Kamis, 18 Juli 2019

Renungan Harian 15 Juli 2019 MENGASIHI TUHAN

     Sejatinya, ketika seseorang mengasihi Tuhan dengan segenap hati, jiwa, dan akal budi, maka ia akan berhenti dari segala pencarian dan pengembaraan hidup. Tidak ada lagi yang menarik dalam hidup ini yang menjadi keinginannya, selain berusaha menyenangkan hati Tuhan. Tuhan seperti magnet yang sangat kuat menarik hidup dan segala kegiatannya. Segala sesuatu yang dilakukan pasti ditujukan bagi Dia. Hal ini tidak akan pernah bisa dijelaskan dengan lengkap dan tidak akan pernah bisa dimengerti sampai seseorang benar-benar mengalaminya sendiri. Dengan mengalami hal ini berarti seseorang sudah menemukan kekayaan hidup atau menemukan hidup itu sendiri. Hendaknya kita tidak berpikir bahwa seseorang bisa memiliki kehidupan tanpa mengasihi Tuhan dengan benar, sebab ia akan menjadi sampah abadi dan binasa dalam api kekal. Hal ini sama dengan di-“terminate,” to put an end (diakhiri, dihentikan) atau dirusak untuk ditiadakan.

     Oleh sebab itu hendaknya kita tidak merasa sudah memiliki anugerah hanya karena merasa sudah percaya kepada Tuhan Yesus. Ingatlah, keselamatan adalah usaha Tuhan mengembalikan manusia kepada rancangan semula, dalam hal ini rancangan semula-Nya adalah menjadikan manusia menjadi pribadi yang mengasihi Tuhan dengan segenap hidup. Jika belum mencapai hal ini berarti anugerah belum dimiliki. Tuhan menebus kita supaya kita keluar dari cara hidup yang sia-sia (1Ptr. 1:17-18), dengan berusaha menjadi manusia seperti yang dikehendaki-Nya. Menjadi manusia seperti yang dikehendaki Allah adalah bersekutu dengan Dia; bukan untuk bisa memanfaatkan Tuhan dalam menjalani hidup dengan caranya sendiri, tetapi menjadi pribadi yang mengasihi Tuhan dengan segenap hati, jiwa, dan akal budi sehingga melakukan segala sesuatu demi kepentingan Tuhan semata-mata.

     Jadi, orang yang tidak mengasihi Tuhan dengan segenap hati, jiwa, dan akal budi, berarti ia tidak mengasihi dirinya sendiri. Hal ini sama artinya dengan membinasakan dirinya sendiri. Banyak orang mengasihi diri sendiri secara salah, yaitu menghiasi diri dengan berbagai perhiasan, memenuhi diri dengan segala fasilitas, dan berusaha menarik orang untuk menghormati dirinya. Sikap seperti ini justru mencelakakan dirinya sendiri. Orang yang tidak mengasihi dirinya sendiri adalah orang yang tidak akan dapat mengasihi sesama manusia, sebab untuk mengasihi orang lain dasar atau pijakannya adalah dengan mengasihi diri sendiri. Itulah sebabnya hukum kedua yang dikatakan “sama dengan itu” (mengasihi Tuhan dengan segenap hati, jiwa, dan akal budi) adalah mengasihi sesama seperti mengasihi diri sendiri (Mat. 22:37-40). Tidak mengasihi sesama berarti “pembunuh.” Seorang pembunuh tidak mendapat bagian dalam Kerajaan Surga, dan dengan cara inilah seseorang tidak mengasihi diri sendiri.

     Mengasihi Tuhan dengan segenap hati, jiwa, dan akal budi tidak cukup diwujudkan hanya dengan memeluk suatu agama dan membela agama tersebut. Seakan-akan Allah membutuhkan seseorang untuk berpihak kepada-Nya dan berjuang demi agamanya supaya ditegakkan, serta mencari sebanyak mungkin pengikut. Betapa miskinnya allah seperti ini. Biasanya kelompok ini rela melakukan kekerasan demi kepentingan agamanya, seakan-akan Allah merestui tindakan kekerasan demi kepentingan-Nya. Kalau dalam Kekristenan terdapat orang-orang yang mengupayakan sebanyak mungkin orang beragama lain menjadi orang Kristen, hal itu karena mereka berkeyakinan bahwa dengan mengaku percaya secara akali kepada Tuhan Yesus maka diselamatkan terhindar dari neraka. Selain itu selama hidup di dunia akan diberkati dengan pemenuhan kebutuhan jasmani dan perlindungan-Nya. Dalam pengertian ini seakan-akan Tuhan sudah cukup merasa puas dengan banyaknya orang menjadi Kristen, tidak pergi ke dukun dan terlibat dengan praktik okultisme. Sebenarnya ini adalah pikiran yang salah. Kita harus memformat ulang Kekristenan dan pelayanan gereja yang salah ini. Kekristenan harus fokus pada penyempurnaan pribadi terlebih dahulu.

     Sebenarnya yang terpenting adalah orang percaya dipanggil terlebih dahulu untuk mengasihi Tuhan dengan tidak menghargai dunia lebih dari sekadar “mengkristenkan” orang beragama lain. Kita harus sungguh-sungguh menyadari bahwa dunia dengan segala keindahan-Nya adalah semu belaka. Harta dunia adalah mamon yang tidak jujur dan tidak bisa dipercayai, artinya untuk sementara saja harta tersebut bisa menopang. Untuk itu suasana jiwa kita harus mulai diubah, bahwa yang dapat membahagiakan hati bukanlah fasilitas, tetapi pengharapan suatu hari nanti akan bertemu dengan Tuhan (1Ptr. 1:3-5). Selanjutnya berusaha untuk mulai mengaktifkan nuraninya, untuk mengetahui apakah yang dilakukan benar-benar menyenangkan hati Tuhan atau sebenarnya untuk menyenangkan diri sendiri. Bukan tidak mungkin ketika seseorang melakukan pelayanan gereja seperti melakukan penginjilan, sebenarnya ia sedang mencari keuntungan pribadi. Hal ini sudah terbukti, tidak sedikit kegiatan pelayanan adalah usaha mencari nafkah.

https://overcast.fm/+IqOAXY31o

Tidak ada komentar:

Posting Komentar