Senin, 21 Oktober 2019

Renungan Harian 11 Oktober 2019 YESUS SEBAGAI POLANYA

     Dalam mendatangkan atau menghadirkan Kerajaan Allah, hal penting yang harus dilakukan adalah tidak memandang kehidupan bangsa Israel sebagai standar hidup orang percaya. Untuk itu, kita harus memandang Perjanjian Lama dengan benar. Kita harus memperlakukan kitab Perjanjian Lama sepantasnya atau pada proporsinya. Kegagalan seseorang tidak mengerti hal ini, akan menjerumuskannya kepada pemahaman atau konsep-konsep teologi yang tidak Alkitabiah bagi umat Perjanjian Baru. Untuk menemukan pandangan teologi yang sesuai dengan Injil yang murni, guna mendatangkan atau menghadirkan Kerajaan Allah, maka kita harus mendasarkan teologi pada karya keselamatan dalam Yesus Kristus. Tuhan Yesus Kristuslah landasan atau dasar dari semua pandangan orang percaya. Setiap pandangan teologi harus diverifikasi oleh karya keselamatan dalam Yesus Kristus atau pengajaran Tuhan Yesus dalam Perjanjian Baru.

     Banyak orang Kristen yang mengimitasi bangsa Yahudi atas dirinya. Mereka berpikir bahwa Tuhan akan memperlakukan mereka sama seperti memperlakukan umat Perjanjian Lama. Kesalahan memahami Alkitab ini akan menjerumuskan seseorang kepada kehidupan Kristiani yang palsu. Mereka mengalaskan cara berpikir mereka kepada Perjanjian Lama secara harafiah, padahal pola kekristenan yang benar adalah kehidupan Yesus sendiri. Seperti bangsa Israel pada zaman Yesus, karena pola pikirnya yang salah, maka mereka menolak prinsip-prinsip kebenaran Injil, demikian pula banyak orang Kristen yang tidak bisa mengenakan prinsip-prinsip kebenaran dalam Injil. Karena hal ini, maka mereka tidak dapat mendatangkan atau menghadirkan Kerajaan Allah, sehingga tidak bisa hidup dalam pemerintahan Allah.

     Untuk mendatangkan atau menghadirkan Kerajaan Allah, seseorang harus berani keluar dari tradisi dan berbagai pengajaran yang selama ini dianggap sejajar dengan kewibawaan Alkitab, padahal bertentangan dengan Injil. Dalam Lukas 5:39, Tuhan Yesus berkata, “Dan tidak seorang pun yang telah minum anggur tua ingin minum anggur yang baru, sebab ia akan berkata: Anggur yang tua itu baik.” Pernyataan ini sebenarnya suatu peringatan yang harus ditanggapi benar-benar serius. “Anggur lama” berbicara mengenai cara keberagamaan yang enak, nyaman, dan tidak menyakitkan. Ketika Tuhan Yesus berbicara mengenai anggur dan kantong kulit tempat menyimpan anggur, konteksnya mengenai cara beribadah dan syariat agama Yahudi. Cara keberagamaan seperti bangsa Yahudi adalah cara keberagamaan manusia pada umumnya. Mereka telah menikmati keberagamaan mereka seperti candu yang telah mengikat dengan kuatnya. Itulah anggur lama yang enak. Anggur yang menghalangi pemerintahan Allah secara proporsional dalam kehidupan individu orang percaya.

     Pengajaran yang diberikan oleh Tuhan Yesus di dalam Injil berbeda dengan apa yang diajarkan oleh agama-agama pada umumnya. Kehidupan Yesus sendiri adalah kehidupan yang bertentangan dengan kehidupan manusia pada umumnya. Murid-murid Yesus juga pernah kecewa dan tidak seorang pun yang bersedia mengiring Tuhan lagi ketika Tuhan menghadapi sengsara dan kematian-Nya di kayu salib. Mereka semua melarikan diri. Mereka tidak tahu bagaimana cara Tuhan bekerja. Pengharapan duniawi mereka dijungkirbalikkan oleh kenyataan yang mereka saksikan: ternyata Yesus mati di kayu salib. Murid-murid tidak mengerti tujuan yang hendak dicapai oleh Tuhan Yesus dalam proyek penyelamatan dunia ini. Murid-murid memikirkan perkara di bumi; Tuhan Yesus memikirkan perkara yang di atas (Kol. 3:1-4). Murid-murid mau menyelamatkan kehidupan hari ini, tetapi Tuhan Yesus kehilangan kehidupan ini (Mat. 10:39). Murid-murid-Nya menjauhi dan menghindari kematian, tetapi justru Tuhan Yesus menerima kematian dan masuk ke dalamnya (Mat. 16:21-26). Tuhan Yesus menghendaki agar orang percaya mendatangkan atau menghadirkan Kerajaan Allah, tetapi banyak orang Kristen mau mendatangkan atau menghadirkan kerajaan sendiri.

     Menjadi orang percaya, kita harus belajar Injil untuk menemukan pola pikir demi mendatangkan atau menghadirkan Kerajaan Allah. Proses pembelajaran ini harus berlangsung dengan serius secara berkesinambungan dengan sarana Injil yang benar, buku petunjuk yang benar. Diharapkan orang percaya menggunakan akal secara maksimal dan hati nuraninya untuk mengenal Injil yang murni. Hal inilah yang membuat kekristenan menjadi tidak mudah, tetapi jalan yang sukar. Kesukarannya terletak pada sulitnya memahami Injil yang murni dan melakukannya secara konsekuen dan konsisten.

     Orang percaya harus mengerti bahwa mendatangkan atau menghadirkan Kerajaan Allah bukanlah jalan yang mudah. Kekristenan adalah jalan yang benar dan terbaik tiada duanya, tetapi bukan jalan mudah. Kekristenan yang diajarkan sebagai jalan mudah, dapat mengakibatkan orang-orang Kristen menjadi duniawi sehingga gagal mendatangkan atau menghadirkan Kerajaan Allah. Banyak orang ke gereja dan setia dalam berbagai kegiatan gereja, tetapi tetap hidup dalam “percintaan dunia.” Mereka akan binasa, sebab tidak pernah mendatangkan atau menghadirkan Kerajaan Allah, sehingga hanya hidup dalam pemerintahan sendiri yang hanya memuaskan nafsu dan ambisinya sendiri.


https://overcast.fm/+IqOC0DKAk

Tidak ada komentar:

Posting Komentar