Senin, 01 Oktober 2018

RH Truth Daily Enlightenment “KITAB SUCI” Pdt. DR. Erastus Sabdono  2 Oktober 2018

Alkitab πŸ“š disebut Kitab Suci, sebab di dalamnya terdapat kebenaran-kebenaran Allah yang suci. Dalam hal ini kata suci berarti tidak bercela, tidak bisa salah, agung, tepat, benar karena memuat nilai moral yang tinggi, bisa dipercayai dan bertalian dengan keberadaan Allah yang kudus.

Kata suci untuk Alkitab menyatakan bahwa kitab ini adalah kitab yang suci, berarti tidak bercela, tidak bisa salah, agung, tepat, benar, bisa dipercayai dan bertalian dengan keberadaan Allah πŸ’— yang kudus.

Tentu yang suci bukan fisiknya secara lahiriahnya, tetapi kebenaran yang terdapat di dalamnya.
Oleh sebab itu memang percuma seseorang mengaku Alkitab πŸ“šsebagai Kitab Suci, kalau ternyata tidak mengerti isinya dengan benar.

Alkitab menjadi Kitab Suci kalau dapat menemukan kebenaran yang termuat di dalamnya dan mengamalkannya secara konsekuen dan konsisten dalam kehidupan hari ini.
Dengan menemukan kebenaran dari Alkitab πŸ“š yang adalah Kitab Suci maka seseorang pasti memperoleh tuntunan untuk hidup tidak bercela, tidak bisa salah, agung, benar karena memuat nilai moral yang tinggi, bisa dipercaya, dan kudus seperti Allah yang adalah kudus.

Ada banyak agama di dunia 🌏 ini dengan segala kitabnya.
Tentu setiap agama mengklaim bahwa agamanya paling benar dan Kitab Sucinya paling bisa dipercayai sebagai wahyu dari Allah yang benar.

Dalam kenaifan berpikir, sering orang-orang tertentu menilai Kitab Suci agama lain dengan perspektifnya sendiri, seperti dirinya memandang Kitab Sucinya.
Hal itu dilakukan untuk menunjukkan bahwa Kitab Sucinya sendiri paling benar, sedangkan Kitab Suci agama lain tidak benar.

Bisa terjadi seseorang menista Kitab Suci agama lain dengan tuduhan bahwa Kitab Suci agama lain tidak asli, telah dipalsukan, dan lain sebagainya.
Untuk membuktikan apakah Kitab Suci suatu agama benar atau tidak,
hal itu dapat dilihat atau dibuktikan dari kehidupan tokoh, umat atau masyarakatnya, serta kecerdasan kitab tersebut.

Dari kualitas individu dan komunitas atau sebuah masyarakat, maka dapat dibuktikan kebenaran Kitab Suci yang mewarnai atau melandasi pola berpikir mereka.
Hal ini merupakan penilaian yang paling jujur, adil, dan tepat.

Sebenarnya hal ini sudah sangat jelas untuk membuktikan kebenaran suatu agama atau keyakinan.
 Hal ini dikemukakan bukan bermaksud hendak menghakimi agama lain atau siapa pun, tetapi sebagai suatu pertimbangan yang melandasi seseorang melakukan refleksi dan introspeksi diri sendiri (self reflection and introspection).

Namun demikian, kalau sebuah masyarakat yang menganut kepercayaan atau agama tertentu tidak setia kepada keyakinannya dalam hal ini tidak menuruti Kitab Sucinya, maka moral masyarakat tersebut menjadi rusak. Seperti masyarakat Eropa dan dunia Barat pada umumnya.

Tidak bisa dibantah dan disangkal kemajuan dan kemakmuran mereka. Negara mereka  menjadi impian banyak πŸ‘₯ bangsa, sehingga banyak bangsa berkeinginan menjadi imigran ke negara-negara tersebut.
Negara dan masyarakatnya seperti Firdaus di bumi 🌏 Negara-negara tersebut memiliki masyarakat yang tenang, damai dan jujur.

Tidak sedikit toko-toko atau tempat jualan yang pembelinya bisa menimbang sendiri barang yang dibeli, dan meletakkan uang di tempat uang, tanpa diawasi. Masyarakat Barat yang sering dikesankan sebagai tidak ramah, tidak adil dan lain sebagainya, ternyata tidak demikian.

  Orang-orang yang memandang selalu negatif tersebut pasti belum penah berada di negara-negara tersebut, sehingga berpikiran picik.
Kehidupan masyarakat Barat yang tadinya percaya Alkitab, hidupnya begitu tertib, hak-hak asasi kehidupan manusia sangat dihargai dan perlindungan kepada warganya begitu diperhatikan.
 Jarang sekali terjadi tindak kekerasan yang bernuansa sara.

Jauh dari suasana diktator mayoritas.
Jarang sekali atau hampir tidak pernah agama dijadikan komuditas politik.
Jaminan hari tua masyarakatnya sangat baik.
Tidak pernah ada kelaparan, dan hampir tidak ada terorisme dari dalam negeri sendiri.

Namun demikian ketika mereka meninggalkan Alkitab, maka kehidupan moral mereka menjadi rusak.
Walau kemakmuran secara lahiriah masih terasa kuat, tetapi kehidupan moral mereka sudah ambruk. Hal ini membuat mereka menunggu waktu kehancurannya.

Paling tidak menunggu kedatangan Tuhan πŸ’— yang menghukum orang fasik. Adapun keadaan fasik masyarakat yang tadinya memercayai kebenaran Alkitab, kemudian murtad, telah sangat jelas dinubuatkan oleh Alkitab (Mat. 24:12-13; 2Tim. 3:1-5).


JBU

Tidak ada komentar:

Posting Komentar