Terkait dengan hukum tabur tuai, harus dipahami bahwa dokter dan obat-obatan adalah salah satu sarana tanggung jawab manusia. Ini bukan berarti mukjizat tidak berlaku. Mukjizat tetap berlaku. Ini pun tergantung dari karunia-Nya. Barangkali ada yang berkata: Tetapi dengan iman kita dapat sembuh kalau kita sakit. Jangan lupa, iman adalah salah satu dari karunia yang tidak dapat kita gunakan semau-mau kita (1Kor. 12:9; 1Kor. 13). Alkitab mengatakan bahwa kita masing-masing memiliki karunia iman yang berbeda. Sikap bertanggung jawab dengan pergi berobat ke dokter bukanlah dosa dan pelecehan terhadap kuasa Allah dan kasih-Nya. Dokter pun bisa menjadi sarana Tuhan untuk menyembuhkan kita. Lukas, salah seorang penulis Injil, adalah seorang tabib atau dokter. Dalam hal ini dokter pun hamba Tuhan yang memiliki tempat dalam rencana Allah. Oleh sebab itu kita tidak dapat berkata bahwa dokter itu alat setan atau kuasa Iblis. Dengan lambang ular pada Ikatan Dokter Indonesia (IDI), ada beberapa pendeta menganggap dokter adalah agen Iblis. Apakah kita perlu ke dokter atau berdoa saja, seseorang harus bergumul dengan Tuhan dan menemukan jawabnya.
Pernyataan di atas ini bukan berarti mengurangi keyakinan kita akan pemeliharaan Tuhan atas kita dan kuasa mukjizat Tuhan yang mampu mengangkat sakit penyakit kita, tetapi penjelasan ini hendak mengajak jemaat Tuhan untuk memiliki tanggung jawab terhadap tubuhnya. Tubuh kita adalah milik Tuhan yang dipercayakan kepada masing-masing kita. Tuhan masih menyediakan anugerah kesembuhan-Nya kepada orang percaya yang sakit (Yak. 5:14-15). Tetapi adalah lebih baik mencegah dari pada mengobati. Kalau orang percaya hanya mengharapkan mukjizat, orang percaya menjadi tidak bertanggung jawab. Hal ini menjadi “virus mental” yang buruk, yang juga akan menelurkan buah-buah kehidupan buruk lainnya. Bukan satu hal yang kebetulan kalau Firman Tuhan mengatakan dalam Amsal 23:2-3 Taruhlah sebuah pisau pada lehermu bila besar nafsumu! Jangan ingin akan makanannya yang lezat, itu adalah hidangan yang menipu. Firman ini merupakan nasihat agar orang percaya mengendalikan nafsu makannya.
Setelah menjadi anak Tuhan, kita dipanggil untuk bertanggung jawab atas pemeliharaan tubuh kita yang adalah bait Roh Kudus. Itulah sebabnya Paulus menasihati anak rohaninya untuk menjaga kesehatan (1Tim. 5:23). Jadi dapat disimpulkan bahwa kita sebagai orang percaya dapat menjauhi sakit penyakit dengan menjaga kesehatan tubuh ini dan tidak memberontak kepada Tuhan, hidup dalam ketaatan kepada Tuhan. Dalam hal ini, hendaknya doa tidak dijadikan sarana manipulasi yang membuat kita lari dari tanggung jawab. Doa juga bukan sarana mengatur Tuhan, apalagi memanipulasi kuasa-Nya. Allah dan Tuhan kita bukan seperti sesembahan dalam banyak agama. Hubungan kita dengan Sesembahan adalah hubungan “Bapa dan anak”. Ini bukan berarti kita dapat sesuka sendiri mengajukan permintaan. Justru sebagai “anak” kita diperlakukan dengan keras dan ketat agar bertumbuh dewasa dan layak menjadi anggota keluarga Kerajaan.
Pengajaran yang beredar selama ini dan sangat populer adalah bahwa seolah-olah kalau kita sakit, kita akan mudah menerima kesembuhan. Ini keliru, sebab bila demikian kita diajar untuk tidak bertanggung jawab dalam menjaga tubuh kita yang adalah bait Roh Kudus. Sebagai buktinya, perhatikan betapa mudahnya orang yang baru masuk Kristen atau orang kafir disembuhkan oleh kuasa nama Tuhan Yesus, tetapi banyak orang Kristen yang begitu sulit menerima kesembuhan dari Tuhan. Karena kebodohan inilah tidak sedikit anak Tuhan, bahkan hamba Tuhan, yang meninggal dengan keadaan yang sangat mengenaskan dan memprihatinkan, yaitu di ranjang sakit penyakit. Seharusnya mereka dapat memiliki umur lebih panjang dan dengan umur panjang dapat melayani Tuhan lebih banyak, memenangkan jiwa-jiwa lebih banyak, dan berkarya bagi Kerajaan Allah lebih banyak. Kebodohan ini membuka peluang bagi Iblis untuk membunuh banyak anak-anak Allah.
Oleh sebab itu hendaknya kita memerhatikan hukum tabur tuai dengan sungguh-sungguh bahwa kita dipanggil untuk menjaga kesehatan tubuh kita dengan seksama. Kita juga harus memerhatikan perintah Tuhan kepada bangsa Israel untuk tidak makan makanan tertentu yang menyebabkan sakit penyakit (Im. 11). Makanan yang dilarang Tuhan dimakan oleh umat pilihan-Nya ternyata adalah makanan yang mengandung berbagai kemungkinan yang mengancam kesehatan tubuh serta kelangsungannya. Hendaknya kita tidak memandang Allah sebagai Allah pembuat mukjizat semata-mata, tetapi kita juga harus memandang Allah sebagai Bapa yang mengajarkan ketertiban dan tanggung jawab.
Solagraci 🙏🏻
https://overcast.fm/+IqODWYLmA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar