Kualitas hidup Kekristenan yang baik, ditandai dengan kesibukan hidup bersama dengan Tuhan. Tuhan begitu nyata dalam hidup mereka, dan pengaruh dari pergaulannya dengan Tuhan begitu kelihatan dan dirasakan oleh orang di sekitarnya. Tuhan tidak akan berurusan dengan orang yang tidak mau berurusan secara benar dengan Tuhan. Banyak orang Kristen yang tidak berurusan secara benar dengan Tuhan, mereka adalah orang-orang yang memandang hidup ini secara keliru. Hal ini disebabkan oleh karena miskinnya pemahaman mengenai kebenaran. Mereka tidak mengerti arti menjadi anak tebusan yang harus dimiliki Tuhan dan hidup sepenuhnya bagi rencana keselamatan. Mereka sibuk bagaimana memiliki dunia ini dan menikmatinya. Bagi mereka cara hidup seperti itu wajar, padahal itu bukan cara hidup anak-anak Allah. Mereka pasti tidak menghormati Tuhan secara pantas. Kalaupun mereka berurusan dengan Tuhan, itu karena mereka hendak menggunakan Tuhan untuk kepentingan pribadinya.
Orang-orang Kristen seperti itu diajar bahwa Tuhan Yesus datang untuk memutuskan berbagai kutuk untuk menyingkirkan segala rintangan hidup agar orang Kristen hidup makmur. Pembicara-pembicara seperti itu membangun sosok Tuhan yang tidak diajarkan oleh Tuhan Yesus dalam Injil-Nya. Hal ini sudah terjadi pada abad mula-mula Kekristenan muncul (2Kor. 11:2-4; Gal. 1:9-10). Inilah nabi-nabi palsu yang sekarang sangat “sukses” dalam pelayanan gereja. Kalau pemberitaan Firmannya salah, maka dibangunnyalah pengalaman-pengalaman “fiktif” yang sangat subyektif dan cirinya adalah tidak logis dan mistis. Tentu ajaran mereka tidak bisa dipertanggungjawabkan secara Alkitabiah. Karena jemaat tidak mengerti kebenaran, mereka tidak tahu kalau ternyata telah dibohongi dan diperdaya. Tidak heran kalau gereja-gereja seperti ini penuh dengan kesaksian-kesaksian mengenai pengalaman dengan Tuhan yang “mengagumkan.”
Orang-orang Kristen seperti di atas begitu mudah mengatakan Tuhan memberikan visi-visi, Tuhan berbicara, Tuhan menyatakan diri sehingga bisa bertemu langsung dengan Tuhan, dan lain sebagainya. Ironisnya mereka tidak memfokuskan diri kepada langit baru dan bumi yang baru. Mereka pasti berusaha mengesankan diri mereka sangat dekat dengan Tuhan dan istimewa di hadapan-Nya dengan bukti secara materi diberkati atau memiliki banyak, atau dengan demonstrasi mukjizat kuasa Allah. Akhirnya kental nuansa munculnya sosok yang dikultuskan dan usaha untuk menunjukkan bahwa gerejanya adalah gereja paling hebat, lebih suci dan benar dibanding dengan gereja lain. Sampai pada taraf seakan-akan hanya dirinya dan gerejanya yang paling benar.
Kalau kita berjalan dengan Tuhan, maka akan sangat mudah mengenali kalau ada orang yang mengaku memiliki pengalaman dengan Tuhan secara fiktif. Semakin spektakuler pengalaman dengan Tuhan yang disaksikan, maka semakin harus dicurigai, sebab Tuhan lebih banyak berurusan dengan anak-anak-Nya secara wajar dan natural dalam kehidupan setiap hari dalam pengalaman konkret. Semakin seseorang dewasa rohani dan mengenal kebenaran yang murni dari Alkitab, akan semakin mengalami Tuhan secara riil setiap hari melalui pengalaman biasa setiap hari. Kalau orang-orang percaya berkumpul bersama dalam pertemuan-pertemuan di gereja, maka yang terpenting harus diadakan adalah pemberitaan Firman yang benar, sebab dari hal ini mereka belajar bagaimana memandang hidup dengan benar. Sebab inilah panduannya. Panduan yang benar akan membawa seseorang pada pengalaman yang benar dengan Tuhan. Pengalaman yang benar ini seperti “menghidupkan Tuhan” dalam kehidupannya. Ini bukan berarti Tuhan mati.
Tuhan adalah Allah yang hidup, tetapi seberapa banyak pengalaman dengan Dia tergantung masing-masing individu. Ini bukan karunia, tetapi tergantung pilihan dan keputusan masing-masing individu. Tuhan tidak diskriminatif. Banyak orang berpikir bahwa nyata tidaknya Tuhan dalam kehidupan seseorang tergantung karunia dan kerelaan hati Tuhan. Kesalahan ini juga dipicu oleh para pembicara yang mengesankan bahwa untuk menjadi istimewa harus memiliki karunia khusus. Memang setiap orang memiliki porsi yang berbeda, tetapi hal itu tidaklah berarti kalau tidak disertai dengan respon yang bertanggung jawab dari masing-masing individu. Mereka yang diberi banyak akan dituntut banyak.
Kita tidak boleh menuntut Tuhan untuk kita memiliki pengalaman yang sama dengan orang lain, tetapi kita harus menemukan sendiri bagian kita secara maksimal, sebab setiap kita memiliki porsi sendiri. Porsi ideal itu adalah pertama, pembentukan Tuhan sesuai dengan keadaan masing-masing. Ini sama dengan hajaran Tuhan (Ibr. 12:4-10). Porsi ideal yang kedua, adalah tugas pelayanan yang dipercayakan kepada masing-masing individu. Porsi pelayanan sama dengan salib yang diberikan kepada setiap orang yang telah memiliki sikap official, karena inilah rancangan Tuhan menjadikan orang percaya sebagai kawan sekerja Allah. Masing-masing memiliki salib yang berbeda (Mat. 10:38). Tuhan memberikan salib sesuai dengan kapasitas masing-masing, dan kapasitas tersebut berdasarkan kedewasaannya, hasil dari pembentukan atau hajaran Tuhan.
https://overcast.fm/+IqOBl76ds
Tidak ada komentar:
Posting Komentar