Seseorang menjadi umat pilihan yang benar atau tidak, tergantung dari responnya terhadap anugerah yang ditawarkan Tuhan. Respon di sini haruslah respon yang benar. Respon yang benar maksudnya adalah bahwa nilai atau harga respon tersebut harus sesuai dengan kehendak Tuhan. Bukan manusia yang menentukan nilai dan harganya, tetapi Tuhan. Respon yang memadai artinya respon yang menunjukkan keseriusan bahwa seseorang membutuhkan keselamatan tersebut dan mau berjuang demi keselamatannya. Berjuang di sini bukan berarti manusia dapat memiliki keselamatan dari usahanya sendiri. Keselamatan dimulai dari anugerah, yaitu korban Yesus Kristus di kayu salib yang mengangkat dosa manusia.
Respon terhadap anugerah tersebut adalah respon yang berangkat dari kesadaran bahwa dirinya“miskin di hadapan Theos (Allah)” (Mat. 5:3). Jadi, seseorang akan memberi respon yang memadai bila menyadari kemiskinannya di hadapan Tuhan. Frasa “miskin di hadapan Theos (Allah)” ini diterjemahkan dengan berbagai versi dalam berbagai terjemahan di dalam Alkitab. Dalam Alkitab Bahasa Indonesia terjemahan lama, frasa “miskin di hadapan Theos (Allah)” ini diterjemahkan rendah hati. Dalam teks asli Alkitab, terjemahan frasa ini berasal dari kata dalam Bahasa Yunani: hoi ptokoi to pneumati (πτωχοὶ τῷ πνεύματι).
Kata ptokoi ini memiliki bentuk tunggal ptokos berarti sangat miskin, tidak memiliki daya sama sekali atau tidak memiliki apa-apa. Dalam Bahasa Yunani kata “miskin” selain ptokoi terdapat juga kata lain, yaitu penikhros dan penes. Penikhros lebih menunjuk kemiskinan secara materi dunia (harta duniawi) atau secara finansial. Jadi, kalau dijumpai kata penikhros asumsinya menunjuk pada kemiskinan finansial. Inilah pengertian miskin yang dimengerti oleh orang pada umumnya. Bila seseorang tertumbuk kata penikhros, maka kata ini akan selalu dikaitkan dengan kekurangan harta. Kata penikhrosini dikenakan atau ditujukan untuk janda miskin yang kisahnya ditulis dalam Lukas 21:2. Kata “miskin” dalam teks ini adalah penikhros.
Adapun kata penes ternyata hanya digunakan satu kali dalam Alkitab, yaitu dalam 2 Korintus 9:9. Penes menunjukkan orang yang miskin, tetapi masih mampu menghidupi diri sendiri dengan bekerja. Jadi kata penes hendak menunjuk keadaan ekonomi seseorang yang “minim” atau pas-pasan. Perbedaan kata penikhros dan penes dengan ptokos adalah kata “ptokos” menunjuk kemiskinan yang sangat ekstrem, dimana si miskin tidak mampu sama sekali mencari penghidupan atas dirinya. Sedangkan kata ptokos juga memiliki relasional dengan kata ptossein yang berarti menundukkan badan. Hal ini menunjukkan ketidakberdayaan seseorang sehingga ia tidak mampu atau tidak layak menegakkan badan. Oleh karena teks asli Alkitab kata “miskin” di sini adalah ptokoi, maka dalam terjemahan Bahasa Inggris rata-rata diterjemahkan: poor ini spirit (miskin dalam roh) (New International Version dan New King James Version). Dalam terjemahan Good News Bible diterjemahkan spiritually poor.
Kata “miskin” dalam Matius 5:3 ini hendaknya tidak dipahami secara lahiriah -yaitu miskin harta benda dunia- sebab Tuhan Yesus tidak menggunakan kata penikhros atau penes. Dalam hal ini tepatlah terjemahan Bahasa Indonesia yang menambahkan kalimat “di hadapan Allah.” Kalimat “di hadapan Allah” secara tidak langsung memberi indikasi bahwa pengertian miskin di sini bukanlah miskin secara lahiriah. Kemiskinan di sini adalah dalam konteks hubungannya dengan Tuhan atau bertalian dengan kemiskinan rohani.
Miskin di hadapan Allah maksudnya: Pertama,menyadari dengan kemampuannya sendiri tidak akanmampu mencapai Allah, itulah sebabnya dibutuhkan anugerah yang memperdamaikan manusia dengan Allah. Dalam hal ini tidak ada peran manusia sama sekali. Yesus yang melakukannya. Kedua,menyadari bahwa dirinya belum mencapai standar kesucian yang dikehendaki oleh Allah atau belum berkeadaan segambar dan serupa dengan Allah. Dalam hal ini manusia harus berjuang merespon anugerah Allah untuk mencapai kesucian Allah dengan fasilitas keselamatan yang Allah sediakan yaitu penebusan, Roh Kudus, Injil, dan penggarapan Allah melalui segala kejadian.
Orang yang merasa miskin di hadapan Allah adalah orang yang memiliki keseriusan untuk berurusan dengan Tuhan guna menerima anugerah keselamatan. Kalau seseorang tidak merasa miskin di hadapan Allah, maka sulit untuk menerima anugerah tersebut. Tuhan Yesus menyatakan bahwa hanya orang sakit yang membutuhkan dokter (Mat. 9:12). Kegagalan orang Yahudi menerima keselamatan dikarenakan mereka merasa sudah memiliki kebenaran dengan melakukan hukum Taurat (Rm. 3:28). Dengan demikian mereka merasa tidak miskin di hadapan Allah, mereka merasa sebagai orang sehat yang tidak membutuhkan tabib.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar