Alkitab tidak diturunkan ke dunia dari langit secara mekanis seperti proses yang diakui beberapa tokoh agama dalam memperoleh Kitab Sucinya.
Mereka menyaksikan bahwa kitab mereka turun dari langit secara “ajaib”. Hal ini tentu merupakan usaha untuk mensahkan, bahwa Kitab Suci mereka yang memuat ajaran adalah benar dan suci yang berasal dari Allah yang benar.
Tidaklah demikian dengan proses penulisan Alkitab. Alkitab π tersusun melalui proses yang sangat manusiawi, artinya ada orang-orang yang turut terlibat atau berperan dalam pembentukannya atau penyusunannya. Penulis Alkitab adalah orang-orang yang mengalami Tuhan dalam kehidupannya, kemudian menulis pengalaman tersebut dengan bahasa manusia dan dibungkus dengan budaya yang ada pada zamannya.
Mereka menulis apa yang mereka lihat, rasakan dan alami secara konkret.
Jadi, Kitab Suci ditulis oleh para penulisnya setelah melewati pengalaman yang sudah berlangsung. Dalam menulis tersebut, tentu mereka dalam pimpinan Roh Kudus. Inilah yang disebut sebagai pengilhaman Roh Kudus π atau theo pneustos (2Tim. 3:16).
Pengilhaman tersebut bisa secara menyeluruh (pengilhaman plenary), bisa juga pengilhaman kata demi kata (pengilhaman verbal). Tentu apa yang ditulis merupakan pernyataan Tuhan (Ibr. 1:1; 2Ptr. 1:21). Mereka yang menerima pewahyuan atau ilham berjumlah sekitar 40 orang dalam kurun waktu 1.500 tahun.
Hal ini memberi pembuktian bahwa Alkitab π sungguh-sungguh benar, karena tidak diterima hanya oleh satu orang saja.
Dengan banyak penulis, maka nilai obyektivitasnya tidak seperti kalau hanya satu orang yang menerimanya.
Jika Alkitab diterima hanya oleh satu orang, maka obyektivitas kebenarannya bisa diragukan.
Dalam Alkitab tersirat bahwa Alkitab ditulis oleh manusia, karena nama penulisnya dicantumkan.
Alkitab diilhamkan oleh Roh Kudus π kepada para penulisnya tanpa menghilangkan kesadaran dan kemampuan berpikir penulis yang menerima ilham tersebut.
Dalam hal ini penulis dalam kesadaran penuh dengan menggunakan kemampuan yang ada, menulis ilham yang telah diberikan Tuhan kepadanya.
Dalam Alkitab kita menemukan Lukas -seorang tabib yang terpelajar dengan kemampuannya menulis- berusaha menulis apa yang disaksikannya mengenai Kristus (Kis. 1:1).
Dalam hal ini penulis Alkitab π bukan orang yang buta huruf yang tidak bisa membaca dan menulis.
Kalau penerimanya sendiri tidak bisa membaca dan menulis, maka ia sendiri tidak akan mengetahui isi wahyu atau ilham dari Allah tersebut.
Karena Allah adalah cerdas, maka orang yang menerima pewahyuan juga orang-orang cerdas.
Hal itu dimaksudkan untuk dapat mengimbangi kecerdasan Allah.
Orang-orang yang menerima wahyu Allah π dalam Alkitab adalah orang-orang cerdas seperti Musa, Daniel, Lukas dan lain sebagainya.
Roh Kudus telah memberikan hikmat kepada penulis untuk menuliskan ilham-Nya, dan menjaga serta menolong penulis untuk terhindar dari kekeliruan atas hal-hal yang prinsip dalam penulisan tersebut.
Dalam penulisannya, kadang-kadang manusia menjadi seperti mesin yang hanya menulis saja apa yang diberikan oleh Roh Kudus untuk dituliskan (pengilhaman mekanik), namun tidak menghilangkan kesadaran si penulis.
Seperti di pulau Patmos, Yohanes diperintahkan untuk menulis segala sesuatu yang dilihat dan didengarnya, tetapi semuanya ditulis dalam kesadaran.
Orang yang menulis Alkitab dalam kesadaran adalah orang yang dapat dipercaya, artinya ia sehat jasmani dan rohani, bukan orang yang tidak dalam kesadaran atau dalam kondisi trance (keadaan tidak sadarkan diri).
Kalau orang menerima wahyu Allah di luar kesadarannya, bagaimana bisa dipercaya?
Hal inilah yang kemudian menjadi masalah, apakah proses terbentuknya Alkitab lebih merupakan karya manusia atau karya Allah? Sebagai orang percaya, kita tidak perlu takut mengakui cara terbentuknya atau tertulisnya Alkitab dengan mekanisme tersebut.
Ini adalah kejujuran, daripada merekasaya pengakuan bahwa Alkitab turun dari surga secara mekanis yang bisa diunggulkan sebagai keajaiban, padahal tidak.
Sebagai orang percaya, kita π₯ harus percaya bahwa proses penulisan Alkitab ada dalam kontrol Tuhan yang sempurna.
Selanjutnya, kebenarannya dapat dibuktikan dalam kehidupan di sepanjang zaman dan di segala tempat.
Dalam hal hendaknya kita tidak memandang proses penulisan Alkitab sebagai kelemahan atau nilai kurang, dan tidak menganggap turunnya kitab secara mekanis lebih bisa dipercaya.
Waktu dan kehidupan yang akan membuktikan kebenaran suatu Kitab Suci.
JBU
https://overcast.fm/+IqOBC1EmQ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar