Orang percaya harus memahami bahwa dari pihak manusia, keselamatan dapat berarti perjuangan melawan dosa atau ketidaktepatan (Yun. hamartia; ἁμαρτία) di dalam dirinya. Ketidaktepatan artinya tidak sesuai dengan keinginan, pikiran, dan perasaan Tuhan. Ini adalah tatanan Allah. Dosa dalam konteks umat Perjanjian Baru, bukan hanya sekadar pelanggaran terhadap hukum atau norma umum, tetapi semua tindakan yang tidak sesuai dengan pikiran dan perasaan Elohim Yahweh, Allah Bapa, Allah Anak, dan Roh Kudus. Perjuangan melawan ketidaktepatan ini berlatar belakang kenyataan bahwa manusia telah gagal mengerti kehendak Allah dan melakukan kehendak-Nya dengan sempurna, manusia tidak mampu berpikir, berucap sesuai dengan pikiran dan perasaan Allah. Tuhan Yesuslah yang dapat menggenapi, atau yang dapat melakukannya dengan sempurna. Semua orang percaya dipanggil untuk memiliki kualitas hidup yang sama seperti Tuhan Yesus. Inilah perjuangan berat tersebut. Perjuangan tersebut dimaksudkan agar orang percaya mengambil bagian dalam kekudusan Allah Bapa (Ibr. 12:10) atau yang sama dengan mengambil bagian dalam kodrat Ilahi (2Ptr. 1:3-4). Dengan demikian, keselamatan dari pihak manusia adalah perjuangan untuk menjadi sempurna.
Keselamatan diterima manusia bukan secara otomatis, tetapi menuntut respon yang aktif dan proporsional. Tuhan Yesus menyatakan, bahwa untuk selamat seseorang harus berjuang masuk melalui jalan sempit (Luk. 13:23-24). Ini adalah perjuangan melawan kodrat dosa (sinful nature) yang melekat dalam diri manusia, yang berpotensi seseorang masih bisa hidup di dalamnya di waktu mendatang. Keberhasilan lolos dari kodrat dosa ini membuahkan seseorang menjadi manusia Allah (man of God) yang berkodrat Ilahi. Perjuangan untuk menjadi manusia Allah adalah perjuangan yang berat yang menyita segenap hidup ini. Tetapi perjuangan ini tidaklah diperhitungkan sebagai jasa, seakan-akan keselamatan manusia hasil dari perbuatan baiknya. Perjuangan adalah respon terhadap anugerah yang Tuhan berikan.
Dikemukakan oleh Paulus dalam Filipi 2:12 bahwa orang percaya harus mengerjakan keselamatan dengan takut dan gentar. Dengan takut dan gentar menunjukkan pergumulan yang tidak ringan. Bila direlasikan dengan ayat sebelumnya (Flp. 2:5-7), Tuhan menghendaki agar orang percaya memiliki pikiran dan perasaan Kristus. Yesus Kristuslah model manusia yang diinginkan oleh Bapa. Jadi, keselamatan adalah usaha untuk menjadi manusia yang memiliki pikiran dan perasaan Kristus. Itulah sebabnya orang percaya disebut sebagai Kristen, yang artinya seperti Kristus.
Dalam Ibrani 12:4 tertulis bahwa dalam perjuangan yang diwajibkan bagi orang percaya harus sampai mencucurkan darah. Perjuangan ini dianalogikan dengan perjuangan Tuhan Yesus dalam menyelesaikan tugas ke-Mesiasan-Nya (Ibr. 12:2-3). Dalam kitab Ibrani dikatakan: Ingatlah selalu akan Dia, yang tekun menanggung bantahan yang sehebat itu terhadap diri-Nya dari pihak orang-orang berdosa, supaya jangan kamu menjadi lemah dan putus asa. Dalam pergumulan kamu melawan dosa kamu belum sampai mencucurkan darah (Ibr. 12:3-4). Nasihat ini menunjukkan bahwa Tuhan Yesus sudah bergumul begitu berat demi keselamatan manusia agar bisa dibebaskan dari kuasa dosa. Orang percaya harus mengimbangi perjuangan Tuhan tersebut dengan perjuangan yang keras agar benar-benar bisa dimerdekakan dari dosa, artinya agar dosa tidak lagi berkuasa atas kehidupannya. Perjuangan sampai mencucurkan darah artinya perjuangan yang mengerahkan segenap potensi dalam diri orang percaya tanpa batas.
Keselamatan adalah usaha Tuhan mengembalikan manusia kepada rancangan semula. Rancangan semula Allah adalah menciptakan manusia yang memiliki moral atau kesucian Allah sendiri. Itulah sebabnya Tuhan Yesus mengatakan dengan tegas bahwa orang percaya harus sempurna seperti Bapa (Mat. 5:48). Oleh karena standar kesucian atau kebenaran moral umat pilihan adalah moral Allah sendiri, maka orang percaya dalam hidup ini harus hanya mengarahkan hidup pada kesempurnaan seperti Allah sendiri. Orang Kristen yang tidak menujukan hidupnya hanya pada tujuan keselamatan ini, berarti ia tidak bersedia diselamatkan atau menyia-nyiakan keselamatan yang Tuhan sediakan (Ibr. 2:1-3).
Terkait dengan hal tersebut, Iblis berusaha untuk bisa menyibukkan orang Kristen dengan banyak kesenangan dan ambisi pribadi, sehingga tidak sedikit mereka yang terperangkap oleh percintaan dunia atau semangat materialisme. Sebagai akibatnya, mereka tidak memberi perhatian yang semestinya pada proses keselamatan yang harus diperjuangkan setiap saat. Waktu mereka berlalu dengan sia-sia, sehingga mereka tidak mengalami pertumbuhan kesempurnaan yang dikehendaki oleh Allah.
https://overcast.fm/+IqODlXUmE
Tidak ada komentar:
Posting Komentar