Alkitab tidak boleh dipahami secara kontemporer, artinya memasukkan pikiran modern ke dalam ayat-ayat Alkitab.
Kita harus ketat dalam memahami bahwa Alkitab ๐harus ditafsirkan sesuai dengan pikiran Alkitab.
Pikiran Alkitab maksudnya adalah makna orisinal dari maksud penulisan suatu perikop atau paragraf.
Untuk itu seorang peneliti Alkitab harus benar-benar menguasai latar belakang suatu teks; kapan ditulis, oleh siapa penulisnya, di mana ditulis, dalam rangka atau konteks apa, bagaimana pemikiran manusia pada zaman itu, bahasa asli Alkitab (bahasa Yunani dan Ibrani) dan lain sebagainya.
Banyak orang salah memahami ayat-ayat Alkitab sebab memaksakan pikiran kontemporer atau pikiran modernnya ke dalam Alkitab. Ini berarti bukan mengangkat isi Alkitab ๐ keluar tetapi memasukkan pikirannya sendiri ke dalam Alkitab.
Biasanya praktik di atas tersebut dilakukan oleh mereka yang tidak belajar Alkitab di Sekolah Tinggi Teologi.
Mereka tidak mengerti teks asli Alkitab (bahasa Ibrani dan Yunani).
Mereka tidak belajar latar belakang Alkitab dan kaidah ilmu menafsir (hermenutik dan eksegesis).
Ditambah lagi dengan ambisi pribadi yang tidak kudus, yaitu hanya mencari keuntungan dan kesenangan diri sendiri, maka mereka sesukanya sendiri menafsirkan isi Alkitab.
Alkitab memang diam, bisa seperti tidak berdaya, tetapi suatu hari nanti pemilik Alkitab -yaitu Tuhan Yesus- pasti mengadakan perhitungan dengan orang-orang ini, yaitu mereka hamba-hamba Tuhan gadungan.
Tetapi orang-orang seperti ini justru memiliki “market” dewasa ini.
Mengapa? Sebab mereka berusaha menjawab kebutuhan masyarakat yang orientasinya kepada kemakmuran duniawi. Kemakmuran duniawi inilah yang dibutuhkan dan sangat diminati masyarakat modern yang telah tercandui oleh percintaan dunia ๐
Memang pada mulanya pelayan-pelayan jemaat tersebut memiliki motif yang baik dalam pelayanan.
Mereka juga bisa memiliki kesaksian hidup yang luar biasa; bisa kesembuhan dari sakit, pemulihan ekonomi dan lain sebagainya.
Semua itu bisa menjadi modal atau bekal membangun gereja. Bila mampu mengelola dengan baik, maka gereja ๐ tersebut bisa maju.
Ketika merasakan “kemakmuran” duniawi, maka motif pelayanan mereka menjadi rusak.
Berhubung mereka harus tetap eksis dalam pelayanan, maka mereka menyusun doktrin atau pengajaran yang tidak sesuai dengan Alkitab demi kelangsungan “hidup” mereka.
Biasanya orang yang menghubung-hubungkan satu ayat dengan ayat yang lain sesukanya sendiri tanpa melihat konteks setiap ayat, dan didorong untuk mendukung pengertian atau pandangannya sendiri, menafsirkan ayat-ayat Alkitab sembarangan.
Mereka melakukan hal tersebut karena mereka tidak mengerti bagaimana membedah isi Alkitab ๐
Mereka menyatakan bahwa pandangannya benar secara Alkitabiah sebab ada ayatnya. Pandangan mereka memang sekilas ayatiah, tetapi sebenarnya tidak Alkitabiah. Bagi jemaat yang tidak mengerti, dengan tulus jemaat menerima saja apa yang disampaikan.
Sungguh menyedihkan, banyak jemaat disesatkan.
Penyesatan ini tidak membuat jemaat menjadi jahat atau bejat, mereka menjadi orang-orang yang setia di gereja ๐ dan bermoral baik, tetapi mereka tidak sampai kepada maksud keselamatan yaitu dikembalikan ke rancangan Allah semula, yaitu sempurna seperti Bapa dan serupa dengan Yesus.
Ayatiah berarti hanya sesuai dengan suatu ayat dalam Alkitab.
Kemungkinan salah sangat besar, sebab menafsirkan ayat Alkitab harus menghubungkan dengan ayat yang lain di dalam pasal itu (konteks pasal), juga menghubungkannya dengan seluruh konteks kitab.
Tidak boleh melepas ayat dari konteksnya.
Kalau suatu ayat lepas dari kontkesnya, maka ayat tersebut menjadi liar, artinya bisa ditafsirkan sesukanya sendiri si penafsir.
Suatu pandangan teologi atau pengajaran haruslah Alkitabiah. Alkitabiah berarti sesuai dengan pikiran seluruh isi Kitab Suci.
Untuk memperoleh pandangan yang Alkitabiah harus dilakukan suatu eksplorasi Akitab ๐ yang benar-benar berdasakan eksegesis dan hermeneutik.
Tindakan atau praktik seperti tersebut di atas adalah pemerkosaan teks atau sebuah tindakan sewenang-wenang terhadap Alkitab.
Alkitab harus ditafsirkan dan dipahami oleh dan dengan pikiran Alkitab itu sendiri.
Tetapi mereka memasukkan pikiran mereka ke dalam Alkitab dan menjadikan ayat-ayat Alkitab sebagai “dagangan” untuk kepentingan diri sendiri, khususnya untuk mendapatkan keuntungan materi.
JBU
https://overcast.fm/+IqOAW5IYc
Tidak ada komentar:
Posting Komentar