Senin, 28 Oktober 2019

Silahkan install - Aplikasi Truth.ID


Bisa di install melalui playstore untuk android, app store untuk iphone

Kata Bermakna #4 Oktober 2019








Quote #4 Oktober 2019

Quote of the day :
"Jangan menunggu Tuhan membebaskan kita, karena pembebasan tergantung diri kita sendiri dan Tuhan memberikan fasilitas untuk bisa memerdekakan diri dari ikatan-ikatan dunia.”

Dr. Erastus Sabdono
22 Oktober 2019

Quote of the day : 
"Orang yang sungguh-sungguh mengasihi Tuhan, baru akan mengerti apa artinya mengasihi sesama secara patut".

Dr. Erastus Sabdono
23 Oktober 2019

Quote of the day : 
“Kita tidak boleh berprinsip “mengalir saja”; sebab kita yang harus mendesain keadaan.”

Dr. Erastus Sabdono
24 Oktober 2019

Quote of the day : 
"Yang harus kita persoalkan bukan apakah barang ini mewah atau tidak, mendatangkan prestise atau tidak, tapi apakah ada kegunaannya tidak bagi pelayanan Tuhan"

Dr. Erastus Sabdono
25 Oktober 2019

Quote of the day :
"Sebagaimana manusia harus memahami secara mutlak hukum-hukum alam yang bertalian dengan hidup manusia, manusia juga harus memahami hukum-hukum kehidupan yang bertalian dengan Allah.”

Dr. Erastus Sabdono
26 Oktober 2019

Quote of the day : 
"Menjadi tugas kita sekarang adalah berusaha menghidupkan Injil yang murni
yang Tuhan Yesus ajarkan dan kita harus menjadi teladan terlebih dahulu".

Dr. Erastus Sabdono
27 Oktober 2019

Quote of the day : 
“Integritas Allah yang sempurna dalam menegakkan tatanan akan menempatkan manusia menjadi makhluk yang agung, karena manusia diperkenan masuk dalam gelanggang di mana Allah ada di situ".

Dr. Erastus Sabdono
28 Oktober 2019

Renungan Harian 28 Oktober 2019 PERANAN ORANG PERCAYA

     Kalimat dalam Doa Bapa Kami: “Datanglah Kerajaan-Mu” berarti panggilan untuk mewujudkan kehadiran atau kedatangan Kerajaan Alah secara fisik, yaitu diakhirinya petualangan Iblis dan kedatangan Tuhan Yesus kedua kali. Bagaimana itu bisa terjadi dan apa peranan orang percaya dalam hal ini? Dalam 2 Petrus 3:11-14 terdapat pernyataan bahwa orang percaya dapat mempercepat kedatangan hari Allah. “Hari Allah” maksudnya adalah hari di mana Tuhan mengakhiri sejarah dunia. Ini berarti petualangan Iblis atau Lusifer diakhiri. Iblis dengan pengikutnya dibuang ke dalam kegelapan abadi. Firman Tuhan mengatakan bahwa “pada hari itu” langit akan lenyap dengan gemuruh yang dahsyat dan unsur-unsur dunia akan hangus dalam nyala api, dan bumi dan segala yang ada di atasnya akan hilang lenyap. Pada hari itu langit akan binasa dalam api dan unsur-unsur dunia akan hancur karena nyalanya. Inilah yang dikatakan oleh Wahyu bahwa bumi akan menjadi lautan api (Why. 15:20). Pada hari penghukuman tersebut, Iblis dan para malaikatnya serta manusia durhaka akan dihukum di lautan api tersebut; sedangkan orang percaya akan diangkat Tuhan ke dalam kemuliaan Kerajaan Surga. Itulah hari pengangkatan yang dirindukan oleh orang percaya yang benar; yang telah mengorbankan nyawa mereka untuk pekerjaan Tuhan. Pengangkatan tersebut telah diperagakan oleh Tuhan Yesus, ketika Ia naik ke surga disaksikan oleh banyak orang (Kis. 1:9-10). Hal ini mengisyaratkan fakta dan model pengangkatan orang percaya suatu hari nanti.

     “Hari Allah” adalah hari yang paling mengerikan bagi Iblis dan para malaikat yang memberontak. Mereka berusaha agar hari itu bisa ditunda selama mungkin. Untuk itu, Iblis dan pengikutnya berusaha menghambat terlaksananya eksekusi hukuman atas diri mereka. Dengan cara bagaimanakah mereka menghambat hari Allah itu? Dengan cara mencegah orang percaya agar tidak memiliki kehidupan yang saleh, tidak bercacat, dan tidak bercela (2Ptr. 3:11,14). Dengan kehidupan yang tidak bercacat tidak bercela, berarti menjadi seperti Tuhan Yesus. Menjadi seperti Tuhan Yesus berarti bisa menjadi corpus delicti (fakta yang menunjukkan bahwa suatu kesalahan telah dilakukan). Itu yang menjadi kunci untuk mengalahkan Iblis. Iblis telah terbukti berbuat salah oleh penampilan kehidupan Tuhan Yesus yang hidup dalam ketaatan kepada Bapa di surga. Alkitab menunjukkan bahwa bukan hanya Tuhan Yesus yang dapat menjadi corpus delicti, tetapi anak-anak Allah pun juga bisa oleh kehidupannya yang tidak bercacat dan tidak bercela. Jika jumlah orang-orang yang menjadi corpus delicti cukup atau genap, maka sejarah Iblis akan diakhiri, sejarah dunia berakhir, dan Kerajaan Allah secara fisik diwujudkan di langit baru dan bumi yang baru (Why. 6:11).

     Kata “mempercepat” dalam teks aslinya adalah speudo (Yun. σπεύδω), yang selain berarti mempercepat juga berarti mendesak. Memang sulit dimengerti bahwa waktu Tuhan bisa dipengaruhi oleh manusia atau faktor eksternal Allah. Tetapi hal ini bisa dimengerti kalau memahami bahwa akhir sejarah dunia ini menunggu lengkapnya atau genapnya jumlah orang yang tidak menyayangkan nyawa karena pengiringan kepada Tuhan Yesus. Hal ini didasarkan pada pernyataan Tuhan dalan Wahyu 6:11, ketika dipertanyakan sampai kapan penderitaan yang dialami oleh orang percaya berhenti. Tuhan menjawab sampai jumlah orang yang dibunuh atau mati karena iman dan pelayanan sudah genap. Dalam hal ini, dapat dimengerti mengapa Iblis masih bekerja keras sebisa-bisanya untuk dapat mencegah orang percaya menjadi seperti Kristus yang menyerahkan nyawa-Nya untuk kemuliaan Allah Bapa. Bagi Iblis, orang-orang baik tidak membahayakan dirinya, tetapi orang-orang yang bersungguh-sungguh untuk memiliki kualitas hidup seperti Tuhan Yesus sangat menakutkannya. Semakin banyak orang percaya diproses semakin seperti Tuhan Yesus, semakin cepat sejarah dunia berakhir dan Iblis dihukum.

     Hal ini penting untuk diperhatikan bahwa yang bisa mengalahkan Iblis bukan hanya darah Tuhan Yesus tetapi juga “perkataan kesaksian mereka” (Why. 12:11). Kalimat ini jelas menunjukkan bahwa Iblis bisa dikalahkan oleh “perkataan kesaksian mereka”. Kalimat “perkataan kesaksian mereka” tidak boleh dipisahkan dengan kalimat berikut yaitu “yang tidak mengasihi nyawa mereka sampai ke dalam maut”. Orang yang memiliki perkataan kesaksian adalah orang yang tidak menyayangkan nyawa. Tidak menyayangkan nyawa juga berarti tidak memiliki kesenangan atau keinginan apa pun kecuali melakukan kehendak Bapa dan menyelesaikan pekerjaan-Nya. Inilah isi dan kualitas kehidupan Tuhan Yesus (Yoh. 4:34). Perjuangan seperti ini juga telah dialami oleh Paulus, bahwa darahnya siap dicurahkan demi pelayanan bagi jemaat Tuhan (2Tim. 4:6-8). Inilah standar anak-anak Allah, yaitu rela melepaskan nyawa bagi saudara-saudaranya (1Yoh. 3:16). Dalam hal ini dapat dimengerti mengapa Tuhan Yesus memberi syarat kepada pengikut-Nya untuk tidak menyayangkan nyawa kalau mau menjadi pengikut yang benar (Mat. 10:39; 16:25). Dengan demikian, jelas bahwa orang percaya dipanggil untuk mendatangkan atau menghadirkan Kerajaan Alah secara fisik dengan menjadi corpus delicti, yaitu ketaatan seperti Yesus.


https://overcast.fm/+IqOCbYauA

Renungan Harian 27 Oktober 2019 KETAATAN YANG MENYELAMATKAN

     Dalam Alkitab, dapat dijumpai usaha Iblis untuk menghindarkan dan mencegah Yesus dari kematian di kayu salib. Tetapi Yesus dalam integritas-Nya yang tinggi tetap taat sampai mati di kayu salib untuk menyelesaikan tugas penyelamatan. Pertama, Iblis berusaha mencegah Yesus memikul salib dengan cara menawarkan keindahan dan kemuliaan dunia (Luk. 4:5-8). Berikutnya, Iblis memakai nama Allah melalui Petrus yang mencegah Yesus ke Yerusalem (Mat. 16:21-23). Selanjutnya, beberapa kali Tuhan Yesus hendak diangkat menjadi raja oleh orang-orang Yahudi (Yoh. 6:15; 12:1-13). Iblis menjanjikan hidup tanpa penderitaan di bumi. Yesus menolak. Di Taman Getsemani Yesus menghadapi pergumulan antara melakukan kehendak Bapa atau kehendak-Nya sendiri (Mat. 26:38-44). Yesus juga menghadapi situasi dimana Ia bisa memanggil malaikat-malaikat-Nya untuk menyelamatkan diri-Nya dari pasukan Roma yang menangkap-Nya (Mat. 26:53). Tetapi Yesus tetap pada pendirian-Nya, yaitu minum cawan (penderitaan) yang harus dialami-Nya. Akhirnya, di kayu salib, Ia bukan tidak bisa turun dari salib ketika Yesus ditantang untuk turun dari salib (Mat. 27:40-42). Yesus mampu melakukannya, tetapi Ia tetap teguh dengan pendirian-Nya, mati di kayu salib.

     Kematian Yesus di kayu salib dalam ketaatan kepada Bapa di surga adalah kematian yang sangat mengerikan bagi Lusifer. Karena dengan hal itu ia terbukti bersalah dan hukumannya ditentukan. Ada semacam “rule of the game” dalam pergulatan antara Kerajaan Terang dan kerajaan kegelapan. Kalau ada yang bisa melakukan kehendak Bapa dengan sempurna, berarti Lusifer kalah dan harus dihukum; tetapi kalau tidak ada, maka Lusifer beroleh kemenangan. Ia akan menguasai jagat raya, manusia, dan Tuhan Yesus Kristus sendiri. Adam terakhir yang ditampilkan oleh Allah Bapa adalah Yesus. Kalau Tuhan Yesus gagal, maka tidak bisa dibayangkan betapa rusaknya jagat raya ini. Bisa-bisa surga dan bumi dalam kekuasaan Lusifer. Lusifer bisa menjadi “Bintang Timur” yang gilang gemilang, artinya akan menerima kekuasaan seperti yang diingininya. Tetapi kemenangan Tuhan Yesus menjadikan Ia berhak memproklamasikan kekuasaan-Nya bahwa segala kuasa di surga dan di bumi dalam tangan-Nya dan Ia adalah Bintang Timur yang gilang gemilang itu (Why. 22:16).

     Kalau Yesus bisa dicegah atau dihindarkan dari kematian salib, yang juga berarti menghindari ketaatan kepada Bapa, berarti itu kemenangan bagi Lusifer. Dalam hal ini nyata bahwa kehidupan Yesus seperti sebuah gelanggang pertandingan untuk menemukan siapa yang akan menjadi pemenang. Yesus adalah pertaruhan Allah Bapa. Kalau Ia kalah, berarti tidak ada keselamatan atas umat ciptaan-Nya. “Kalah” di sini maksudnya bahwa Yesus gagal hidup dalam ketaatan yang sempurna kepada Bapa di surga (Ibr. 2:9). Dalam hal ini, betapa berat beban yang dipikul oleh Yesus dalam tugas penyelamatan manusia. Ia harus menang untuk menjadi Tuhan “bagi kemuliaan Allah Bapa” (Flp. 2:11).

     Kalau selama ini orang percaya memahami mengenai darah Yesus yang berkuasa, salib yang adalah puncak karya keselamatan dan kebangkitan Tuhan Yesus adalah bukti kemenangan-Nya atas maut. Banyak orang Kristen terpaku pada “kuasa Allah yang luar biasa” yang membuat semua itu terjadi. Sebenarnya, di balik semua karya Allah tersebut, ada satu kata penting yang menjadi kuncinya. Kata itu adalah “ketaatan” Yesus kepada Bapa. Iblis tidak takut darah Yesus sebelum Ia menaati Bapa sampai mati di kayu salib. Karena ketaatan-Nya kepada Bapa, maka darah Yesus bisa mengusir Iblis dari lingkungan para malaikat di surga (Why. 12:9-11). Salib tidak ada artinya kalau Yesus tidak taat kepada Bapa, dan tidak akan ada kebangkitan tanpa kesalehan atau kesucian yang memenuhi standar Allah.

     Hanya oleh darah Anak Domba, yaitu darah Yesus, yang bisa mengalahkan Iblis (Why. 12:10-11). Jadi, yang membuat Yesus berhasil menyelesaikan tugas-Nya adalah ketaatan-Nya, dengan sikap hormat-Nya secara pantas kepada Bapa. Harus dipahami bahwa bukan karena Yesus adalah Anak Allah, maka Bapa memberikan kemenangan dengan memberikan kemampuan-kemampuan ekstra atau kemudahan untuk menang. Dalam segala hal Yesus disamakan dengan manusia (Ibr. 2:17). Alkitab menulis, bahwa sekalipun Ia Allah Anak tetapi Ia belajar taat kepada Bapa dari apa yang diderita-nya (Ibr. 5:8-9). Dengan cara inilah maka Iblis bisa dikalahkan dan tidak mendapat tempat lagi di surga. Iblis bisa dinyatakan bersalah kalau ada pembuktiannya. Kalau Yesus tidak taat, maka Ia tidak akan dibangkitkan. Dengan kemenangan-Nya, segala kuasa di surga dan di bumi dalam tangan Tuhan Yesus. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kedatangan atau kehadiran Kerajaan Allah atas manusia bisa terjadi karena perjuangan berat Yesus, Anak Domba Allah.


https://overcast.fm/+IqOBnIYrw

( Sunday Bible Teaching ) SBT, 13 Oktober 2019 " Mengukir Sejarah Hidup " Pdt.Dr. Erastus Sabdono

Wahyu 13 : 14
Setiap kita diberi lembar kanvas hidup.
Lembar kanvas tahun yang nanti akan terangkai satu bingkai.
Tentu diharapkan pada saat kita menutup mata terlukis wajah yang indah di mata Allah.

Kita harus sungguh  mengakui bahwa keberadaan kita ini ada bukan dengan sendirinya, tetapi dirancang Allah yang memiliki kehidupan.

Allah menaruh roh dalam diri manusia, dalam diri kita.
Itulah sebabnya firman Tuhan mengatakan, bukan tanpa alasan kitab suci mengatakan, Roh yang ditempatkan dalam diri kita diingininya dengan cemburu.
Artinya diingininya sangat.

Allah mengingin roh manusia ini kembali pada Allah sudah membawa wujud bentuk wajah kehidupan.
Allah memberikan roh terbungkus daging yang membentuk jiwa.

Jiwa ini media input dari apa yang dilihat dan didengar.
Kalau yang dilihat dan didengar baik, maka roh neshamah akan membentuk wajah batiniah.

Roh bahasa yunaninya :
- Ruakh menunjuk unsur kehidupan.
- Neshamah unsur kesadaran.

Bagaimana neshamah kita menjadi pelita Tuhan ?
Artinya : mampu mengerti apa yang Allah kehendaki.
Apa yang baik, berkenan, dan sempurna.

Kejatuhan manusia dalam dosa membuat manusia kehilangan kemuliaan Allah.
Manusia tidak mampu mencapai keindahan wajah batiniah yang dikehendaki Allah.

Kehilangan kemuliaan Allah bukan berarti manusia pasti, harus jadi biadab.
Manusia bisa berkelakuan baik.
Agama bisa menata jiwa, nembangun nurani yang baik.

Tetapi Kekristenan menata, membangun manusia batin yang segambar dengan Dia.
Itulah sebabnya firman Tuhan mengatakan agar kita memiliki pikiran perasaan Kristus yang dalam bahasa aslinya phroneo : cara berpikir, mindset yang juga sama dengan nurani.
Ini pembentukannya lama, tidak dalam satu bulan, 1 tahun atau 2 tahun.

Maka siapapun kita harus bertobat dan menjadi seperti anak kecil, anak umur 7 sd 14 th, usia yang efektif dididik.
Jadi betapa berharganya waktu yang diberikan Tuhan.

Inilah kanvas kehidupan yang suatu hari akan menjadi suatu bingkai.
Kita berharga karena kita bisa menjadi indah.

Kita sebongkah tanah, tanah yang berharga, lempung yang tidak bernilai di tangan penjunan menjadi benjana
yang indah, asal lempung mau dibentuk.

Jangan hanya menyembah Tuhan dengan kata - kata tapi tindakan yang nyata.
Hubungan kita dengan Allah bukan yang disembah dengan umat, tapi Bapa dan anak.
Maka harus bertumbuh dewasa.

Setiap kita berharga di mata Allah, karena kita berpotensi menjadi gambar bejana yang indah di mata Allah.
Dan tentu masing - masing kita berkeadaan berbeda, jadi tidak sama persis.

Kita memiliki personaliti berkepribadian yang berbeda - beda.
Allah membentuk kita menjadi indah.
Bagaimana kita menjalani hidup keseharian dalam proses pembentukan Tuhan dalam sekolah kehidupan, menjadi bejana yang indah menurutNya.

Setiap orang harus menemukan dirinya sendiri di hadapan Tuhan sesuai rancanganNya.
Dan ini menjadi goresan abadi, baru benar - benar berharga.

Untuk menjadi indah di mata Allah Bapa artinya :  menjadi orang yang hidup tak  bercacat tak bercela, berkodrat ilahi, mengenakan mengambil bagian dalam kekudusan Allah itu bukan karunia khusus.
Itu karunia umum untuk setiap orang percaya.

Kalau dalam keluarga kerajaan Allah ini, Tuhan memberikan semua kita kemampuan atau potensi ini.
Jadi jangan sekali - kali mencurigai Allah dengan pikiran : 
- Kalau dia bisa indah di mata Allah, Kalau saya tidak bisa, itu pikiran yang jahat.
- Dia bisa hidup tidak bercacat tidak bercela, kalau  saya tidak mungkin.
- Dia bisa hidup suci, kalau saya tidak.

Kalau Suatu hari dalam pengadilan Kristus ada orang tampil dan muncul karena memiliki kepribadian yang agung, neshamah dalam proses perjalanan waktu.
Kita berkata koq bisa ya ?
Baru kita mengerti bahwa kita juga bisa, baru memahami pengetahuan lengkap pada waktu itu, baru kita sadar.
Aku mustinya juga bisa, betapa menyesalnya kita.

Manusia hari ini berusaha menjadi orang lain dalam arti yang salah secara duniawi.
Manusia dijadikan indah menurut dunia.
Dan tatanan dan gaya hidup dunia sudah terbiasa dalam pikiran merasuk dalam jiwa kita.

Kalau fokusnya hanya pemenuhan kebutuhan jasmani sudah pasti tidak fokus indah di mata Allah.

Kita harus mengerti begitu kita terlahir sebagai umat pilihan, kita sudah diorientasikan, diproyeksikan, dirancang, segambar serupa dengan Allah.
Sudah dirancang segambar dengan Bapa serupa dengan Yesus.

Ini hak istimewa, dan Tuhan menyediakan sarananya.
1 Petrus 1 : 17
Setiap orang diberi potensi untuk menjadi indah di mata Allah.
Kita harus mencari hal ini.
Ini kesukaan Allah.
Paling berharga dalam hidup, paling mulia, paling agung.

Mencapai level ini, kita menjadi anak kesukaan Bapa, ini lebih dari memiliki gunung emas.
Lebih dari kekayaan jadi anak pejabat, bangsawan di dunia.
Lebih dari segala sesuatu.

Gagal karier, tidak memiliki jodoh, tidak punya keturunan itu bukan hal yang besar, kita tidak menyesali sama sekali.
Berwajah tidak baik tidak cantik tidak di mata manusia tidak menjadi penyesalan.

Tetapi kalau kita tidak menjadi anak kesukaan Allah akan menjadi penyesalan abadi.

Karena selera jiwa, pola rasa kita sudah salah, maka sulit memandang bahwa jadi anak kesukaan itu sesuatu yang paling berharga.

Setiap kita harus menjadi bejana yang indah.
Kita harus melihat kasih Allah yang begitu besar.
Itu tidak ditandai, sakit sembuh.
Yang bisa diberikan Tuhan Yesus tidak dapat diberikan yang lain.

Makanya jangan merubah ayat - ayat dalam Alkitab
Misalnya :
 Yang menabur di dalam roh akan menuai hidup kekal, yang menabur dalam daging akan menuai kebinasaan.
Diganti yang menabur duit, menuai 30, 60, 100.
Padahal kalau bicara soal menabur, itu benih kebenaran.

Kalau di Galatia itu bicara menabur roh itu menuai kemuliaan.
Menabur roh artinya : hidup seturut kehendak Roh Kudus, membuat kita menjadi bejana yang indah untuk kemuliaan Allah.
Kalau kemudian diartikan atau diisi, diberi pengertian menabur duit kan jadi rusak.
Tapi standar banyak gereja  begitu.

Kelihatannya itu tidak menyalahi, itu sangat ganggu dan merusak rohani yang mestinya dimiliki orang percaya.

Kalau ada masalah sudah berdoa tetapi tidak berubah, berarti watakmu yang harus diubah, kita yang harus berubah.

Kita harus menjadi bejana yang indah guna menjadi perhiasan di rumah Bapa.
Di sini tidak perlu memiliki karunia khusus.
Karena setiap kita diberi anugrah untuk dibentuk.

Sekarang bagaimana kita menggunakan anugrah yang diberikan ?
Kita :
- Punya 24 jam yang sama  - Punya Alkitab yang sama 
- Punya kesempatan bertumbuh yang sama 
- Punya kesempatan ke gereja ikut seminar yang sama.

Lalu bagaimana kita menggunakan kesempatan yang tidak perlu terulang itu ?

Jbu 💐

Renungan Harian 26 Oktober 2019 MENGALAHKAN IBLIS

     Firman Tuhan mengatakan bahwa suatu saat semua musuh akan tunduk di bawah kaki Tuhan Yesus (1Kor. 15:27; Ef. 1:22; Flp. 2:10). Bagaimana musuh, yaitu Iblis, bisa dikalahkan? Kalau diteliti dengan cermat, Alkitab bukan hanya menunjukkan adanya hukum dalam arti perintah atau peraturan atau syariat, tetapi hukum dalam arti kodrat atau natur atau ketetapan. Hukum ini disebut sebagai hukum kehidupan atau hukum rohani. Hukum kehidupan menyangkut ketetapan yang Allah tentukan yang berasal dari diri pribadi Allah Bapa yang Mahakudus, Maha Bijaksana, dan Mahaadil. Dalam hukum kehidupan tersebut terdapat ketetapan-ketetapan yang harus dihargai baik oleh pihak Allah maupun pihak manapun atau siapa pun. Allah juga konsekuen atas hukum yang ditetapkan-Nya tersebut yang menjadi semacam rule of the game dalam kehidupan ini. Dengan memahami hukum dalam pengertian yang kedua, maka akan ditemukan jawaban mengapa Allah menciptakan manusia, mengapa harus ada dua buah pohon di Taman Eden, mengapa Yesus harus mati, apa arti kebangkitan-Nya itu, dan lain sebagainya. Juga tatanan mengenai bagaimana membinasakan Lusifer yang memberontak kepada Allah.

     Ketika Lusifer memberontak, mengapa Allah tidak segera menghukum dan membinasakan? Sulit dibantah, bahwa terkesan tidak mudah dapat menaklukkan Lusifer. Mengapa Allah tidak melakukannya? Memang di kitab Yehezkiel, terdapat catatan seakan-akan atau terkesan Allah langsung membuang Lusifer, tetapi kalau diamati dengan teliti ayat-ayat itu menunjuk ringkasan dari akhir hidup Lusifer. Di dalam ayat-ayat tersebut tidak diungkapkan mekanisme pengusiran tersebut (Yeh. 28:16-19). Ternyata pada akhirnya bukan malaikat-malaikat Allah yang bisa mengalahkan Iblis, tetapi darah Tuhan Yesus dan perkataan kesaksian mereka yang dikatakan “tidak menyayangkan nyawanya.” Orang-orang yang tidak menyayangkan nyawa ini menunjuk orang percaya yang mengikuti gaya hidup Tuhan Yesus (Why. 12:11). Jawaban mengapa Allah tidak bisa membinasakan Lusifer seketika itu adalah karena Allah memiliki aturan. Allah tidak akan pernah bertindak tanpa aturan; Allah adalah Pribadi yang adil, Allah yang tertib, Allah yang memiliki sistem dan aturan. Allah tidak akan pernah bertindak secara sembarangan tanpa aturan, tanpa hukum atau rule. Di dalam diri-Nya ada hukum, aturan, sistem, atau kebijakan-kebijakan dari kecerdasan-Nya yang tiada batas.

     Mengapa Lusifer saat memberontak tidak segera dihukum? Sebab tindakan Lusifer belum bisa dikatakan salah, sebab tidak ada verifikasi atau pembuktian bahwa Lusifer bersalah. Harus ada semacam “corpus delicti”, yaitu fakta yang membuktikan bahwa suatu kesalahan atau kejahatan telah dilakukan. Dari apa yang dipaparkan Roma 4:15; 5:13 jelas sekali dapat membuka pikiran orang percaya untuk memahami bahwa Allah bertindak dengan aturan yang sempurna. Seperti misalnya dalam menunjukkan kesalahan dan menghukum harus ada pembuktian. Itulah sebabnya Taurat diberikan juga untuk membuktikan bahwa manusia terbukti bersalah. Jika tidak ada Taurat, berarti tidak ada pelanggaran (Rm. 4:15; 5:13). Demikian pula Lusifer yang jatuh, tidak akan terbukti bersalah sebelum ada pembuktiannya, yaitu adanya makhluk yang memiliki ketaatan dan penghormatan yang benar kepada Allah dan memiliki persekutuan dengan Dia secara benar. Makhluk yang memiliki ketaatan kepada Bapa itulah semacam “corpus delicti.” Istilah ini dipakai untuk menunjukkan mekanisme tindakan Allah terhadap Lusifer.

     Untuk membuktikan kesalahan Lusifer agar ia pantas dihukum, harus ada mahkluk yang diciptakan oleh Allah yang memiliki segambaran dengan Allah yang bisa hidup dalam persekutuan dengan Allah. Karena hal tersebut, maka manusia yang diciptakan tentu diharapkan dapat menampilkan suatu kehidupan yang bersekutu dengan Bapa; taat, menghormati, memuliakan Allah dan meninggikan Allah Bapa, serta mengabdi dan melayani-Nya secara pantas. Hal itu menjadi pembuktian terhadap kesalahan Iblis sehingga bisa dihukum. Dalam perjalanan sejarah kehidupan, ternyata manusia gagal memenangkan pergumulan melawan Lusifer. Manusia sendiri mengikuti jejak atau jalan Lusifer, manusia juga ingin menjadi seperti Allah. Ada sebagian jejak Iblis yang ditularkan kepada manusia. Hal inilah yang membuat manusia tidak bisa lagi mencapai kesucian Allah. Manusia telah kehilangan kemuliaan Allah. Manusia pertama gagal menggenapi rencana Allah.

     Kegagalan manusia pertama menyisakan persoalan, siapakah yang dapat mengalahkan Iblis atau membuktikan bahwa Iblis bersalah dan pantas untuk dihukum. Tidak ada jalan lain, kecuali Anak Tunggal yang bersama-sama dengan Bapa. Anak Tunggal Bapa harus turun ke bumi menjadi manusia, di mana dalam segala halnya Ia disamakan dengan manusia (Ibr. 2:17). Allah Anak menjadi manusia untuk membuktikan bahwa ada pribadi yang bisa taat tanpa syarat kepada Bapa dan mengabdi sepenuhnya (Flp. 2:5-11; Yoh. 4:34). Hal ini akan membuktikan bahwa tindakan Iblis terbukti salah dan patut dihukum. Keselamatan yang dikerjakan oleh Yesus dimaksudkan agar Kerajaan Allah dapat ditegakkan, yaitu dengan mengalahkan Iblis.


https://overcast.fm/+IqOCh6jYk

Renungan Harian 25 Oktober 2019 MENEMUKAN HATI BAPA

     Pada dasarnya, mendatangkan atau menghadirkan Kerajaan Allah sama dengan menemukan hati Bapa. Menemukan hati Bapa sama dengan menjadi anak kesayangan dan anak kesukaan Allah karena melakukan kehendak dan rencana-Nya. Menemukan hati Bapa artinya bisa menikmati Allah Bapa dan dinikmati oleh Dia. Menemukan hati Bapa adalah relasi berkualitas antara Bapa dan anak-anak Allah sebagaimana mestinya yang diinginkan oleh Bapa. Relasi yang diinginkan Bapa bisa terjadi dalam hidup setiap orang percaya, yaitu kalau orang percaya tidak lagi merasa memiliki sesuatu yang dapat membahagiakan hidup kecuali kehadiran Bapa dalam hidupnya. Mestinya tidak ada lagi yang orang percaya perjuangkan untuk dimiliki selain mengerti kehendak Bapa dan melakukan kehendak Bapa. Hal ini satu-satunya yang bisa menyenangkan hati Bapa.

     Bapa menghendaki agar orang percaya sebagai anak-anak-Nya menemukan hati Bapa, karena memang orang percaya adalah anak-anak-Nya. Sesungguhnya, ini adalah hal yang lebih luar biasa dari segala hal. Sesungguhnya, Bapa yang sering disebut-sebut dalam doa dan nyanyian-nyanyian adalah Pribadi yang hidup dan mestinya sangat nyata, sehingga orang percaya dapat merasakan dan mengalami-Nya secara berlimpah. Banyak orang Kristen menyebut nama Bapa hanya sebuah fantasi dalam pikiran mereka. Bahkan mereka bisa berbicara banyak mengenai Bapa dan mendiskusikan-Nya, tetapi Bapa hanya menjadi wacana di nalar mereka semata-mata. Sejatinya, mereka tidak mengalami dan tidak bersentuhan dengan Bapa sama sekali. Pengetahuan teologi mengenai Bapa sekadar wacana yang tidak pernah dialami dalam kehidupan konkret; hanya tersimpan secara literal. Orang percaya yang berusaha mengalami realita Bapa—sama dengan berusaha mendatangkan atau menghadirkan Kerajaan Allah—dapat menemukan hati Bapa.

     Banyak orang Kristen merasa sudah memiliki hubungan yang berkualitas baik dengan Bapa, padahal hubungan mereka belum berkualitas sama sekali atau belum proporsional atau belum dewasa. Hubungan mereka dengan Bapa hanya sama seperti hubungan anak balita dengan ibunya. Mestinya, orang percaya bertumbuh sampai mengerti kehendak Bapa, sehingga yang dipersoalkan dalam berurusan dengan Bapa bukan lagi kebutuhan-kebutuhan dan berbagai masalah pribadi, tetapi bagaimana menemukan kehendak Bapa untuk dilakukan dan kehadiran Roh-Nya untuk dinikmati sejak hidup di bumi sampai menutup mata nanti. Orang yang menemukan hati Bapa, tidak lagi merasa bahwa dunia ini rumahnya. Orang percaya seperti ini memiliki kerinduan yang sangat kuat pulang ke rumah Bapa. Selain merindukan kehadiran Bapa di rumah-Nya, juga bisa bertemu muka dengan muka dengan Tuhan Yesus.

     Ketika hati seseorang tertarik kepada sesuatu yang membuatnya tidak memedulikan perasaan Bapa, sesungguhnya dirinya memiliki bapa yang lain. Mereka mengikatkan hatinya kepada banyak hal yang dijadikan berhala, tetapi mereka merasa hal itu sebagai kewajaran, karena semua orang juga melakukan hal tersebut. Mereka merasa berhak memiliki kesukaan tanpa mempersoalkan apakah Bapa menyukai hal tersebut atau tidak. Dengan cara hidup seperti itu, mereka tidak membangun sikap hati atau kecerdasan untuk menemukan hati Bapa. Orang tersebut menyakiti hati Bapa, seperti yang telah dilakukan banyak orang Kristen yang tidak setia. Kalau orang tersebut tidak bertobat, maka suatu saat Tuhan akan menghukum dan mencampakkan mereka ke dalam kegelapan, terpisah dari hadirat Bapa selamanya. Kalau malaikat-malaikat yang memberontak kepada Allah saja tidak disayangkan, mereka dicampakkan dari hadapan Tuhan, maka orang-orang yang tidak setia juga akan diperlakukan sama. Orang-orang Kristen seperti itu tidak mendatangkan atau menghadirkan Kerajaan Allah dan tidak hidup dalam pemerintahan-Nya.

     Banyak orang Kristen tidak menyadari betapa istimewa menjadi anak-anak Allah yang berpotensi menemukan hati Bapa. Allah Bapa memberikan Roh-Nya agar orang percaya belajar bagaimana menemukan hati Bapa; menjadi bagian dari anggota keluarga Kerajaan Allah. Orang percaya harus menghargai anugerah yang diberikan ini. Kalau orang percaya mengerti betapa mulia penunjukkan diri mereka sebagai umat pilihan, maka keindahan dunia ini menjadi tidak ada artinya sama sekali. Mereka akan bersedia meninggalkan dunia dengan segala kesenangannya. Orang yang menemukan hati Bapa, melakukan segala sesuatu hanya untuk kemuliaan Bapa.

     Kalau orang percaya melakukan segala sesuatu bagi kemuliaan Allah, dimana semua yang dilakukan untuk kepentingan Kerajaan Bapa, maka orang percaya akan menerima kemuliaan bersama Tuhan Yesus. Ini adalah janji yang Bapa berikan kepada Yesus, Putra Tunggal-Nya, juga kepada orang percaya yang menderita bersama-sama dengan Yesus. Hati Bapa puas kalau suatu hari Bapa melantik Putra Tunggal-Nya di dalam Kerajaan Kekal dengan memahkotai-Nya sebagai Raja kekekalan, dan orang percaya bersama-sama dengan Putra-Nya dalam kemuliaan yang sudah Bapa sediakan. Jika hati orang percaya fokus pada rencana Bapa tersebut, maka secara tidak langsung ia mendatangkan atau menghadirkan Kerajaan Allah dan menemukan hati Bapa.

https://overcast.fm/+IqOC4nD7c

Renungan Harian 24 Oktober 2019 MELIHAT DAHSYATNYA KEKEKALAN

     Banyak orang Kristen tidak berminat mendatangkan atau menghadirkan Kerajaan Allah, sebab tidak mengerti betapa dahsyatnya neraka. Seandainya mereka melihat kedahsyatan kengerian neraka, maka mereka pasti akan rela berusaha mendatangkan atau menghadirkan Kerajaan Allah sekarang, sementara masih hidup di bumi ini dan hidup dalam pemerintahan-Nya. Kengerian neraka adalah terpisahnya manusia dari Allah yang benar. Itu adalah keadaan yang sangat mengerikan, yang tidak dapat digambarkan dan dijelaskan sekarang ini kepada semua orang dengan cara bagaimanapun. Sekarang ini, banyak orang belum melihat dan tidak tahu kedahsyatan kengerian neraka, sehingga mereka menganggap remeh realitas neraka tersebut.

     Cara hidup banyak orang menunjukkan bahwa mereka tidak sungguh-sungguh menjauhi api kekal. Sebaliknya, banyak orang tanpa sadar malah semakin mendekat. Keadaan ini bukan saja dialami oleh orang-orang di luar gereja, tetapi juga dialami atau dilakukan oleh banyak orang Kristen yang mengaku sebagai umat Tuhan. Kuasa jahat berusaha keras agar realitas mengenai neraka lenyap dari pikiran, bahkan dianggap tidak pernah ada, supaya orang-orang Kristen menjadi sekutunya dan terseret ke tempat celaka tersebut. Harus disadari, sebenarnya banyak orang telah terpengaruhi oleh cara hidup anak dunia yang tidak mengenal kebenaran, sehingga tidak menyadari sepenuhnya kedahsyatan kengerian neraka. Itulah sebabnya banyak orang tidak sungguh-sungguh menghindarinya. Sekarang ini, tidak banyak pembicara mengkhotbahkan mengenai neraka. Mereka menganggap pengajaran mengenai neraka tidak perlu diajarkan. Padahal, firman Tuhan tegas dan jelas mengatakan, bahwa cawan murka Allah akan dicurahkan pada waktunya. Memang sekarang Tuhan seakan-akan diam, tetapi sebenarnya berkali-kali Tuhan telah memperingatkan fakta dahsyat keterpisahan manusia dari Allah.

     Banyak pembicara mengesankan dalam pengajarannya bahwa masuk Kerajaan Allah itu mudah. Padahal Yesus sendiri mengatakan sulit, karena jalannya sempit, sehingga banyak yang dipanggil tetapi sedikit yang terpilih. Mereka mengajarkan konsep percaya yang salah kepada umat Tuhan. Sehingga banyak orang Kristen sudah merasa percaya kepada Yesus, padahal belum. Percaya itu bukan sekadar di nalar, tetapi dalam tindakan. Ironisnya, mereka merasa sudah percaya walau hanya di dalam nalar dan memastikan diri akan masuk surga. Mereka menganggap dan menilai Kerajaan Surga secara murahan. Dengan demikian, banyak orang meremehkan hal kekekalan yang mengerikan dan dahsyat tersebut. Hati banyak orang Kristen tertutup karena percintaan dunia, sehingga mereka hidup dalam kewajaran seperti anak-anak dunia yang tidak mendatangkan atau menghadirkan Kerajaan Allah, tetapi merasa sudah menjadi umat Allah yang baik dan juga merasa sudah memiliki keselamatan.

     Di pihak lain, seandainya orang percaya dapat melihat keindahan kehidupan di dunia yang akan datang di Kerajaan-Nya, maka besar kemungkinan berpotensi cara hidupnya akan berubah. Keindahan Kerajaan-Nya sangat jauh berbeda dengan bumi di mana manusia tinggal untuk sementara hari ini. Tuhan Yesus rindu untuk membawa orang percaya ke tempat itu, supaya di mana Dia ada, orang percaya pun berada (Yoh. 14:1-3). Tetapi sekarang belum tiba saatnya. Sesuai dengan waktu yang ditetapkan oleh Bapa, Tuhan Yesus akan mengakhiri kehidupan di bumi dengan kedatangan-Nya. Tuhan Yesus akan datang bersama para malaikat-Nya dan orang-orang suci untuk menjemput orang percaya dan membawa ke tempat yang telah dijanjikan oleh Tuhan Yesus. Mestinya orang percaya tidak perlu harus melihat tempat itu baru percaya, tetapi cukup percaya saja apa yang telah berulang-ulang dikatakan oleh Yesus di dalam Injil-Nya.

     Orang percaya harus mengikuti jejak hidup Yesus. Mengikuti jejak Yesus sama artinya mendatangkan atau menghadirkan Kerajaan Allah dalam hidup ini. Dengan mendatangkan atau menghadirkan Kerajaan Allah dalam hidup ini, seseorang dilayakkan masuk ke dalam rumah Bapa sebagai anggota keluarga Kerajaan Allah. Mengikuti jejak Yesus berarti orang percaya bukan hanya sekadar meniru-niru gaya hidup Yesus secara lahiriah, tetapi sungguh-sungguh mengenakan karakter Yesus. Mengenakan karakter Yesus adalah pergumulan yang tersulit dalam hidup ini. Tanpa anugerah Tuhan Yesus melalui karya salib-Nya, tidak ada orang yang bisa berhasil menjadi manusia sesuai dengan rancangan Allah semula.

     Tidak sedikit orang Kristen yang sibuk dengan begitu banyak urusan sehingga tidak memikirkan bagaimana mendatangkan atau menghadirkan Kerajaan Allah. Kesibukan-kesibukan tersebut sangat mengganggu pertumbuhan kedewasaan rohaninya. Banyak hal yang mereka anggap selalu penting dan mendesak, sehingga mereka hanyut dengan berbagai urusan. Padahal, yang mestinya dipandang sebagai selalu penting dan selalu mendesak adalah bagaimana mendatangkan atau menghadirkan Kerajaan Allah. Semua urusan harusnya difokuskan untuk memenuhi rencana Allah, yaitu bagaimana orang percaya menjadi sempurna seperti Bapa atau serupa dengan Yesus yang setia memikul salib. Dengan demikian, mereka dapat menyelenggarakan hidup dalam pemerintahan Allah dengan mendatangkan atau menghadirkan Kerajaan-Nya sebagai persiapan masuk kehidupan yang indah di dunia yang akan datang.

https://overcast.fm/+IqOC-VpB0

Renungan Harian 23 Oktober 2019 MILIK KRISTUS

     Seorang yang mendatangkan atau menghadirkan Kerajaan Allah harus bersedia “kehilangan diri sendiri.” Orang yang mendatangkan atau menghadirkan Kerajaan Allah harus rela dimiliki oleh Tuhan sepenuhnya. Tidak sulit mengaku bahwa dirinya sebagai milik Kristus, tetapi sangat sulit merealisasinya. Banyak orang Kristen mengaku milik Kristus, tetapi sebenarnya mereka masih memiliki dirinya sendiri. Mereka memandang Tuhan hanya sebagai alat, bukan tujuan. Sesungguhnya, ini sikap orang yang tidak menjadikan Yesus sebagai Tuhan, yang seharusnya hanya kepada-Nya mereka mengabdi dan hidup. Orang-orang seperti ini sesungguhnya tidak bersedia dimiliki sepenuhnya oleh Allah, tentu saja mereka tidak dapat mendatangkan atau menghadirkan Kerajaan Allah. Kalau seseorang memiliki dirinya sendiri, maka akan nampak dalam perilakunya yang hidup untuk dirinya sendiri; kesenangan dan kepuasannya sendiri. Gaya hidup seperti ini telah diwarisi dari nenek moyang dan dipengaruhi oleh lingkungan yang pada umumnya egois.

     Biasanya orang merasa berhak menggunakan apa pun yang telah diraih dan dimiliki—yaitu gelar, pangkat, harta, dan semua bakat—untuk kesenangan sendiri sesuai dengan seleranya. Biasanya semua yang dimiliki tersebut dijadikan sumber kebahagiaan dan kebanggaannya. Orang-orang seperti ini tidak akan bisa mengikut Yesus, apalagi menderita bagi Tuhan Yesus. Mestinya orang-orang seperti ini tidak berhak mengaku sebagai milik Tuhan, sebab ia memiliki dirinya sendiri. Mereka tidak dapat melakukan apa yang dikatakan oleh Tuhan, “Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah,” (1Kor. 10:31). Kalau seseorang masih terikat dengan dunia ini, yaitu membiarkan dirinya hanyut dengan keinginan dirinya sendiri, maka ia tidak dapat dimiliki oleh Tuhan (Gal. 5:24-25; 1Yoh. 2:15). Sekarang ini rasanya aman-aman saja memiliki dirinya sendiri, tetapi suatu hari nanti, orang yang memiliki dirinya sendiri akan terbuang ke dalam api kekal.

     Orang yang menjadi milik Kristus Yesus adalah mereka yang telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya (Gal. 5:24). Hal penyaliban daging dengan segala keinginannya harus berangkat dari diri sendiri. Ini adalah fenomena natural, bukan adikrodati atau mistis, dan berlangsung setiap hari secara konkret melalui segala kejadian yang terjadi dalam hidup seseorang. Terkait dengan hal ini lebih bisa dimengerti mengapa Tuhan Yesus menyatakan, “orang yang mengikut Dia harus menyangkal diri dan memikul salibnya.” Tentu yang disalibkan atau dimatikan adalah segala keinginan dan hawa nafsu yang tidak sesuai dengan kehendak Allah. Seiring dengan kematian daging—artinya sifat-sifat egois, mau menang sendiri, kikir, dan lain sebagainya—seseorang barulah dapat dimiliki oleh Tuhan. Hidupnya bisa menjadi anggur yang tercurah dan roti yang terpecah bagi sesama. Orang yang tidak bisa membagi dirinya bagi orang lain tidak dapat dimiliki oleh Allah.

     Hendaknya tidak sembarangan menyatakan bahwa seseorang adalah milik Kristus. Orang percaya harus mengenali konsekuensi-konsekuensi menjadi milik Kristus dan syarat-syarat yang harus dipenuhi. Banyak orang Kristen sudah merasa milik Kristus, padahal mereka masih memiliki dirinya sendiri. Kalau mereka memiliki dirinya sendiri, sedangkan dirinya terikat dengan berbagai kesenangan dunia, berarti mereka masih dimiliki oleh dunia. Secara secara hukum atau de jure (secara hukum) sebenarnya orang-orang Kristen dimiliki oleh Tuhan, tetapi secara de facto (kenyataannya) sebenarnya mereka masih dimiliki oleh dunia. Mereka dimiliki dunia sebab diri mereka masih dalam keterikatan dengan materi dunia ini atau kekayaan dunia dengan segala keindahannya. Dengan keadaan ini, sebenarnya mereka ada dalam kesesatan. Sebenarnya mereka berstatus memberontak kepada Allah; tidak menundukkan diri kepada Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan Rajanya. Tidak heran kalau orang-orang seperti ini akan ditolak Tuhan pada waktunya.

     Tidak dapat dihindari bahwa untuk menjadi milik Kristus, seseorang harus rela meninggalkan segala sesuatu (Luk. 14:33, “Demikian pulalah tiap-tiap orang di antara kamu, yang tidak melepaskan dirinya dari segala miliknya, tidak dapat menjadi murid-Ku”). Orang yang tidak melepaskan diri dari segala sesuatu tidak dapat diubah Tuhan; mereka tidak dapat dimuridkan. Dimuridkan artinya dinasihati dan dididik untuk diubah. Jika demikian, berarti keselamatan yang disediakan bagi mereka menjadi sia-sia. Keselamatan adalah usaha Tuhan mengembalikan manusia kepada rancangan-Nya semula. Kalau menolak diubah, berarti tidak mengalami keselamatan. Orang percaya yang benar, yang mengalami proses dikembalikan ke rancangan semula Allah, harus memberi segenap hidupnya bagi Tuhan. Hidup dalam kebenaran Tuhan dan mengabdikan diri sepenuhnya bagi Kerajaan Surga. Inilah ciri-ciri dari orang yang dimiliki oleh Tuhan. Orang seperti ini barulah dapat mendatangkan atau menghadirkan Kerajaan Allah dan hidup dalam pemerintahan-Nya.

https://overcast.fm/+IqODg36AM

Renungan Harian 22 Oktober 2019 MEMIKIRKAN HAL-HAL KEKEKALAN

     Tuhan Yesus menyatakan bahwa orang percaya bukan berasal dari dunia ini seperti Dia juga bukan berasal dari dunia ini (Yoh. 17:15-16), juga menunjuk bahwa orang percaya bukan bagian dari dunia ini. Dunia ini akan dihancurkan sesuai dengan apa yang dikatakan Petrus dalam suratnya bahwa langit akan lenyap dengan gemuruh yang dahsyat dan unsur-unsur dunia akan hangus dalam nyala api, dan bumi dan segala yang ada di atasnya akan hilang lenyap. Pada hari itu langit akan binasa dalam api dan unsur-unsur dunia akan hancur karena nyalanya (2Ptr. 3:1-13). Orang percaya akan diungsikan Tuhan, dibawa ke tempat di mana tidak ada kejahatan. Firman Tuhan menyatakan bahwa orang percaya yang hidup, yang masih tinggal, akan diangkat bersama-sama dengan mereka dalam awan menyongsong Tuhan di angkasa (1Tes. 4:17). Demikianlah orang percaya akan selama-lamanya bersama-sama dengan Tuhan. Dalam hal ini, orang percaya mengalami Kerajaan Allah secara fisik.

     Orang percaya adalah orang-orang yang akan dibawa keluar dari dunia ini ke kota yang memiliki dasar yang direncanakan dan dibangun oleh Allah sendiri. Itulah kota yang dirindukan oleh Abraham (Ibr. 11:10). Kerinduannya terhadap kota itu mendorong Abraham meninggalkan Ur-Kasdim dan tidak pernah berniat kembali ke negerinya, walaupun ia akhirnya juga mati dan tidak menemukan negeri itu. Ia hanya melihat dari jauh dan melambai-lambaikan tangannya. Hal ini menunjukkan kerinduannya yang sangat kuat untuk sampai ke negeri itu (Ibr. 11:13-16). Dengan demikian, orang percaya harus menaruh seluruh pengharapannya hanya pada kemuliaan bersama dengan Kristus di dalam Kerajaan-Nya pada waktu kedatangan-Nya (1Ptr. 13-14). Orang Kristen seperti ini tidak akan terbelenggu oleh percintaan dunia, tetapi hatinya terbelenggu oleh perkara-perkara yang di atas, yaitu kemuliaan bersama dengan Kristus di dalam Kerajaan Allah.

     Rasul Paulus menasihati jemaat dengan isi yang sama dengan kebenaran yang dikemukakan di atas. Dalam Kolose 3:1-4, tertulis bahwa sesungguhnya orang percaya telah “mati” dan hidup orang percaya tersembunyi bersama dengan Kristus di dalam Allah. Maksud ayat ini adalah agar fokus orang percaya diarahkan untuk memiliki kekayaan surgawi. Karena Kristus telah mati bagi dunia, tidak mengharapkan kehidupan yang nyaman di bumi seperti anak-anak dunia. Memang dunia juga semakin menuju kehancuran. Tidak ada yang dapat diharapkan di bumi ini. Orang percaya akan lebih menyadari betapa tidak berkualitasnya hidup di bumi ini tatkala menjumpai kenyataan kematian orang yang dicintai, jatuh miskin, diperlakukan tidak adil, difitnah, menghadapi perang, huru-hara, menghadapi berbagai ancaman terhadap keselamatan nyawa sendiri dan keluarga yang dicintai, sakit penyakit, gagalnya karir sendiri atau karir anak-anak, dan lain sebagainya. Kesukaran-kesukaran hidup yang terjadi dalam hidup ini sebenarnya mengarahkan orang percaya untuk mencari Tuhan dan mencari apa yang bernilai abadi. Dunia yang dihuni manusia hari ini bukanlah dunia yang nyaman menjadi hunian.

     Seharusnya tatkala menjumpai betapa tidak berkualitasnya hidup ini, orang percaya mengarahkan pandangan kepada Kerajaan Bapa. Orang percaya yang menyadari tanda-tanda zaman ini dapat berpaling kepada Tuhan dan mencari perkara-perkara yang di atas, sehingga pandangan hidupnya tidak tertuju kepada dunia ini semata-mata. Dengan demikian, dapat berjuang dengan segenap kekuatan mendatangkan atau menghadirkan Kerajaan Allah atau pemerintahan Allah dalam kehidupan ini. Orang percaya tidak lagi mengutamakan atau menekankan hal-hal yang menyangkut penyelesaian masalah-masalah fana hidup atau pemenuhan kebutuhan jasmani, tetapi pada hal-hal kekekalan. Orang yang berasal dari atas harus memikirkan hal-hal yang di atas; tetapi orang yang berasal dari bawah memikirkan hal-hal yang di bawah.

     Kesalahan bangsa Israel pada zaman Yesus sehingga mereka menolak Yesus sebagai Mesias, dan kesalahan murid-murid Tuhan Yesus adalah mereka hanya mau menyelesaikan masalah-masalah fana di dunia ini demi kebahagiaannya di bumi ini, tetapi tidak memperdulikan hal kekekalan. Mereka mau menjadikan Tuhan Yesus sebagai Juruselamat duniawi, yaitu untuk menyelesaikan masalah-masalah ekonomi, kesehatan, keluarga, perkawinan, dan lain sebagainya, tetapi tidak menjadikan Yesus Juruselamat yang membawa manusia kepada Kerajaan Bapa (Mat. 12:32). Orang-orang yang orientasi berpikirnya adalah hal-hal fana dunia—yaitu pemenuhan kebutuhan jasmani—pasti tidak memikirkan apa yang dipikirkan oleh Allah, tetapi apa yang dipikirkan oleh manusia (Mat. 16:23). Mereka tidak dapat mendatangkan atau menghadirkan Kerajaan Allah dan tidak hidup dalam pemerintahan-Nya. Sebagai orang yang berasal dari atas, orang percaya harus sudah merasakan atmosfer Kerajaan Allah—yaitu pemerintahan Allah—sebelum mengalami pernyataan Kerajaan Allah secara fisik di akhir zaman.

https://overcast.fm/+IqOC6BBAQ

Senin, 21 Oktober 2019

Kata Bermakna #3 oktober













Quote #3 Oktober

Quote of the day :
"Ketika kita tidak menuntut berkat jasmani sekalipun kita dalam kekurangan itulah kekuatan kita.”

Dr. Erastus Sabdono
09 Oktober 2019

Quote of the day :
*“Demi kebenaran kita harus berani tidak memiliki apa pun, tapi memilih apa yang berguna untuk kehidupan yang akan datang.” *

Dr. Erastus Sabdono
10 Oktober 2019

Quote of the day :
“Ketika kita menjadikan sesuatu sebagai kebahagiaan, pasti kita tidak bisa melayani sesama dengan benar.”

Dr. Erastus Sabdono
11 Oktober 2019

Quote of the day :
"Orang yang hidupnya berkualitas di bumi, dia akan memiliki hidup yang berkualitas di kekekalan”

Dr. Erastus Sabdono
12 Oktober 2019

Quote of the day :
"Di dalam kesibukan, di tengah-tengah panggilan hidup kita, tangkaplah lawatan Tuhan yang mengubah kita".

Dr. Erastus Sabdono
13 Oktober 2019

Quote of the day :
"Hidup ini tragis, siapkan dirimu untuk kekekalan.”

Dr. Erastus Sabdono
14 Oktober 2019

Quote of the day : 
“Dia menyertai kita bukan hanya untuk menunjukkan keajaiban-Nya, Dia menyertai untuk mendidik.”

Dr. Erastus Sabdono
15 Oktober 2019

Quote of the day : 
“Didalam kesibukan, di tengah-tengah panggilan hidup kita, tangkaplah lawatan Tuhan yang mengubah kita.”

Dr. Erastus Sabdono
16 Oktober 2019

Quote of the day : 
"Tuhan itu seakan-akan mati untuk orang yang tidak mengejar kesucian.”

Dr. Erastus Sabdono
17 Oktober 2019

Quote of the day : 
“Orang yang tidak membangun hubungan atau relasi dengan Tuhan Yesus di bumi ini tidak akan memiliki hubungan yang eksklusif dengan Tuhan Yesus selamanya".

Dr. Erastus Sabdono
18 Oktober 2019

Quote of the day : 
"Kita tidak akan memiliki Tuhan sebelum kita kehilangan segala sesuatu.”

Dr. Erastus Sabdono
19 Oktober 2019

Quote of the day : 
"Kalau kita sungguh-sungguh memilih Yesus sebagai Juruselamat dan mengakui Dia
sebagai Tuhan, itu berarti kita harus bersedia untuk menjadi manusia masa depan"

Dr. Erastus Sabdono
20 Oktober 2019

Quote of the day : 
*"Menyangkal diri itu bukan hanya tidak melakukan hal-hal yang immoral, tapi tidak melakukan apa pun yang di luar kehendak Allah” *

Dr. Erastus Sabdono
21 Oktober 2019

( Sunday Bible Teaching ) SBT, 6 Oktober 2019 " Menemukan Tuhan " Pdt. Dr. Erastus Sabdono

Wahyu 14 : 13
Ini berbicara mengenai penghakiman.
Dari cawan murka Allah dituangkan.
Orang - orang yang hidup tidak takut Allah ada dalam penghukuman.

Mari kita menyadari bahwa setiap hari, kita mengukir sejarah hidup kita masing - masing, tidak bisa tidak.
Dan sejarah hidup kita kekal.

Setiap kita mengukir sejarah.
Masalahnya adalah sejarah apakah yang kita ukir ?
Apakah kita mengukir sejarah yang indah ?
Di mana Tuhan dan Allah Bapa terlibat di dalamnya.

Dan itu terjadi kisah abadi yang mengagungkan Allah karena tindakan - tindakan kita yang mengagungkan Dia.

Seperti kata firman Tuhan Pekerjaan mereka mengikuti mereka.
Jadi tidak sia - sia orang - orang yang mati dalam Tuhan.

Mati dalam Tuhan artinya : mati dalam kesetiaan kepada Tuhan.

Wahyu 14 : 12
Yang penting ini, ketekunan orang kudus mengikuti perintah Allah.
Tentu bagi kita perintah Allah bukan seperti hukum dalam hukum Taurat, tetapi apapun yang diperintahkan oleh Allah.

Iman kepada Yesus adalah penurutan apa yang diperintah Tuhan berarti kita hidup seperti Yesus hidup.
Berarti kita menjalani hidup yang dijalani Yesus.

Ini bernilai kekal.
Adalah suatu kehormatan kita bisa hidup sebagai Anak - anak Allah yang dimeteraikan Roh Kudus.
Di mana Roh Kudus menuntun kita kepada seluruh kebenaran.
Sehingga kita bisa menuruti segala sesuatu yang Allah perintahkan yang kita lakukan.

Dan kita bisa hidup menjalani hidup seperti hidupNya Tuhan Yesus.
Indahnya kita dipercayai menderita seperti Tuhan Yesus.
Semakin penderitaan yang kita pikul semakin keren, makin indah kisahnya.

Kita bukan hanya mencurahkan dua tiga tetes darah kita tetapi seluruh hidup kita.
Ini kesempatan bagi kita.

Kalau Tuhan berkenan kita mengukir sejarah yang akan menjadi kenangan abadi Anak Allah di kerajaan ini suatu kehormatan.

Hanya umat pilihan yang menerima anugrah yang dituntun pada kesucian Allah.
Yang diberi kemampuan melakukan apa yang Allah kehendaki.

Yang selanjutnya kita dipercayai untuk memikul salib.
Menjadi anggur yang tercurah roti yang terpecah.

Hanya orang yang tidak menyayangkan nyawanya yang bisa menyelenggarakan hidup seperti ini.
Orang - orang ini menjadi goresan sejarah hidup
yang akan menjadi kenangan abadi.
Kita akan menyesal nanti kalau goresan kita bernilai rendah.
Goresan antroposentris di mana manusia menjadi pusat dengan segala egoismenya.

Betapa bernilainya hidup ini.
Sehingga hidup kita menjadi perualangan yang hebat, karena melibatkan Bapa di surga pencipta alam semesta dan
Tuhan Yesus Raja di atas segala Raja.

Kalau kita menoleh ke belakang melihat kanvas hidup sejarah hidup kita, kira - kira patut tidak dimuliakan ? Patut tidak diarsipkan di kerajaan Allah ?

Kita harus hidup dalam pemerintahan Allah.
Seringkali kita lupa Dia melingkupi hidup kita.
Kita hanya mau untung sendiri, senang sendiri.
Kita tidak memikirkan perasaan Tuhan.
Padahal Dia adalah tuan rumah jagat raya ini.

Umat perjanjian lama taat berkat, kalau mereka tidak taat, Tuhan mengirim bangsa lain untuk menindas mereka, panen gagal, mereka terkena epidemi penyakit.
Ketika mereka taat Allah memulihkan ekonomi mereka, menghalau sakit penyakit, dan epidemi penyakit, mereka menang terhadap musuh, mereka jaya.
Nyata sekali pemerintahan Allah, perlakukan Allah kepada umat Israel, orientasinya hal - hal duniawi, kebutuhan jasmani, Fokus mereka berlimpah susu dan madu di bumi.
Umat pilihan secara daging dari Abraham.
Allah memperlakukan mereka seperti anak - anak.

Beda dengan kita umat pilihan di perjanjian baru yang dianggap dewasa yang fokusnya itu langit baru bumi baru.
Orientasinya bukan makan minum, tetapi
kebenaran, damai sejahtera, sukacita oleh Roh Kudus.
Karakter yang diubah.

Jangan anggap sepele, ada pengadilan, ada penghakiman.
Setiap kata yang kita  ucapkan, gerak pikiran itu goresan abadi.
Kalau kita sungguh - sungguh mau menyenangkan Tuhan, kita mau berubah.

Ini perlu ketekunan
Ternyata ini perlombaan yang diwajibkan.
Kita harus ingat bahwa kita sedang dalam perlombaan, yaitu mengukir sejarah kehidupan yang baik.

Tetapi Perasaan kita sering tidak menangkap kehadiran Tuhan jadi berpotensi sembarangan.

Kita yang harus menghidupkan Tuhan dalam hidup kita, dan kita yang menghadirkan Tuhan dalam pikiran kita.
Kalau kita tidak menghidupkan Tuhan dalam hidup kita, maka seakan - akan Tuhan tidak ada.
Dan ini yang membuat hidup sembrono, lukisan hidup kita rusak.

Ibrani 12
Kita harus selalu mempertimbangkan perasaan Tuhan.
Kita harus berkomitmen mengukir sejarah.

Tujuan kita harus seperti tujuan hidup Tuhan Yesus.
Tidak ada yang bernilai di mata Bapa selain hidupnya Tuhan Yesus.
Menjadi seperti Yesus itu mutlak.

Yang bernilai adalah perjalanan hidup seorang anak manusia dari kodrat dosa menjadi kodrat Ilahi.
Sehingga seperti Yesus, memikul salib bersama Dia.

Kematian kita berharga di mata Alalh.
Kematian seorang berjalan dengan Tuhan yang mengukir sejarah hidup
di mana di dalamnya Allah dimuliakan.

Yoh 4 : 34
Maka tujuan hidup kita harus seperti tujuan hidup Tuhan Yesus.
Artinya kalau Aku tidak makan ini mati.
Jadi hidupku hanya melakukan kehendak Bapa dan menyelesaikan pekerjaanNya.

Kehendak Bapa kepada kita masing - masing itu beda.
Jadi tidak ada sejarah hidup yang sama.
Dan ini menjadi kekayaan kerajaan Allah dengan personaliti dengan kekhasan masing - masing individu Allah menggarap orang itu menjadi bejana yang khusus dan khas.

Tidak ada bejana yang sama persis.
Di dalam kerajaan Allah, Alalh memiliki orang - orang yang indah
kararistik khusus yang digarap selama 70 / 80 th di dunia ini.
Kehendak Allah terhadap masing - masung kita beda dengan siapapun sesuai dengan keadaan kita masing - masing yang khas, tidak sama dengan siapapun sesuai dengan kararistik khusus.
Allah memiliki hulu balang - hulu balang, pelayan - pelayan yang berbeda.
Tetapi semua bermuara pada Tuhan.
Itu menjadi bejana yang indah di mata Tuhan.

2. Setiap kita ini memiliki tempat yang istimewa dan khusus.
Setiap kita seperti puzzel bingkai yang utuh dari Bapa.
Seperti satu tubuh banyak anggota.
Setiap kita khas, yang kita miliki tidak sama dengan orang lain.
Maka kita harus fungsional / berguna di tempat ini.
Di mana tempat yang tidak ada orang yang bisa menggantikan kita.
Karena tempat itu benar - benatmr khas.

Kalau kita belum melakukan kehendak Bapa, kita belum menjadi bejana yang dikehendaki.
Ini sebuah perjuangan.
Itu tidak bisa terjadi secara otomatis.
Pertaruhannya segenap hidup.
Kita tidak boleh memiliki diri sendiri.
Agenda satu - satunya adalah melakukan apa yang Allah kehendaki dan menemukan tugas yang Bapa berikan untuk kita selesaikan.

Jika demikian kita menulis sebuah sejarah yang berharga di mata Allah dan diarsipkan.

Jadilah orang yang mati dalam Tuhan.
Kalau hidup kita kotor, sejarah kehidupannya tidak diarsipkan di kerajaan Allah, tetapi diarsipkan di kerajaan kegelapan.

Semua kita berpotensi bermartabat agung jejak hidupnya dicatat di kekekalan dan berharga di mata Allah.

Jangan kita tidak bertobat,
miliki kegentaran akan Allah.
Sehingga setiap kata yang kita ucapkan, setiap gerak pikiran, setiap tindakan dan perbuatanmu itu bernilai dan dicatat di dalam catatan yang agung yang akan diarsipkan di kerajaan Allah.

Orang yang cerdas tidak hanya merugikan orang lain, tetapi memperkaya orang lain, artinya tahu apa yang harus kita buat untuk orang ini atau orang lain.
Aku harus berbuat apa untuk orang ini ?

Orang yang berjalan dengan Tuhan, bergaul dengan Bapa
Itu baru menemukan Tuhan.
Memiliki kecedasan rohani kecakapan yang tidak melukai orang lain.
Tidak menyakiti sesama.

Tidak sia - sia apa yang kita lakukan untuk Tuhan
Matius 6 : 19
Kita harus serius belajar firman, harus ada ketekunan.
Kita harus berkata " Tidak " untuk dosa, " Ya " untuk kehendak Allah.
Agenda kita hanya satu yaitu Tuhan.

Jbu 🌷

Renungan Harian 21 Oktober 2019 HIDUP SEBAGAI ORANG YANG BERASAL DARI ATAS

    Kejatuhan manusia ke dalam dosa mengakibatkan bumi terhukum atau terkutuk. Bumi menjadi tempat yang tidak nyaman untuk dihuni. Bumi seperti ini tidak lagi menjadi tempat hunian yang ideal. Tuhan Yesus menyatakan bahwa dunia ini bukan rumah orang percaya. Rasul-rasul menyatakan bahwa orang percaya adalah pendatang atau musafir di bumi ini, yang sama dengan orang yang menumpang. Dengan sangat jelas Tuhan Yesus menyatakan bahwa orang percaya bukan berasal dari dunia ini, sama seperti Dia pun bukan berasal dari dunia ini (Yoh. 17:16). Bumi ini telah rusak dan harus ditinggalkan. Tuhan menyediakan langit dan bumi yang baru, tempat ideal yang menjadi tujuan orang percaya. Banyak orang Kristen yang sebenarnya belum tahu maksud Tuhan Yesus bahwa orang percaya berasal dari atas, bukan dari dunia ini.

     Pernyataan bahwa orang percaya berasal dari atas, sama seperti Yesus, memiliki konsekuensi untuk orang percaya, bahwa sebagai “yang berasal dari atas” harus memiliki kualitas hidup seperti Yesus yang juga berasal dari atas. Sementara orang percaya masih tinggal di dunia ini, Tuhan Yesus memohon kepada Bapa agar Bapa melindungi orang percaya dari yang jahat (Yoh. 17:9-15). Melindungi dari yang jahat maksudnya agar orang percaya terhindar dari cara hidup yang tidak sesuai dengan kehendak Bapa; dan sebaliknya, bergaya hidup sebagai anggota keluarga Kerajaan Allah. Hal ini sama dengan mendatangkan atau menghadirkan Kerajaan Allah. Tentu saja permohonan tersebut dikabulkan oleh Bapa. Ini berarti orang percaya dimungkinkan untuk memiliki keadaan diri yang berbeda dengan orang yang bukan warga Kerajaan Surga. Orang percaya bisa menjadi “manusia lain.” Perlindungan dari Bapa akan membuat orang percaya mampu hidup dalam penurutan terhadap kehendak Allah secara mutlak dan dalam kedaulatan-Nya secara absolut, asalkan mau belajar atau dimuridkan.

     Oleh sebab itu, orang percaya harus memberi diri untuk hidup dalam perlindungan Bapa. Memberi diri untuk hidup dalam perlindungan Bapa artinya memanfaatkan fasilitas atau kuasa (Yun. Exousia) yang Allah berikan supaya berkeberadaan sebagai anak-anak Allah yang “berkelas” seperti Yesus (Yoh. 1:12-13). Kalau tidak memanfaatkan perlindungan Bapa, maka perlindungan itu tidak akan dialami. Jadi, orang percaya tidak otomatis terlindungi, kecuali memanfaatkan kuasa atau fasilitas, yaitu menyambut dan sungguh-sungguh percaya penebusan-Nya di kayu salib, mempelajari Firman Tuhan atau Injil yang diajarkan Tuhan Yesus dan mohon Roh Kudus untuk menerangi hati untuk mengertinya. Selanjutnya, menerima setiap kejadian sebagai cara Tuhan menggarap manusia untuk menjadi serupa dengan Tuhan Yesus atau bergaya hidup warga Kerajaan Surga; karena Allah bekerja dalam segala hal mendatangkan kebaikan bagi orang percaya yang mengasihi Dia (Rm. 8:28).

     Semua proses tersebut, kalau diselenggarakan akan membuat seseorang menjadi “manusia lain,” yaitu manusia yang taat dan menghormati Bapa secara benar. Dengan gaya hidup sebagai warga Kerajaan Surga tersebut, akan menunjukkan bahwa Allah Bapa di surga adalah satu-satunya Pribadi yang layak menerima segala hormat. Inilah gaya hidup yang harus dimiliki oleh setiap anak Allah. Mereka adalah orang-orang yang memperoleh persekutuan dengan Bapa dan Anak, sehingga dapat menjadi saksi bagi Tuhan Yesus atau menunjukkan bahwa Tuhan Yesus adalah utusan Bapa (Yoh. 17:21). Orang percaya seperti di atas ini akan dilayakkan berada di tempat di mana Tuhan Yesus berada dan tidak turut dibinasakan bersama dengan dunia ini (Yoh. 14:1-3). Inilah kemenangan iman Kristen yang sejati, yaitu menang seperti Tuhan Yesus yang hidup dalam ketaatan secara mutlak kepada Bapa, sampai mati di kayu salib (Ibr. 12:1-5). Hanya orang-orang yang menang yang didudukkan bersama dengan Tuhan Yesus dalam kemuliaan-Nya (Why. 3:21).

     Sebagai orang-orang yang dinyatakan bukan berasal dari dunia ini, mutlak untuk hidup dalam pemerintahan dari atas pula, yaitu pemerintahan Allah. Itulah sebabnya setiap orang percaya yang benar terus berjuang untuk mendatangkan atau menghadirkan Kerajaan Allah di dalam kehidupannya. Pertama, berusaha untuk hidup tidak bercacat dan tidak bercela dimana dalam segala hal yang dilakukan selalu sesuai dengan pikiran dan perasaan Allah. Kedua, menderita bersama-sama dengan Tuhan Yesus. Pernyataan Yesus bahwa orang percaya berasal dari atas menunjukkan bahwa orang yang percaya kepada Tuhan Yesus dan sepenanggungan dengan Dia adalah orang-orang yang terhisab sebagai warga Kerajaan Surga. Mereka hidup di bumi ini hanya sebagai persiapan untuk menetap di sana. Ini berarti orang percaya bukan milik dunia dan kuasa kegelapan lagi, tetapi milik Tuhan dipersiapkan mewarisi kemuliaan bersama-sama dengan Tuhan Yesus.


https://overcast.fm/+IqOAS3T2o

Renungan Harian 20 Oktober 2019 MENARUH HARAPAN

     Kegagalan orang percaya sebagai murid Yesus adalah ketika ia gagal hidup dalam penguasaan Tuhan dan kontrol Tuhan yang adalah Pemilik hidup ini. Ini berarti mereka tidak mendatangkan atau menghadirkan Kerajaan Allah dalam kehidupan ini, yang sama dengan tidak hidup dalam pemerintahan Allah. Kalau seseorang hidup dalam pemerintahan Allah, berarti ia hidup dalam pengendalian Allah. Pengendalian ini bukanlah bermaksud untuk mengambil alih kebebasan yang Tuhan berikan kepada masing-masing manusia. Pengendalian di sini artinya adalah kesediaan setiap individu untuk mencari kehendak-Nya dan menuruti-Nya dengan rela dan sukacita sebagai kebutuhan, bukan sebagai perintah atau kewajiban. Inilah ciri utama seorang manusia yang hidup sebagai milik Tuhan. Orang percaya harus selalu mengingat bahwa dirinya telah dibeli dengan harga yang lunas dibayar (1Kor. 6:19-20). Ini berarti orang percaya tidak berhak lagi atas dirinya sendiri. Untuk hidup dalam pemerintahan Allah, yaitu dengan hidup dalam kendali-Nya, bukan sesuatu yang mudah. Orang percaya akan merasakan betapa sulit dan sukarnya hidup dalam kendali Allah, terutama pada waktu gagal berkali-kali untuk hidup dalam kesucian. Hendaknya orang percaya tetap tekun dan tidak menyerah. Tuhan masih memberikan kesempatan untuk hidup dalam pengendalian-Nya secara penuh.

     Banyak orang yang sadar akan banyaknya kegagalan yang telah dialaminya pada masa lalu, yaitu gagal untuk hidup dalam pengendalian Allah. Kegagalan tersebut nyata dalam bentuk berbagai perbuatan yang tidak dikehendaki oleh Allah; hidup dalam kehidupan yang tidak bersih. Banyak orang Kristen harus menuai akibat persemaian dan taburan masa lalunya. Hal ini bisa membuat orang tersebut putus asa. Harus diingat, bahwa dalam kesabaran Tuhan, orang percaya masih diberi kesempatan selama masih memiliki tekad untuk berubah. Untuk ini, ada beberapa saran yang dapat diberikan. Pertama, tetap giat untuk mencari kehendak Allah untuk dilakukan. Inilah sebenarnya yang dimaksud mendatangkan atau menghadirkan Kerajaan Allah, yaitu hidup dalam pemerintahan Allah, bukan pemerintahannya sendiri. Kedua, menyadari dan menghayati bahwa seluruh kehidupan ini adalah milik Tuhan yang harus dipersembahkan bagi kepentingan-Nya secara penuh. Ketiga, haus akan Allah untuk menikmati Dia sebagai pribadi yang hidup dan nyata. Bukan hanya menikmati berkat-berkat jasmani semata-semata, tetapi yang dinikmati adalah hadirat-Nya.

     Di tengah-tengah keadaan putus asa atau setengah putus asa, orang percaya harus selalu bergantung kepada Allah yang menjadi andalan hidup ini. Orang percaya hidup di bawah bayang-bayang pemerintahan Allah yang menaunginya. Keyakinan terhadap pemerintahan Allah memberi kekuatan batin yang hebat dalam keadaan-keadaan sulit yang dihadapi orang percaya. Selanjutnya, ketergantungan kepada Allah memberi pengharapan dalam meniti perjalanan hidup di dunia ini, yaitu dapat semakin sempurna, dan harapan di balik kubur nanti yaitu kemuliaan bersama Kristus. Keyakinan bahwa ada pemerintahan di balik kekuatan manusia ini akan menjadikan hidup orang percaya digerakan oleh kesadaran bahwa ada Allah yang hidup yang menentukan segala sesuatu. Ini berarti bahwa Tuhanlah yang menaungi segala sesuatu. Kesadaran ini akan nyata dalam sikap hidup yang selalu merendahkan diri di hadapan-Nya untuk bergantung dan berharap sepenuh dalam segala sesuatu. Orang-orang yang bersikap seperti ini akan mendatangkan atau menghadirkan Kerajaan Allah. Bagi orang-orang seperti ini, kehidupan ini tidak lengkap tanpa Tuhan. Segala kesanggupan, kemampuan, dan kecakapan tidak artinya tanpa Tuhan yang menaunginya dan menjadi sumber kesukaannya.

     Kalau orang percaya menaruh pengharapan pada sumber lain, maka ini merupakan bentuk pengkhianatan yang mendatangkan kutuk. Orang-orang menaruh pengharapan pada sumber lain tidak mendatangkan atau menghadirkan Kerajaan Allah di dalam hidupnya. Mereka terpisah dari pemerintahan Allah. Dalam hal ini, bisa dimengerti mengapa Allah menentang kehendak bangsa Israel yang meminta seorang raja, sebab Allah merekalah sebenarnya Raja mereka, yaitu Pribadi yang menjadi tumpuan semua rakyat Israel. Pengakuan Iman Rasuli: “Aku percaya kepada Allah Bapa, khalik langit dan bumi” harus merupakan pengakuan hidup setiap hari yang dapat dilihat setiap orang. Ini juga merupakan kesaksian. Ketika seseorang berkata, “aku percaya kepada Allah Bapa, khalik langit dan bumi” maka orang percaya itu telah memproklamirkan adanya Tuhan yang Mahakuasa yang menentukan segala sesuatu. Dalam hal ini, orang percaya menantang dunia, siapa yang lebih dapat diandalkan: kekuatan Tuhan atau kekuatan di luar Tuhan. Pengakuan bahwa seseorang percaya kepada Allah Bapa juga merupakan kesaksian bahwa orang percaya berada di pihak Tuhan dan memercayai Allah yang Mahakuat.


https://overcast.fm/+IqOAuRFsU

Renungan Harian 19 Oktober 2019 PEMERINTAHAN TUHAN

     Orang percaya yang mendatangkan atau menghadirkan Kerajaan Allah berarti hidup dalam pemerintahan Allah. Orang percaya seperti ini akan selalu mencari kehendak Tuhan untuk dilakukan. Sebelum seseorang mengenal pemerintahan Tuhan, ia hidup sesuka hatinya sendiri. Dirinya sendirilah yang menjadi tuan atas hidupnya. Inilah pemerintahan diri sendiri. Tetapi ketika menjadi orang percaya, ia harus hidup dalam pemerintahan Allah, maka ia harus sudah mulai mencari kehendak Tuhan untuk dilakukan. Masalah krusial yang harus disadari adalah bahwa perubahan dari pemerintahan diri sendiri kepada pemerintahan Tuhan merupakan sebuah proses. Proses ini adalah proses yang berat dan bisa menyakitkan, sebab untuk menurunkan si “aku” dari takhta bukan hal yang mudah. Inilah revolusi dalam kehidupan yang sangat penting untuk dialami. Revolusi ini berlangsung setiap hari. Jadi, tidak ada hari yang boleh bebas dari proses revolusi ini, itulah sebabnya revolusi tidak mengenal hari.

     Kesediaan untuk mendatangkan atau menghadirkan Kerajaan Allah dengan menerima pemerintahan Allah berlaku dalam hidup, akan berdampak atau nyata dalam sikap hidup setiap hari. Orang percaya seperti ini akan bertindak lebih berhati-hati dalam segala hal. Orang percaya harus selalu sadar bahwa dirinya bukan berada di daerah yang tak bertuan, tetapi di dalam wilayah pemerintahan Tuhan yang berhukum. Pada dasarnya, keyakinan dan penerimaan terhadap pemerintahan Allah dan kekuasaan-Nya bukan bertujuan untuk memanfaatkan Tuhan demi kepentingan diri sendiri terkait dengan pemenuhan kebutuhan jasmani, tetapi merupakan persiapan untuk hidup dalam pemerintahan Tuhan di Kerajaan-Nya nanti di langit baru dan bumi yang baru. Dengan demikian, seorang yang hidup dalam pemerintahan Tuhan mulai memberi diri dibelenggu oleh pemerintahan-Nya.

     Mendatangkan atau menghadirkan Kerajaan Allah atau hidup dalam pemerintahan Allah sebenarnya adalah jalan kepada kemerdekaan hidup yang sejati. Sebab kalau seseorang tidak dibelenggu oleh Kerajaan Allah, maka berarti terbelenggu oleh kekuatan kerajaan lain. Kerajaan lain tersebut tentu saja adalah kerajaan kegelapan. Ini berarti kebinasaan. Jadi, kalau seseorang tidak mendatangkan atau menghadirkan Kerajaan Allah, berarti berpotensi mendatangkan atau menghadirkan kerajaan kegelapan. Oleh sebab itu, tidak bisa dihindari bahwa orang percaya harus mendatangkan atau menghadirkan Kerajaan Allah untuk hidup dalam pemerintahan-Nya. Mendatangkan atau menghadirkan Kerajaan Allah untuk mengalami pemerintahan Tuhan adalah sebuah kehidupan yang menyerah kepada pengaturan Allah sepenuhnya. Berarti, tidak seseorang pun yang menyatakan diri percaya kepada Yesus dan mengucapkan Doa Bapa Kami, yang boleh lagi mengatur dirinya sendiri. Ia harus memberi diri diatur oleh Allah secara mutlak dan absolut. Kalau orang percaya sampai pada level kehidupan seperti ini, maka hal itu menunjukkan kedewasaan rohani yang menyenangkan hati Bapa.

     Tidak sedikit orang Kristen yang hidupnya di bawah pengaturan diri sendiri, tetapi mereka tidak menyadari keadaan mereka yang berbahaya tersebut. Biasanya orang-orang seperti ini disesatkan oleh roh-roh jahat, sehingga mereka tidak mengerti kehendak dan rencana Allah dalam hidup mereka untuk digenapi. Penyesatan ini bukan hanya terjadi secara individu, tetapi juga secara komunitas. Hal ini nampak pada gereja-gereja yang memiliki segudang program yang tidak dikonfirmasikan dengan Allah. Mereka tidak sungguh-sungguh menggumuli setiap program di hadapan Allah. Mencari kehendak Allah dengan mendengar suara Tuhan sudah digantikan sistem lain yang dianggap lebih canggih, yaitu pola kerja hasil karya rasio manusia.

     Dalam kehidupan pribadi, tidak banyak orang yang mendiskusikan rencana-rencana dan keinginan-keinginan hatinya dengan Tuhan. Banyak orang berjalan sesuai dengan selera, perhitungan, dan keinginannya sendiri. Dengan sesuka hati mereka sendiri tanpa mempertimbangkan perasaan Allah, mereka bertindak seperti membeli suatu barang, memilih sekolah, memilih jodoh, pindah rumah, bisnis, tempat kerja, dan lain sebagainya. Rupanya mendengar suara Tuhan untuk mohon pimpinannya dianggap mustahil, rumit, dan tidak berlaku lagi di zaman sekarang. Bagi mereka suara Tuhan dianggap sudah mati (Yes. 2:3-4). Menurut pemikiran orang modern sekarang ini, pikiran manusialah yang harus berjalan dan manusia itu sendiri yang harus bertindak sesukanya. Dengan cara ini mereka mengisolasi diri dari Allah. Inilah keadaan hidup orang yang tidak mendatangkan atau menghadirkan Kerajaan Allah, sehingga mereka hidup dalam pemerintahan diri sendiri. Tentu doanya bukanlah “Kehendak-Mu yang jadi”, tetapi “kehendakku yang jadi.” Inilah orang-orang yang memiliki dirinya sendiri dan mempersembahkan diri kepada kuasa kegelapan.


https://overcast.fm/+IqOCvsMGs

Renungan Harian 18 Oktober 2019 KONSEP YANG SALAH

     Dalam Injil, terdapat beberapa peristiwa dimana Yesus hendak diangkat menjadi raja oleh orang-orang Yahudi, yaitu pada waktu Tuhan Yesus secara ajaib memberi makan 5000 orang (Yoh. 6:15). Berikutnya, pada waktu Tuhan Yesus masuk Yerusalem. Orang-orang Yahudi ini mengharapkan Tuhan Yesus dapat tampil sebagai pemimpin mereka melawan bangsa Romawi. Orang-orang Yahudi tidak tahu bahwa Kerajaan yang akan dibangun oleh Tuhan Yesus adalah Kerajaan yang bukan datang dari dunia ini (Yoh. 18:36). Kenaikan Tuhan Yesus membuktikan dan menunjukkan bahwa sesungguhnya Kerajaan dan diri Tuhan Yesus Kristus sendiri bukan dari dunia ini (Yoh. 17:14). Suatu hari nanti, Tuhan Yesus akan datang kembali membawa orang percaya ke tempat yang telah disediakan Tuhan dan Tuhan pasti membangun Kerajaan-Nya di langit baru dan bumi yang baru (Yoh. 14:1-3).

     Kalau melihat kehidupan orang-orang Kristen hari ini, nampaklah banyak di antara mereka yang memiliki sikap dan pandangan yang sama seperti murid-murid Tuhan Yesus pada waktu itu. Mereka adalah orang-orang Kristen yang sudah lama menjadi Kristen, tetapi tidak mengenal kebenaran Allah secara memadai, bahkan banyak memiliki konsep yang salah. Dalam dunia pendidikan, murid-murid yang terbelakang dengan IQ rendah disebut sebagai retarded, atau bahkan sampai dipandang sebagai idiot. Kesalahan banyak orang Kristen sekarang sama dengan kesalahan murid-murid Yesus pada waktu itu, yaitu menuntut pemulihan atas segala aspek hidupnya secara jasmani sesuai dengan selera manusia. Mereka mencari Tuhan hanya untuk pemenuhan kebutuhan jasmani, yaitu hanya menekankan pada pemulihan ekonomi, kesehatan, keluarga, pekerjaan, jodoh, keturunan, dan hal-hal lainnya. Biasanya yang diingini manusia adalah apa yang dapat dinikmati oleh fisik dan jiwa yang sudah kehilangan kemuliaan Allah. Inilah cara hidup yang diwariskan oleh nenek moyang dari generasi ke generasi berikutnya. Padahal cara hidup mereka bukan standar cara hidup anggota keluarga Kerajaan Allah.

     Seharusnya hal pemenuhan kebutuhan jasmani tidak menjadi masalah utama ketika orang percaya berurusan dengan Tuhan. Tuhan sudah menyediakan berkat jasmani untuk setiap orang, asal bertanggung jawab dalam hidup ini, yaitu bekerja keras, menjaga kesehatan, dan berhati-hati atau tidak ceroboh dalam setiap tindakan atau langkah hidup ini. Tuhan menghendaki agar orang percaya memberi perhatian kepada apa yang menjadi visi Tuhan, yaitu mendatangkan atau menghadirkan Kerajaan Allah dalam kehidupan manusia. Untuk ini, orang percaya harus dipersiapkan menjadi umat yang layak bagi Dia, yaitu bagaimana menjadi anggota keluarga Kerajaan Allah yang baik, yang standarnya adalah kehidupan Yesus. Oleh sebab itu, orang percaya tidak boleh menuntut dan mengharapkan hidup di dunia ini dapat menikmati kesenangan seperti model anak-anak dunia. Terkait dengan hal ini, kitab Roma mengatakan, “Sebab Kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus” (Rm. 14:17). Kesehatan, ekonomi, rumah tangga, dan lain sebagainya bisa dipulihkan oleh Tuhan, tetapi hendaknya orang tidak hanya mempersoalkan pemenuhan kebutuhan jasmani.

     Hidup di dunia harus dipahami dan diterima hanya sebagai masa persiapan menyambut kehidupan yang sebenarnya, yang Tuhan rancang di langit baru dan bumi yang baru. Itulah kehidupan yang “penuh pengharapan” sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh firman Tuhan (1Ptr. 1:3-4). Hendaknya orang percaya tidak berpikir bahwa kekristenan akan memberi kontribusi, bantuan, atau keuntungan atas hidup hari ini bagi kehidupan jasmani dengan harapan hidup dapat dijalani lebih mudah. Justru menjadi percaya berarti memasuki proses agar layak menjadi anak-anak Allah yang mendatangkan atau menghadirkan Kerajaan Allah.

     Hidup seseorang yang disentuh oleh Injil dan berusaha mendatangkan atau menghadirkan Kerajaan Allah akan merasakan beratnya hidup ini. Sebab mendatangkan atau menghadirkan Kerajaan Allah bukan sesuatu yang mudah, tetapi harus melakukan perjuangan. Di dalam mendatangkan atau menghadirkan Kerajaan Allah, orang percaya dituntut untuk hidup sesuai dengan kehendak Allah dalam segala hal. Selanjutnya, orang percaya juga harus menjadi saksi sampai ke ujung bumi. Orang percaya harus memikul kuk atau salib, yaitu menjadi saksi dengan menampilkan kehidupan Yesus. Menampilkan kehidupan Yesus berarti orang percaya harus memiliki perilaku seperti Yesus. Hal ini bisa terjadi atau berlangsung kalau orang percaya mendatangkan atau menghadirkan Kerajaan Allah.


https://overcast.fm/+IqODukcik

Renungan Harian 17 Oktober 2019 BUKAN KERAJAAN ISRAEL DUNIAWI

     Dalam perikop Kisah Rasul 1:6-11 terdapat percakapan antara Tuhan Yesus dengan murid-murid-Nya setelah kebangkitan Tuhan Yesus, yaitu sebelum Tuhan Yesus naik ke surga. Percakapan itu dimulai oleh murid-murid yang bertanya, “Tuhan, maukah Engkau pada masa ini memulihkan kerajaan bagi Israel?” Pertanyaan ini juga sebenarnya merupakan harapan dan tuntutan yang selama ini mereka pendam dan menguasai pikiran mereka. Ketika Tuhan Yesus disalib, harapan itu pupus. Tetapi ketika Tuhan Yesus bangkit, harapan itu mekar kembali. Mereka sangat mengharapkan Tuhan Yesus memenuhi harapan dan tuntutan mereka. Dari pertanyaan tersebut, ada 2 hal penting yang harus diperhatikan: Pertama, kata “masa ini” yang dalam teks aslinya adalah en to krono, (Ing. at this time) dan yang kedua, kata “memulihkan” yang dalam teks aslinya adalah apokathistano (Yun.). Maksudnya, yang dipulihkan adalah kerajaan Israel.

     Dari tuntutan tersebut, nampak bahwa murid-murid Tuhan Yesus menghendaki agar pada masa mereka hidup di dunia ini, Tuhan membangun atau memugar kembali (apokathistano) kerajaan Israel. Kerajaan yang mereka maksudkan adalah kerajaan yang pernah dirintis oleh Saul kemudian dibawa oleh Daud dan Salomo ke zaman kejayaan dan puncak keemasannya. Dari pertanyaan tesebut di atas, jelas bahwa murid-murid masih belum mengerti visi dan misi kedatangan Tuhan Yesus ke dalam dunia ini. Padahal, seharusnya mereka sudah mengerti, sebab mereka sudah belajar dari Tuhan Yesus mengenai banyak kebenaran selama tiga setengah tahun, siang dan malam. Di mana letak kesalahan murid-murid Tuhan Yesus ini?

     Kesalahan pertama, pemahaman mereka yang keliru mengenai pemulihan kerajaan Israel. Kerajaan Israel yang dipulihkan oleh Tuhan Yesus bukanlah pada waktu itu, waktu yang diingini oleh mereka, tetapi pada saat yang akan ditentukan oleh Bapa. Ini adalah kebiasaan manusia yang mau memiliki “waktu sendiri” bukan mengikuti waktunya Tuhan. Kedua, orang percaya tidak perlu tahu kapan Bapa mengadakan pemulihan itu. Tuhan Yesus berkata bahwa murid-murid tidak perlu tahu waktunya Bapa memulihkan kerajaan bagi Israel. Secara tidak langsung, Tuhan juga ingin menyiratkan ada yang lebih penting yang harus mereka tahu dan juga mereka harus kerjakan, yaitu menerima kuasa untuk menjadi saksi Tuhan sampai ke ujung bumi. Tidak ada mahkota tanpa salib. Mereka harus menjadi saksi menderita bagi Tuhan barulah dapat dimuliakan bersama-sama dengan Tuhan Yesus (Rm. 8:17).

     Ketiga, bahwa yang dipulihkan Bapa bukanlah kerajaan Israel duniawi seperti yang mereka harapkan dan maksudkan. Kerajaan memang ada tetapi bukanlah kerajaan versi manusia seperti yang dipahami oleh mereka selama ini. Kalau melihat sejarah, empat puluh tahun (sekitar tahun 70 Masehi) setelah percakapan antara Tuhan Yesus dan murid-murid-Nya waktu itu (Kis. 1), Yerusalem dihancurkan oleh Jendral Titus dari Roma. Sejak saat itu bangsa Israel tidak lagi memiliki tanah air. Baru setelah selesai Perang Dunia Kedua—yaitu pada tanggal 14 Mei 1948—negara Israel berdiri. Ini berarti hampir 1900-2000 tahun mereka terusir dari negeri perjanjian, tanah air mereka, dan tidak memiliki tanah air.

     Sebenarnya kesalahan konsep mengenai kerajaan teokrasi (Allah yang memerintah) pada murid-murid Tuhan Yesus sudah lama terjadi. Tercatat dalam Injil berulang-ulang kejadian yang menunjukkan bahwa murid-murid belum mengerti kerajaan macam apa yang dibawa oleh Tuhan Yesus. Pertama, tatkala Petrus melarang Yesus ke Yerusalem (Mat. 16:21-23). Mereka tidak menginginkan Tuhan Yesus mati disalib, sebab itu berarti harapan mereka memiliki pahlawan seperti Daud menjadi pudar. Kedua, tatkala mereka tidak mau menerima bahwa daging dan darah Yesus adalah makanan dan minuman (Yoh. 6:55-56). Karena hal ini, sebagian murid-murid Tuhan Yesus mengundurkan diri (Yoh. 6:66). Banyak orang-orang Yahudi pada zaman itu bermaksud menjadikan Yesus pahlawan atau juruselamat model mereka atau mesias model mereka. Yesus menegur mereka bahwa mereka mencari Tuhan hanya karena roti fana (Yoh. 6).

     Ketiga, ketika anak-anak Zebedius meminta agar menjadi pejabat di sebelah kanan dan kiri Tuhan (Mrk. 10:35-45). Mereka memiliki konsep bahwa kerajaan yang dibangun Tuhan Yesus adalah kerajaan di dunia ini (seperti Kekaisaran Roma atau Kerajaan Herodes). Konsep mengenai kerajaan dalam pikiran murid-murid pada dasarnya sama dengan konsep orang Yahudi pada umumnya pada waktu itu. Itulah sebabnya sebenarnya mereka memiliki sengat atau gairah yang sama. Mereka hendak mengangkat Tuhan Yesus sebagai raja. Kesalahan ini hendaknya tidak terjadi dalam kehidupan orang percaya hari ini. Kerajaan Allah yang orang percaya harapkan datang atau hadir adalah Kerajaan Allah yang rohani, dimana Roh Kudus sebagai penuntunnya.


https://overcast.fm/+IqOAPpdz8

Renungan Harian 16 Oktober 2019 HIDUP DALAM GELAP

     Kehidupan yang mendatangkan atau menghadirkan Kerajaan Allah yang sejak semula memang sudah dirancang Allah Bapa untuk dikenakan dalam hidup manusia, hanya bisa dimengerti oleh orang-orang yang hidup pada zaman Perjanjian Baru. Firman Tuhan mengatakan bahwa dalam Firman atau Sang Logos ada hidup, dan hidup itu terang manusia (Yoh. 1:4). Hidup di sini adalah kehidupan yang mendatangkan atau menghadirkan Kerajaan Allah. Di dalam diri Tuhan Yesus ada kehidupan yang mendatangkan atau menghadirkan Kerajaan Allah. Oleh sebab itu, kalau seseorang mengaku percaya kepada-Nya dan menyatakan bersedia mengikut Dia, ia harus memperagakan kehidupan yang mendatangkan atau menghadirkan Kerajaan Allah. “Terang” yang dimaksud oleh Injil Yohanes sesungguhnya adalah kehidupan yang mendatangkan atau menghadirkan Kerajaan Allah. Jadi kalau firman Tuhan berbicara mengenai “berjalan atau hidup dalam terang” artinya kehidupan yang mendatangkan atau menghadirkan Kerajaan Allah.

     Orang yang tidak mengenal Injil—seperti umat Perjanjian Lama—adalah kehidupan manusia yang belum mengenal terang. Mereka tidak memahami kehidupan yang mendatangkan atau menghadirkan Kerajaan Allah. Kerajaan Daud adalah kerajaan teokrasi yang belum sempurna, sebab alat kerajaan mereka masih hukum dan kepala pemerintahan masih terdistorsi oleh manusia, belum pemerintahan Allah yang mutlak. Level kehidupan mereka dalam berurusan dengan Allah masih dalam taraf orang beragama seperti pada umumnya. Kehidupan yang mendatangkan atau menghadirkan Kerajaan Allah tidak sama dengan kehidupan beragama seperti yang diterapkan bangsa Israel dengan agama samawinya. Kalau kehidupan yang mendatangkan atau menghadirkan Kerajaan Allah cukup dengan aturan agama, maka Tuhan Yesus tidak perlu datang sebagai “Terang”. Orang percaya dipanggil untuk memiliki kualitas hidup seperti yang Tuhan Yesus peragakan, bukan berdasarkan tokoh saleh dalam Perjanjian Lama, tetapi berdasarkan standar kehidupan yang diperagakan oleh Yesus.

     Kehidupan yang mendatangkan atau menghadirkan Kerajaan Allah adalah kehidupan ideal yang dalam segala geraknya mempermuliakan Allah (1Kor. 10:31). Kehidupan yang memuliakan Allah adalah kehidupan yang diperagakan oleh Tuhan Yesus. Bukan sekadar melalui atau dalam nyanyian, bukan pada liturgi atau misa, tetapi melakukan kehendak Allah dan menyelesaikan pekerjaan-Nya. Berkenaan dengan ini, justru tata cara liturgi atau ritual agama apa pun bentuknya bisa berpotensi menyesatkan kalau dipahami keliru, sebab semua itu seakan-akan bisa menggantikan ruangan untuk memuliakan Tuhan. Pujian, sanjungan, dan penyembahan dengan gerak dan mulut bagi Tuhan justru menjijikkan kalau tidak disertai tindakan menyenangkan hati Allah dengan menjadi manusia yang berkenan kepada-Nya. Hanya orang yang memiliki kehidupan yang mendatangkan atau menghadirkan Kerajaan Allah yang dapat berkenan di hadapan Allah.

     Banyak orang Kristen merasa bahwa ia sudah hidup benar dengan mengucapkan Doa Bapa Kami, dan sudah merasa sudah memiliki kehidupan yang mendatangkan atau menghadirkan Kerajaan Allah. Apalagi kalau sudah mengambil bagian dalam kegiatan pelayanan gereja, mereka merasa bahwa mereka telah memiliki standar hidup yang diinginkan oleh Tuhan. Sangatlah keliru kalau gereja dan pemberita firman mengesankan bahwa hidup dengan cara demikian itu—yaitu ke gereja dan mengambil bagian dalam kegiatan gereja—berarti sudah memenuhi standar hidup yang Allah kehendaki, yaitu mendatangkan atau menghadirkan Kerajaan Allah. Sekalipun sudah bergereja dan mengambil bagian dalam kegiatan pelayanan gereja, tetapi kalau belum mendatangkan atau menghadirkan Kerajaan Allah, berarti belum berkenan di hadapan Allah Bapa. Tuhan Yesus sendiri menyatakan bahwa orang harus berusaha masuk pintu sesak kalau mau selamat (Luk. 13:23-24).

     Kehidupan yang mendatangkan atau menghadirkan Kerajaan Allah bukan terletak pada bagaimana hidup sesuai dengan hukum-hukum dan peraturan-peraturan yang diberikan Tuhan seperti Taurat yang diberikan kepada bangsa Israel. Tetapi terletak pada sikap hati atau batin manusia yang hidup sesuai dengan pimpinan Roh Kudus. Sikap hati ini sama dengan kemampuan merasakan apa yang Tuhan rasakan atau sama dengan kecerdasan berpikir seperti Tuhan. Kecerdasan ini sangat ditentukan oleh pengertian terhadap kebenaran yang diajarkan oleh Tuhan Yesus. Kecerdasan ini seperti obat yang menyembuhkan tubuh yang sakit. Kecerdasan ini juga seperti peta yang menuntun orang yang sesat. Kecerdasan ini seperti pelita bagi orang yang berjalan dalam gelap. Berjalan dalam gelap bukan hanya berarti hidup dalam kejahatan pelanggaran moral secara umum. Seseorang yang tidak hidup sesuai dengan pikiran dan perasaan Allah adalah orang yang hidup dalam gelap. Dengan demikian, orang yang tidak memiliki kehidupan yang mendatangkan atau menghadirkan Kerajaan Allah masih berstatus hidup dalam gelap.


https://overcast.fm/+IqOC1huPo