Rabu, 04 April 2018

RH Truth Daily Enlightenment “TIDAK MEMILIKI DIRI SENDIRI”  5 April 2018

Salah satu ciri dari seorang yang hidup beriman dalam Tuhan Yesus πŸ’— dengan benar adalah tidak lagi memiliki keinginan-keinginan dari diri sendiri. Biasanya, kalau kita mendengar khotbah yang mengatakan bahwa keinginan dari diri sendiri harus ditanggalkan, banyak orang memrotes baik secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi.

Bagaimana bisa manusia tidak memiliki keinginan? Mana mungkin? Biasanya orang beragumentasi bahwa sewajarnya manusia πŸ‘₯ mempunyai keinginan dan cita-cita. Dengan pandangan ini, maka mereka merasa berhak memiliki keinginan dari diri sendiri.
 Dan hal itu dipandang sebagai kewajaran.

Mereka yang tidak bersedia menanggalkan keinginan dari dirinya sendiri tersebut, tidak memahami atau tidak menerima bahwa dengan menjadi anak tebusan Tuhan Yesus πŸ’— berarti telah dibeli dengan harga lunas dibayar.

Kata lunas menunjukkan keadaan final bahwa kita bukan milik kita sendiri, tetapi sudah menjadi milik Tuhan sepenuhnya.
Kalau sepenuhnya kita menjadi milik Tuhan πŸ’— berarti segala sesuatu yang ada pada kita -termasuk segala keinginan dan cita-cita harus ditundukkan pada Tuhan yang memiliki segenap hidup kita.

Selama seseorang masih memiliki keinginan dari diri sendiri, maka ia tidak dapat dimiliki oleh Tuhan, sebab ia masih memiliki dirinya sendiri.
Tidak memiliki keinginan dari diri sendiri, bukan berarti seseorang hidup tanpa keinginan.
Tetapi keinginan kita πŸ‘₯harus ditundukan atau disesuaikan dengan kehendak Tuhan.

Bukan Tuhan yang menyesuaikan Diri terhadap kita, tetapi kita yang menyesuaikan diri terhadap Tuhan πŸ’—
 Idealnya, jiwa kita harus dikosongkan agar hanya menjadi tempat pikiran dan perasaan Tuhan serta memuat segala kehendak dan rencana-Nya.
Untuk mengosongkan bejana jiwa atau hati ini sangat berat.

Tetapi pergumulan menyangkal diri dapat membawa kita sampai pada tahap tersebut.
Jika tahap tersebut tercapai, barulah kita bisa menyatakan bahwa hidup kita bukan kita lagi, tetapi Kristus πŸ’— yang hidup di dalam kita (Gal. 2:19-20).
Seiring dengan perjalanan waktu dan pertumbuhan kedewasaan rohani, kita akan mengerti dan menerima bahwa semua keinginan harus disesuaikan dengan kehendak Tuhan.

Itulah keinginan diri sendiri yang disalibkan atau ditanggalkan.
Hal ini adalah sesuatu yang mutlak harus dilakukan setiap orang yang telah ditebus oleh darah-Nya.
 Tanpa kesediaan untuk tidak memiliki keinginan dari diri sendiri, seseorang tidak dapat hidup dalam iman.

Dalam hal ini, kita dapat mengerti bahwa hidup dalam iman bukan sesuatu yang mudah.
Hidup dalam iman merenggut seluruh hak hidup kita.
Iman tidak dapat terwujud, bertumbuh dan menjadi sempurna seperti Tuhan Yesus πŸ’— tanpa kesediaan melepaskan beban dan dosa dan meneladani seluruh gaya hidup Yesus (Ibr. 12:1-2).

Melepaskan beban dan dosa artinya melepaskan semua keterikatan dengan kesenangan dunia 🌏 dan keinginan yang bertentangan dengan kesucian Allah. Kata “memandang Yesus” artinya meneladani hidup-Nya.
Orang yang bersedia tidak memiliki dirinya sendiri berarti ia hanya memiliki kehidupan Yesus yang diperagakan di dalam seluruh hidupnya.

Selama orang masih hidup dengan segala kesenangan dan keinginannya sendiri, ia tidak akan dapat memperagakan kehidupan Yesus πŸ’— di dalam hidupnya.
Itu berarti ia menolak menjadi anak tebusan.
 Itu pula berarti ia menolak untuk diselamatkan, artinya dikembalikan ke rancangan semula-Nya.

Sudah terlalu lama kita terbiasa hidup dalam berbagai hasrat dan keinginan kita sendiri, dan hal ini kita πŸ‘₯ anggap sebagai suatu kewajaran. Tetapi kalau kita mengerti dan menerima bahwa kehidupan ini diciptakan oleh suatu Pribadi yang memiliki kehendak atau keinginan, Pribadi yang memiliki pikiran dan perasaan, maka kita harus mempertimbangkan: Apakah kita boleh memiliki keinginan kita sendiri, tanpa mempertimbangkan apakah keinginan tersebut sesuai dengan kehendak, pikiran dan perasaan Tuhan?

Harus dipahami bahwa sikap hidup dan segala gerak kehendak, pikiran dan perasaan orang percaya πŸ‘₯ sebagai anak-anak Tuhan sangat memengaruhi hati atau perasaan-Nya.
 Oleh sebab itu, tidak cara lain untuk bisa menyukakan hati Tuhan selain mematikan keinginan diri sendiri dan hidup hanya melakukan kehendak Bapa.

Sebelum kita bertobat dan mengikut Tuhan Yesus πŸ’— kita merasa memiliki diri kita sendiri.
 Kita seperti Petrus yang masih muda yang “mengikat pinggang sendiri dan berjalan ke mana saja yang kita kehendaki”, tetapi setelah kita tua atau makin dewasa rohani kita harus mengulurkan tangan dan orang lain akan mengikat kita dan membawa kita ke tempat yang tidak kita kehendaki” (Yoh. 21:18). Inilah yang dimaksud dengan kehendak yang disalibkan.
Fenomena ini sejajar dengan doa Tuhan Yesus  yang berbunyi: Bukan kehendak-Ku yang jadi tetapi kehendak-Mu (Luk. 22:42). Hal ini merupakan pelaksanaan dari Doa Bapa Kami yang berbunyi: Jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di surga (Mat. 6:10).


JBU

Tidak ada komentar:

Posting Komentar