Senin, 21 Januari 2019

RH Truth Daily Enlightenment Januari 2019 21. WAKTU YANG DIBELI

Salah satu yang membuat seseorang tidak merasa dan tidak mengaku bahwa dirinya meremehkan perjalanan waktu ini adalah merasa tidak berniat untuk mengkhianati Tuhan. Ia berpikir bahwa nanti selalu ada waktu untuk mencari Tuhan dengan sungguh-sungguh dan selalu ada waktu untuk menemukan Tuhan. Seharusnya ia berpikir bahwa nanti akan tidak waktu lagi untuk mencari dan menemukan Tuhan. Dengan pikiran itu mereka merasa aman dan damai. Padahal itu semua perasaan aman dan damai yang semu. Mereka seperti domba kelu dibawa ke pembantaian. Banyak orang Kristen berkeadaan seperti ini. Kalau seseorang sudah tidak bersungguh-sungguh mulai sekarang atau sejak dini, maka ia tidak akan pernah bisa bersungguh-sungguh. Ini berarti mereka masuk perangkap. Perangkap abadi yang membinasakan.

Kuasa gelap akan menggiring seseorang berpikir bahwa nanti selalu ada waktu untuk mencari dan menemukan Tuhan, sehingga hidup hari ini diisi dengan segala kegiatan tanpa mencari Tuhan dengan sungguh-sungguh. Sementara hari berganti hari, bulan berganti bulan, dan tahun berganti tahun, Iblis mewarnai hidupnya dengan segala warna kehidupan yang membuat kebenaran Tuhan tidak memiliki tempat dalam hidupnya. Seseorang merasa telah memberi tempat bagi Tuhan, sebab tidak merasa berencana mengkhianati Tuhan. Padahal tanpa mengisi jiwanya dengan kebenaran Tuhan dan pengalaman pribadi yang konkret dengan Tuhan, seseorang berarti tidak memberi tempat bagi Tuhan.

Momentum-momentum yang berharga, yang Tuhan sediakan bagi orang yang dikasihi-Nya berlalu dengan sia-sia. Momentum-momentum itu bisa berupa pengajaran-pengajaran Firman Tuhan yang dapat menjadi kunci pembuka pengertian dalam pengalaman hidup untuk menemukan Tuhan. Karena kuncinya tidak dimiliki, maka pengalaman hidup yang di dalamnya memuat pembentukan Tuhan untuk menyempurnakan hidup tidak berdampak sama sekali dalam hidupnya. Momentum-momentum ini adalah anugerah bertahap yang harus diterima secara berkesinambungan. Seperti tali yang harus bersambung terus dan dijaga agar tidak putus. Sayangnya, banyak alasan yang dibuat untuk membenarkan tindakan tidak setia belajar kebenaran Tuhan. Banyak hal yang dianggap lebih menarik daripada Kerajaan Tuhan Yesus Kristus. Dengan sikap ini mereka melecehkan Tuhan dan Kerajaan-Nya. Melalui penjelasan ini orang percaya diingatkan untuk bertobat. Jika tidak, maka orang percaya akan binasa.

Banyak orang Kristen tidak menyadari perjalanan waktu sehingga tidak mengisi hidup ini guna mencari dan menemukan Tuhan secara benar. Hal ini juga terjadi atas orang-orang yang merasa bahwa dirinya sudah bijaksana, cukup umur, dan memiliki banyak pengalaman dan prestasi kehidupan, dan banyak uang. Mereka makin menjadi buta terhadap kebenaran yang murni. Padahal dalam Tuhan atau kedewasaan iman mereka miskin. Inilah kebodohan “orang-orang bijaksana”. Bagi orang-orang seperti Tuhan menyembunyikan hikmat-Nya (Mat. 11:25). Untuk orang-orang seperti ini Tuhan Yesus menuntut agar melepaskan segala sesuatu dan mengikut Dia (Mat. 19:21; Luk. 14:33). Kalau mereka tidak merendahkan diri, maka mereka akan binasa dalam keangkuhan yang sering sangat terselubung. Nilai diri yang mereka miliki akan menjebak mereka menjadi orang-orang yang tidak bertumbuh dalam Tuhan dan kedewasaan iman yang Tuhan kehendaki. Mereka tidak bertumbuh dalam karakter Kristus yang seharusnya makin melekat dan muncul dalam kehidupan mereka.

Orang-orang tersebut ternyata juga bisa terjadi atas rohaniwan-rohaniwan gereja, majelis, dan aktivis yang merasa sudah memiliki standar kerohanian yang baik. Kedudukan dan jabatan gerejani yang melekat dalam diri mereka bisa membutakan mata mereka terhadap hal ini. Ironisnya, tidak sedikit jemaat yang dengan kehausan mencari Tuhan dengan giat dan bersungguh-sungguh mencari perkenanan Tuhan. Sementara itu tidak sedikit kelompok “imam” yang merasa sudah menjalankan roda hidup Kekristenannya secara benar, padahal belum atau bahkan tidak.

Orang-orang yang merasa sudah puas diri dengan kehidupan imannya ini melihat standar keberagamaannya sudah cukup. Ia sudah merasa cukup menjadi orang Kristen yang tidak tercela. Ibarat orang naik kendaraan ia merasa bahwa kecepatannya sudah standar, ia tidak merasa perlu mempercepat laju kendaraannya. Baginya, mempercepat laju kendaraan berarti menyusahkan dan perjalanan merasa kurang menyenangkan. Dengan kecepatan yang menurutnya normal dan standar itu, banyak hal yang bisa dilakukan. Ia tidak menyadari bahwa perjalanan bisa terhenti setiap saat. Di pihak lain ia tidak menyadari bahwa ia memiliki sasaran dan target yang yang harus dicapai. Bila menyadari hal ini maka seseorang akan berkata seperti tulisan Paulus: Sebab itu aku tidak berlari tanpa tujuan dan aku bukan petinju yang sembarangan saja memukul (1Kor. 9:26).

https://overcast.fm/+IqOA8q5dI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar