Kamis, 17 Januari 2019

RH Truth Daily Enlightenment Januari 2019 17. MENIKMATI PERASAAN BAPA

Setiap orang percaya pasti memiliki pengalaman berinteraksi dengan orang atau manusia lain di sekitar. Interaksi tersebut bisa dengan orang tua, dengan saudara kandung, pasangan hidup, dengan keluarga besar, dengan teman, dengan guru, dengan kolega bisnis, dengan atasan, dengan bawahan dan lain sebagainya. Interaksi tersebut terjadi terutama dengan orang-orang dekat, yaitu orang yang dikasihi secara khusus dan yang mengasihi secara khusus. Dalam berinteraksi tersebut -secara khusus dan istimewa- dapat merasakan dan menikmati perasaan orang yang dicintai dan yang mencintai. Khususnya pada waktu bisa saling menyenangkan atau saling membahagiakan.

Pada waktu seseorang bisa menyenangkan atau membahagiakan orang yang dicintai, maka orang itu dapat menikmati perasaan orang lain dengan merasakan kebahagiaan di dalam perasaannya sendiri. Seperti misalnya kalau seorang ayah membelikan hadiah sepeda untuk anaknya yang naik kelas. Ketika melihat anaknya bersukacita, melompat-lompat, maka orang tua merasakan kebahagiaan anak tersebut di dalam perasaannya sendiri. Demikian pula kalau ada seorang anak bisa membahagiakan hati orang tuanya, maka sang anak akan menikmati kebahagiaan orang tuanya tersebut di dalam perasaannya.

Fenomena seperti ini juga bisa dibangun oleh orang percaya dalam relasinya dengan Bapa dan Tuhan Yesus Kristus. Ketika orang percaya masih kanak-kanak, Bapa di surga sering memberikan segala sesuatu yang dapat menyenangkan hati anak-anak-Nya, tetapi ketika orang percaya sudah mulai dewasa, maka seharusnya orang percaya yang harus berusaha bagaimana dapat menyenangkan hati Bapa dan Tuhan Yesus Kristus. Ketika orang percaya menyenangkan hati Bapa, maka orang percaya bisa merasakan kebahagiaan Bapa di dalam dirinya. Kebahagiaan ini bisa menjadi kenikmatan yang menjadi ikatan dalam jiwa. Sehingga orang percaya selalu ingin mengalami pengalaman tersebut. Bapa di surga pun akan selalu memberi keadaan di mana orang percaya dapat mengalami kenikmatan tersebut.

Keadaan-keadaan tersebut antara lain:

Pertama, pada waktu orang percaya memiliki kesempatan berbuat dosa, orang percaya memilih untuk tidak melakukan kesalahan atau berbuat dosa. Hal tersebut tentu dapat menyenangkan atau membahagiakan hati Bapa.

Kedua, pada waktu orang percaya diperlakukan tidak adil atau disakiti. Bagaimana reaksi orang percaya? Apakah membalas kejahatan dengan kejahatan atau dengan rela mengampuni dan mengasihi musuh? Ketika orang percaya memilih mengasihi musuh, maka hal itu menyukakan, menyenangkan dan membahagiakan hati Bapa.

Ketiga, pada waktu orang percaya dalam situasi sulit, dalam bahaya, kondisi terancam dan berbagai keadaan yang mencenderungkan hati menjadi takut dan khawatir. Dalam situasi tersebut apakah orang percaya tetap menaruh percaya kepada Bapa dan Tuhan Yesus tanpa kekhawatiran? Jika orang percaya menaruh percaya kepada Bapa dan Tuhan Yesus tanpa kekhawatiran, maka hal itu menyenangkan hati Tuhan.

Keempat, pada waktu Tuhan meminta atau menuntut sesuatu yang paling berharga dan paling dicintai dari orang percaya. Seperti Abraham diperintahkan untuk mempersembahkan anak tunggalnya, Ishak. Ketika seseorang berani memberikan yang terbaik, paling berharga dan paling disayangi bagi Tuhan, maka hal. Itu pasti menyenangkan hati-Nya.

Menjadi kebutuhan bagi semua orang yang normal, untuk dapat membahagiakan orang yang disayangi dan yang menyayanginya. Kecuali orang yang jiwanya sakit, ia tidak menginginkan kebahagiaan orang lain, dan tidak dapat menikmati kebahagiaan hati ketika dapat membahagiakan orang lain. Tentu saja ada orang yang memiliki keadaan sakit jiwa seperti ini. Orang seperti ini tidak pernah mau membahagiakan orang lain, dan ketika berhasil tidak membahagiakan orang lain, ia malahan bahagia. Inilah orang-orang yang berkeadaan psikopat, di mana kesukaannya adalah bisa melukai dan menyakiti orang lain.

Ironinya, banyak orang -termasuk sebagian orang Kristen di dalam gereja- berkeadaan seperti orang yang mengalami sakit jiwa. Bukan tidak mungkin sebagian mereka adalah orang-orang yang mengaku diri sebagai hamba Tuhan. Seperti yang dapat ditemukan di dalam media sosial, mereka menulis hal-hal yang jelas-jelas merusak nama baik orang lain, mencela, dan hal itu mendatangkan luka hati bagi sesamanya. Perdebatan-perdebatan dalam media sosial dengan kata-kata yang tidak patut menunjukkan bahwa mereka bukan orang yang pantas disebut anak-anak Allah. Apa yang mereka lakukan tidak berbeda dengan orang-orang yang tidak pernah mengenal kasih Kristus. Ironinya, mereka tidak menyadari bahwa tindakan mereka sebenarnya jauh dari standar kasih yang harus dikenakan bagi orang percaya. Oleh sebab itu, bagi orang percaya yang jiwanya sehat, hendaknya menghindari tindakan yang tidak bermoral tersebut. Kalau orang percaya dinistai dan disakiti melalui media sosial, hendaknya tidak membalas kejahatan dengan kejahatan. Orang percaya dapat menunjukkan kelasnya sebagai manusia rohani yang beradab, dan menyerahkan penghakiman kepada Tuhan


https://overcast.fm/+IqOD4KaUA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar