Manusia diberi kehendak bebas -atau yang sama dengan independensi- agar dengan kehendak bebasnya, manusia dengan rela melakukan segala sesuatu yang dikehendaki oleh Allah. Dengan demikian independensi adalah pilar utama untuk menciptakan sebuah kemitraan yang ideal dengan Allah, tentu saja selama manusia bisa mengimbangi keagungan pribadi dan kesucian-Nya. Tergantung masing-masing individu, apakah mau menggunakan kehendak bebasnya untuk terus bertumbuh sehingga bisa mengimbangi Tuhan atau memilih yang lain sehingga tidak pernah menjadi mitra Tuhan di kekekalan. Dengan kemitraan yang dibangun dari independensi masing-masing pihak (pihak Allah maupun manusia), maka kemitraannya menjadi berkualitas. Tidak ada unsur pemaksaan dan tidak kaku. Inilah suasana yang dirancang Allah pada mulanya.
Kejatuhan manusia dalam dosa membuat manusia kehilangan kemuliaan Allah, sehingga manusia tidak mampu berjalan seiring dengan Tuhan. Manusia tidak mampu mengimbangi Tuhan yang kudus dan pribadi-Nya yang agung. Kemitraan yang berlangsung adalah kemitraan yang terbatas kualitasnya. Manusia hanya mampu melakukan hukum tanpa mengerti kehendak Allah, yaitu apa yang baik, yang berkenan, dan yang sempurna. Kemitraan manusia tidak sampai pada tingkat yang ideal, sebab manusia hanya mampu melakukan hukum. Namun demikian, ada orang-orang istimewa di Perjanjian Lama yang bisa menjadi kawan sekerja Allah untuk melaksanakan beberapa rencana-Nya, yaitu mereka yang memiliki kapasitas yang memadai untuk menjadi kawan sekerja Allah. Dalam hal ini Allah menghargai independensi individu sehingga mereka masih bisa dijadikan sebagai kawan sekerja-Nya.
Di Perjanjian Baru, yaitu di zaman anugerah, Allah memberikan kasih karunia yang memungkinkan manusia (yang menerima Tuhan Yesus) untuk bisa menjadi sempurna atau dikembalikan ke rancangan semula. Walaupun Tuhan memberikan Roh Kudus dalam kehidupan orang percaya, tetapi Roh Kudus tidak akan memaksakan kehendak-Nya atas manusia. Orang percaya harus memiliki kelenturan untuk hidup dalam penurutan terhadap kehendak Allah. Jika tidak, maka Roh Kudus bisa didukakan, sampai bisa tingkat menghujat-Nya (Ef. 4:30). Dalam hal ini Roh Kudus tidak menghilangkan independensi orang orang percaya. Dengan hidup dalam tuntunan Roh Kudus sampai mencapai jenjang kedewasaan rohani yang memadai, seseorang dapat menjadi kawan sekerja Allah yang ideal untuk melayani Dia.
Banyak orang yang mewarisi konsep pelayanan yang belum tentu benar dari para pendahulunya. Pada umumnya yang dimengerti sebagai melayani adalah melakukan pekerjaan gerejani; seperti berkhotbah, memimpin puji-pujian, mengajar sekolah Minggu, mengorganisir kegiatan pemuda-remaja, bermain musik, dan aktivitas lain yang ada di lingkungan gereja atau yang juga sering disebut sebagai kegiatan rohani. Karena konsep tersebut, maka banyak orang belajar “teknik-teknik pelayanan” berkenaan dengan kegiatan gereja tersebut, kemudian merasa layak melayani pekerjaan Tuhan atau menjadi pelayan Tuhan. Sebagai akibat dari pandangan yang salah ini, banyak orang berpikir bahwa kegiatan yang tidak bersangkut paut dengan program kegiatan gereja bukanlah pelayanan.
Dengan konsep tersebut banyak orang Kristen yang tidak mengenal identitas dan statusnya di hadapan Tuhan yang menebusnya, yaitu identitas dan statusnya sebagai “hamba Tuhan”. Seharusnya setiap orang yang telah ditebus oleh darah Yesus, harus menyadari bahwa mereka bukan lagi milik mereka sendiri (1Kor. 6:19-20), bahwa mereka telah dimerdekakan dari perbudakan dosa sebagai hamba dosa dan sekarang menjadi hamba Tuhan. Dengan demikian jelaslah bahwa setiap orang percaya terpanggil untuk melayani Tuhan atau menjadi kawan sekerja Allah. Menjadi kawan sekerja Allah artinya dalam segala hal selalu menujukan hidupnya untuk kepentingan Kerajaan Allah.
Sesungguhnya, pada dasarnya melayani Tuhan adalah melayani perasaan-Nya. Maksud perasaan di sini adalah perasaan Allah Bapa dan Tuhan Yesus Kristus. Karena Roh Kudus dimateraikan di dalam diri kita, Roh Kudus yang adalah representasi dari Allah maka segala sesuatu yang kita lakukan pasti menimbulkan reaksi dari Allah. Oleh sebab itu, sebelum masuk ke dalam kegiatan pelayanan gereja, idealnya orang percaya belajar melayani perasaan Allah dengan hidup tidak bercacat dan tidak bercela dalam segala hal. Seorang yang tidak melayani perasaan Allah tidak mungkin dapat melayani Allah dengan benar. Dalam hal ini, independensi manusia diarahkan dan digunakan hanya untuk melayani Tuhan, melayani perasaan-Nya. Setiap orang percaya yang telah ditebus oleh darah Yesus, harus memiliki hidup seperti ini, karena ini adalah tatanan Allah. Jika tidak demikian berarti seorang pemberontak.
https://overcast.fm/+IqODj04hg
Tidak ada komentar:
Posting Komentar