Sabtu, 06 April 2019

Truth 05 April 2019 PEMILIHAN SEBAGAI KEDAULATAN ALLAH

     Di dalam Alkitab terdapat beberapa ayat yang memuat pernyataan, yang bila salah dipahami maka bisa ditafsirkan bahwa Allah memilih orang-orang tertentu untuk pasti diselamatkan. Tentu saja kompensasi dari pandangan ini -tidak bisa tidak- sampai pada kesimpulan bahwa ada orang-orang yang juga ditentukan untuk tidak selamat atau binasa. Akan banyak masalah rumit yang timbul, kalau seseorang berani melangkah masuk wilayah Sang Pencipta, sehingga dengan mudahnya menyatakan bahwa Allah dalam kedaulatan-Nya menentukan kepastian orang-orang tertentu untuk selamat. Faktanya, banyak teolog dan orang Kristen awam yang selama berabad-abad berusaha menyusun argumentasi-argumentasi hanya demi membela doktrin keselamatan yang kaku dan fatalistis ini.

     Mereka berkeras berpendapat bahwa Allah menentukan keselamatan individu atas pilihan dan penentuan-Nya. Argumentasi-argumentasi tersebut menciptakan pemikiran yang tidak logis dan menggambarkan Allah sebagai “sosok” yang memiliki pemikiran yang tidak logis dan berkepribadian tidak adil, tidak sehat, dan aneh. Hal ini bisa menimbulkan pertanyaan: Seperti itukah model Sesembahan (Elohim Yahweh) orang percaya? Seharusnya orang percayamenyadari bahwa dirinya tidak berhak mengemukakan pernyataan tersebut. Dengan hormat orang percaya harus mengakui bahwa Allah adalah “Allah yang transenden dan transempiris” (melampaui akal dan pengalaman manusia). Dalam kaitannya dengan ini Tuhan berkata: “Jadi dengan siapa hendak kamu samakan Allah, dan apa yang dapat kamu anggap serupa dengan Dia?… Dengan siapa hendak kamu samakan Aku, seakan-akan Aku seperti dia? Firman Yang Mahakudus.” (Yes. 40:18, 25).

     Sejatinya, yang ditentukan untuk selamat bukanlah secara individu orang-orang yang pasti diselamatkan, tetapi orang-orang yang diberi kesempatan untuk mendengar Injil. Jika orang-orang yang diberi kesempatan mendengar Injil tersebut merespon dengan benar, maka mereka akan memperoleh keselamatan artinyamengalami proses dikembalikan ke rancangan semula. Respon terhadap Injil bukan seperti sebuah titik tetapi garis panjang, sebab keselamatan adalah sebuah proses. Jika seseorang tidak merespon dengan benar, berarti menolak keselamatan. Pemilihan dan penentuan Allah hanya berorientasi pada orang-orang yang diberi kesempatan untuk menerima keselamatan, bukan mengenai orang-orang tertentu yang dipastikan selamat masuk surga. Bila kita menganalisa ayat-ayat yang memuat hal mengenai pemilihan dan penentuan keselamatan, hendaknya kita menyadari bahwa manusia tidak akan dapat memahami “bagaimana” Allah memilih dan menentukan orang-orang yang memiliki kesempatan untuk mengalami keselamatan.

     Kapasitas pikiran Allah yang tidak terbatas, tidak akan dapat dimengerti oleh manusia.Usaha merumuskan bahwa Allah menentukan orang-orang tertentu untuk pasti selamat masuk surga, menunjukkan seolah-olah manusia bisa berpikir setara dengan Allah. Dalamhal ini hendaknya kita tidak terjebak pada usaha untuk berada di posisi Allah. Kalau manusia mencoba berdiri di posisi Allah, maka akan berasumsi bahwa Allah dalam kedaulatan-Nya telah memilih dan menentukan siapa yang selamat dan yang tidak. Ini namanya menyederhanakan ayat yang sebenarnya sangat sulit untuk dipahami dengan pikiran manusia. Kita harus berdiri di posisi di mana kita harus berada, sebagai ciptaan (manusia). Berdiri pada “posisi” manusia akan membuat kita lebih menyadari tanggung jawab kita sebagai manusia secara proporsional. Sehingga sebagai manusia kita dapat menunaikan bagian yang harus kita penuhi dengan rela dan sukacita atau secara proporsional.

     Kalau dalam Efesus terdapat ayat-ayat yang mengesankan bahwa Allah telah memilih dan menentukan ada orang-orang yang selamat, hal itu ditujukan kepada jemaat yang telah menunjukkan buah kehidupan iman yang sangat baik. Paulus mengenal dengan benar jemaat itu. Ia pernah tinggal beberapa tahun bersama mereka. Walaupun dalam kondisi lingkungan yang sangat jahat (kota Efesus yang sangat kafir di mana terdapat penyembahan kepada Dewi Artemis), namun jemaat di kota Efesus tidak terpengaruh oleh kejahatan dunia sekitarnya (Ef. 1:13-14). Dengan hal tersebut di atas Paulus meyakinkan bahwa jemaat Efesus yang setia adalah umat terpilih yang sudah terpilih.

     Bahasa iman atau ekspresi iman yang dinyatakan Paulus dalam tulisannya kepada jemaat Efesus tersebut tidak boleh ditujukan kepada sembarang orang Kristen. Tulisan Paulus itu hanya ditujukan kepada jemaat Efesus yang telah memberikan respon yang memadai untuk menerima keselamatan dalam Yesus Kristus. Ini berarti tidak semua orang Kristen berhak menjadi address atau tujuan tulisan Paulus tersebut, kecuali orang Kristen tersebut memiliki kualitas iman seperti jemaat Efesus. Dalam hal ini kita tidak boleh mengambil satu atau lebih ayat Alkitab dan mengenakannya kepada obyek tertentu tanpa melihat latar belakang konteks ayat tersebut.

https://overcast.fm/+IqOBxvTp8

Tidak ada komentar:

Posting Komentar