Dalam Roma 7:12 tertulis: Jadi hukum Taurat adalah kudus, dan perintah itu juga adalah kudus, benar dan baik.
Dengan pernyataan ini Paulus hendakmenegaskan bahwa kalau manusia berdosa, atau berkeadaan tidak berkenan kepada Allah, bukan karena adanya hukum (Yun. Nomos;Ing. law) atau adanya perintah (Yun. Entole; Ing Commandment).
Lebih menegaskan hal ini, Paulus menulis di dalam Roma 7:13 sebagai berikut: Jika demikian, adakah yang baik itu menjadi kematian bagiku? Sekali-kali tidak! Tentu maksud hukum diberikan kepada manusia π₯ bukan bermaksud menjadi jerat bagi manusia, agar manusia dapat terjebak sebagai orang terhukum dan dibinasakan.
Hukum dan peraturan diberikan kepada umat Israel, dengan maksud :
agar bangsa tersebut hidup tertib sebagai umat pilihan yang bertugas menyimpan dokumen pengenalan akan Allah yang benar, dan menunjukkan standar moral yang baik yang Allah kehendaki untuk manusia yang telah kperbuatan kemuliaan Allah π, juga bangsa itu harus tetap eksis, karena dari mereka akan dilahirkan Mesias.
Hukum dan perintah menjadi tutor bagi manusia π₯ dalam hal ini pada mulanya untuk bangsa Israel sebagai pewaris pertama keselamatan- untuk membimbing mereka kepada hidup dalam kesempurnaan sesuai dengan maksud keselamatan.
Bagaimana seseorang bisa memiliki hidup dalam kesempurnaan seperti Bapa, kalau secara hukum dan peraturan saja tidak mampu melakukannya?Hukum dan peraturan juga menjadi latihan awal bagi seseorang untuk menjadi manusia yang berkeadaan agung, serupa dengan Yesus π, atau dikembalikan sesuai dengan rancangan Allah semula.
Terkait dengan hal ini, terdapat teolog-teolog yang hendak membela doktrin bahwa keselamatan manusia π₯ diterima bukan karena perbuatan baik, tetapi dengan pengertian yang salah.
Secara terselubung, maupun terang-terangan, mereka mengarahkan jemaat kepada pemikiran bahwa hukum diberikan hanya untuk membuktikan manusia berkeadaan berdosa, dan nanti dalam pengadilan bisa dijebloskan ke dalam penghukuman.
Mereka menggiring pemikiran jemaat kepada premis bahwa hukum diberikan kepada manusia untuk menjerat manusia π₯ agar terbukti berbuat suatu kesalahan, sehingga demi keadilan Allah manusia harus dibinasakan.
Betapa licik dan jahatnya allah seperti ini?
Teolog-teolog yang menyimpang dari kebenaran ini, mencoba mengemukakan pengajaran tersebut, hanya karena hendak menentang setiap bentuk tindakan atau usaha berbuat baik, seakan-akan usaha untuk berbuat baik dianggap selalu sebagai usaha untuk memeroleh keselamatan.
Mereka memahami pengertian solagratia (keselamatan hanya oleh anugerah) secara keliru.
Bagi mereka, keselamatan terjadi bukan karena perbuatan baik, titik.
Jadi, dalam keselamatan tidak diperlukan usaha untuk melakukan perbuatan baik.
Perbuatan baik selalu dicurigai sebagai usaha untuk menentang prinsip solagratia.
Dengan berpikir demikian, mereka merasa menghormati Tuhan π karena anugerah-Nya, dan bersikap rendah hati. Padahal dengan pemikiran tersebut, mereka menentang kebenaran Allah.
Menentang kebenaran Allah berarti tidak menghormati secara patut kepada-Nya.
Doktrin dari para teolog yang menyimpang tersebut membutakan pengertian yang benar, sehingga jemaat tidak bisa membedakan antara usaha berbuat baik untuk mencari keselamatan tanpa korban Kristus π (seperti yang dilakukan banyak agama), dengan usaha berbuat baik bahkan berjuang untuk sempurna sebagai langkah percayanya kepada Tuhan Yesus.
Hal ini bisa terjadi atas mereka, sebab pengertian para teolog tersebutmengenai percaya hanya ada di wilayah nalar semata-mata.
Bagi mereka, percaya atau beriman adalah keyakinan dalam pikiran terhadap status Yesus π sebagai Juruselamat.
Bagi mereka, percaya atau beriman cukup dengan pengaminan akali atau persetujuan pikiran.
Padahal percaya adalah tindakan konkret melakukan apa yang dikehendaki oleh Tuhan π untuk dilakukan, bukan sekadar aktivitas pikiran. Percaya dalam teks aslinya adalah pisteuo yang artinya menyerahkan diri kepada obyek yang dipercaya.
Penyerahan diri bukan sekadar aktivitas nalar atau pikiran, tetapi tindakan konkret yang terlihat dan mengubah seluruh gaya hidup seseorang.
Dengan demikian, percaya atau beriman adalah tindakan.
Percaya atau beriman adalah perbuatan bukan berdasarkan hukum, tetapi berdasarkan kehendak Allah π
Itulah sebabnya seseorang dibenarkan bukan karena perbuatan (berdasarkan hukum), tetapi berdasarkan iman (perbuatan berdasarkan penurutan terhadap kehendak Allah).
Iman yang benar diperagakan oleh Abraham dalam perjalanan hidupnya.
Percaya atau keberimanan Abraham adalah tindakan. Itulah sebabnya Yakobus mengatakan bahwa iman tanpa perbuatan seperti tubuh tanpa roh (Yak. 2:26) Sebab seperti tubuh tanpa roh adalah mati, demikian jugalah iman tanpa perbuatan - perbuatan adalah mati).
Dengan penjelasan ini, maka sangatlah jelas bahwa hukum dan peraturan diberikan oleh Tuhan π bukan untuk mencelakai manusia.
JBU
https://overcast.fm/+JPxr61Br4
Tidak ada komentar:
Posting Komentar