Senin, 29 April 2019

Truth 29 April 2019 MEMENUHI PERSYARATAN

     Ada pandangan teologi yang berpendapat bahwa manusia ditempatkan Tuhan pada posisi di mana manusia tidak dapat menolak anugerah Tuhan. Tentu konsep ini membangkitkan ucapan syukur bagi orang-orang yang ditentukan selamat. Dengan konsep ini berarti pula bahwa ada manusia juga ditempatkan Tuhan pada posisi tidak dapat menolak hukuman Tuhan. Pandangan ini bisa membangkitkan kemarahan dan sikap mempersalahkan Tuhan bagi mereka yang terhukum. Dari hal ini timbul pertanyaan mengapa Tuhan menciptakan manusia untuk dibinasakan dan disiksa dalam siksaan abadi? Tentu saja konsep bahwa Allah menentukan sebagian orang pasti selamat masuk surga adalah pengajaran yang tidak benar. Ini adalah pandangan yang fatalistik yang tidak rasional. Konsep ini menggiring pemikiran takdir mati atas semua ciptaan-Nya. Takdir mati artinya, segala sesuatu yang terjadi dalam kehidupan telah ditentukan mutlak oleh Tuhan secara sepihak dalam kedaulatan-Nya.

     Dalam konsep di atas tersebut, manusia hanya menerima apa yang disediakan sebelumnya dan menerimanya tanpa bisa mengelak. Dalam hal ini Tuhan digambarkan sebagai pembuat skenario dari segala sesuatu yang terjadi atau berlangsung dalam kehidupan manusia, termasuk di dalamnya bencana, kejahatan, dan puncaknya adalah neraka abadi bagi yang ditentukan untuk binasa. Pandangan ini mengindikasi seakan-akan Tuhan terlibat di dalam semua kejadian dan mengerjakan semuanya. Tentu saja dengan demikian manusia bisa ditempatkan pada posisi tidak perlu bertanggung jawab. Konsep takdir agama non-Kristen pada umumnya mendekati konsep ini, dimana manusia tidak perlu bertanggung jawab atas apa yang bukan dilakukannya atau disebabkannya. Oleh sebab itu tidak adil kalau manusia harus bertanggung jawab atas apa yang tidak disebabkannya atau bukan karena perbuatannya sendiri.

     Untuk memecahkan hal ini, mari kita memperhatikan Matius 22:1-14. Orang tidak akan bisa menerima Tuhan Yesus, bila mereka tidak menerima perkataan-Nya. Justru penerimaan kepada Tuhan Yesus harus ditunjukkan dengan menerima perkataan-Nya. Menerima perkataan-Nya berarti juga mau belajar mengerti Firman-Nya dan terus menerus belajar untuk melakukannya. Mengerti dan melakukan Firman-Nya akan membuat seseorang menjadi manusia unggul. Inilah manusia yang terpilih. Dalam kisah Matius 22:1-14 tersebut dikatakan bahwa mereka yang memakai pakaian pesta adalah mereka yang hidup tidak bercela di hadapan-Nya atau menjadi manusia seperti rancangan semula Bapa.

     Dalam Matius 22:1-14, Tuhan digambarkan sebagai seorang raja yang mengadakan pesta, yang mengundang tamu-tamu istimewa untuk menikmati jamuannya. Tetapi tamu-tamu istimewa yang diundangnya tidak datang. Kemudian raja itu memerintahkan untuk mengundang siapa saja yang bisa dijumpai, maka banyaklah tamu-tamu undangan dalam pestanya. Tetapi ketika raja itu menjumpai seorang yang tidak mengenakan pakaian pesta, raja itu mengusir tamu tersebut dan menghukumnya. Tuhan memanggil orang-orang untuk menjadi manusia pilihan-Nya. Tetapi apakah orang-orang yang dipanggil tersebut mau menjadi manusia pilihan serta menanggapi panggilan tersebut dengan benar atau tidak, tergantung dari individu itu masing-masing.

     Dengan demikian, jelaslah bahwa untuk menjadi manusia pilihan seseorang harus memenuhi persyaratan. Persyaratan tersebut tidak boleh dianggap sebagai jasa seolah-olah manusia layak menjadi manusia pilihan secara otomatis tanpa anugerah penebusan darah Tuhan Yesus Kristus. Persyaratan tersebut adalah respon yang memuat penghargaan terhadap anugerah yang Tuhan sediakan bagi manusia yang mau atau memberi diri untuk dicintai-Nya. Kata “persyaratan” sebenarnya kurang tepat ditempatkan dalam konteks ini, tetapi sulit menemukan kata lain. Persyaratan ini mengesankan adanya keharusan yang harus dipenuhi untuk menjadi anggota keluarga Kerajaan. Hendaknya persyaratan ini tidak dipahami sebagai pintu gerbang memperoleh keselamatan. Pintu gerbangnya adalah karya salib Kristus. Persyaratan ini harus dipenuhi sebagai respon terhadap anugerah keselamatan yang ditawarkan.

     Dari perumpamaan yang dipaparkan Tuhan Yesus ini, sulit mengatakan bahwa respon manusia dalam panggilan untuk menjadi umat pilihan tidak dibutuhkan. Justru sebaliknya, perumpamaan dalam teks ini menunjukkan bahwa respon manusia memiliki peran yang sangat penting untuk menjadi “yang terpilih.” Menjadi umat pilihan yang terpilih tidak tergantung pada kedaulatan Tuhan semata-mata, tetapi pilihan manusia itu. Perhatikan: “Banyak yang dipanggil tetapi sedikit yang dipilih” (ay. 14). Banyak orang mendengar Injil dan menjadi orang yang beragama Kristen, tetapi tidak semua merespon dengan benar. Tanpa respon, maka Injil hanya menjadi berita kosong yang tidak berarti. Injil atau perkataan Tuhan itulah yang menghakiminya (Yoh. 12:48-49). Perumpamaan di Matius 22:1-14 menunjukkan dengan sangat jelas pentingnya respon manusia atas anugerah-Nya.

https://overcast.fm/+IqODjwc8A

Tidak ada komentar:

Posting Komentar