Minggu, 13 Januari 2019

RH Truth Daily Enlightenment Januari 2019 14. MENGHAYATI KEHADIRAN ALLAH

Allah memang Mahahadir, Ia hadir dimana-mana, tetapi seberapa kuat seseorang menghayati kehadiran-Nya dan bagaimana bersikap terhadap Tuhan, menentukan seberapa benar seseorang hidup di hadapan-Nya. Hidup di hadapan Tuhan artinya bagaimana menjalani hidup sesuai dengan kehendak Tuhan dalam segala hal yang dipikirkan, diucapkan, dan dilakukan. Hidup di hadapan Tuhan juga berarti hidup dalam pemerintahan-Nya. Hal ini sama dengan hidup sebagai anggota keluarga Kerajaan Surga dengan baik sejak hidup di bumi. Dikatakan sebagai anggota keluarga Kerajaan Surga, sebab hubungan orang percaya dengan Allah adalah hubungan Bapa dan anak. Hal ini memenuhi apa yang dikatakan di dalam Doa Bapa Kami: Datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di surga.

Orang yang hidup di hadapan Allah artinya orang yang bersikap hormat kepada Bapa seperti yang dilakukan oleh Yesus. Penghormatan kepada Bapa tidak cukup dengan menyanyikan lagu rohani yang menyanjung nama-Nya atau melakukan penyembahan di dalam liturgi gereja. Penghormatan-Nya kepada Bapa di surga ditunjukkan dengan hidup-Nya yang selalu melakukan kehendak Bapa dan menyelesaikan pekerjaan yang dipercayakan kepada-Nya. Orang yang hidup di hadapan Allah memercayai Dia dengan segenap hati, artinya tidak memiliki perasaan takut terhadap apa pun dan siapa pun. Takut akan Allah menguasai dirinya. Tentu takut akan Allah di sini bukan takut karena ancaman hukuman, seperti penjahat di depan polisi atau hakim, tetapi takut karena menghormati dan mengasihi Dia. Perasaan seperti ini ada pada anak-anak yang menghormati orang tuanya secara pantas. Walaupun orang tuanya lebih miskin, kurang berpendidikan, dan lemah secara fisik, tetapi anak yang menghormati dan mengasihi orang tua merasa takut terhadap orang tua tersebut. Demikianlah sikap kita seharusnya kepada Bapa di surga.

Hampir semua orang Kristen secara akali percaya dan mengakui bahwa Allah itu ada, hidup, dan Mahahadir, maksudnya hadir di mana-mana. Tetapi pengakuan itu tidak cukup membuat seseorang sungguh-sungguh mengalami Tuhan. Tidak banyak orang yang memiliki pengalaman riil yang diakuinya sebagai pernyataan kehadiran Allah dalam hidupnya secara pribadi. Teologi, pengetahuan tentang Tuhan lebih banyak atau hampir semua didengar dari berbagai sarana dan media. Hanya berupa atau masih dalam tahap teori-teori yang belum terbukti dalam kehidupan secara konkret.

Dalam Alkitab dapat ditemukan kesaksian pribadi-pribadi yang luar biasa yang telah berjalan dengan Tuhan. Itulah hidup yang sesungguhnya, yaitu kehidupan yang tidak terpisah dari Allah. Alkitab tidak pernah mencoba membuktikan bahwa Tuhan itu ada dan membujuk pembacanya untuk memercayai eksistensi-Nya. Hal ini disebabkan karena para penulis Alkitab yakin benar bahwa Allah itu ada, yaitu hasil dari pengalaman nyata. Bagi mereka eksistensi Allah bukan sesuatu yang aneh, tetapi sesuatu yang biasa.

Dunia hari ini adalah dunia yang fasik, kefasikkan dunia makin memperkuat konsep atau keyakinan mereka bahwa Allah itu tidak ada dan tidak perlu ada. Kalaupun ada, tidak perlu memiliki relasional dengan manusia (2Ptr. 3:3-5; Mzm. 14:1-3). Itulah sebabnya Paulus mengingatkan bahwa hari-hari ini adalah jahat (Ef. 5:15-17). Banyak orang berpikir bahwa manusia dapat berdiri sendiri, hidup tanpa Tuhan. Pengaruh semacam ini tanpa terasa telah membentuk jiwa dan kepribadian banyak orang termasuk sejumlah besar orang Kristen. Itulah sebabnya dapat ditemui ada banyak orang Kristen yang hanya bertuhan pada hari Minggu, atau sementara berbakti di gereja. Di luar hari Minggu atau di luar hari kebaktian, mereka hidup kembali seperti anak-anak dunia yang tidak bertuhan.

Allah adalah Allah yang transenden, tetapi sekaligus juga adalah Allah yang imanen; karenanya ia dapat dikenali. Namun pengenalan terhadap Allah adalah pengenalan yang terbatas, sebab Allah yang transenden tidak dipahami secara sempurna atau sepenuh oleh rasio manusia yang terbatas. Allah adalah Allah yang transenden, maksudnya bahwa Allah adalah Allah yang melampaui segala akal dan pengalaman (transempiris). Hikmat dan kebijaksanaan-Nya tidak terduga oleh akal manusia dan tak dapat diselami secara sempurna oleh makhluk mana pun. Namun demikian dalam eksistensi-Nya yang transenden tersebut, Ia berkenan menyatakan Diri-Nya sehingga manusia dapat mengenali-Nya. Dengan pengenalan yang ada, manusia dapat berinteraksi dengan Allah.

Dalam pernyataan-Nya yang ditulis dalam Alkitab dan terbukti dalam sejarah bahwa Allah adalah Allah yang berpribadi. Dia bukanlah sekumpulan doktrin dan sejumlah penjelasan, Ia bukanlah sekadar tenaga aktif yang secara mekanis bergerak, tetapi Ia adalah Allah yang berpribadi. Maksudnya berpribadi di sini adalah bahwa Allah adalah Allah yang memiliki integritas sebagai oknum yang berkehendak, berperasaan, dan berpikir. Ia memiliki kesadaran sebagai Pribadi yang dapat berkomunikasi dengan pribadi lain, dalam hal ini manusia yang diciptakan-Nya. Oleh sebab itu umat harus memperlakukan Allah sebagai Pribadi pula dan benar-benar memiliki pengalaman berinteraksi dengan Dia.


https://overcast.fm/+IqODQe3Nw

Tidak ada komentar:

Posting Komentar