Kekristenan yang benar adalah kesediaan melakukan apa pun yang Tuhan π perintahkan. Untuk ini orang percaya harus mengerti kehendak Tuhan atau mengerti segala hal yang Tuhan perintahkan untuk dilakukan.
Tanpa melakukan kehendak Tuhan, seseorang bukanlah orang beriman.
Mengerti kehendak Tuhan π bukanlah hanya sekadar mengerti hukum-hukum atau peraturan agama. Mengerti kehendak Tuhan dalam kehidupan orang percaya adalah mengerti kehendak Tuhan dalam segala hal di kehidupan kita setiap saat.
Dengan demikian tidak ada satu hal pun yang kita pikirkan, kita π₯ ucapkan dan kita lakukan di luar kehendak Tuhan.
Kenyataannya, banyak orang Kristen yang sejak muda sampai tua tidak pernah mengerti apa yang Tuhan kehendaki untuk dilakukan dalam hidupnya. Ini satu hal yang sungguh-sungguh mengerikan.
Jangankan melakukan kehendak Tuhan π dalam segala hal setiap saat, hidup dalam kesantunan saja secara etika umum pun tidak dilakukan. Tetapi mereka tidak memiliki kegalauan, sebab merasa sudah menjadi orang percaya yang benar dengan mengakui status Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamatnya.
Dengan demikian mereka sudah merasa selamat. Lebih rusak lagi, ketika gereja π mensahkan mereka sudah menjadi anak-anak Allah, hanya karena memiliki keyakinan dalam nalar mereka tersebut.
Iman yang diajarkan oleh Alkitab Perjanjian Baru, khususnya ketika Paulus membahas mengenai iman dalam kitab Roma, adalah iman yang diperagakan oleh Abraham.
Paulus menulis: Sebab apakah dikatakan nas Kitab Suci? “Lalu percayalah Abraham kepada Tuhan, dan Tuhan memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran.”… Adakah ucapan bahagia ini hanya berlaku bagi orang bersunat saja atau juga bagi orang tak bersunat? Sebab telah kami katakan, bahwa kepada Abraham iman diperhitungkan sebagai kebenaran… dan juga menjadi bapa orang-orang bersunat, yaitu mereka yang bukan hanya bersunat, tetapi juga mengikuti jejak iman Abraham, bapa leluhur kita, pada masa ia belum disunat…. Sebab bukan karena hukum Taurat telah diberikan janji kepada Abraham dan keturunannya, bahwa ia akan memiliki dunia, tetapi karena kebenaran, berdasarkan iman (Rm. 4:3, 9, 12, 13).
Yakobus juga menunjuk iman Abraham sebagai pola iman yang benar: Hai manusia yang bebal, maukah engkau mengakui sekarang, bahwa iman tanpa perbuatan adalah iman yang kosong? Bukankah Abraham, bapa kita, dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya, ketika ia mempersembahkan Ishak, anaknya, di atas mezbah? Kamu lihat, bahwa iman bekerja sama dengan perbuatan-perbuatan dan oleh perbuatan-perbuatan itu iman menjadi sempurna (Yak. 2:20-22).
Tindakan iman Abraham adalah tindakan yang menyita seluruh kehidupannya.
Hidupnya benar-benar berubah sejak ia meresponi panggilan untuk keluar Urkasdim (Kej. 12). Hidupnya menjadi sangat berbeda dengan lingkungannya.
Ia menjadi orang asing bagi keluarganya sendiri, saudaranya bahkan lingkungan masyarakat di mana ia menetap. Abraham adalah sosok yang memiliki keberanian yang sangat hebat untuk menjadi orang asing atau pendatang di bumi π ini (Ibr. 11:9-15). Inilah iman sejati.
Iman yang sejati akan membuat seseorang berubah secara radikal dan total.
Kalau seluruh kehidupan belum dipertaruhkan atau disita oleh imannya, maka imannya belum sempurna. Iman kita harus mengacu pada iman Abraham.
Iman Abraham adalah model iman yang harus kita π₯ miliki.
Kalau Abraham harus melepaskan seluruh kehidupannya untuk menyambut anugerah panggilan menjadi nenek moyang umat pilihan, maka kita pun harus melakukan hal yang sama. Kalau seseorang tidak melepaskan kehidupannya, berarti ia tidak mengerti betapa besar anugerah yang Tuhan π berikan. Melepaskan kehidupan inilah yang dimaksud Tuhan Yesus dengan rela kehilangan nyawa (Mat. 10:39; 16:25).
Rela kehilangan nyawa adalah tindakan konkret dalam bentuk:
* Meninggalkan pergaulan yang tidak membuat orang percaya lebih mengasihi Tuhan.
* Meninggalkan kebiasaan hidup yang tidak sesuai dengan kehendak Tuhan.
* Membangun kebiasaan baru untuk menumbuhkan kedewasaan rohani, seperti bangun pagi hari membaca Alkitab π, berdoa, pergi ke kebaktian pendalaman Alkitab, membaca buku rohani dan lain sebagainya.
Kegiatan yang membawa seseorang kepada kesempurnaan.
Rela kehilangan nyawa adalah reaksi seseorang yang mengerti betapa besar anugerah yang Tuhan π berikan kepada kepadanya.
Seorang yang rela kehilangan nyawa adalah orang yang bersedia meninggalkan kesenangan dunia ini untuk bertumbuh menjadi seperti Yesus (Flp. 2:5-7).
Ini pergumulan yang berat. Pergumulan keselamatan ini ditulis oleh Paulus dalam Filipi 2:12 sebagai mengerjakan keselamatan dengan takut dan gentar. Penulis kitab Ibrani mengidentifikasi sebagai menanggalkan beban dan dosa (Ibr. 12:1-4).
Namun perlu dicatat bahwa mengusahakan untuk makin menjadi seperti Kristus π atau berusaha semakin sempurna tidak diperhitungkan sebagai jasa atau perbuatan baik yang dapat dibanggakan, tetapi sebagai respon terhadap keselamatan yang Tuhan telah sediakan.
JBU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar