Pernah seorang pengusaha yang tidak beragama Kristen mengajak temannya yang beragama Kristen untuk membuka atau menyelenggarakan kebaktian di sebuah gedung.
Mereka π₯ merencanakan mengundang seorang pembicara yang memiliki nama atau diminati banyak orang Kristen, mempersiapkan musik dan worship leader yang baik, serta segala perangkat lainnya untuk terselenggaranya sebuah acara gereja yang menarik.
Bila perlu juga memanggil artis rohani atau kesaksian orang-orang yang bisa menarik masa untuk datang.
Ajakan tersebut berangkat dari pemantauannya bahwa kegiatan gereja π seperti yang dilakukan oleh banyak orang dewasa ini, dapat mendatangkan keuntungan berupa uang.
Bukan rahasia lagi, pelayanan pekerjaan Tuhan sudah menjadi bisnis yang bisa menguntungkan secara materi, di samping kebesaran nama pendeta dan gerejanya.
Bukan tidak mungkin banyak orang π₯melakukan kegiatan pelayanannya dikarenakan hal ini.
Mereka mengusahakannya secara profesional demi menarik masa sebanyak mungkin.
Mereka tidak terlalu mempersoalkan apakah Firman yang diberitakan adalah Firman Tuhan π yang murni atau Injil yang sejati, atau bukan.
Bagi mereka yang penting, “firman” itu diminati dan dapat menarik banyak masa.
Pada umumnya, khotbah-khotbah yang disampaikan mirip dengan para motivator sekuler, bukan kebenaran Firman Tuhan. Pasti gereja π seperti ini akan sangat menekankan persembahan dan persepuluhan.
Kegiatan gereja seperti ini, pada dasarnya adalah menjual nama Yesus.
Aspek lain yang perlu diamati adalah keberhasilan hamba-hamba Tuhan atau pendeta dalam “berkarir” di kegiatan pelayanan seperti itu.
Banyak hamba Tuhan atau pendeta yang melayani “pekerjaan Tuhan” dalam waktu singkat sudah memiliki rumah, mobil, dan berbagai fasilitas lainnya. Hal ini mendorong banyak orang mau menjadi pendeta, sehingga sekolah teologi dikunjungi banyak orang untuk bisa terjun ke pelayanan.
Sebenarnya, mereka terjun ke bidang pelayanan pekerjaan Tuhan bukan untuk memberi hidup tetapi “untuk mencari hidup”. Pada akhirnya, pelayanan pekerjaan Tuhan bukan sebagai dedikasi tetapi profesi untuk “mencari nafkah” agar dapat hidup dalam kewajaran seperti anak-anak dunia dengan profesi mereka π₯ untuk memperoleh keuntungan materi.
Padahal, kalau seseorang mengambil keputusan melayani Tuhan, ia harus berani hidup dalam ketidakwajaran.
Hidupnya sepenuhnya dipersembahkan bagi Tuhan π tanpa batas.
Jika tidak demikian, maka ia tidak dapat menjadi teladan bagi orang percaya yang dilayaninya.
Orang-orang yang melayani Tuhan karena mencari nafkah adalah orang-orang yang pasti menjual nama Tuhan π
Biasanya orang-orang seperti ini melayani pekerjaan Tuhan bukan untuk menuntun umat kepada kesempurnaan, meninggalkan percintaan dunia, dan mempersiapkan diri untuk menyongsong Kerajaan Tuhan Yesus yang akan datang.
Tetapi, bagaimana memperoleh “kehidupan yang layak” melalui pelayanan.
Tidak heran, kalau fokus pelayanan mereka adalah kemakmuran jasmani. Jemaat π₯ dilayani unuk menikmati berkat jasmani. Khotbah-khotbah yang disampaikan pasti hanya sekitar pemenuhan kebutuhan jasmani.
Seperti ia mengasihi diri sendiri dengan memenuhi segala kebutuhan jasmaninya, maka ia juga mengasihi orang lain π€ dengan cara yang sama, yaitu menekankan pemenuhan kebutuhan jasmani.
Banyak kegiatan yang diselenggarakan sebagai sarana untuk memperoleh keuntungan materi.
Kegiatan-kegiatan yang sekilas bersifat rohani menjadi kamuflase untuk memperoleh keuntungan. Kegiatan-kegiatan itu antara lain memberi makan masyarakat miskin di sekitarnya, pelayanan pekerjaan misi, pembangunan rumah ibadah, pembangunan pastori, menambah lahan untuk parkir gereja π, dan lain sebagainya.
Tidak heran kalau gereja seperti ini akan selalu menciptakan “proyek-proyek” demi keuntungan materi.
Tidak sedikit aset gereja yang diatasnamakan pemimpin gereja atau anggota keluarganya.
Dengan mengemukakan hal ini, bukan berarti kalau gereja π mengadakan kegiatan tersebut berarti mencari uang dengan menjual nama Yesus.
Hal ini tergantung dari motivasi mengadakan kegiatan tersebut.
Kalau seorang hamba Tuhan atau pendeta bertumbuh dewasa mengenakan kodrat ilahi, maka semua kegiatannya selalu diperkarakan dengan Tuhan.
Sehingga, segala sesuatu yang dilakukan selalu sesuai dengan pikiran dan perasaan Allah π
Tentu saja, semua kegiatan yang dilakukan benar-benar untuk kemuliaan Allah.
JBU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar