Selasa, 03 April 2018

RH Truth Daily Enlightenment “TIDAK MENYISAKAN BAGI DIRI SENDIRI”  4 April 2018

Beriman berarti memiliki kesepakatan dengan Tuhan.
Kesepakatan dengan Tuhan πŸ’— tersebut menuntut segenap hidup kita dipersembahkan bagi Tuhan.
Dengan demikian, kalau seseorang melakukan kesepakatan dengan Tuhan, maka tidak ada yang boleh disisakan untuk diri kita sendiri.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Firman Tuhan bahwa setelah kita πŸ‘₯ditebus oleh darah Yesus, maka berarti kita telah dibeli dengan harga yang lunas dibayar, bahwa kita sudah tidak lagi memiliki diri kita sendiri (1Kor. 6:19-20). Sama seperti kalau seseorang melakukan kesepakatan dalam perkawinan, maka tubuhnya tidak lagi dimiliki oleh siapa pun, tetapi dimiliki oleh pasangannya (1Kor. 7:4).

Lebih tegas lagi dalam 2 Korintus 4:14-15 Firman Tuhan mengatakan: Sebab kasih Kristus πŸ’— yang menguasai kami, karena kami telah mengerti, bahwa jika satu orang sudah mati untuk semua orang, maka mereka semua sudah mati.
Dan Kristus telah mati untuk semua orang, skesempatanRohyang hidup, tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri, tetapi untuk Dia, yang telah mati dan telah dibangkitkan untuk mereka.

Kesepakatan dengan Tuhan menempatkan orang percaya pada keadaan sebagai “telah mati”.
Telah mati di sini maksudnya adalah tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri, tetapi hanya hidup untuk Tuhan πŸ’— sepenuhnya.

Itulah sebabnya prinsip hidup yang harus dikenakan oleh orang percaya adalah : Bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan..
Hal di atas sebenarnya sangat sulit diterima, sebab sangat sukar dikenakan, tetapi kita dapat menerima bila kita menghayati betapa besar kasih yang telah diberikan Allah Bapa πŸ’— dan Tuhan Yesus kepada kita.

Betapa dahsyat Tuhan πŸ’— semesta alam berkenan menjadikan kita sekutu-Nya, dan betapa sebenarnya kita ini bukan siapa-siapa. Menjadi sekutu Tuhan semesta alam adalah kehormatan yang tiada tara, yang tidak dapat diuraikan dengan kata-kata dan tidak dapat digambarkan dengan cara apa pun.

Ketika kita menjadi sekutu Tuhan dan dapat menghayati kebesaran Allah yang tiada tara, maka barulah kita menyadari betapa tidak berartinya segala sesuatu jika dibanding dengan kebesaran-Nya.
Kita harus menghayati kedahsyatan Tuhan πŸ’— dan melihat betapa tidak berartinya pula segala sesuatu yang kita harus lepaskan untuk dipersembahkan bagi Dia.

Untuk ini, dibutuhkan pengalaman nyata menghayati keberadaan Allah yang dahsyat.
Tentu menghayati keberadaaan Allah tidak harus pengalaman secara fisik.
Alkitab πŸ“š menunjukkan bahwa kita harus percaya walau tidak melihat. Melalui perenungan terus menerus dalam perjumpaan pribadi dalam doa, kita dapat menghayati kedahsyatan Tuhan.

Kedahsyatan Tuhan bukan hanya menunjuk atau bertalian dengan kuasa-Nya, tetapi juga hikmat-Nya, jalan Tuhan πŸ’— dan pekerjaan tangan-Nya yang sangat sempurna.
Sebenarnya kita tidak akan pernah bisa menguntungkan Tuhan. Kita tidak mempunyai apa-apa yang dapat diperhitungkan bisa berguna bagi Dia.

Tetapi oleh anugerah-Nya, Tuhan bisa melengkapi kita segala sesuatu yang berguna bagi Kerajaan-Nya, sehingga kita bisa menjadi alat bagi kemuliaan-Nya.
Dengan kesadaran ini maka sanjungan, puji-pujian dan kehormatan dari manusia πŸ‘₯ tidak kita perhitungkan sama sekali. Dalam hal ini, sikap hati

kitalah yang berperan, apakah kita memiliki kesediaan untuk menjadi sekutu Tuhan atau tidak. Tuhan πŸ’— tidak mencari keuntungan apa pun dari kita, tetapi Tuhan ingin menemukan hati yang mengasihi Dia dan rela berbuat apa pun demi kepentingan-Nya.

Jika seseorang mengasihi Dia, maka ia pasti tampil sebagai pembela-Nya, walau sebenarnya Tuhan tidak mencari pembelaan, sebab Tuhan πŸ’— mampu membela Diri-Nya sendiri.
Ini adalah kesempatan yang sangat berharga, Tuhan semesta alam Yang Mahatinggi, berkenan menjadikan kita sekutu-Nya.

Ini sebenarnya sebuah skenario besar.
Yang Tuhan bidik bukan hanya pekerjaan-Nya di bumi 🌏 ini, tetapi pekerjaan-Nya di kekekalan.
Mengapa Tuhan sedemikian memercayai kita? Sebab kita juga berasal dari Tuhan.

Roh yang ada pada kita adalah roh dari Tuhan sendiri yang dihembuskan-Nya kepada kita (Kej. 2:7). Sesungguhnya manusia memiliki kemampuan yang tiada tara dari Tuhan, Sang Pencipta.
Tuhan πŸ’— merancang suatu keindahan di kekekalan bersama dengan kita, makhluk dahsyat yang telah diciptakan-Nya, yaitu untuk mengelola alam semesta yang tiada batas ini, sebagai sarana dunia yang akan datang yang sempurna.

JBU

Tidak ada komentar:

Posting Komentar