Kamis, 18 Juli 2019

Renungan Harian 16 Juli 2019 PERSELINGKUHAN ROHANI

     Supaya keselamatan bisa terwujud dalam kehidupan orang Kristen, gereja dan pelayanan tidak boleh menjadi bisnis untuk suatu keuntungan dalam bentuk apa pun, kecuali mengubah cara berpikir jemaat agar terbuka terhadap kebenaran dan bisa diselamatkan. Tuhan Yesus mengatakan bahwa kebenaran itulah yang memerdekakan (Yoh. 8:31-32). Kemerdekaan di sini adalah kemerdekaan dari percintaan dunia. Dalam hal ini diingatkan bahwa seorang yang menjadi rohaniwan belum tentu sudah merdeka dari percintaan dunia. Padahal percintaan dunia adalah perselingkuhan dengan dunia. Percintaan dunia artinya masih ingin hidup wajar seperti manusia lain, bahkan kalau bisa melebihi mereka dalam harta dan kehormatan.

     Orang-orang seperti di atas ini mencari tempatnya di mata manusia lain di bumi, tetapi tidak mencari tempatnya di hati Tuhan. Baginya, mencari tempat di hati Tuhan adalah abstrak, bukan realitas hidup hari ini. Padahal Tuhan Yesus sendiri yang berkata: “Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hati, jiwa dan akal budi.” Dengan penjelasan lain, Tuhan Yesus menghendaki agar orang percaya menemukan tempatnya di hati Tuhan, sebab kalau seseorang mengasihi Tuhan dengan cara demikian berarti ia menjadikan Tuhan sebagai kekasih hatinya. Dan orang yang menjadikan Tuhan sebagai kekasih hatinya pasti menjadi kekasih Tuhan. Menjadi kekasih Tuhan inilah yang harus diusahakan lebih dari mengusahakan segala hal. Inilah aspek lain dari keselamatan, yaitu menjadi jemaat sebagai mempelai wanita-Nya dan Kristus sebagai mempelai prianya. Pertemuan antara dua pihak ini akan terjadi di suatu acara yang Alkitab katakan sebagai “pesta Anak Domba.” Ciri dari orang percaya yang menjadi mempelai Tuhan Yesus adalah sangat merindukan perjumpaan itu.

     Jadi, dapat ditegaskan bahwa orang yang merdeka dari percintaan dunia berarti tidak memberhalakan sesuatu atau tidak selingkuh terhadap Tuhan atau tidak memiliki kekasih yang lain. Kemerdekaan itulah yang membuat seseorang dapat membangun hubungan batin atau hati dengan Allah. Selama ada perselingkuhan, maka seseorang tidak akan mendapat tempat di hati Tuhan, sebab Tuhan pun tidak mendapat tempat yang pantas dalam hidupnya. Orang-orang ini tidak dapat menjadi mempelai Tuhan. Inilah yang ditakutkan Paulus, pikiran jemaat disesatkan dari kesetiaan yang sejati kepada Kristus, seperti Hawa diperdaya oleh ular (2Kor. 11:2-4). Dengan demikian jelaslah bahwa orang yang ada dalam percintaan dengan dunia, sama seperti manusia pertama memetik buah yang dilarang oleh Allah. Hal itu jangan sampai kita lakukan. Kesempatan untuk hidup hanya satu kali. Seharusnya kita memetik buah pohon kehidupan kebenaran Firman Tuhan yang memerdekakan dan menyelamatkan.

     Selama masih ada kekasih lain, maka Tuhan tidak dapat menjadi kekasih hati seorang Kristen. Konyolnya dalam kehidupan banyak orang Kristen, Tuhan dijadikan alat untuk memperoleh atau semakin melekat dengan kekasih lain tersebut. Itulah sebabnya Tuhan Yesus berkata bahwa orang percaya tidak dapat mengabdi kepada dua tuan. Siapa kekasihnya, kepadanya seseorang mengabdi. Kalau masih ada kekasih lain itu berarti berhala. Betapa hal ini sangat mendukakan hati Tuhan. Tetapi banyak orang Kristen menganggap cara hidup ini adalah cara hidup yang wajar, sebab memang beragama atau bertuhan dimaksudkan agar memperoleh bantuan dari Tuhan untuk menyelesaikan masalah-masalah kehidupan di bumi ini. Inilah standar hidup orang yang beragama. Tetapi Kekristenan tidaklah demikian. Menjadi Kristen berarti dirancang menjadi kekasih Tuhan.

     Tuhan menunjukkan bagaimana menjadi kekasih Tuhan. Tidak semua orang memiliki kesempatan menjadi kekasih Tuhan. Kalau hal ini disia-siakan, betapa celakanya. Oleh sebab itu orang percaya harus mengusahakan dengan sangat serius lebih dari mengusahakan segala sesuatu. Sebab Tuhan tidak menghendaki hubungan antara umat dengan Dia seperti bertepuk sebelah tangan. Selama ini orang berbicara mengenai kasih Tuhan yang luar biasa, tetapi apakah kasih kita kepada Tuhan juga luar biasa? Betapa naifnya, kalau kita berpikir bahwa kita boleh menerima kasih Tuhan yang luar biasa tetapi kita tidak mengasihi Dia secara seimbang dengan kasih yang diberikan kepada kita. Betapa naifnya kalau kita menginginkan memiliki tempat di hati Tuhan, tetapi kita tidak menempatkan Tuhan di hati kita secara terhormat dan benar. Memang kasih agape yang diberikan Tuhan adalah kasih yang tidak melihat kelayakan dan keadaan kita dalam menerima kasih itu. Sebagai anak-anak Allah yang memiliki nalar sehat dan menerima materai Roh Kudus yang dapat menuntun kita kepada segala kebenaran, kita harus mengasihi Tuhan dengan segenap hati, jiwa, dan akal budi (Ul. 6:5). Kita dapat membalas kasih Tuhan dengan mengasihi Dia secara pantas, yaitu dengan segenap hati, jiwa, dan akal budi.


https://overcast.fm/+IqOCW1Oss

Tidak ada komentar:

Posting Komentar