Dalam kehidupan seorang yang hidup beriman dalam Tuhan Yesus Kristus ๐, kehendak Tuhanlah yang harus berdaulat secara penuh.
Kita sebagai hamba-hamba-Nya yang sepenuhnya telah dimiliki Dia karena telah ditebus harus memberi diri tunduk terhadap kedaulatan dan otoritas-Nya secara penuh.
Inilah kehidupan dalam ketaatan penuh (total submission).
Manusia ๐ฅ memang sejak semula diciptakan dirancang hanya untuk hidup sesuai dengan kehendak-Nya.
Karyawan yang tidak memiliki submission kepada perusahaan saja bisa dipecat, apalagi makhluk ciptaan di hadapan Pencipta yang menciptakan dan memilikinya.
Dalam hal ini seharusnya tidak ada celah sekecil apa pun yang boleh ada untuk tidak melakukan semua kehendak Allah ๐
Tidak ada sekecil apa pun hak kita untuk melakukan keinginan diri sendiri di luar kehendak-Nya.
Ketaatan penuh kepada Tuhan ditandai dengan kesediaan tidak memiliki keinginan diri sendiri.
Ketaatan penuh bisa terwujud kalau seseorang hanya melakukan segala sesuatu sesuai dengan kehendak Tuhan ๐
Hal ini merupakan standar wajar kehidupan orang-orang yang telah ditebus oleh darah Yesus.
Menolak hal ini berarti tidak menerima penebusan-Nya.
Ingat, bahwa percaya kepada tindakan penebusan Yesus ๐ di kayu salib bukan berarti telah bersedia menerima penebusan-Nya.
Hanya orang yang bersedia menanggalkan keinginan diri sendiri, yang menunjukkan bahwa dirinya menerima penebusan oleh darah Yesus Kristus.
Itulah sebabnya dikatakan dalam 1 Petrus 1:18, bahwa penebusan Tuhan Yesus ๐ adalah penebusan dari cara hidup kita yang sia-sia yang kita warisi dari nenek moyang.
Harus diingat, bahwa cepat atau lambat, setiap insan akan tiba pada suatu saat di mana ia tidak akan memiliki keinginan apa pun, atau dipaksa tidak memiliki keinginan apa pun.
Saat itu terjadi ketika seseorang akan tutup usia, di mana seluruh organ tubuh sudah tidak dapat dipakai lagi, atau pada suatu keadaan fisik, baik karena kecelakaan atau sakit yang membuat semua organ tubuhnya tidak bisa berfungsi lagi atau karena sudah tua.
Di saat seperti itu seseorang tidak akan mampu memiliki keinginan apa pun, kecuali Tuhan ๐ yang dapat menjadi Majikan yang setia yang menaungi dan melindungi selamanya.
Saat seperti itu (ketika berada di ujung maut), seseorang baru menghayati bahwa kekayaan adalah mamon yang tidak jujur atau kekuataan kekayaan yang menipu tidak dapat menolong dirinya.
Dalam hal ini barulah terbukti nyata bahwa kekayaan bisa menjadi alat Iblis yang sangat efektif dan berdaya guna membinasakan manusia.
Karena keinginan memiliki kekayaan, maka seseorang tidak menghambakan diri kepada Allah ๐
Kalau selama hidup seseorang tidak menanggalkan keinginan dan cita-cita pribadi, maka saat di mana ia harus meninggalkan segala sesuatu di ujung maut tersebut, ia sudah terlambat untuk bertobat dan meletakkan diri sebagai hamba yang tunduk kepada-Nya.
Orang seperti itu tidak berkesempatan lagi untuk meletakkan diri sebagai sekutu Tuhan ๐ yang adalah Majikan Agung. Pintu anugerah telah tertutup, ia tidak memiliki kesempatan untuk memperbaiki diri.
Inilah yang dialami oleh Esau yang menukar hak kesulungannya untuk semangkuk makanan. Ketika ia merasa membutuhkan hak kesulungan itu, ia tidak dapat memperolehnya kembali (Ibr. 12:16-17).
Firman Tuhan ๐ berkata hendaknya kita tidak menjadi cabul atau yang mempunyai nafsu yang rendah seperti Esau, yang menjual hak kesulungannya untuk sepiring makanan (Ibr. 12:16). Kata cabul dalam teks aslinya adalah pornos (ฯแฝนฯฮฝฮฟฯ).
Pornos menunjuk percabulan atau pelacuran, di mana seseorang menjual dirinya sehingga merusak persekutuan dengan pasangannya yang sah.
Dengan demikian kata cabul di sini menunjuk kepada percintaan dunia, yaitu menjadikan dunia ๐ sebagai sahabat.
Padahal percintaan dengan dunia adalah permusuhan dengan Allah.
Sebelum seseorang ada dalam situasi di mana segala keinginan harus ditanggalkan dengan terpaksa di ujung maut, sejak sekarang kita ๐ฅharus belajar dengan rela dan sukacita menanggalkan segala keinginan diri sendiri dan mengenakan prinsip hidup yang juga dikenakan oleh Yesus : Makanan-Ku adalah melakukan kehendak Bapa dan menyelesaikan pekerjaaan-Nya (Yoh. 4:34).
Inilah gaya hidup yang Tuhan Yesus ๐ ajarkan. Dan setiap orang percaya wajib hidup sama seperti Dia hidup (1Yoh. 2:6). Ketika kita menjadi orang percaya, gaya hidup inilah yang Tuhan kehendaki kita kenakan dalam kehidupan ini. Itulah sebabnya dikatakan dalam Roma 8:29, bahwa Yesus “menjadi yang sulung di antara banyak saudara”.
Dia sebagai teladan atau memulai dan kita meneladani atau mengikuti-Nya.
Dalam hal ini yang diikuti adalah kesediaan hidup dalam ketertundukan terhadap otoritas Bapa.
JBU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar