Paulus memulai tulisannya dalam Roma 10 dengan kalimat: Saudara-saudara, keinginan hatiku dan doaku kepada Tuhan 💗ialah supaya mereka diselamatkan.
Kalimat ini kelihatannya sederhana, tetapi sebenarnya pengertiannya sangat pelik.
Persoalannya adalah apakah doa bisa mengubah keadaan? Bagaimana hubungannya dengan tatatanan Tuhan mengenai kehendak bebas manusia? Untuk itu kita perlu membedah ayat Roma 10:1 ini.
Kata keinginan hatiku dalam bahasa aslinya adalah eudokia (εὐδοκία), yang artinya selain keinginan juga berarti pilihan (choice), kehendak yang baik atau kebajikan (good will, kindly intend, benevolent), juga berarti kerinduan (desire), kesenangan (delight, pleasure) dan kepuasan (satisfaction).
Paulus adalah sosok hamba Tuhan yang melayani Tuhan 💗 dengan sikap hati yang benar. Sikap hati tersebut nampak dari kerinduannya untuk menyelamatkan bangsanya.
Kerinduan itu yang dapat memuaskan dirinya yang juga merupakan kebutuhannya, seakan-akan ia merasa sebagai orang miskin atau berkekurangan.
Dalam hal tersebut kemiskinan dan kekurangannya adalah keselamatan bangsanya. Kata “keinginan” dalam Alkitab 📚 bahasa Indonesia sebenarnya belum kuat.
Kata “kerinduan” lebih kuat dari kata “keinginan”. Paulus merindukan agar bangsanya dapat diselamatkan.
Keselamatan di sini artinya bangsanya benar-benar mengenal maksud kedatangan Mesias, yaitu dikembalikan ke rancangan Allah 💗 semula, sehingga serupa dengan Yesus (Rm. 8:28-29).
Hal ini lebih dari sekadar menjadi orang beragama Kristen, atau menjadi anggota gereja.
Paulus bisa memiliki kerinduan ini, sebab dirinya benar-benar telah memiliki pengalaman keselamatan yang benar.
Pengalaman keselamatan yang benar ini menggerakkan dirinya mengajak orang lain untuk memiliki pengalaman yang sama.
Jika seorang pelayan jemaat tidak memiliki pengalaman yang benar dalam keselamatan, maka keinginannya membawa orang lain beragama Kristen, atau masuk gereja 💒 hanya sekadar agar mereka menjadi orang yang beragama Kristen, dan menjadi anggota gerejanya.
Tidak sedikit dari mereka, di balik keinginannya tersebut ada hasrat untuk kebesaran nama gereja 💒, dirinya, dan keuntungan materi.
Kerinduan Paulus yang sangat kuat demi keselamatan bangsanya, sampai ia menyatakan suatu pernyataan yang luar biasa demikian: Aku mengatakan kebenaran dalam Kristus, aku tidak berdusta.
Suara hatiku turut bersaksi dalam Roh Kudus, bahwa aku sangat berdukacita dan selalu bersedih hati. Bahkan, aku mau terkutuk dan terpisah dari Kristus demi saudara-saudaraku, kaum sebangsaku secara jasmani (Rm. 9:1-3).
Jika seorang pelayan Tuhan memiliki pengalaman keselamatan yang benar, maka ia bersedia berkorban apa pun demi keselamatan orang lain.
Tentu keselamatan yang benar.
Tidak heran kalau orang-orang seperti ini rela bekerja keras demi pekerjaan Tuhan tanpa menuntut upah.
Dalam satu pernyataannya, Paulus mengatakan bahwa upahnya adalah ia boleh bekerja tanpa upah (Kalau demikian apakah upahku?
Upahku ialah ini : bahwa aku boleh memberitakan Injil tanpa upah, dan bahwa aku tidak mempergunakan hakku sebagai pemberita Injil – 1Kor. 9:18).
Dari penjelasan di atas ini, kita memperoleh pelajaran yang sangat mahal.
Kalau sekarang ini kita menjumpai banyak pelayanan, atau kegiatan gereja 💒 yang bertendensi kepada kepentingan materi, dan kebanggaan-kebanggan lahiriah, hal itu disebabkan karena pelayan-pelayannya tidak mengenal dan mengalami keselamatan yang benar.
Pada dasarnya, mereka belum diselamatkan sesuai dengan standar keselamatan yang diajarkan Alkitab Perjanjian Baru.
Mengapa disebutkan keselamatan yang diajarkan Alkitab Perjanjian Baru?
Keselamatan yang diajarkan Perjanjian Baru adalah keselamatan yang diajarkan oleh Tuhan Yesus 💗, dan dijabarkan secara detail oleh surat rasul-rasul.
Keselamatan yang diajarkan oleh Perjanjian Baru mengarah kepada pembaharuan hidup untuk sempurna seperti Bapa, atau serupa dengan Tuhan Yesus.
Selain itu keselamatan dalam Perjanjian Baru tidak menekankan hal duniawi sama sekali, sebab umat pilihan diarahkan hanya kepada Kerajaan Surga atau perkara-perkara yang di atas.
Adapun keselamatan yang diajarkan dalam Perjanjian Lama mengarah kepada kehidupan kemakmuran di bumi 🌏 ini, yaitu bagaimana kebutuhan jasmani terpenuhi dan mengalami sukses secara lahiriah.
Inilah pola pikir umat Perjanjian Lama yang belum mengenal kebenaran Injil.
Sangat disayangkan banyak pembicara dan pendeta yang masih memiliki cara berpikir pola bangsa Israel yang tekanannya kepada kemakmuran jasmani. Tanpa mereka sadari, mereka mengajarkan Injil yang salah atau palsu.
Berhubung mereka mendasarkan pandangannya pada ayat-ayat Alkitab 📚 Perjanjian Lama, maka kesesatan mereka tidak disadari oleh mereka sendiri dan oleh jemaat yang menerima ajarannya.
Sebenarnya pembicara seperti itu belum mengenal, mengalami dan memiliki keselamatan yang benar.
Hal ini membuat motivasi pelayanan mereka salah.
JBU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar