah sesuatu yang progresif. Dimulai dari menyetujui bahwa Yesus telah mati di kayu salib untuk menebus dosa-dosa manusia.
Kemudian belajar mengenal kebenaran Injil dan mengenakannya sebagai orang percaya yang benar.
Kalau hal ini berlangsung dengan baik, maka ia mengerti bagaimana seharusnya menjadi orang Kristen π₯ yang benar.
Salah satunya, harus menyerahkan segenap hidupnya tanpa batas bagi Tuhan.
Faktanya, banyak pengajaran yang tidak sesuai merasuk dalam jiwa dan pikiran jemaat, sehingga mereka tidak pernah mengerti bahwa mereka harus menyerahkan segenap hidup mereka sepenuhnya bagi Tuhan π
Mereka menjadi orang Kristen yang masih memiliki dirinya sendiri.
Biasanya, kalau mereka telah memberi persembahan kolekte, perpuluhan dan berbagai persembahan, mereka merasa sudah mengembalikan milik Tuhan.
Banyak orang Kristen π₯lebih senang berhitung bahwa sepuluh persen yang ada padanya adalah milik Tuhan, sedangkan yang sembilan puluh persen yang sebenarnya juga milik Tuhan, mereka
klaim sebagai milik mereka sendiri.
Sehingga mereka merasa berhak menggunakannya sesuai dengan keinginannya sendiri. Harus ditegaskan, pernyataan Alkitab πbahwa kita bukan milik kita sendiri berarti seratus persen yang ada pada kita adalah milik Tuhan.
Jadi, sangat keliru kalau ada yang mengatakan bahwa sepuluh persen milik Tuhan dan yang lain tidak jelas kepemilikannya. Sejatinya yang benar, seratus persen yang ada pada kita adalah milik Tuhan.
Kalau ada perhitungan bahwa sepuluh persen mutlak milik Tuhan, maka hal ini akan mengaburkan pengertian kepemilikan Tuhan π yang seratus persen tersebut secara mutlak.
Tuhan Yesus mengambil kita bukan dengan secara gratis, tetapi mengorbankan Diri-Nya sendiri.
Dengan darah-Nya Tuhan Yesus π menebus kita (1Ptr. 1:18-19).
Kita adalah doulos-doulos (budak) atau hamba-hamba Tuhan.
Yesus adalah majikan kita yang telah membeli kita dengan harga yang lunas dibayar.
Dia telah mati bagi kita, sehingga semestinya kita hidup hanya bagi Dia, yang telah mati bagi kita (2Kor. 5:14-15).
Praktik perpuluhan yang tidak bernafaskan kebenaran Perjanjian Baru, tidak boleh merusak prinsip ini.
Oleh sebab itu kata “memberi” persembahan kepada Tuhan π harus diganti dengan “mengembalikan” milik Tuhan.
JBU
https://overcast.fm/+IqOCWqIAs
Kamis, 17 Mei 2018
RH Truth Daily Enlightenment “KEPEMILIKAN TUHAN” Pdt. DR. Erastus Sabdono 18 Mei 2018
Harus selalu diingat, karena manusia adalah makhluk ciptaan, manusia tidak menciptakan dirinya sendiri, maka manusia tidak mungkin tidak dimiliki oleh pihak lain. Manusia π₯ tidak akan pernah berhak atas dirinya sendiri.
Kalau manusia bisa menciptakan dirinya sendiri, maka manusia berhak memiliki dirinya sendiri.
Karena manusia diciptakan oleh pihak di luar dirinya, maka manusia tidak berhak atas dirinya.
Tetapi persoalannya adalah, siapa yang memiliki manusia? Apakah Tuhan yang memiliki, yaitu Tuhan π yang menciptakan manusia, atau pihak lain dimana manusia menjual dirinya atau menyerahkan dirinya?
Prinsip penting mengenai hukum kepemilikan kehidupan manusia sejak penciptaannya adalah: Kepada siapa manusia menaati, kepadanya manusia π₯ dimiliki. Walaupun Adam diciptakan oleh Tuhan dan secara hukum adalah milik Tuhan, tetapi manusia pertama diberi kebebasan apakah memberi diri dimiliki oleh Tuhan atau dimiliki oleh pihak lain.
Dalam hal ini nyata adanya kehendak bebas (Lat. Liberum arbitrium) dalam kehidupan manusia π₯
Jadi, sangatlah keliru kalau takdir manusia ditentukan oleh pihak di luar manusia. Tetapi yang benar adalah keadaan manusia ditentukan oleh keputusan dan pilihan manusia itu sendiri.
Allah tidak memaksa Adam untuk memberi diri dimiliki oleh Tuhan.
Tuhan π memberi kebebasan kepada manusia untuk sepenuhnya dimiliki oleh Tuhan, atau tidak.
Dimiliki sepenuhnya oleh Tuhan artinya dalam segala yang diingini dan dilakukan oleh manusia selalu sesuai dengan pikiran dan perasaan Tuhan.
Tetapi jika manusia menuruti keinginan pihak lain di luar Allah berarti manusia π₯ melepaskan dirinya dari kepemilikan Tuhan.
Sebenarnya hal ini sama dengan sebuah pemberontakan.
Dalam hal ini manusia selalu dalam keadaan harus memilih, yaitu menjadi sekutu Tuhan, berarti hidup dalam penurutan terhadap kehendak Allah, atau menjadi sekutu yang lain dengan kehidupan sesukanya sendiri.
Kepada keinginan atau kehendak siapa manusia menuruti, manusia akan dimiliki atau dikuasainya. Firman Tuhan π mengatakan: Sebab kita tahu, bahwa hukum Taurat adalah rohani, tetapi aku bersifat daging, terjual di bawah kuasa dosa (Rm. 7:14). Kejatuhan manusia ke dalam dosa tidak selalu atau tidak pasti selalu berdampak manusia menjadi bejat seperti binatang, tetapi manusia tidak mampu lagi mencapai standar kesucian yang dikehendaki oleh Allah.
Manusia meleset (Yun. hamartia) dari standar kesucian yang sebenarnya Allah kehendaki. Kepemilikan Tuhan π atas manusia secara benar ialah ketika manusia mengambil bagian dalam kekudusan Bapa, atau mengenakan kodrat Ilahi.
Ketika manusia tidak hidup dalam kesucian Allah, maka manusia tidak berada didalam pemilikan Tuhan secara benar.
Seharusnya manusia π₯hidup dalam penurutan terhadap kehendak Allah. Dengan cara hidup demikian, manusia dimiliki oleh Tuhan secara penuh. Tetapi ketika manusia tidak melakukan kehendak Allah, yaitu ketika manusia memilih jalannya lain yang ditawarkan oleh kuasa kegelapan, maka manusia menjual dirinya menjadi milik pihak lain.
Inilah yang dilakukan oleh Adam, manusia pertama. Manusia lebih menuruti Iblis daripada menuruti Tuhan (Kej. 3).
Hal ini menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi kita yang hidup di zaman akhir ini.
Kita harus memilih di pihak siapa kita berdiri dan hidup.
Di pihak Tuhan atau di pihak setan.
Orang yang tidak memilih, pasti di pihak musuh Allah.
Orang yang tidak hidup dalam kepemilikan Tuhan secara benar, masih membuka peluang melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan pikiran dan perasaan Tuhan.
Memang manusia tidak selalu atau pasti menjadi bejat seperti manusia biadab yang tidak beradab atau seperti binatang, tetapi manusiaπ₯ masih memiliki peluang untuk memiliki sebagian hidupnya guna melakukan apa yang menurut dirinya sendiri baik.
Umat Perjanjian Lama belum bisa dikembalikan ke rancangan semula, karena belum mengenal keselamatan dalam Yesus Kristus.
Itulah sebabnya mereka belum bisa dituntut untuk dapat mengembalikan segenap hidupnya bagi Tuhan π
Mereka baru dapat mengembalikan milik dalam jumlah persentase tertentu.
Tetapi berbeda dengan
Umat Perjanjian Baru yang harus menyadari bahwa segenap hidupnya adalah milik Tuhan.
JBU
Kalau manusia bisa menciptakan dirinya sendiri, maka manusia berhak memiliki dirinya sendiri.
Karena manusia diciptakan oleh pihak di luar dirinya, maka manusia tidak berhak atas dirinya.
Tetapi persoalannya adalah, siapa yang memiliki manusia? Apakah Tuhan yang memiliki, yaitu Tuhan π yang menciptakan manusia, atau pihak lain dimana manusia menjual dirinya atau menyerahkan dirinya?
Prinsip penting mengenai hukum kepemilikan kehidupan manusia sejak penciptaannya adalah: Kepada siapa manusia menaati, kepadanya manusia π₯ dimiliki. Walaupun Adam diciptakan oleh Tuhan dan secara hukum adalah milik Tuhan, tetapi manusia pertama diberi kebebasan apakah memberi diri dimiliki oleh Tuhan atau dimiliki oleh pihak lain.
Dalam hal ini nyata adanya kehendak bebas (Lat. Liberum arbitrium) dalam kehidupan manusia π₯
Jadi, sangatlah keliru kalau takdir manusia ditentukan oleh pihak di luar manusia. Tetapi yang benar adalah keadaan manusia ditentukan oleh keputusan dan pilihan manusia itu sendiri.
Allah tidak memaksa Adam untuk memberi diri dimiliki oleh Tuhan.
Tuhan π memberi kebebasan kepada manusia untuk sepenuhnya dimiliki oleh Tuhan, atau tidak.
Dimiliki sepenuhnya oleh Tuhan artinya dalam segala yang diingini dan dilakukan oleh manusia selalu sesuai dengan pikiran dan perasaan Tuhan.
Tetapi jika manusia menuruti keinginan pihak lain di luar Allah berarti manusia π₯ melepaskan dirinya dari kepemilikan Tuhan.
Sebenarnya hal ini sama dengan sebuah pemberontakan.
Dalam hal ini manusia selalu dalam keadaan harus memilih, yaitu menjadi sekutu Tuhan, berarti hidup dalam penurutan terhadap kehendak Allah, atau menjadi sekutu yang lain dengan kehidupan sesukanya sendiri.
Kepada keinginan atau kehendak siapa manusia menuruti, manusia akan dimiliki atau dikuasainya. Firman Tuhan π mengatakan: Sebab kita tahu, bahwa hukum Taurat adalah rohani, tetapi aku bersifat daging, terjual di bawah kuasa dosa (Rm. 7:14). Kejatuhan manusia ke dalam dosa tidak selalu atau tidak pasti selalu berdampak manusia menjadi bejat seperti binatang, tetapi manusia tidak mampu lagi mencapai standar kesucian yang dikehendaki oleh Allah.
Manusia meleset (Yun. hamartia) dari standar kesucian yang sebenarnya Allah kehendaki. Kepemilikan Tuhan π atas manusia secara benar ialah ketika manusia mengambil bagian dalam kekudusan Bapa, atau mengenakan kodrat Ilahi.
Ketika manusia tidak hidup dalam kesucian Allah, maka manusia tidak berada didalam pemilikan Tuhan secara benar.
Seharusnya manusia π₯hidup dalam penurutan terhadap kehendak Allah. Dengan cara hidup demikian, manusia dimiliki oleh Tuhan secara penuh. Tetapi ketika manusia tidak melakukan kehendak Allah, yaitu ketika manusia memilih jalannya lain yang ditawarkan oleh kuasa kegelapan, maka manusia menjual dirinya menjadi milik pihak lain.
Inilah yang dilakukan oleh Adam, manusia pertama. Manusia lebih menuruti Iblis daripada menuruti Tuhan (Kej. 3).
Hal ini menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi kita yang hidup di zaman akhir ini.
Kita harus memilih di pihak siapa kita berdiri dan hidup.
Di pihak Tuhan atau di pihak setan.
Orang yang tidak memilih, pasti di pihak musuh Allah.
Orang yang tidak hidup dalam kepemilikan Tuhan secara benar, masih membuka peluang melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan pikiran dan perasaan Tuhan.
Memang manusia tidak selalu atau pasti menjadi bejat seperti manusia biadab yang tidak beradab atau seperti binatang, tetapi manusiaπ₯ masih memiliki peluang untuk memiliki sebagian hidupnya guna melakukan apa yang menurut dirinya sendiri baik.
Umat Perjanjian Lama belum bisa dikembalikan ke rancangan semula, karena belum mengenal keselamatan dalam Yesus Kristus.
Itulah sebabnya mereka belum bisa dituntut untuk dapat mengembalikan segenap hidupnya bagi Tuhan π
Mereka baru dapat mengembalikan milik dalam jumlah persentase tertentu.
Tetapi berbeda dengan
Umat Perjanjian Baru yang harus menyadari bahwa segenap hidupnya adalah milik Tuhan.
JBU
Langganan:
Postingan (Atom)