Senin, 29 April 2019

Truth 29 April 2019 MEMENUHI PERSYARATAN

     Ada pandangan teologi yang berpendapat bahwa manusia ditempatkan Tuhan pada posisi di mana manusia tidak dapat menolak anugerah Tuhan. Tentu konsep ini membangkitkan ucapan syukur bagi orang-orang yang ditentukan selamat. Dengan konsep ini berarti pula bahwa ada manusia juga ditempatkan Tuhan pada posisi tidak dapat menolak hukuman Tuhan. Pandangan ini bisa membangkitkan kemarahan dan sikap mempersalahkan Tuhan bagi mereka yang terhukum. Dari hal ini timbul pertanyaan mengapa Tuhan menciptakan manusia untuk dibinasakan dan disiksa dalam siksaan abadi? Tentu saja konsep bahwa Allah menentukan sebagian orang pasti selamat masuk surga adalah pengajaran yang tidak benar. Ini adalah pandangan yang fatalistik yang tidak rasional. Konsep ini menggiring pemikiran takdir mati atas semua ciptaan-Nya. Takdir mati artinya, segala sesuatu yang terjadi dalam kehidupan telah ditentukan mutlak oleh Tuhan secara sepihak dalam kedaulatan-Nya.

     Dalam konsep di atas tersebut, manusia hanya menerima apa yang disediakan sebelumnya dan menerimanya tanpa bisa mengelak. Dalam hal ini Tuhan digambarkan sebagai pembuat skenario dari segala sesuatu yang terjadi atau berlangsung dalam kehidupan manusia, termasuk di dalamnya bencana, kejahatan, dan puncaknya adalah neraka abadi bagi yang ditentukan untuk binasa. Pandangan ini mengindikasi seakan-akan Tuhan terlibat di dalam semua kejadian dan mengerjakan semuanya. Tentu saja dengan demikian manusia bisa ditempatkan pada posisi tidak perlu bertanggung jawab. Konsep takdir agama non-Kristen pada umumnya mendekati konsep ini, dimana manusia tidak perlu bertanggung jawab atas apa yang bukan dilakukannya atau disebabkannya. Oleh sebab itu tidak adil kalau manusia harus bertanggung jawab atas apa yang tidak disebabkannya atau bukan karena perbuatannya sendiri.

     Untuk memecahkan hal ini, mari kita memperhatikan Matius 22:1-14. Orang tidak akan bisa menerima Tuhan Yesus, bila mereka tidak menerima perkataan-Nya. Justru penerimaan kepada Tuhan Yesus harus ditunjukkan dengan menerima perkataan-Nya. Menerima perkataan-Nya berarti juga mau belajar mengerti Firman-Nya dan terus menerus belajar untuk melakukannya. Mengerti dan melakukan Firman-Nya akan membuat seseorang menjadi manusia unggul. Inilah manusia yang terpilih. Dalam kisah Matius 22:1-14 tersebut dikatakan bahwa mereka yang memakai pakaian pesta adalah mereka yang hidup tidak bercela di hadapan-Nya atau menjadi manusia seperti rancangan semula Bapa.

     Dalam Matius 22:1-14, Tuhan digambarkan sebagai seorang raja yang mengadakan pesta, yang mengundang tamu-tamu istimewa untuk menikmati jamuannya. Tetapi tamu-tamu istimewa yang diundangnya tidak datang. Kemudian raja itu memerintahkan untuk mengundang siapa saja yang bisa dijumpai, maka banyaklah tamu-tamu undangan dalam pestanya. Tetapi ketika raja itu menjumpai seorang yang tidak mengenakan pakaian pesta, raja itu mengusir tamu tersebut dan menghukumnya. Tuhan memanggil orang-orang untuk menjadi manusia pilihan-Nya. Tetapi apakah orang-orang yang dipanggil tersebut mau menjadi manusia pilihan serta menanggapi panggilan tersebut dengan benar atau tidak, tergantung dari individu itu masing-masing.

     Dengan demikian, jelaslah bahwa untuk menjadi manusia pilihan seseorang harus memenuhi persyaratan. Persyaratan tersebut tidak boleh dianggap sebagai jasa seolah-olah manusia layak menjadi manusia pilihan secara otomatis tanpa anugerah penebusan darah Tuhan Yesus Kristus. Persyaratan tersebut adalah respon yang memuat penghargaan terhadap anugerah yang Tuhan sediakan bagi manusia yang mau atau memberi diri untuk dicintai-Nya. Kata “persyaratan” sebenarnya kurang tepat ditempatkan dalam konteks ini, tetapi sulit menemukan kata lain. Persyaratan ini mengesankan adanya keharusan yang harus dipenuhi untuk menjadi anggota keluarga Kerajaan. Hendaknya persyaratan ini tidak dipahami sebagai pintu gerbang memperoleh keselamatan. Pintu gerbangnya adalah karya salib Kristus. Persyaratan ini harus dipenuhi sebagai respon terhadap anugerah keselamatan yang ditawarkan.

     Dari perumpamaan yang dipaparkan Tuhan Yesus ini, sulit mengatakan bahwa respon manusia dalam panggilan untuk menjadi umat pilihan tidak dibutuhkan. Justru sebaliknya, perumpamaan dalam teks ini menunjukkan bahwa respon manusia memiliki peran yang sangat penting untuk menjadi “yang terpilih.” Menjadi umat pilihan yang terpilih tidak tergantung pada kedaulatan Tuhan semata-mata, tetapi pilihan manusia itu. Perhatikan: “Banyak yang dipanggil tetapi sedikit yang dipilih” (ay. 14). Banyak orang mendengar Injil dan menjadi orang yang beragama Kristen, tetapi tidak semua merespon dengan benar. Tanpa respon, maka Injil hanya menjadi berita kosong yang tidak berarti. Injil atau perkataan Tuhan itulah yang menghakiminya (Yoh. 12:48-49). Perumpamaan di Matius 22:1-14 menunjukkan dengan sangat jelas pentingnya respon manusia atas anugerah-Nya.

https://overcast.fm/+IqODjwc8A

Truth 28 April 2019 TUHAN TIDAK MENETAPKAN

     Apakah benar kalau Allah memilih seseorang untuk pasti selamat masuk surga, maka ia tidak bisa menolak? Untuk menemukan jawaban dari pertanyaan ini, marilah dengan teliti dan jujur kita memeriksa Alkitab. Jika pikiran seseorang sudah dikuasai premis tertentu, maka ia tidak akan bisa lagi berpikir obyektif, dan Roh Kudus tidak akan bisa memperbaharui pikirannya secara proporsional. Kalau Tuhan membuat seseorang tidak bisa menolak anugerah-Nya, maka dapat dikatakan bahwa Tuhan juga menentukan orang-orang tertentu untuk tidak bisa menerima anugerah-Nya. Sebab bila kita berbicara mengenai kedaulatan Allah yang membuat orang tidak bisa menolak anugerah-Nya, maka pasti ada juga orang yang berkeadaan sebaliknya.

     Tuhan memilih keluarga Lot untuk diselamatkan dari sekian banyak keluarga yang ada di kota Sodom Gomora dan Tuhan pasti menghendaki semua keluarga Lot untuk diselamatkan. Tetapi ternyata istri Lot tidak mematuhi nasihat malaikat agar tidak menoleh ke belakang. Sehingga karya keselamatan Allah atas istri Lot gagal. Mengapa? Apakah karena istri Lot tidak dapat menerima anugerah sementara anggota keluarga yang lain tidak bisa menolak anugerah Tuhan? Dalam percakapan antara Tuhan dan Abraham, mengenai rencana Tuhan membinasakan Sodom dan Gomora, Tuhan tidak menetapkan istri Lot binasa (Kej. 18:16-33). Bahkan malaikat yang diutus Tuhan menyelamatkan Lot dan keluarganya, mendesak Lot untuk mengajak kaumnya yang lain untuk diselamatkan (Kej. 19). Dengan demikian tidak mungkin Tuhan menetapkan istri Lot untuk binasa dan tidak mungkin pula istri Lot dibuat Tuhan untuk tidak bisa menerima anugerah keselamatan sementara anggota keluarga yang lain dibuat tidak bisa menolak anugerah-Nya.

     Fakta ini penting bagi orang percaya di zaman Perjanjian Baru. Itulah sebabnya Tuhan Yesus memunculkan fakta ini dalam pengajaran-Nya (Luk. 17:32). Mengapa Tuhan Yesus menyebut istri Lot dalam pengajaran-Nya? Kalau kita memperhatikan ayat sebelum dan sesudahnya (Luk. 17:22-37), Tuhan Yesus sedang menunjukkan pola hidup manusia akhir zaman yang tidak memedulikan keselamatan jiwanya: Mereka makan dan minum, mereka membeli dan menjual, mereka menanam dan membangun. Mereka sibuk sendiri dan tidak memedulikan keselamatan. Seperti zaman Lot, mereka tidak menyadari hujan belerang dan api akan menimpa mereka. Mereka menolak diungsikan, walaupun Lot sudah memberitahu mereka akan datangnya penghukuman itu. Demikian pula dengan manusia hari ini, mereka menolak menerima keselamatan. Ingat! bukan karena dibuat tidak bisa menerima keselamatan atau anugerah, tetapi oleh karena pilihan mereka sendiri.

     Hal yang sama juga terjadi pada zaman Nuh. Pada zaman Nuh orang sibuk makan dan minum, kawin dan dikawinkan sampai tidak memedulikan keselamatan. Dalam Alkitab Nuh disebut sebagai pemberita kebenaran (2Ptr. 2:5). Tentu Nuh sudah berusaha mengajak orang-orang untuk ikut “proyek penyelamatan” ini, tetapi ternyata tidak ada yang mau (1Ptr. 3:20). Dikatakan pula dalam 1 Petrus 3:20, bahwa Tuhan dengan sabar menantikan mereka untuk bertobat sementara Nuh membuat bahtera. Bertahun-tahun Nuh memberitakan kebenaran atau seruan pertobatan dan Tuhan dengan sabar menunggu mereka untuk mengubah hati agar ikut proyek keselamatan bersama Nuh, tetapi mereka tetap mengeraskan hati. Sehingga Tuhan membinasakan mereka semua.

     Melalui peristiwa Sodom Gomora ini, Tuhan Yesus juga ingin menunjukkan pola hidup manusia akhir zaman seperti juga yang terjadi pada zaman Nuh (Luk. 17:26-27). Di mana orang-orang tidak memedulikan keselamatan jiwanya. Alkitab mencatat bahwa sama seperti terjadi pada zaman Nuh, demikian pula halnya kelak pada hari-hari Anak Manusia: Mereka makan dan minum, mereka kawin dan dikawinkan, sampai kepada hari Nuh masuk ke dalam bahtera.Nuh memberitakan berita keselamatan, tetapi orang-orang itu menolak. Sementara Tuhan memberi kesempatan mereka untuk bertobat dan diselamatkan. Hal ini menunjukkan bahwa Tuhan serius berusaha menyelamatkan mereka, tetapi mereka menolak. Hal ini menunjukkan bahwa mereka memang memiliki kesempatan untuk menolak anugerah masuk proyek bahtera. Sehingga ketika air bah datang maka mereka semua binasa. Kebinasaan itu bukan penentuan Tuhan, tetapi pilihan mereka. Kondisi manusia pada zaman Lot dan Nuh paralel dengan manusia menjelang kedatangan Tuhan Yesus nanti. Manusia mau menyelamatkan nyawa (psuke), mengumbar keinginan jiwanya yang tidak sesuai dengan kehendak Allah. Dalam hal ini keselamatan harus direspon oleh individu, sebab seseorang memiliki peluang untuk menerima atau menolak keselamatan. Kalau pada zaman Lot dan Nuh keselamatan berbicara mengenai keselamatan jasmani dari api dan air bah, tetapi pada zaman Perjanjian Baru keselamatan berorientasi pada keselamatan jiwa abadi, yaitu surga kekal atau neraka kekal.


https://overcast.fm/+IqOACvP5Y

Sabtu, 27 April 2019

Quote April #4

Today's Quote:
Program dan organisasi sebaik apa pun harus hanya menjadi alat untuk kita menjalani kehidupan sebagai anak-anak Allah; bukan sesuatu yang menyibukkan.

Dr. Erastus Sabdono,
22 April 2019

Today's Quote:
Jangan menutupi ketidakmampuan kita membidik Allah dalam doa dengan kalimat-kalimat doa yang panjang.

Dr. Erastus Sabdono,
23 April 2019

Today's Quote:
Seseorang belum memiliki pengalami riil dengan Tuhan apabila jiwanya mudah dipermainkan oleh keadaan.

Dr. Erastus Sabdono,
24 April 2019

Today's Quote:
Orang yang selalu mencium keharuman Tuhan, tidak bisa takut terhadap apa pun.

Dr. Erastus Sabdono,
25 April 2019

Today's Quote:
Waktu adalah anugerah, karena di dalamnya ada momentum di mana Tuhan mengubah kita.

Dr. Erastus Sabdono,
26 April 2019

Today's Quote:
Demi kesembuhan fisik, seseorang setia menaati perintah dokter; tetapi ironi jika untuk kesembuhan rohani seseorang tidak bersedia menaati Firman-Nya.

Dr. Erastus Sabdono,
27 April

Kata Bermakna April #4







Truth 27 April 2019 KEPUTUSANNYA SENDIRI

     Pengajaran mengenai pilihan Allah atas manusia sebagai umat pilihan yang pasti masuk surga adalah masalah rumit yang diperdebatkan di sepanjang sejarah gereja sejak dulu hingga hari ini. Pertentangan itu antara lain, apakah Allah yang memilih dan sekaligus menentukan keselamatan seseorang, atau seseorang masih memiliki tanggung jawab atau kesempatan untuk memilih atau mengambil keputusan guna keselamatannya sendiri? Karena itu, pokok bahasan ini juga akan menyinggung konsep predestinasi. Predestinasi diartikan sebagai pemilihan Ilahi atas manusia yang akan selamat; bahwa Tuhan dalam kedaulatan-Nya telah memilih (Yun. exelexato-eklegomai) dan menentukan (Yun. proorizo) secara sepihak orang-orang yang akan selamat. Jadi, Allah sudah menetapkan sejak semula (foreordination) orang-orang yang akan menjadi umat-Nya yang pasti masuk surga. Konsep ini perlu dikoreksi dengan rendah hati dan dengan hati yang teduh. Memang, konsep ini sangat kuat menghantam gereja yang dinilai telah menyimpang pada zaman Reformasi abad 14-15. Tetapi apakah pengajaran ini masih relevan untuk zaman kita hari ini? Karena pada hari-hari kemudian Tuhan akan terus menyingkapkan kebenaran-kebenaran yang dibutuhkan dunia yang semakin jahat menjelang kedatangan-Nya.

     Sejatinya, menjadi umat pilihan adalah tanggung jawab bagi orang yang hidup pada zaman Perjanjian Baru. Disebut sebagai “umat pilihan,” memang mengesankan bahwa Tuhan dalam kedaulatan-Nya memilih dan juga bisa mengesankan bahwa Tuhan mengabaikan kebebasan individu menentukan nasibnya. Tetapi dalam kenyataan hidup ini, nasib manusia ditentukan oleh keputusan dan pilihannya sendiri. Tentu pernyataan ini tidak mengurangi rasa hormat kita kepada Tuhan dengan kedaulatan-Nya. Dengan pernyataan ini bukan berarti kita tidak menerima kedaulatan-Nya. Allah adalah Allah yang berdaulat. Kedaulatan-Nya menegakkan tatanan bahwa Dia memberi kebebasan kepada manusia untuk menentukan keadaannya sendiri dari pilihan-pilihan yang Dia sediakan. Itulah sebabnya untuk menunjukkan konsekuensi dari kedaulatan-Nya tersebut, maka Tuhan harus membiarkan buah pengetahuan yang baik dan jahat dapat dipetik, dan Tuhan tidak mencegahnya. Tuhan memberi peringatan, tetapi tidak mencegah manusia memetiknya.

     Pengusiran Adam dari Taman Eden, bukan karena Tuhan menentukannya demikian, tetapi karena Adam memilih, dan Adam harus bertanggung jawab atas pilihan dan keputusannya. Betapa jahatnya Tuhan, kalau seandainya Tuhan yang membuat skenario kejatuhan manusia dan pengusirannya dari tamanindah yang diciptakan-Nya. Kisah yang dipaparkan dalam Kejadian 3 jelas menunjukkan tatanan (order) atau hukum kehidupan ini. Bahwa manusia adalah makhluk yang diberi kehendak bebas dalam menentukan “nasibnya”; apa yang ditabur, itu juga dituainya. Faktanya kenyataan yang tidak bisa ditolak bahwa manusia adalah makhluk yang tidak disetir oleh Allah. Ada bagian dalam diri manusia yang membuat manusia bisa mengambil keputusannya sendiri, dan harus bertanggung jawab atas dirinya sendiri. Ini adalah bagian yang membuat manusia dapat menjadi makhluk yang bertanggung jawab. Manusia bukan makhluk yang mengikuti arus nasib yang menghanyutkannya dan yang tidak bisa menghindar dari suatu nasib yang ditentukannya.

     Untuk menjadi umat pilihan yang terpilih masuk anggota keluarga Kerajaan Surga sangat diperankan oleh pilihan, keputusan, dan tindakan masing-masing individu. Setiap orang harus memiliki tindakan konkret untuk dapat menjadi umat pilihan yang akhirnya terpilih masuk menjadi anggota keluarga Kerajaan Surga. Kegagalan menjadi umat pilihan yang terpilih, selain disebabkan oleh konsep bahwa Tuhan yang menentukan keselamatan secara sepihak atas individu, juga karena keinginan duniawi dalam kehidupan seseorang. Konsep yang salah mengenai pemilihan dan keinginan duniawi menciptakan pasivitas rohani. Pasivitas rohani artinya keadaan dimana seseorang tidak mengalami pertumbuhan rohani yang melayakkan seseorang menjadi anggota keluarga Kerajaan Surga. Walaupun mereka aktif dalam kegiatan gereja, tetapi mereka tetap tidak mengalami pertumbuhan rohani untuk menjadi umat pilihan yang terpilih.

     Banyak orang Kristen tidak berani membayar harga pengiringan yang benar sesuai dengan harga yang dipatok Tuhan. Harga yang dipatok Tuhan adalah sepenuhnya meninggalkan cara hidup anak dunia (Luk. 14:33). Biasanya mereka tidak hidup dalam kehendak Tuhan. Mereka tidak pernah menjadi manusia istimewa sebagai umat yang dipilih Tuhan. Kecerobohan ini akan membawa diri seseorang kepada “menjadi manusia yang terbuang.” Kalau orang berpikir bahwa dirinya telah dipilih untuk selamat, maka kecenderungan untuk bersikap ceroboh menjadi lebih besar. Fakta empiris membuktikan bahwa pengajaran seperti tersebut mengkondisi masyarakat Eropa yang tadinya Kristen meninggalkan Kekristenannya.

https://overcast.fm/+IqOAIXHOQ

Truth 26 April 2019 MEMBUAHKAN KESELAMATAN

     Ada satu hal yang sangat prinsip yang perlu kita amati, yaitu bahwa menerima keselamatan bukanlah hanya seperti suatu momentum atau suatu peristiwa yang dapat digambarkan sebagai sebuah titik. Menerima keselamatan itu adalah suatu proses yang dapat digambarkan sebagai suatu garis panjang, linear. Suatu proses panjang selama kita hidup. Jika seseorang menganggap bahwa keselamatan itu adalah suatu momentum atau suatu peristiwa sesaat bagai sebuah titik saja, maka ia tidak akan dapat bertumbuh dalam keselamatan, tidak bertumbuh dalam kedewasaan, dan tidak bertumbuh dalam kesempurnaan Kristiani. Ini berarti bahwa seseorang tersebut tidak akan pernah mencapai standar “dikenal oleh Tuhan” (Mat. 7:21-23).

     Selama ini banyak orang merasa dirinya sudah diselamatkan dalam suatu momentum tertentu. Jika kita bertanya pada seseorang, kapan Anda diselamatkan? Jawaban yang sering kita dengar adalah ketika ada KKR atau ketika mendengar siaran rohani di radio, atau peristiwa lainnya. Mereka merasa sudah selamat pada saat maju ke altar, mengaku dosa dan menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat. Tetapi kenyataannya, banyak orang yang merasa sudah mengaku menerima Yesus dengan cara demikian akhirnya meninggalkan imannya. Bahkan ada yang di antara mereka menghina Tuhan Yesus yang pernah diakuinya sebagai Tuhan dan Juruselamat.

     Pengertian menerima keselamatan seperti itu sangatlah subyektif, yaitu dari apa yang dia rasakan, hal tersebut tidak berarti sudah menerima Yesus secara benar atau secara utuh. Harus dipahami bahwa menerima keselamatan memang sebuah momentum, tetapi juga merupakan sebuah proses. Ini bukan berarti kita tidak bisa mengatakan belum selamat. Kita sudah, sedang atau dalam proses keselamatan menuju pemulihan gambar dan rupa Allah. Keselamatan yang dimiliki seseorang dibuktikan dengan perjuangan mengerjakan keselamatan itu. Pada saat seseorang berhenti dari proses mengerjakan keselamatan berarti ia menyia-nyiakan keselamatan. Karena keselamatan itu bukan hanya terhindar dari api neraka dan diperkenan masuk surga. Keselamatan adalah usaha Tuhan untuk mengembalikan manusia pada rancangan-Nya. Inilah proses tersebut. Kita harus memberi diri digarap oleh Tuhan Yesus agar kita menjadi sempurna seperti Bapa di surga. Tuhan Yesuslah yang menjadi teladan atau prototipe hidup kita, seperti yang Bapa kehendaki. Dia telah buktikan ketaatan-Nya hingga mati di kayu salib (Fil. 2:5-10). Ini memang terlihat seperti sebuah proyek yang mustahil.

     Untuk masuk proyek kemustahilan ini seseorang harus memberikan respon. Dalam Matius 19:16-26, orang kaya itu tidak memberi respon yang baik. Ketika ia mendengar harus menjual segala hartanya, dan membagikannya kepada orang miskin. Alkitab menulis, ketika orang muda itu mendengar perkataan itu pergilah ia dengan sedih. Orang muda kaya ini tidak sanggup dan tidak mampu, sebab banyak hartanya. Oleh karena itu kebaikan sempurna yang bisa dicapai oleh seseorang adalah kemampuan untuk mengerti kehendak Tuhan, apa yang baik, yang berkenan, serta melakukannya. Hal ini tidak bisa dicapai tanpa barter dan tanpa perjuangan, bahkan juga tidak bisa dicapai tanpa pengorbanan. Orang muda kaya ini tidak mau menerima syarat yang harus dipenuhi sehingga ia tidak pernah memperoleh keselamatan dalam Yesus Kristus.

     Hal ini berbeda dengan Zakheus. Dalam Lukas 19:1-10, Zakheus juga orang kaya. Ia juga punya jabatan sebagai kepala pemungut cukai, hartanya banyak. Tetapi ketika ia menyambut Tuhan Yesus tanpa diperintah Tuhan Yesus, tanpa dikomando, ia sudah membagikan separuh hartanya kepada orang miskin. Kalau ada orang yang pernah ia peras, ia kembalikan empat kali lipat. Ini buah dari respon. Kristalisasi dari wujud respon Zakheus. Jangan dianggap sebagai jasa, sehingga kita berpikir bahwa keselamatan itu adalah jasa manusia. Tidak. Itu hanya karena respon. Jikalau Zakheus ikut Tuhan Yesus dengan sungguh-sungguh sejak itu, Zakheus akan menjadi orang yang memiliki standar yang luar biasa, yaitu standar hidup yang berkualitas.

     Orang muda kaya dalam Matius 19:16-26 pada dasarnya memang tidak mau mencapai standar kebaikan Tuhan. Ia tidak masuk dalam proyek kemustahilan, ia tidak berani melompat, ia tidak berani membuat terobosan. Lebih mudah seekor unta masuk ke dalam lubang jarum. Memang unta tidak akan bisa masuk ke lubang jarum jika tidak ditolong. Sebab lubang jarum itu adalah sebuah pintu sempit yang disisakan di tembok utama, kalau tembok utamanya ditutup untuk mencegah masuknya musuh. Untuk unta bisa masuk lubang jarum atau pintu sempit itu, unta harus jongkok. Saat unta jongkok, majikannya atau orang akan mendorongnya. Demikian juga seseorang kalau bersedia merendahkan hati dan mau jongkok -itu artinya ia memiliki respon- maka Tuhan akan menolong mengerjakan keselamatan dalam dirinya (energon). Respon seseorang akan membuahkan proses pertumbuhan terus menerus sampai ia bisa mencapai kebaikan yang dipersiapkan Allah sebelumnya.


https://overcast.fm/+IqOAnZgPk

Truth 25 April 2019 VERSI KEADILAN

     Ada orang-orang Kristen yang percaya bahwa Allah menentukan keselamatan sebagian manusia. Kalau dikatakan bahwa Tuhan memprogram seseorang untuk selamat, bagaimana dengan mereka yang tidak selamat? Adalah tidak fair kalau jawabannya bahwa Tuhan tidak memprogram orang untuk binasa. Bila berbicara mengenai kedaulatan Allah yang mutlak, maka bila Allah memprogram mereka agar pasti selamat, berarti Tuhan juga memprogram mereka yang tidak selamat. Kalau dalam kedaulatan-Nya dikatakan bahwa Tuhan memprogram kebaikan atas kehidupan orang-orang tertentu, maka berarti Tuhan juga memprogram kejahatan atas yang lain.

     Ada yang mengatakan bahwa Tuhan membiarkan kejahatan, tetapi Dia tidak terlibat di dalamnya. Jika demikian, hendaknya tidak berbicara sama sekali mengenai kedaulatan Allah yang mutlak. Apakah mungkin Tuhan mendesain kebaikan, tetapi dia membiarkan kejahatan? Tuhan memaksakan kebaikan terjadi atau berlangsung atas manusia tertentu yang dipilih-Nya, tetapi Ia tidak melakukan hal itu kepada yang lain. Ini sama dengan Ia mengizinkan, membiarkan, atau kalau dianggap bahwa Dia berdaulat mutlak atas pilihan-Nya, maka bisa dikatakan Ia membuat kejahatan berlaku atau terjadi atas yang lain. Apakah etika seperti itu yang diajarkan kepada kita?

     Ketika diperkarakan apakah itu adil, jawabnya adalah bahwa itu versi keadilan Allah. Dari jawaban tersebut menunjukkan bahwa ada versi keadilan Allah yang tidak sama dengan versi keadilan yang Allah ajarkan kepada anak-anak-Nya. Ini jawaban yang aneh. Tentu manusia sebagai gambar Allah dimampukan untuk memahami kebenaran seperti yang Allah pahami, walau dalam ukuran yang berbeda. Tidak mungkin Tuhan memiliki keadilan versi berbeda dari versi yang diajarkan kepada kita. Tidak logis kalau Tuhan memiliki keadilan yang diterapkan bagi diri-Nya sendiri sementara Ia tidak menerapkan dan mengajarkan versi keadilan-Nya kepada umat pilihan-Nya.

     Menurut sebagian orang Kristen, penebusan hanya ditujukan bagi sebagian manusia saja, sebab Tuhan memiliki kedaulatan untuk memilih siapa yang selamat, walau tentu yang lain tidak selamat. Mereka yang berpandangan tersebut menyatakan bahwa manusia tidak berhak untuk protes kepada Allah, sebab manusia hanyalah makhluk ciptaan. Manusia tidak berhak membantah keputusan dari kedaulatan Allah yang mutlak dan absolut. Ini adalah pengajaran yang tidak sehat.Orang percaya tidak perlu mempersoalkan mereka yang binasa. Orang percaya dapat meyakini bahwa dirinya sudah dipilih dan ditentukan pasti selamat masuk surga dan dapat bersyukur atas pilihan dan penentuan tersebut. Bagaimana kita bersyukur atas kepastian keselamatan sementara yang lain menuju api kekal karena tidak ditentukan untuk selamat?

     Kalau kita diajak untuk bersyukur atas keselamatan yang kita terima, tetapi menutup mata terhadap mereka yang akan binasa, apakah hal ini dapat dibenarkan? Ini bukan hakikat Tuhan yang kasih adanya. Kita tidak diajar untuk memiliki perangai yang seperti ini. Tuhan pasti berlaku adil dan peduli terhadap keselamatan semua manusia, tanpa sikap diskriminatif, sebab Tuhan tidak mungkin tanpa alasan membuang seseorang ke neraka. Tuhan sendiri mengajarkan kepada kita kepedulian terhadap sesama. Sebagai contohnya, kalau suatu ketika rumah tetangga terjadi kebakaran yang disebabkan oleh kompor meledak, tentu itu bukan salah kita, lalu apakah kita diam saja dan berkata: “Bukan salah saya, saya tidak bertanggung jawab atas terjadinya kebakaran tersebut.” Apakah tindakan tersebut bisa dibenarkan? Tentu tidak. Kita sebagai tetangga perlu mengambil bagian untuk memadamkan api.

     Lebih konyol lagi kalau ternyata meledaknya kompor tetangga karena seseorang yang menempatkan kemungkinan tersebut, lalu ia berkata dirinya tidak bertanggung jawab atas kebakaran itu. Mereka yang mengalami musibah itu yang harus bertanggung jawab atas hal tersebut, sementara ia berpangku tangan menyaksikan musibah itu. Tuhan tidak mungkin seperti pribadi orang ini. Tuhan yang tidak menghendaki seorang pun binasa membiarkan orang binasa dan berkata: “Oh, itu bukan salah saya.” Apalagi kalau Tuhan berkata: “Itu kebijaksanaan Saya.” Tidak mungkin, sebab Alkitab jelas sekali menyatakan bahwa Tuhan tidak menghendaki seorang pun binasa (2Ptr. 3:9).

     Menyanggah ilustrasi di atas ini ada yang mengatakan bahwa Tuhan bukan tidak peduli orang binasa. Tuhan juga berusaha mengingatkan semua manusia agar tidak binasa dengan penginjilan dan pelayanan hamba-hamba Tuhan. Persoalan yang sangat mendasar adalah bagaimana mereka bisa selamat kalau mereka tidak termasuk di dalam kelompok orang-orang yang “dipilih dan ditentukan” untuk masuk surga? Lebih konyol lagi, kalau dikatakan bahwa penginjilan dan peringatan terhadap dosa hanya sebagai dasar agar Tuhan tidak bisa dipersalahkan kalau mereka masuk neraka. Dalihnya adalah bahwa mereka sudah mendengar Injil dan peringatan-Nya, padahal mereka tidak ditentukan untuk selamat. Sandiwara macam apa ini?

https://overcast.fm/+IqOBkCZgw

Rabu, 24 April 2019

Truth 24 April 2019 KERJA KERAS MERESPON ANUGERAH

     Anugerah keselamatan dalam Yesus Kristus sudah sangat cukup, tidak perlu ditambah dengan apa pun lagi, sebab manusia dengan kemampuannya sendiri sudah pasti tidak akan dapat menyelamatkan dirinya. Karena hanya oleh anugerah penebusan Tuhan Yesus di kayu saliblah, maka manusia dapat diselamatkan; tetapi harus diingat bahwa tanpa menyambut (respon) anugerah keselamatan yang ditawarkan, maka tidak akan ada keselamatan dalam hidup seseorang. Bagaimanapun dan sekecil apa pun, selalu dibutuhkan adanya respon manusia yang menunjukkan kesediaan, kerelaan, dan kesadaran dari individu tersebut untuk menerima anugerah Tuhan.

     Respon yang bagaimanakah yang menyelamatkan? Pertanyaan ini sama artinya dengan percaya yang bagaimanakah yang dapat menyelamatkan? Kerja keras bisa dikatakan relatif dan bisa juga dikatakan subyektif. Ini tergantung dari persepsi masing-masing individu berdasarkan apa yang diajarkan kepadanya dan yang dilihatnya dari orang lain. Ada orang yang merasa sudah bekerja keras dari jam tujuh pagi sampai jam dua belas siang. Tetapi yang lain merasa baru bekerja keras bila melakukan pekerjaan yang sama dari jam tujuh pagi sampai jam empat sore. Untuk ini seseorang harus belajar apa yang diajarkan Alkitab, bagaimana seharusnya merespon anugerah keselamatan yang Tuhan Yesus sediakan demi mencapai maksud keselamatan diberikan.

     Selama belum mencapai goal yang Tuhan targetkan -yaitu dikembalikan ke rancangan Allah semula- orang percaya harus terus berusaha untuk mengerti apa artinya kerja keras dalam merespon keselamatan yang Tuhan kehendaki. Terkait dengan hal ini ada beberapa catatan yang perlu diperhatikan: Pertama,sebagai makhluk yang segambar dengan Allah, manusia dituntut untuk memiliki moral dan tindakan-tindakan yang mulia seperti Allah sendiri. Tuhan Yesus, Allah Anak yang menjadi manusia adalah satu-satunya sebagai prototipenya. Pemulihan gambar Allah yang rusak merupakan upaya mengembalikan manusia sebagai manusia Allah. Hal ini sama dengan usaha untuk menemukan kemuliaan Allah yang hilang atau kurang atas diri manusia.

     Kedua,sebagai makhluk yang segambar dengan Allah, manusia patut memberikan seluruh kehidupan-Nya bagi Sang khalik, sebab Dia adalah Sang Pemilik yang menciptakan (Yoh. 1:10-11; 1Kor 6:19-20). Manusia diciptakan untuk mengabdi kepada Dia, sebab justru penciptaan manusia yang segambar dengan Allah dimaksudkan agar manusia harus mengabdi kepada Tuhan dengan ibadah dan bakti yang benar. Kemampuan hebat yang manusia miliki bukan untuk dirinya sendiri, tetapi bagi Dia yang memberikannya. Dalam hal ini manusia bukanlah makhluk yang gratis, artinya manusia bukan makhluk yang diciptakan tanpa tanggung jawab. Tetapi manusia memiliki tanggung jawab, yaitu mengabdi kepada Penciptanya.

     Ketiga,sebagai mahluk yang segambar dengan Allah, manusia harus hidup dalam persekutuan dengan Tuhan. Manusia segambar dan serupa dengan diri Allah dimaksudkan agar manusia dapat mengimbangi Tuhan dan dapat menjadi teman interaksi-Nya. Itulah sebabnya menjadi kemutlakan agar manusia selalu hidup dalam kekudusan standar Allah sendiri. Inilah panggilan orang percaya yang harus dipenuhi. Banyak ayat Alkitab yang mengemukakan mengenai hal ini. Dalam 2 Korintus 6:17 tertulis: “Sebab itu: Keluarlah kamu dari antara mereka, dan pisahkanlah dirimu dari mereka, firman Tuhan, dan janganlah menjamah apa yang najis, maka Aku akan menerima kamu.” Ayat ini jelas menunjukkan adanya tanggung jawab orang percaya untuk hidup dalam kesucian.

     Di bagian lain dalam Alkitab tertulis: “Kuduslah kamu, sebab Aku kudus. Dan jika kamu menyebut-Nya Bapa, yaitu Dia yang tanpa memandang muka menghakimi semua orang menurut perbuatannya, maka hendaklah kamu hidup dalam ketakutan selama kamu menumpang di dunia ini” (1Ptr. 1:16-17). Allah Bapa menghendaki agar orang percaya yang adalah anak-anak-Nya memiliki kekudusan seperti kekudusan-Nya. Itulah sebabnya kita harus hidup dalam takut dan gentar artinya berhati-hati dalam seluruh sikap hidup kita, sebab sesungguhnya inilah maksud penebusan oleh darah Yesus itu (1Ptr. 1:18).

     Dengan demikian menjadi kemutlakan orang percaya untuk berkapasitas dalam kesucian seperti Tuhan sendiri. Kalau manusia tidak berkualitas dalam kesucian seperti Tuhan, maka manusia tidak bisainteraksidengan Tuhan. Manusia diciptakan dengan kualitas istimewa karena memang dirancang untuk menjadi “sahabat Allah” atau teman berinteraksi-Nya. Jadi, kalau manusia tidak hidup dalam persekutuan dengan Tuhan, maka ia mengkhianati Tuhan sebagai Penciptanya. Kalau orang tidak mengerti target ini, maka ia tidak akan pernah bekerja keras dalam merespon anugerah-Nya. Untuk mencapai goal tersebut, orang percaya harus merespon keselamatan Allah yang diberikan dalam Yesus Kristus. Respon itu harus serius, kerja keras dengan mempertaruhkan segenap hidup. Respon ini tidak bisa dikerjakan setengah-setengah. Orang percaya tidak dapat mengabdi kepada dua tuan.

https://overcast.fm/+IqOA9AZW8

Selasa, 23 April 2019

Truth 23 April 2019 MENGERJAKAN KESELAMATAN

     Respon bukanlah sekadar ucapan bibir percaya atau setuju dengan apa yang diberitakan, tetapi iman yang juga dinyatakan dalam tindakan konkret. Yakobus menegaskan: “…oleh perbuatan-perbuatan itu iman menjadi sempurna” (Yak. 2:17-26). Iman menjadi sempurna melalui tindakan selama bertahun-tahun, yang pada akhirnya tindakan perbuatan nyata tersebut terkristal sampai membangun sebuah keadaan moral yang berstandar Yesus. Tindakan perbuatan nyata inilah yang sebenarnya dapat disebut sebagai respon manusia. Inilah iman yang yang benar.

     Dengan mengakui bahwa respon manusia juga berperan dalam karya keselamatan Kristus, hal ini mengesankan seolah-olah anugerah yang Tuhan berikan belum cukup. Hal inilah yang membuat sebagian orang Kristen merasa terganggu,sebab menurut mereka manusia tidak sanggup sama sekali untuk selamat, perlu intervensi Tuhan sepenuhnya atau secara mutlak agar manusia diselamatkan. Hal ini didasarkan pada suatu ayat yang mengatakan: “Kamu dahulu sudah mati karena pelanggaran-pelanggaran dan dosa-dosamu” (Ef. 2:1). “Mati” di sini sering dipahami bahwa manusia tidak sanggup sama sekali untuk merespon anugerah Tuhan. Kalaupun bisa merespon anugerah tersebut, itu karena intervensi Tuhan di dalam batin manusia. Jadi semua dikerjakan oleh Tuhan dan manusia tidak memiliki peran sama sekali. Benarkah hal ini? Apakah respon manusia sama sekali tidak berguna atau tidak berperan? Kalau manusia tidak diharapkan responnya mengapa Tuhan selalu menyerukan panggilan pertobatan? Apakah semua itu sandiwara belaka? (Mat. 3:2; 4:17; 11:20; 18:3; Luk. 13:3,5; Kis. 2:38; 3:19; Rm. 2:5; 2Kor. 7:9; 2Ptr. 3:9; Why. 2:5; 2:16; 2:21; 2:22; 3:3; 3:19; dan masih banyak lagi).

     Bila semua dikerjakan oleh Tuhan, maka orang percaya tidak perlu bertindak apa pun sebab keselamatan sudah dikerjakan oleh Tuhan sendiri. All in. Pemahaman seperti ini akan menutup mata pengertian jemaat Tuhan, sehingga mereka tidak tahu bahwa setiap kita juga dituntut untuk bertanggung jawab (Mat. 12:36; Rm. 14:12; 2Kor. 5:9-10; Ibr. 4:13; 1Pet. 4:15). Tanggung jawab itu berupa respon dari manusia terhadap anugerah-Nya. Respon ini bukan sesuatu yang sederhana. Kalau Abraham merespon anugerah sebagai tanggung jawab dengan meninggalkan Ur-Kasdim sampai ia harus memberi korban bakaran dengan menyembelih anaknya sendiri, maka itu adalah bentuk respon konkret yang menunjuk kepada iman Abraham. Demikian pula orang percaya harus berani melepaskan segala sesuatu untuk merespon anugerah Tuhan (Luk. 14:33). Respon tersebut sama dengan mengerjakan keselamatan dengan takut dan gentar (Flp. 2:12).

     Firman Tuhan mengatakan: “Kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar.” Kata “kerjakanlah” dalam teks aslinya adalah katergezeste (κατεργάζεσθε) yang keterangannya adalah verb imperative present middle 2nd person plural (kalimat perintah bentuk) dari kata katergazomai (κατεργάζομαι). Kata ini berarti “selesaikanlah” atau membuat lengkap atau utuh (accomplish, make completely ready).Orang percaya dipanggil untuk menyelesaikan panggilan keselamatan, yaitu agar orang percaya memiliki pikiran dan perasaan Kristus (Yun. Phroneo) seperti yang dikemukakan dalam Filipi 2:5-7. Orang percaya memiliki bagian yang harus dipenuhi.

     Di dalam perintah untuk menyelesaikan keselamatan tersebut, ketika manusia memberi respon, maka dari pihak Tuhan Ia melakukan intervensi dengan memberikan tuntunan. Hal ini dikemukakan dalam Filipi 2:13 bahwa Allahlah yang “mengerjakan” di dalam kita, baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya. Kata “mengerjakan” dalam teks aslinya adalah energon (ἐνεργῶν) dari akar kataenergeo (ἐνεργέω). Kata ini artinya bekerja di dalam (active be at work) atau memberi kekuatan (energi) dari dalam. Kata energon memiliki keterangan sebagai verb participle present active nominative masculine singular (kata kerja participle bentuk sekarang aktif nominative). Hal Ini menunjukkan pekerjaan atau tindakan yang dilakukan secara terus menerus.

     Sebenarnya kata katergezeste dan energeo memiliki kata dasar yang sama yaitu ergon(ἔργον). Katergezeste gabungan dari kata dan ergon (κατά, ἐργάζομαι), sedangkan energon dari kata en dan ergo (ἐν, ἔργον). Hal ini menujukkan bahwa manusia mengerjakan keselamatannya dari dirinya sendiri, sedangkan Tuhan dari dalam diri manusia memberi kemampuan. Hal ini bisa menunjuk Roh Kudus yang dimateraikan menuntun manusia kepada seluruh kebenaran-Nya. Ini seperti sebuah kolaborasi atau kerjasama yang sangat luar biasa antara setiap individu orang percaya dengan Tuhan yang diwakili Roh Kudus di dalam kehidupan manusia. Pada akhirnya tidak terbantahkan bahwa kesucian hidup seseorang adalah hasil kerjasama antara setiap individu orang percaya tersebut dengan Roh Kudus. Bagaimanapun peran manusia menentukan keselamatan pribadinya.


https://overcast.fm/+IqOA22f_Q

Senin, 22 April 2019

Truth 22 April 2019 TINDAKAN KONKRET

     Kalau kita memperhatikan fakta dalam Alkitab, setiap tindakan Tuhan selalu diimbangi oleh respon manusia. Tuhan selalu menghendaki agar manusia merespon tindakan-Nya. Kalau kita berpendirian bahwa segala sesuatu yang terjadi dalam hidup manusia dikerjakan oleh Tuhan sendiri tanpa respon atau tindakan manusia, maka kehidupan ini menjadi fatalistik. Hidup menjadi tidak menarik karena tidak ada tantangan. Tidak ada pergumulan dalam arti yang riil, sebab manusia hanya menerima saja apa yang ditentukan oleh Tuhan baginya. Dengan demikian Tuhan menjadi penyebab segala sesuatu terjadi dalam hidup manusia, sehingga manusia tidak perlu bertanggung jawab.

     Jika segala sesuatu terjadi hanya karena tindakan Tuhan, maka berarti realita hidup manusia adalah susunan cerita yang telah dikarang oleh seorang penyusun skenario. Tuhan dianggap sebagai sutradara yang menentukan alur cerita kehidupan manusia dari awal hingga akhir. Dan memang menurut sebagian orang Kristen, segala hal telah ditentukan dari semula. Jadi menurut mereka, Tuhan sudah menentukan siapa yang akan mengalami kelahiran baru dan yang tidak akan mengalami kelahiran baru. Ada yang ditentukan untuk selamat, dan pihak lain atau konsekuensinya ada yang binasa. Jika manusia hanya menerima nasib atau takdir yang telah dipersiapkan dan ditentukan baginya, adilkah ini? Apakah dengan cara yang sama kita diajar menyelenggarakan keadilan seperti itu? Tentu tidak. Manusia adalah gambar Tuhan, manusia diajaruntuk memiliki keadilan seperti keadilan-Nya.

      Alkitab berulang-ulang menegaskan bahwa manusia adalah makhluk yang bertanggungjawab. Manusia harus bertanggungjawab atas setiap tindakannya, dari ucapan, perilaku yang kelihatan, sampai sikap batinnya yang tidak terlihat. Firman Tuhan yang mengatakan agar kita mengoreksi diri dengan serius, “kalau-kalau jalan kita serong” adalah petunjuk yang sangat jelas bahwa manusia harus memberi respon terhadap panggilan Tuhan untuk hidup dalam kebenaran-Nya (Mzm. 139). Manusia adalah makhluk bebas (walau terbatas) yang tetap dituntut untuk merespon apa yang Tuhan tawarkan kepadanya. Hukum yang tidak dapat dibantah adalah bahwa apa yang ditabur seseorang, itu juga akan dituainya (Gal. 6:7). Fragmen yang dapat menjadi acuan kita mengenal kebenaran Tuhan adalah peristiwa jatuhnya manusia pertama ke dalam dosa. Tentu sangat gegabah kalau kita mengatakan bahwa Tuhan yang telah menyusun (set up) kejatuhan manusia tersebut. Ia bukan Allah yang kejam yang menyukai penderitaan manusia, tetapi manusia sendirilah yang telah memilih jalannya sesuai dengan kehendak bebas yang dimilikinya. Manusialah yang mengambil keputusan untuk memberontak dan sebagai akibatnya manusia itu harus menerima dan memikul hasil dari keputusannya.

     Bila kita mengamati kehidupan Abraham yang menjadi teladan iman kita, di mana orang percaya pada masa kini diajar untuk memiliki iman seperti itu. Abraham memiliki respon yang positif dan kuat terhadap kehendak Allah (Kej. 15:6). Abraham, dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya, ketika ia mempersembahkan Ishak, anaknya, di atas mezbah. Abraham disebut sebagai sahabat Tuhan dan imannya diperhitungkan sebagai kebenaran, setelah ia menunjukkan imannya dengan perbuatannya (Yak. 2:21-23). Dari langkahnya meninggalkan Ur-Kasdim sampai ia menaati perintah Tuhan untuk mengorbankan anaknya Ishak sebagai korban bakaran, tampak nyata responnya terhadap Tuhan. Kalau Abraham menolak meninggalkan Ur-Kasdim, ia tidak akan pernah menjadi nenek moyang umat pilihan Allah dan dinyatakan sebagai “bapa orang percaya”. Sejak Abraham keluar dari Ur-Kasdim sampai hari tuanya, di mana ia harus mengorbankan Ishak adalah rentetan pergumulan yang melaluinya iman Abraham disempurnakan. Respon itu bukan hanya satu tindakan saja dan dalam satu kali peristiwa, juga tidak sesaat saja. Respon haruslah tindakan terus menerus, yang menjadi sebuah akumulasi respon seseorang yang membawanya kepada tingkat percaya yang murni, seperti yang dimiliki Abraham.

     Respon terhadap Tuhan juga bukan hanya sebuah persetujuan pikiran bahwa kita setuju dengan apa yang Tuhan katakan, tetapi respon adalah tindakan konkret yang menunjukkan percaya kepada-Nya. Apakah Abraham melakukan semua perintah dan kehendak Tuhan karena Dia yang menggerakkan Abraham, sehingga sekalipun Abraham tidak berminat melakukannya ia tetap akan melakukannya, sebab Tuhan menghendakinya demikian? Tentu tidak. Abraham memang memilih untuk taat. Itulah sebabnya ia disebut sebagai sahabat Allah. Ia bukan sahabat paksaan atau “sahabat buatan” karena terpaksa atau karena tekanan, tetapi dengan rela Abraham mau menjadi sahabat Tuhan dengan segala harga yang harus dibayar. Kalau Abraham menjadi sahabat Allah, semata-mata karena pilihan yang “dibuat atau ditentukan oleh Allah,” maka Abraham bukanlah sahabat sejati Allah.

https://overcast.fm/+IqODdCi_Q

Minggu, 21 April 2019

Kata Bermakna April #3









Quote April #3

Today's Quote:
Berkhianat kepada Tuhan adalah tidak mengasihi Tuhan sebagaimana mestinya; dan ukurannya ditentukan oleh sikap hati kita dalam mengasihi Tuhan.

Dr. Erastus Sabdono,
14 April 2019

Today's Quote:
Jangan banggakan apa pun, kita hanya harus bangga atas salib. Jangan fanatik dengan siapa pun, kita hanya harus fanatik dengan kebenaran.

Dr. Erastus Sabdono,
15 April 2019

Today's Quote:
Jangan takut kehilangan apa pun demi pekerjaan Tuhan.

Dr. Erastus Sabdono,
16 April 2019

Today's Quote:
Sejatinya wajah Kristus harus tergambar dalam hidup kita, jika tidak berarti ada yang salah dengan Kekristenan kita.

Dr. Erastus Sabdono,
17 April 2019

Today's Quote:
Pembelaan dan penjagaan Tuhan atas hidup kita seringkali muncul dalam bentuk masalah.

Dr. Erastus Sabdono,
18 April 2019

Today's Quote:
Menjadi normal saja tidak cukup, kita harus menjadi sempurna (Normal Is Not Enough = NINE).

Dr. Erastus Sabdono,
19 April 2019

Today's Quote:
Semua bentuk dosa, jangan dipelihara; atau kita menghina kesucian Allah.

Dr. Erastus Sabdono,
20 April 2019

Today's Quote:
Tidak ada orang yang mengaku Kristen yang bisa tidak menyangkal diri dan tidak memikul salib.

Dr. Erastus Sabdono,
21 April 2019

Truth 21 April 2019 HARGANYA SEGENAP HIDUP

     Pada suatu ketika ada seorang bertanya kepada Tuhan Yesus: “Tuhan, sedikit sajakah orang yang diselamatkan?” (Luk. 13:23). Tuhan Yesus menjawab: “Berjuanglah untuk masuk melalui pintu yang sesak itu! Sebab Aku berkata kepadamu: Banyak orang akan berusaha untuk masuk, tetapi tidak akan dapat.” Kalimat yang diucapkan Tuhan Yesus ini juga sejajar dengan apa yang dikatakan-Nya dalam Matius 7:13-14: “Masuklah melalui pintu yang sesak itu, karena lebarlah pintu dan luaslah jalan yang menuju kepada kebinasaan, dan banyak orang yang masuk melaluinya, karena sesaklah pintu dan sempitlah jalan yang menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatinya.” Pintu sesak berbicara mengenai kenyataan bahwa untuk menerima keselamatan bukanlah hal yang mudah. Pernyataan Tuhan ini tidaklah sulit untuk dipahami. Kesimpulannya adalah bahwa ada perjuangan dalam proses menerima dan memiliki keselamatan.

     Dari pihak Tuhan, menyediakan fasilitas keselamatan yang memuat penebusan, Roh Kudus, Injil, dan penggarapan Allah melalui segala kejadian, agar manusia dikembalikan ke rancangan semula. Dari pihak manusia, perjuangan untuk menerima penggarapan Allah guna mencapai keberadaan sebagai anak Allah, yang sempurna seperti Bapa atau yang serupa seperti Yesus. Dengan keadaan ini seseorang barulah dapat dikatakan sebagai mengenakan kodrat Ilahi. Perjuangan ini ditulis dalam Ibrani 12:1-4 sebagai perjuangan melawan dosa. Perjuangan ini adalah perjuangan yang berat, yang harus mengerahkan segenap hidup. Dikalimatkan dalam Ibrani 12:4, bahwa dalam perjuangan tersebut harus sampai mencucurkan darah.

     Perjuangan ini dianalogikan dengan perjuangan Tuhan Yesus dalam menyelesaikan tugas Kemesiasan-Nya (Ibr. 12:2-3). Hal ini sejajar dengan apa yang dikemukakan Paulus dalam Filipi 2:12, bahwa orang percaya harus mengerjakan keselamatan dengan takut dan gentar. Kalau tidak ada perjuangan dalam proses keselamatan, tentu Firman Tuhan tidak akan mengajarkan agar orang percaya memandang Tuhan Yesus dalam perlombaan yang diwajibkan seperti yang tertulis dalam Ibrani 12:1-4. Kata “perlombaan” dalam teks aslinya adalah agon yang berarti conflict, contention, fight, race (suatu konflik, perdebatan, pertarungan, dan perlombaan). Dengan demikian Kekristenan bukanlah jalan mudah untuk memiliki keselamatan.

     Perjuangan yang dikemukakan Tuhan Yesus tersebut juga dijelaskan dalam Lukas 14. Dalam Lukas 14:25-33 Tuhan mengatakan bahwa untuk mengikut Dia harus menghitung dulu anggarannya. Tuhan Yesus mengilustrasikan seperti seorang yang membangun menara. Membangun menara membutuhkan biaya yang besar. Pembangunnya harus menghitung dulu anggarannya agar pembangunan menara tersebut tidak berhenti di tengah jalan. Perjuangan itu juga digambarkan seperti raja yang maju berperang. Prajuritnya hanya berjumlah sepuluh ribu, sementara pihak musuh dua puluh ribu. Ia harus mengadakan perundingan perdamaian kalau dirasa tidak sanggup menghadapinya. Dari dua perumpamaan tersebut Tuhan Yesus menunjukkan bahwa perjuangan mengikut Tuhan Yesus itu sungguh sangat berat.

     Dalam Matius 19:16-26, dikisahkan mengenai Tuhanyang menghadapi orang kaya yang ingin memiliki hidup yang kekal. Maksud orang kaya mengingini hidup yang kekal adalah hidup yang berkualitas tinggi, lebih dari hidup dalam keberagamaan seperti yang telah dijalaninya. Hidup yang berkualitas tinggi adalah hidup dalam keselamatan melalui Yesus Kristus, yaitu dikembalikannya manusia ke rancangan semula yang mengubah kodrat dari kodrat manusia ke kodrat Ilahi. Untuk memperoleh hidup yang berkualitas ini Tuhan menetapkan harga, dan Tuhan tidak pernah mengurangi harganya atau mengubah tarifnya (Mat. 19:21). Ketika orang kaya tersebut tidak bersedia mengikut Tuhan Yesus karena tidak bersedia membayar harganya, Tuhan Yesus tidak menahan orang kaya tersebut. Tuhan Yesus membiarkan dia pergi. Menjadi orang baik saja sulit apalagi menjadi sempurna. Bagaimana mungkin tanpa perjuangan seseorang bisa mencapai hal ini?

     Umat pilihan yang mau benar-benar terpilih harus melalui perjuangan berat, harganya adalah seluruh kehidupan kita. Orang yang berniat mau menjadi umat pilihan harus berani mempertaruhkan segenap hidupnya. Tuhan sendiri berkata, kalau mau selamat harus berjuang masuk pintu yang sesak (Luk. 13:24). Pernyataan ini diucapkan Tuhan Yesus menanggapi pertanyaan apakah sedikit orang yang diselamatkan? Persoalan ini juga diperbincangkan murid-murid ketika seorang pemuda kaya tersebut tidak berani membayar harga pengiringannya (Mat. 19:16-26). Ia pergi dengan sedih sebab banyak hartanya. Orang kaya tersebut tidak mau kehilangan hartanya sehingga tidak bisa meningkatkan kualitas hidupnya. Dengan demikian tidak bisa disangkali bahwa untuk menerima dan memiliki keselamatan seseorang harus berani barter; melepaskan segala sesuatu untuk bisa menerima Yesus dalam hidupnya. Orang Kristen yang masih duniawi berarti tidak memiliki keselamatan.


https://overcast.fm/+IqOAEbsYQ

( Sunday Bible Teaching ) SBT, 14 April 2019 Pdt.DR. Erastus Sabdono

Manusia itu bukan makhluk yang gratis.
Manusia makhluk yang bertanggungjawab, itu ada tugas yang harus ditunaikan, ada pekerjaan yang harus dipenuhi.

Yang artinya ada harga yang harus dibayar.
Salah satu kesalahan manusia pertama tidak membayar yang seharusnya dibayar.
Jangan makan buah itu.
Dia bertentangan dengan tugas dan kewajiban yang harus ditunaikan.

Ini sejajar dengan perlombaan yang wajib.
Ibrani 12
Wajib artinya harus dipenuhi.
Ibarat sebuah harga harus dibayar.

Jangan membayar yang lain.
Kita mau menjadi seperti Allah.
Allah bukan tidak ingin manusia seperti diri-Nya.
Allah menghendaki manusia seperti diri-Nya.

Seperti diri-Nya menurut versi Tuhan, bukan versi iblis.
Allah Bapa tidak kelihatan.
Yang kelihatan Putra Tunggal-Nya.

Secara fisik kita diciptakan menurut pola atau patrun-Nya.
Jadi Allah Bapa menurut bentuk seperti ini sempurna.
Tidak seperti octopus, monyet, dan kucing.

Anak Tunggal Bapa sebelum manusia diciptakan sudah berkeadaan seperti ini secara fisik.
Itulah sebabnya malaikat - malaikat juga berkeadaan seperti ini.
Jadi bukan malaikat yang meniru kita.

Malaikat mengikuti teladan bentuk patrun Anak Tunggal Bapa.
Dan kita diciptakan serupa Dia itu secara fisik.
Secara batiniah juga kita harus seperti Anak Tunggal Bapa yang taat dan menghormati Bapa.
Dan manusia yang diciptakan harus mencapai keadaan seperti itu.

Allah Bapa menghendaki manusia seperti Putra Tunggal-Nya.
Iblis juga ingin seperti Putra Tunggal-Nya tetapi versi yang berbeda.

Lusifer ingin mempunyai takhta ingin menyamai Allah.
Dia juga ingin seperti Putra Tunggal Bapa, seperti Tuhan, atau seperti Elohim Yahweh.

Kalau bicara yang baik dan jahat itu turun dari standarnya sebab yang dikehendaki sepikiran dan seperasaan dengan Allah.
Bukan apa yang baik dan apa yang jahat.
Tapi apa yang menurut kehendakNya.

Adam ditawarkan mengerti apa yang baik dan apa yang jahat.
Padahal baik dan jahat itu
bukan sesuatu, tapi pikiran dan perasaan Tuhan.
Manusia harus memiliki pikiran dan perasaan.
Tuhan.

Bukan formula atau format ini yang baik dan ini yang jahat, tetapi kecerdasan roh untuk memahami segala sesuatu selalu sesuai dengan pikiran dan perasaan Tuhan.

Dan manusia harus membayarnya.
Tetapi manusia lebih memilih membayar apa yang baik dan apa yang jahat.

Kita ditebus kita punya tanggung jawab.
Kita harus membayar harga.
Jadi tidak heran dalam Alkitab 📚 kita menemukan  Roma 8, bahwa kita semua orang yang berhutang.
Berhutang bukan hidup menurut daging.
Tetapi berhutang hidup menurut roh.
Karena Anak - Anak Allah harus hidup menurut roh.

Roh di sini adalah kehendak Allah, pikiran dan perasaan Roh Kudus yang diajarkan kepada kita.
Kita ditebus bukan lagi hidup menurut cara hidup nenek moyang kita, tetapi cara hidup yang baru bagi manusia yang memanggil Allah Bapa.

Itulah sebabnya Ibrani 12 perlombaan yang wajib dengan mata yang tertuju kepada Yesus yang membawa iman kita kepada kesempurnaan.
Yang membawa iman kita seperti ketaatan Tuhan Yesus.

Seorang yang mempercayai  Yesus harus memperlakukan dirinya seperti Yesus memperlakukan diri-Nya 2000 th yang lalu, baru itu namanya mengikut Yesus.

Tapi selama ini banyak orang mengaku Yesus sebagai Tuhan untuk disembah - sembah, dipuji - puji seperti agama lainn yang umatnya memperlakukan allah dewanya seperti itu sebagai tempat berlindung, sebagai  tempat bernaung untuk minta pertolongan.
Kelihatan benar, sebenarnya itu meleset.

Yang benar percaya itu berarti memperlakukan diri kita seperti Yesus memperlakukan diri-Nya.
Itu berarti kita harus mengenakan cara berpikir dan cara hidup-Nya barulah mengikut Yesus.

Selama ini kita tidak membayar.
Maka suatu hari Tuhan tidak akan mengenal kita karena tidak melakukan kehendak Bapa.
Hidupmu sebagai anak tebusan tidak gratis.

1 Korintus 6 : 19 - 20
Kamu sudah ditebus harganya sudah lunas dibayar.
Kamu bukan milik kamu sendiri.
Oleh karena itu muliakan Allah oleh tubuhmu.
Itu harga yang harus dibayar.

Di surat yang lain Paulus berkata, baik kamu makan atau minum lakukanlah semua untuk kemuliaan Allah.

Kita harus memiliki iman seperti ketaatan Yesus kepada Bapa di Surga.
Ini sejajar dengan status anak.
Anak mana tidak dididik bapaknya ?

Kita punya hak untuk dijagai, bahkan Kerajaan Surgapun disediakan.
Tapi punya kewajiban menerima didikan.
Kita harus tahu kewajiban yang kita tunaikan memuat berkat, memuat anugrah, memuat pahala, memuat upah.
Coba kurang baik apa Tuhan ?
Kita harus renungkan kebaikan Tuhan kepada kita.

JBU 🌷

Truth 20 April 2019 WUJUD RESPON

     Penyesatan yang merajalela hari ini terjadi adalah berkembangnya pengajaran mengenai pemberitaan nama Yesus, yang hanya menekankan kuasa dan kebaikan-Nya saja, dengan mengesampingkan pengajaran yang diajarkan oleh Yesus di dalam Injil. Pemberitaan seperti ini tidak akan pernah bisa membuat seseorang menjadi manusia pilihan. Nama Yesus tidak berkuasa merubah hidup seseorang tanpa mengerti apa yang diajarkan-Nya di dalam Firman-Nya. Berusaha mengerti Firman Tuhan dan menjadi pelakunya adalah wujud respon mutlak yang harus dilakukan. Injil bagai pakaian yang harus dikenakan. Injil akan membawa seseorang kepada kesucian hidup seperti yang dikehendaki oleh Bapa yang melayakkan seseorang masuk ke dalam pesta Anak Domba Allah. Inilah respon yang harus diwujudnyatakan dalam sebuah tindakan.

     Undangan raja yang mengadakan perjamuan dalam Matius 22:1-14 tidak secara otomatis membuat orang yang diundang bisa menikmati pesta perjamuan. Tetapi respon dalam bentuk menyiapkan pakaian pestalah yang membuat seseorang dilayakkan mengikuti pesta tersebut. Pakaian pesta di sini maksudnya adalah kesucian hidup seperti yang dikehendaki oleh Bapa. Bukan sekadar kebaikan yang menurut kita sudah sering kita lakukan, tetapi kebaikan sesuai dengan standar yang Tuhan mau. Kebaikan menurut Tuhan adalah kembali kepada gambar-Nya. Raja yang mengundang mengingini tamu-tamunya mengenakan pakaian pesta. Pakaian pesta menunjuk kepada kesucian hidup. Tidak mengusahakan memiliki kesucian hidup berarti tidak merespon anugerah dengan benar.

     Di dalam kisah Lot diceritakan bahwa ada satu orang yang tidak terselamatkan, yaitu istri Lot dari keluarga Lot. Ia gagal menerima rencana penyelamatan yang Tuhan sediakan saat itu, hal ini dikarenakan oleh sebab ia tidak dengar-dengaran terhadap perintah Tuhan yang memperingatkan mereka untuk tidak menoleh ke belakang, memandang Sodom-Gomora dalam kehancurannya. Dengan melanggar perintah Tuhan tersebut maka ia menjadi tiang garam. Tentu saja Tuhan tidak bermaksud hanya menyelamatkan sebagian dari keluarga Lot. Tuhan menghendaki semua anggota keluarga Lot selamat, apalagi ia adalah istri Lot. Hendaknya kita tidak berpikir bahwa Tuhan memang menentukan istri Lot tidak selamat.

     Tuhan tidak menghendaki seorang pun binasa (2Ptr. 3:9), rencana besar Tuhan tidak bisa gagal, Ia sempurna dalam rancangan-Nya. Berbicara mengenai rencana Tuhan yang tidak pernah gagal bukan berarti mengesampingkan tanggung jawab manusia yang menjadi subyek rencana Allah. Jadi, kalau istri Lot gagal menerima keselamatan dari Tuhan, maka hal tersebut disebabkan oleh karena manusia itu sendiri. Istri Lot tidak taat terhadap kehendak Tuhan. Tuhan yang baik adalah Tuhan yang menegakkan tatanan sesuai dengan Firman-Nya. Tuhan yang tidak menghendaki seorang pun binasa, tetapi setiap orang harus menuai apa yang ditaburnya. Tuhan menghendaki setiap orang berjalan dalam koridor atau jalur Tuhan, sehingga mereka dapat menerima keselamatan. Tetapi semua itu tergantung dari respon masing-masing invidu dalam menerima dan merespon keselamatan yang Allah sediakan.

     Demikian pula halnya dengan keselamatan. Hal keselamatan merupakan pilihan dan sangat melibatkan keputusan pribadi setiap individu dari kehendak bebas yang telah Tuhan berikan. Hal ini bukan berarti manusia boleh merasa memiliki jasa dalam keselamatan, karena harus kita ingat bahwa keselamatan adalah anugerah, artinya bahwa bagaimanapun kita tidak bisa mengusahakan keselamatan kita sendiri. Keselamatan diberikan Tuhan dengan cuma-cuma tanpa memandang kelayakan kita yang menerima anugerah tersebut. Yang harus kita lakukan hanyalah merespon keselamatan yang telah Tuhan tawarkan. Menerima atau menolaknya merupakan respon atas pilihan kita terhadap keselamatan tersebut. Dan manusia adalah makhluk cerdas yang harus mengetahui hasil akhir dari setiap pilihan-pilihan hidupnya. Keselamatan yang akan membawanya ke surga atau kebinasaan yang akan membawanya ke neraka, semua berada dalam respon atas pilihan manusia itu sendiri.

     Dengan demikian manusia adalah makhluk yang dapat merancang hari esoknya, bukan hanya sementara hidup di bumi ini tetapi juga nanti di kekekalan. Untuk keadaan yang akan diawali atau dihadapi di bumi ini bagaimanapun selalu ada unsur spekulatif, tidak ada manusia yang bisa memastikan. Itulah sebabnya manusia membutuhkan penyertaan Tuhan agar segala sesuatu yang terjadi dipandang baik atau buruk selalu bisa mendatangkan kebaikan artinya berdaya guna, mempersiapkan diri menghadapi kekekalan. Adapun keadaan kekal yang akan dihadapi manusia tidak berunsur spekulatif, tetapi sebuah kepastian. Tuhan tidak membuka celah adanya unsur spekulasi berkenaan dengan keberadaan atau nasib kekal seseorang, hal ini membuat setiap individu dapat merajut dengan jelas nasib kekalnya.

https://overcast.fm/+IqOBpEZjY

Jumat, 19 April 2019

Truth 19 April 2019 RESPONS YANG BENAR

     Seseorang menjadi umat pilihan yang benar atau tidak, tergantung dari responnya terhadap anugerah yang ditawarkan Tuhan. Respon di sini haruslah respon yang benar. Respon yang benar maksudnya adalah bahwa nilai atau harga respon tersebut harus sesuai dengan kehendak Tuhan. Bukan manusia yang menentukan nilai dan harganya, tetapi Tuhan. Respon yang memadai artinya respon yang menunjukkan keseriusan bahwa seseorang membutuhkan keselamatan tersebut dan mau berjuang demi keselamatannya. Berjuang di sini bukan berarti manusia dapat memiliki keselamatan dari usahanya sendiri. Keselamatan dimulai dari anugerah, yaitu korban Yesus Kristus di kayu salib yang mengangkat dosa manusia.

     Respon terhadap anugerah tersebut adalah respon yang berangkat dari kesadaran bahwa dirinya“miskin di hadapan Theos (Allah)” (Mat. 5:3). Jadi, seseorang akan memberi respon yang memadai bila menyadari kemiskinannya di hadapan Tuhan. Frasa “miskin di hadapan Theos (Allah)” ini diterjemahkan dengan berbagai versi dalam berbagai terjemahan di dalam Alkitab. Dalam Alkitab Bahasa Indonesia terjemahan lama, frasa “miskin di hadapan Theos (Allah)” ini diterjemahkan rendah hati. Dalam teks asli Alkitab, terjemahan frasa ini berasal dari kata dalam Bahasa Yunani: hoi ptokoi to pneumati (πτωχοὶ τῷ πνεύματι).

     Kata ptokoi ini memiliki bentuk tunggal ptokos berarti sangat miskin, tidak memiliki daya sama sekali atau tidak memiliki apa-apa. Dalam Bahasa Yunani kata “miskin” selain ptokoi terdapat juga kata lain, yaitu penikhros dan penes. Penikhros lebih menunjuk kemiskinan secara materi dunia (harta duniawi) atau secara finansial. Jadi, kalau dijumpai kata penikhros asumsinya menunjuk pada kemiskinan finansial. Inilah pengertian miskin yang dimengerti oleh orang pada umumnya. Bila seseorang tertumbuk kata penikhros, maka kata ini akan selalu dikaitkan dengan kekurangan harta. Kata penikhrosini dikenakan atau ditujukan untuk janda miskin yang kisahnya ditulis dalam Lukas 21:2. Kata “miskin” dalam teks ini adalah penikhros.

     Adapun kata penes ternyata hanya digunakan satu kali dalam Alkitab, yaitu dalam 2 Korintus 9:9. Penes menunjukkan orang yang miskin, tetapi masih mampu menghidupi diri sendiri dengan bekerja. Jadi kata penes hendak menunjuk keadaan ekonomi seseorang yang “minim” atau pas-pasan. Perbedaan kata penikhros dan penes dengan ptokos adalah kata “ptokos” menunjuk kemiskinan yang sangat ekstrem, dimana si miskin tidak mampu sama sekali mencari penghidupan atas dirinya. Sedangkan kata ptokos juga memiliki relasional dengan kata ptossein yang berarti menundukkan badan. Hal ini menunjukkan ketidakberdayaan seseorang sehingga ia tidak mampu atau tidak layak menegakkan badan. Oleh karena teks asli Alkitab kata “miskin” di sini adalah ptokoi, maka dalam terjemahan Bahasa Inggris rata-rata diterjemahkan: poor ini spirit (miskin dalam roh) (New International Version dan New King James Version). Dalam terjemahan Good News Bible diterjemahkan spiritually poor.

     Kata “miskin” dalam Matius 5:3 ini hendaknya tidak dipahami secara lahiriah -yaitu miskin harta benda dunia- sebab Tuhan Yesus tidak menggunakan kata penikhros atau penes. Dalam hal ini tepatlah terjemahan Bahasa Indonesia yang menambahkan kalimat “di hadapan Allah.” Kalimat “di hadapan Allah” secara tidak langsung memberi indikasi bahwa pengertian miskin di sini bukanlah miskin secara lahiriah. Kemiskinan di sini adalah dalam konteks hubungannya dengan Tuhan atau bertalian dengan kemiskinan rohani.

     Miskin di hadapan Allah maksudnya: Pertama,menyadari dengan kemampuannya sendiri tidak akanmampu mencapai Allah, itulah sebabnya dibutuhkan anugerah yang memperdamaikan manusia dengan Allah. Dalam hal ini tidak ada peran manusia sama sekali. Yesus yang melakukannya. Kedua,menyadari bahwa dirinya belum mencapai standar kesucian yang dikehendaki oleh Allah atau belum berkeadaan segambar dan serupa dengan Allah. Dalam hal ini manusia harus berjuang merespon anugerah Allah untuk mencapai kesucian Allah dengan fasilitas keselamatan yang Allah sediakan yaitu penebusan, Roh Kudus, Injil, dan penggarapan Allah melalui segala kejadian.

     Orang yang merasa miskin di hadapan Allah adalah orang yang memiliki keseriusan untuk berurusan dengan Tuhan guna menerima anugerah keselamatan. Kalau seseorang tidak merasa miskin di hadapan Allah, maka sulit untuk menerima anugerah tersebut. Tuhan Yesus menyatakan bahwa hanya orang sakit yang membutuhkan dokter (Mat. 9:12). Kegagalan orang Yahudi menerima keselamatan dikarenakan mereka merasa sudah memiliki kebenaran dengan melakukan hukum Taurat (Rm. 3:28). Dengan demikian mereka merasa tidak miskin di hadapan Allah, mereka merasa sebagai orang sehat yang tidak membutuhkan tabib.


https://overcast.fm/+IqODUO3wQ

Truth 18 April 2019 PRESTASI KESELAMATAN

     Penentuan untuk menjadi saudara bagi Yesus, di mana Yesus menjadi yang sulung di antara banyak saudara adalah hal yang sangat luar biasa dan sesuatu yang tak ternilai harganya. Inilah target yang harus dicapai oleh orang percaya. Orang percaya dikehendaki untuk mencapai prestasi ini. Meleset dari prestasi ini berarti hamartia (meleset). Itulah sebabnya dalam kehidupan orang peraya untuk kata dosa adalah hamartia. Dalam hal ini orang percaya dipanggil untuk memiliki ketepatan berpikir, berucap, dan bertindak sempurna seperti Bapa atau serupa dengan Yesus. Dalam hal ini Paulus menasihati agar kita memiliki pikiran dan perasaan seperti Tuhan Yesus Kristus. Pada level tertentu orang percaya dapat berkata: “Hidupku bukan aku lagi, tetapi Kristus yang hidup di dalam aku.”

     Banyak orang Kristen tidak menyadari hal ini, itulah sebabnya mereka puas dengan hidup keberagamaan mereka yang dangkal dan miskin. Sehingga mereka hidup dalam kewajaran seperti anak dunia lainnya. Cara berpikir dan gaya hidup yang salah tersebut sudah cukup dapat mengandaskan hidup Kekristenan mereka, sehingga mereka gagal memiliki keselamatan yang disediakan oleh Allah untuk dikembalikan ke rancangan Allah semula. Mereka tidak mengerti tanggung jawabnya untuk bertumbuh dalam proses dimuridkan oleh Tuhan Yesus agar menjadi serupa dengan Dia; sempurna seperti Bapa. Dengan cara ini orang-orang Kristen tersebut bukan saja dikondisi tidak aktif -walau kelihatannya aktif dalam kegiatan gereja- tetapi sebenarnya mereka tergiring ke dalam kegelapan abadi.

     Itulah sebabnya sangatlah penting untuk selalu dikemukakan bahwa bangsa-bangsa di luar orang Kristen juga memiliki kemungkinan menjadi anggota masyarakat dalam Kerajaan Surga, yaitu mereka yang mengasihi sesama seperti diri sendiri (Mat. 25:26-41). Tuhan Yesus pun mati di kayu salib untuk mereka, yaitu memikul semua hukuman atas atau akibat pelanggaran semua manusia di muka bumi ini. Dalam hal ini perbuatan baik merupakan ukuran penghakiman bagi mereka yang tidak mendengar Injil. Jelas sekali, berulang-ulang Alkitab menunjukkan bahwa semua orang akan dihakimi menurut perbuatannya. Perbuatan tersebut berdasarkan hukum atau suara hati nurani mereka (Rm. 2:12-16; Why. 20:12). Hal ini dikemukakan untuk menunjukkan perbandingan antara orang percaya sebagai umat pilihan dan mereka yang tidak menjadi umat pilihan.

     Perbandingan di atas dimaksudkan untuk membuka mata pengertian orang percaya agar mengerti akan panggilannya yang merupakan hal yang luar biasa. Panggilan yang hanya diperuntukkan untuk umat pilihan. Orang percaya dipanggil untuk hidup secara luar biasa dalam kelakuan. Itulah sebabnya Yesus berkata: “Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga” (Mat. 5:20). Moral anak-anak Allah harus lebih dari rohaniwan manapun. Standar kesempurnaan orang percaya adalah Bapa sendiri. Terkait dengan hal ini Yesus berkata: “Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna.” (Mat. 5:48). Oleh sebab itu keadaan orang percaya tidak boleh sama dengan orang yang bukan umat pilihan. Umat pilihan adalah umat yang berkeadaan sangat jauh berbeda dengan mereka yang bukan umat pilihan. Hal ini terkait dengan hal kesulungan Yesus di antara banyak saudara.

     Ada dua aspek penting terkait dengan hal kesulungan. Pertama,mengenai rahasia Tritunggal. Satu hal yang sangat prinsip yang tidak boleh gagal dimengerti bahwa Allah Anak selamanya adalah Anak yang tidak mungkin sejajar dengan Bapa. Bapa adalah Pribadi yang mempunyai segala kuasa, Kerajaan, dan kemuliaan. Yesus sebagai Allah Anak tidak memiliki kemuliaan dari diri-Nya sendiri, tetapi semua kemuliaan yang dimiliki-Nya diberikan oleh atau berasal dari Bapa. Itulah sebabnya Tuhan Yesus menjadi utusan dan ketika menjadi Tuhan pun bagi kemuliaan Allah Bapa, bukan bagi kemuliaan diri-Nya sendiri (Fil. 2:9-11).

     Kedua,kita sebagai manusia berdosa telah menerima penebusan, yang selanjutnya melalui proses pendewasaan atau penyempurnaan kita menjadi serupa dengan Yesus. Hal ini yang melayakkan kita menjadi anggota keluarga Kerajaan, dimana kita akan dimuliakan bersama-sama dengan Yesus. Ini adalah suatu keberadaan yang sangat luar biasa, yang dialami dan dimiliki oleh mereka yang menang. Mereka yang menang adalah mereka yang menderita bersama-sama dengan Yesus. Inilah prestasi keselamatan. Prestasi rohani orang percaya bukan diukur dari penilaian manusia sekalipun ia adalah pimpinan sinode, tetapi melakukan kehendak Bapa yang sama dengan seperti Yesus.


https://overcast.fm/+IqOAVnfD8

Truth 17 April 2019 KESEMPURNAAN MENGISI KESELAMATAN

     Bila yang dipahami sebagai “yang ditentukan” dalam Roma 8:29 adalah manusianya atau individunya, pandangan ini sangatlah keliru dan menyesatkan. Salah satu akibat dari kesalahan ini adalah hal keserupaan dengan Yesus bukan sesuatu yang unggul atau luar biasa yang menjadi tujuan perjalanan hidup Kekristenan. Hal keserupaan dengan Yesus bukan sesuatu yang patut diperjuangkan dengan sungguh-sungguh. Hal serupa dengan Yesus bisa dianggap tidak penting sebab menjadi serupa dengan Yesus atau tidak, bukan menjadi masalah sama sekali. Karena mereka yang dipilih masuk surga akan pasti masuk surga, tidak perlu ditentukan oleh keserupaan dengan Yesus atau menjadi sempurna.

     Biasanya mereka berpikir bahwa manusia diselamatkan bukan karena perbuatan baik. Mereka juga memiliki prinsip bahwa menjadi sempurna bagaimanapun tidak membuat seseorang bisa masuk surga. Dalam hal ini, pikiran mereka menjadi bodoh dan sempit. Harus dimengerti bahwa keselamatan memang bukan karena perbuatan baik, keselamatan terjadi hanya oleh korban Yesus, yaitu dengan penebusan-Nya dan pemberian kuasa-Nya supaya kita menjadi anak-anak Allah. Keselamatan pada intinya adalah proses dikembalikannya manusia kepada rancangan semula Allah. Hal ini sama dengan menjadi sempurna seperti Bapa atau serupa dengan Yesus. Kesempurnaan bukanlah untuk selamat, tetapi untuk mengisi maksud keselamatan itu diberikan yaitu dikembalikan ke rancangan semula agar orang percaya layak dimuliakan bersama-sama dengan Tuhan Yesus.

     Penentuan untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya, Tuhan Yesus, merupakan penentuan atau penunjukkan yang sangat luar biasa. Tidak ada masa atau periode di mana manusia diperkenan memiliki keadaan moral seperti Tuhan sendiri. Inilah masa di mana Allah hendak mengembalikan manusia ke rancangan-Nya semula. Yesus adalah model atau prototipe manusia yang dikehendaki oleh Allah. Terkait dengan hal ini Tuhan Yesus pun juga menyatakan bahwa banyak nabi-nabi dan orang-orang benar ingin mendengar dan melihat apa yang kita dengar dan lihat, yaitu keselamatan dari Allah ini, tetapi mereka tidak mendengar dan melihat, sebab mereka bukan orang yang dipilih.

     Dengan penentuan atau penunjukkan tersebut secara tidak langsung juga hendak dikemukakan betapa hebat kekuatan kasih karunia yang diberikan Allah kepada manusia, yaitu kemampuan atau kuasa (Yun. Exousia) supaya menjadi anak-anak Allah. Frasa “anak Allah” dalam teks aslinya untuk Yohanes 1:11-13 adalah teknon (τέκνον), yang maksudnya anak dalam arti keturunan. Dalam keselamatan tersedia fasilitas penggarapan Allah atas umat pilihan yang memberi diri digarap oleh Allah melalui Roh Kudus untuk dapat memiliki kodrat seperti Allah (berkodrat Ilahi). Dengan demikian, “dilahirkan oleh Allah” artinya diubah oleh kekuatan Allah untuk berkeadaan seperti Allah sebagai Bapa.

     Pada masa anugerah ini Allah hendak “melahirkan” manusia sehingga dapat berkeadaan seperti diri-Nya sendiri. Dalam hal ini manusia dapat mengenakan kodrat Ilahi atau mengambil bagian dalam kekudusan Allah. Inilah sebenarnya inti kabar baik. Tidak ada hal yang lebih besar dalam hidup ini, dari hal mengenakan kodrat Ilahi. Ini adalah berkat terbesar dan berkat kekal. Jadi, kalau kabar baik disimpangkan menjurus kepada berkat jasmani seperti penganut Teologi Kemakmuran, maka berarti unsur kesesatan yang menggagalkan rencana Allah sudah dikonsumsi umat Kristen. Ini adalah kebodohan yang sangat menyesatkan. Penganut Teologi Kemakmuran dalam stadium tertentu sama seperti menyembah Iblis karena diperkenankan untuk menikmati dunia sama seperti anak-anak dunia. Pada dasarnya mereka tidak mengikut jejak Yesus dan tidak mengikuti teladan yang ditunjukkan Paulus sebagai model anak Allah yang baik di antara umat pilihan.

     Hal menjadi serupa dengan Yesus yang adalah gambar Allah yang tidak kelihatan (Kol. 1:15), yang menjadi teladan hidup kita, dan adalah hal paling penting dalam kehidupan kita. Jika kita berjuang melakukannya, maka kita dapat mencapai keadaan seperti diri-Nya. Ini harus kita pandang sebagai sebuah keniscayaan; bukan sesuatu yang tidak mungkin. Itulah sebabnya dikatakan bahwa Yesus menjadi yang sulung di antara banyak saudara. Kata “sulung” dalam teks aslinya adalah prototokos (πρωτότοκος), yang artinya the firstborn, yaitu yang memulai atau mengawali. Kata “yang sulung” juga bisa berarti sebagai Sang Pionir, artinya yang memelopori atau merintis. Seharusnya Adam yang memelopori atau merintis sebagai makhluk yang segambar dan serupa dengan Allah (tselem dandemuth), tetapi Adam gagal. Tuhan Yesus sebagai Adam terakhir atau Adam kedua yang berhasil memelopori atau merintis. Itulah sebabnya Ia dikatakan sebagai pokok keselamatan (Ibr. 5:7-9). Pokok keselamatan di sini artinya bahwa Yesus yang memulai dan menjadi penggubah bagi manusia (untuk segambar dan serupa dengan Allah).


https://overcast.fm/+IqODcew5A

Truth 16 April 2019 KEBEBASAN MEMILIH KESELAMATAN

     Dari sekian banyak pasal dalam kitab Roma, Roma pasal 9 adalah pasal yang sering diperdebatkan. Pasal ini memuat ayat-ayat yang berbicara mengenai pemilihan, penetapan Allah, dan kehendak bebas manusia. Dari pasal ini, oleh sekelompok teolog tertentu telah terbangun premis, gagasan, dan doktrin bahwa Allah menetapkan segala sesuatu; di dalamnya juga diyakini bahwa Allah juga menetapkan manusia yang pasti akan diselamatkan. Mereka yang ditetapkan pasti selamat masuk surga tersebut dikondisi Tuhan untuk tidak dapat menolak anugerah-Nya. Pengajaran ini sering disebut sebagai “predestinasi.” Tentu saja kondisi ini membuat mereka yang tidak ditetapkan selamat masuk surga, dikondisikan tidak bisa menerima anugerah. Pandangan ini sangat keliru.

     Di dalam Roma 9:1-3 Paulus mengungkapkan isi hatinya: “Aku mengatakan kebenaran dalam Kristus, aku tidak berdusta. Suara hatiku turut bersaksi dalam Roh Kudus, bahwa aku sangat berdukacita dan selalu bersedih hati. Bahkan, aku mau terkutuk dan terpisah dari Kristus demi saudara-saudaraku, kaum sebangsaku secara jasmani.” Dari tulisan ini, Paulus rela terkutuk demi keselamatan saudara-saudara sebangsanya yang tidak selamat masuk surga. Paulus rela terkutuk atau menerima hukuman akibat kesalahan saudara-saudara sebangsanya yang menolak Yesus sebagai Mesias. Keinginan seperti ini juga pernah dimiliki Musa pada waktu Tuhan hendak meninggalkan Bangsa Israel di padang gurun. Musa rela namanya terhapus dari Kitab Kehidupan demi bangsanya agar Bangsa Israel tidak ditolak oleh Allah, melainkan tetap disertai oleh Tuhan (Kel. 32-33).

     Secara tidak langsung pernyataan Paulus ini memperingatkan kita bahwa kebinasaan saudara-saudara kaum sebangsanya -yaitu sebagian Bangsa Israel- disebabkan karena kehendak mereka sendiri yang menolak Mesias. Hal ini tentu bukan karena penentuan dari Allah secara sepihak. Bukan karena Allah yang membuat mereka tidak bisa menerima anugerah. Kalau keselamatan atau kebinasaan saudara-saudara sebangsanya ditentukan oleh Allah secara sepihak, pernyataan Paulus bahwa ia rela menggantikan saudara sebangsanya atau rela terkutuk berarti merupakan sikap melawan Allah. Ini juga berarti Paulus tidak menerima keputusan Allah; berarti pula Paulus tidak menerima tatanan Allah.Dalam hal ini pula secara tidak langsung Paulus menyalahkan Allah. Kesan yang bisa ditimbulkan adalah bahwa keinginan Paulus rela mati demi keselamatan bangsanya akibat “kesewenang-wenangan atau ketidakadilan Allah.” Ini juga sama artinya bahwa Paulus bersikap kurang ajar terhadap Allah atau bersikap tidak menghormati Allah.

     Kalau Paulus menyetujui predestinasi -bahwa Allah sudah menentukan ada sekelompok orang tertentu yang ditentukan pasti selamat masuk surga, dan ada sekelompok yang lain harus binasa sebab tidak terpilih dan ditentukan untuk selamat masuk surga- pastilah Paulus tidak akan menyatakan hal di atas. Sesungguhnya Paulus sangat berdukacita atas keadaan bangsanya, dan bersedia terkutuk, terpisah dari Kristus demi keselamatan saudara-saudara sebangsanya. Hal ini menunjukkan bahwa pemberontakan bangsanya terhadap Allah adalah karena keputusan mereka sendiri, dari kehendak bebas yang ada pada mereka.

     Dalam hal ini, sangat bisa dimengerti kalau di dalam tulisannya di 1 Korintus 10:11, “Semuanya ini telah menimpa mereka sebagai contoh dan dituliskan untuk menjadi peringatan bagi kita yang hidup pada waktu, di mana zaman akhir telah tiba.” Paulus mengemukakan hal ini terkait dengan kenyataan sebagian besar Bangsa Israel yang keluar dari Mesir menuju Kanaan, tidak semua sampai ke Kanaan. Hal itu terjadi bukan karena Allah menentukan kegagalan sebagian mereka, tetapi karena kesalahan Bangsa Israel itu sendiri. Allah bukan tidak sanggup membawa mereka semua sampai Kanaan, tetapi ternyata respon setiap individu menentukan apakah mereka dapat memiliki kasih karunia Tuhan atau tidak. Hal itu tergantung dari masing-masing individu.

     Jadi, kalau Paulus menyatakan rela menggantikan bangsanya, hal itu tidak dimaksudkan hendak melawan keputusan, ketetapan, dan tatanan dari Allah. Paulus sangat berdukacita atas keputusan salah saudara sebangsanya dalam menggunakan kehendak bebas mereka menolak Yesus, sehingga mereka bisa binasa. Dari pernyataan dan kesaksian Paulus menunjukkan bahwa Paulus adalah hamba Tuhan yang dipimpin Roh Kudus. Dalam Roma 9:1-3 ini, jelas-jelas menunjukkan bahwa keselamatan seseorang bukan karena ditentukan oleh Allah, tetapi oleh karena kehendak bebas masing-masing individu. Hal ini seharusnya diterima sebagai kebenaran yang tidak terbantahkan. Logika ini sangat sehat dan cerdas. Jika tidak demikian, maka pasti sebuah kesalahan fatal.


https://overcast.fm/+IqOBrive4

Senin, 15 April 2019

Truth 15 April 2019 TINDAKAN ALLAH SELARAS HAKIKAT-NYA

    Kita harus memahami dengan tepat latar belakang pernyataan Tuhan di dalam Roma 9:13,“Aku mengasihi Yakub dan membenci Esau.” Ternyata ayat ini diambil dari Kitab Maleakhi 1. Kita harus mengamati dengan teliti Maleakhi 1 tersebut, yaitu dialog antara Bangsa Israel dengan Allah. Bangsa Israel seakan-akan mau memperkarakan mengapa Allah mengasihi Yakub dan membenci Esau. “Aku mengasihi kamu,” firman TUHAN. Tetapi kamu berkata: “Dengan cara bagaimanakah Engkau mengasihi kami?” “Bukankah Esau itu kakak Yakub?” demikianlah firman TUHAN. “Namun Aku mengasihi Yakub, tetapi membenci Esau…” “…Seorang anak menghormati bapanya dan seorang hamba menghormati tuannya. Jika Aku ini bapa, di manakah hormat yang kepada-Ku itu? Jika Aku ini tuan, di manakah takut yang kepada-Ku itu? firman TUHAN semesta alam kepada kamu, hai para imam yang menghina nama-Ku. Tetapi kamu berkata: “Dengan cara bagaimanakah kami menghina nama-Mu?” Kamu membawa roti cemar ke atas mezbah-Ku, tetapi berkata: “Dengan cara bagaimanakah kami mencemarkannya?” Dengan cara menyangka: “Meja TUHAN boleh dihinakan!” “Apabila kamu membawa seekor binatang buta untuk dipersembahkan, tidakkah itu jahat? Apabila kamu membawa binatang yang timpang dan sakit, tidakkah itu jahat? …” Dan seterusnya.

     Dari pembacaan ini dapat diambil kesimpulan bahwa bukan tanpa alasan kalau Allah mengasihi Yakub dan membenci Esau. Kalau mereka bersikap tidak hormat kepada Allah, seperti Esau tidak menghormati orang tuanya, maka mereka juga tidak layak dikasihi. Ini bukan berarti Firman Allah gagal. Tetapi masing-masing individu memang diberi kehendak bebas untuk mengambil keputusan dan memilih dalam menentukan nasib atau keadaannya. Berbicara mengenai Esau dan Yakub, sebenarnya konteksnya bukan masalah individu, tetapi pemilihan suatu bangsa. Buktinya Esau tidak pernah menjadi hamba bagi Yakub, tetapi secara komunitas, keturunan Esau -yaitu bangsa Edom- tidak menjadi bangsa yang diberkati oleh Tuhan. Dengan demikian sangatlah keliru kalau pemilihan Yakub sebagai ahli waris dan penolakan Allah atas Esau disejajarkan atau menjadi tipologi dari pemilihan keselamatan atas individu.

     Implikasinya bagi orang percaya masa kini adalah hendaknya kita tidak merasa sebagai umat pilihan secara rohani (orang Kristen) maka pasti masuk surga. Banyak orang Kristen berpikir bahwa menjadi umat pilihan berarti pasti masuk surga. Harus dipahami bahwa menjadi umat pilihan adalah menjadi orang yang berpotensi menjadi umat Allah yang kekal, abadi atau permanen. Tetapi, menjadi umat Allah yang kekal atau abadi tergantung respon kita terhadap kasih karunia yang diberikan oleh Allah melalui karya salib Tuhan Yesus. Jika respon seseorang terhadap karya salib salah, maka seperti Bangsa Israel yang tewas di padang gurun, banyak orang Kristen yang juga akan tewas dalam perjalanan hidupnya sehingga tidak akan sampai di Rumah Bapa. Itulah sebabnya harus dipahami bahwa untuk diselamatkan harus ada perjuangan untuk masuk jalan sempit (Luk. 13:23-24).

     Jadi bukan tanpa alasan kalau suatu hari Allah menolak orang-orang tertentu. Ada dasar dari tindakan Allah tersebut yang tidak merusak prinsip dan hakikat keadilan Allah dalam menetapkan seseorang selamat atau binasa. Hal ini terjadi bukan karena Tuhan menghendaki atau bermaksud “membinasakan” seseorang sehingga membencinya, sementara Tuhan mengasihi yang lain dan membawanya ke surga. Tetapi Tuhan memberi kehendak bebas kepada masing-masing individu. Kehendak bebas masing-masing individu inilah yang melahirkan respon terhadap karya keselamatan dari Tuhan. Respon inilah yang membangun atau menentukan sikap Tuhan kepada masing-masing individu. Kebenaran ini membangun logika yang sehat, waras, adil, jujur, cerdas, dan memiliki implikasi yang jelas bagi umat pilihan, bagaimana harus mengisi hari hidupnya.

     Jika Allah digambarkan sebagai Pribadi yang secara sepihak menentukan orang untuk dibenci dan dikasihi-Nya, yang sama dengan menentukan masuk surga atau masuk neraka, betapa mengerikan sosok Pribadi Allah yang seperti ini. Tidak bisa tidak Allah tergambar sebagai Pribadi yang “sakit.” Manusia pun tidak akan memiliki implikasi yang jelas bagaimana mengisi hari hidup ini. Hidup di semesta dengan “Penguasa” berkarakter demikian, serba tidak tentu, tidak ada kepastian dan sungguh sangat mengerikan. Ilah atau dewa seperti ini banyak dikenal dalam berbagai kepercayaan dan agama primitif. Tidak heran kalau mereka memiliki berbagai ritual atau upacara agama dengan segala korbannya sebagai usaha untuk memadamkan kemarahan dewa-dewa atau ilah-ilah terhadap umat.


https://overcast.fm/+IqOBF-nlo

( Sunday Bible Teaching ) SBT, 7 April 2019 Pdt.DR. Erastus Sabdono

Perjuangan Yesus sebagai anak manusia Dia
mengosongkan diri.
Maka Dia harus memperjuangkan jadi pribadi yang diperkenan Allah Bapa.

Bapa tidak memberi kemudahan kepada Yesus untuk mencapai kesempurnaan.
Jika Yesus sendiri harus berjuang untuk kesempurnaan, kita juga harus berjuang.

Jangan berpikir perjuangan Tuhan Yesus itu menggantikan tanggung jawab perjuangan kita.
Itu asumsi yang merusak.

Ketika Dia mencapai kesempurnaan Dia menjadi pokok keselamatan bagi orang yang taat kepada-Nya.

Ibrani 2 : 15 - 17
Pada waktu Yesus menjadi manusia dalam segala hal Dia disamakan dengan kita.
Dia memiliki potensi untuk menang, tapi juga peluang untuk gagal.

Kalau Dia gagal tidak taat kepada Bapa di Surga, Dia tidak pernah menjadi Juruselamat, Dia tidak akan jadi Kristus yang artinya : diurapi.

Tuhan Yesus mengalami saat kritis waktu Dia mencoba menyodorkan keinginanNya agar Dia tidak mengalami salib.
"Jikalau boleh cawan ini lalu padaKu "

Kalau Dia berkeras, kalau boleh cawan ini lalu padaKu,
- Dia tidak ditangkap di Taman Getsemani.
- Tidak pernah ada peristiwa pengadilan Pilatus atas Dirinya.
- Tidak ada fragmen Via Dolorosa.
- Tidak ada fakta penyaliban.
- Tidak pernah ada kematian dan kebangkitan.
- Dan pasti tidak akan pernah ada kenaikan ke Surga.

Apakah mungkin ketika Yesus berkata jikalau cawan ini lalu dari hadapanKu,
lalu Tuhan Yesus tidak menambah kalimat tetapi biarlah kehendakMu yang jadi bukan kehendakKu.

Jika tidak menambah kalimat jikalau cawan ini lalu dari hadapanKu, apakah Bapa memaksakan pernyaliban iti terjadi ?
Jika terjadi maka pengorbanan Yesus bukan pengorbanan kerelaan.

Saat - saat Kritis itu Tuhan kita Yesus Kristus memilih untuk mentaati Bapa di Surga dari pada memaksakan keinginanNya sendiri.
Itulah dikatakan Firman Tuhan setelah Dia mencapai kesempurnaan Dia menjadi pokok keselamatan bagi orang yang taat kepadaNya.

Dia menjadi teladan, Dia menjadi contoh, Dia yang akan menjadi pengukir hidup kita kalau kita taat kepada-Nya.
Sekarang masalahnya seberapa kita memilih kesetiaan taat kepada Tuhan ?

Kebangkitan Yesus menjadi awal kebangkitan dari orang - orang saleh yang taat kepada-Nya.
Tidak semua orang - orang saleh Perjanjian Baru yang mengikuti jejak Tuhan yang meneladani hidupNya.

Kita tidak cukup memiliki iman sejarah hanya meyakini fakta penyaliban Yesus, kebangkitan-Nya dan kenaikan-Nya ke Surga.
Bukan hanya meyakini fakta empiris bahwa Anak Allah pernah menjadi manusia, menjadi Tuhan dan Juruselamat.

Dia bukan benda museum yang menjadi saksi peristiwa yang pernah terjadi.
Dia menyertai kita dengan amanat agung , "Jadikan semua bangsa murid-Ku, dan Aku menyertaimu sampai kesudahan jaman."
Jadikan semua orang artinya : belajar padaku, supaya serupa dengan Aku.

Jadi kalau kita tidak memiliki perjuangan seperti yang Tuhan Yesus lakukan, gagal Kekristenan kita.
Kita berarti tidak mengikut Yesus.
Kita mengikut yang lain.
Orang yang mengikuti Yesus mengikuti jejak-Nya.
Di dalamnya termasuk perjuangan untuk mencapai kesempurnaan.

Dia sendiri belajar taat dari penderitaanNya walaupun Ia Anak Allah, anak kesayangan Bapa di Surga.
Harus belajar taat, apalagi kita yang sudah rusak.

Kemenangan Yesus untuk diri-Nya sendiri yang berpotensi untuk kemenangan kita, tidak otomatis, bagi yang taat, bagi yang mau belajar.
Bagi yang tidak, tidak.

Kalau Dia tidak menang, tidak kembali ke Surga, Dia tidak menjadi Kristus atau yang diurapi.
Tidak ada fragmen yang lebih genting dari fragmen yang di Taman Getsemani itu.
Puncak kemenangan Yesus di kayu salib.

Ketika kita mengucapkan Bapa kami yang di Surga, dikuduskanlah namaMu, datanglah kerajaanMu, jadilah kehendakMu di bumi seperti di Surga, itu seperti sebuah kontrak, sebuah perjanjian.
Kamu yang menyebut Dia Bapa, Kamu yang mengatakan dipermuliakan namaMu, kamu yang menghadirkan kerajaan-Nya, kamu yang menyatakan biar kehendakMu yang jadi akan dibawa kepada peristiwa hidup, kejadian - kejadian di mana kita harus memilih dan mengambil keputusan.

Pada waktu itu apakah kita benar - benar hidup pada pertundukkan kepada Bapa ?
Betapa berbahagia orang yang sadar dan mengerti dirinya gagal, karena tindakan hidupnya tidak sesuai kehendak Bapa.

Jadi Ketika kita mengucapkan datanglah kerajaanMu, jadilah kehendakMu di bumi seperti di Surga, itu sebuah perjanjian darah.
Artinya : pertaruhannya bukan hanya pernyataan bibir, tetapi segenap hidup tanpa batas.
Percayalah bahwa apa yang kita perbuatan tidak sila - sia.

Kalau kita tidak menghadirkan kerajaan Allah dalam hidup kita, berarti kita menyalibkan Yesus kedua kalinya.
Kalau orang tidak menyalibkan dagingnya hari ini, berarti menyalibkan Yesus kedua kalinya.

Kalau kita tidak menyalibkan daging kita tidak pernah menjadi milik Tuhan.
Galatia 5 : 24 - 25

Kisah hidup orang yang bisa menghadirkan pemerintahan Allah dan mewujudkan Doa Bapa Kami, datanglah kerajaanMu, jadilah kehendakmu di bumi seperti di Surga, karena akan kaya penuh keharuman Tuhan.
Bisa mewujudkan keharum an Tuhan.

Tapi kalau kita mau - mau sendiri, apa yang aku ucapkan aku ucapkan, apa yang aku mau lakukan, aku buat, itu tidak mewujudkan keharuman Tuhan.

Berapa harganya untuk bisa mewujudkan kisah ini ?
Maka Tuhan berkata, kalau kamu tidak melepaskan segala sesuatu, kamu tidak dapat menjadi muridKu.

Filipi 2 : 5
Dikatakan seperti Dia mengosongkan diri, Dia tidak mengganggap kesetaraan dengan Allah sebagai milik yang harus dipertahankan.
Dia itu hebat, pribadi yang ada dalam lembaga Ilahi yang disebut Elohim Yahwe.
Tetapi tidak mengganggap kesetaraan dengan Allah Bapa sebagai milik yang harus Dia pertahankan.

Ini contoh untuk kita.
Jadi kalau kita melepaskan segala milik kita itu perwujudan atau implikasi dari Filipi 2 : 5
Tapi banyak orang tidak sanggup lagi, karena hatinya sudah melekat dengan dunia 🌎 ini.
Sebenarnya dia selalu membuat penawaran - penawaran.

Tuhan tidak pernah reduksi harga, tidak mengurangi harga.
Juallah segala milikmu bagikan kepada orang miskin, datanglah dan ikutlah Aku, tidak mau ? Silahkan pergi....

Di dunia yang matrealistis, nihilistis di mana Tuhan dipandang tidak perlu dan tidak ada.
Di dunia yang egois orang hanya melihat kepentingannya sendiri.
Mustahil rasanya untuk hidup menggiring Yesus.

Tapi kita memiliki janji Tuhan, yang mustahil bagi manusia, tidak mustahil bagi Allah, asal kita mau, asal kita bersedia.
Maka kita harus menyerahkan diri sepenuhnya untuk ini dengan segala resiko.

Hidup ini singkat, kita bernilai jika masuk dalam proyek ini.
Jangan lagi hal - hal sepele, dan banyak hal yang membuat kita jadi tidak stabil dan labil.

Efesus 5 : 14
Ini peta harta karun.
Banyak peta palsu yang tidak membawa kita pada harta karun harta yang mulia.
Ini map yang benar yang membawa kita pada harta mulia.

Tidak bisa dihargai apapun, sangat bernilai.
Tapi Kalau kita tidak menghargai tidak mau belajar mengenakan peta hidup ini, ini peta tidak berharga bagi kita.
Akhirnya kita tidak berharga karena tidak menghargai peta ini.

Kalau kita menghargai peta ini, menjalani peta ini, kita menjadi berharga karena ini membawa kita kepada kekayaan abadi.
Harus mau berubah.

Kita melihat langit terbuka, terbelah, seakan - akan kita bisa melihat kemuliaan kerajaan Surga, sebelum kita masuk ke kerajaan itu.
Kita akan menghadap takhta pengadilan Tuhan, semua akan telanjang di hadapan Tuhan.

Efesus 5 : 14
Siapa yang membangunkan ?
Diri kita sendiri.
Dari antara orang mati, orang yang tidak diperhitungkan.
Orang yang matanya buta, telinganya tuli.
Bukan Tuhan yang membangunkan, Kita yang bangun, kita yang harus membangkitkan diri.

Banyak gereja yang mengadakan KKR se tahun beberapa kali, mengundang pendeta yang dapat menarik massa untuk membangunkan rohani.
Yang sakit sembuh, yang bermasalah dipulihkan.
Padahal itu bukan untuk membangunkan rohani, tetapi pemenuhan kebutuhan  jasmani.

Harusnya setiap kebaktian itu merupakan Kebangunan rohani.
Kebangunan rohani harus berlangsung terus pada si pembicara.

Ketika kita bangun dan bangkit, barulah kita bertemu proses Getsemani ini.

Efesus 5 : 15
Kita mau ikut jalan dunia 🌎atau jalan Tuhan Yesus ?
Pada umumnya orang mengikuti jalan dunia, walaupun ia pengikut Yesus.
Kualitas iman kita harus baik.

Seandainya pada waktu itu kita ada, kita menjadi salah satu pengikut Yesus yang setia, bukan yang berkhianat.
Tapi kita ikut Dia sampai ke Golgota.
Kalau murid - muridNya pada waktu itu gagal karena mereka belum mengenal siapa Yesus itu ?

Kita sekarang sudah tahu seharusnya kualitas kita harus lebih dari Petrus.
Mereka ikut Yesus motivasinya agar nasib mereka diubah.
Mereka mengharapkan Yesus menjadi Raja duniawi seperti Herodes atau kaisar - kaisar di Roma.

Jadi bisa dimengerti kemudian mereka menjadi kecewa.
Lalu Petrus kembali menjadi nelayan mengajak teman - teman yang lain.
Matius Lewi pemungut cukai dia tinggalkan meja cukainya, dia tidak bisa balik karena telah melepaskan profesi itu, tidak bisa tidak ikut Petrus saja, ini kasihan.

Mereka sudah mempertaruhkan hidup mereka, ternyata yang diikuti memble, mati dengan cara yang begitu menyedihkan.
Tetapi kita tidak sama dengan Petrus dan teman - temannya yang salah  memahami maksud kedatangan Tuhan Yesus.
Tentu kita sudah tahu.

Kalau waktu itu kita sudah ada dengan pengertian seperti ini kita mau disalib bersama Dia, karena kita tahu.

Kalau kita betul - betul berjuang bagaimana mengiring Yesus, kita akan menemukan wajahNya,  bukan fantasi.
Ketika kita mau memikul salib kita mengatakan  "Tidak " untuk keinginan kita sendiri, ya kehendak Allah, kita akan menemukan wajah Tuhan yang tidak bisa kita gambarkan karena kita meyakini dalam batin,
Dia hidup, Dia menyertai.

Memuliakan Tuhan kalau seluruh kelakuan kita menyenangkan hati Bapa.
Kalau kita puji Tuhan, menganggap Tuhan bernilai,  kita ikuti kehendak Bapa.

Yesus kita tidak gila hormat, yang hanya puas dipuji - puji, tanpa melihat keadaan si pemuji.
Bayangan orang persepsi tentang Yesus sebenarnya tidak seperti itu.

Yesus dipersepsikan sosok yang senang dipuji, mulut kita memuji - muji Dia, mengagungkan Dia, lalu Yesus senang.
Tapi Tuhan menghendaki pujian yang benar dari sikap hidup kita yang menghormati Bapa di Surga dan melakukan kehendak Bapa, karena itu memuliakan Bapa.

Bukan hanya puji-pujian di bibir saja, tetapi kita melakukan semua kehendak Bapa.
Kita harus masuk Getsemani, masuk dalam kehendak Bapa, membunuh napsu, membunuh ambisi,
Harus menyembelih kedagingan sendiri.
Menjadi korban bakaran yang harus dicium Bapa di Surga, dan menyenangkan hati-Nya.

Kita bisa mewujudkan, membuktikan, menggelar kehidupan yang mengikut Yesus
Kita akan menemukan story yang tertulis di kitab emas kerajaan di Surga.
Sebab yang mengalahkan iblis, adalah darah Yesus dan orang - orang yang tidak menyayangkan nyawanya, orang - orang yang memperjuangkan bagaimana kehidupan Yesus diperagakan di dalam hidupnya.

Sebelum kita menutup mata, buat kisah hidup ini.
Dia bukan fantasi, Dia Allah yang hidup dan nyata.
Kehidupan-Nya kita gumuli untuk kehidupan kita hari ini.

Filipi 3 : 10
Paulus melepaskan semuanya dan mengganggapnya sampah supaya memperoleh Kristus.

Tidak ada kekristenan tanpa barter.
Anak - anak Allah adalah orang - orang memiliki pergumulan penderitaan yang Tuhan Yesus alami.
Memang secara kasus tidak sama, tetapi esensi inti pergumulan hidup itu sama.

Dan Tuhan menyediakan menu itu.
Karenanya Dia berkata, Jadikanlah semua bangsa muridKu.
Itu harus kita terima sebagai  berkat.

Sangat sedikit orang yang mengalami ini.
Biarlah kita yang termasuk sedikit ini.
Karena Yesus berjuang, kita juga harus berjuang.
Ini perjuangan untuk mencapai keselamatan yang Tuhan berikan.

JBU 🌷