Selasa, 20 Agustus 2019

Renungan Harian 20 Agustus 2019 BUKAN CARA MUDAH

     Tidaklah salah kalau kasih karunia sering digambarkan sebagai hadiah. Hal ini benar dan tepat sekali, tetapi penjabaran atau penjelasannya juga harus benar. Memang hadiah tidak perlu dibeli atau dibayar, melainkan diperoleh dengan cuma-cuma, tetapi penghargaan terhadap hadiah dan menyikapinya atau meresponinya adalah tanggung jawab yang harus serius diperhatikan. Dalam konteks menerima kasih karunia -yaitu keselamatan dalam Tuhan Yesus Kristus- di dalamnya termuat panggilan atau tanggung jawab atau kewajiban yang harus dipenuhi sebagai penghargaan kepada hadiah tersebut.

     Kasih karunia dari Tuhan Yesus Kristus yang berisi keselamatan adalah hadiah, dimana orang percaya tidak perlu harus berbuat baik dulu atau melakukan uatu kebajikan barulah memperolehnya (Ef. 2:8-9). Tetapi bukan berarti hadiah tersebut secara otomatis dapat membuat orang percaya memiliki dan mengalami keselamatan. Harus ditegaskan bahwa keselamatan bukan sekadar terhindar dari neraka dan diperkenan masuk ke dalam surga guna memperoleh hidup yang kekal nanti, tetapi sejak sekarang ini harus sudah mengalami proses perubahan menjadi manusia seperti yang dirancang Allah sejak semula. Keselamatan dimulai sekarang, sejak kita di bumi ini.

     Sesungguhnya, terhindar dari neraka dan diperkenan masuk surga bukanlah keselamatan, tetapi buah keselamatan. Keselamatan adalah usaha Tuhan mengembalikan manusia kepada rancangan Allah semula. Untuk dapat mengalami keadaan dikembalikan ke rancangan semula dibutuhkan respon dari manusia agar keselamatan tersebut terealisir atau terwujud. Hal ini harus dipahami dengan benar. Kalau keselamatan tidak dipahami secara komprehensif, maka penjelasan yang lain juga menjadi kacau dan tidak proporsional. Akibatnya, pengertian kasih karunia menjadi rusak.

     Tuhan Yesus memikul semua dosa manusia di Golgota dua ribu tahun lalu ketika manusia hidup dalam dosa, yaitu dosa mereka yang pernah hidup sebelum zaman anugerah, yang sedang hidup pada waktu itu dan yang akan dilahirkan sampai pada manusia terakhir nanti. Itu sebuah pemberian cuma-cuma dari Allah. Itulah kasih karunia. Namun pemberian cuma-cuma ini justru membawa atau menempatkan manusia yang mendengar Injil kepada pergumulan berat, sebab setelah menjadi orang percaya karena mendengar dan menerima Injil, orang percaya dipanggil untuk sempurna seperti Bapa di surga (Mat. 5:48).

     Untuk menjadi sempurna, perlu perjuangan yang sangat berat. Tuhan Yesus menyatakan kesulitannya dengan pernyataan: Lebih mudah seekor unta masuk lubang jarum dari pada orang kaya masuk surga. Tuhan Yesus juga menegaskan bahwa tidak mudah orang (semua orang) masuk surga (Mat. 19:23-24). Itulah sebabnya untuk masuk surga dituntut perjuangan yang tidak mudah, seperti masuk jalan sempit (Luk. 13:23-24). Tuhan Yesus sendiri yang menyatakan bahwa banyak orang berusaha masuk, tetapi sedikit yang dapat masuk. Tuhan Yesus sendiri menyatakan bahwa banyak yang dipanggil, tetapi sedikit yang terpilih (Luk. 22:14).

     Ketika pengajaran kasih karunia dihembus sebagai “cara mudah masuk surga” tanpa tanggung jawab, maka terjadi penyesatan yang bisa mengakibatkan proses keselamatan tidak terealisir dalam kehidupan umat Tuhan. Hal ini sangat membahayakan keselamatan banyak orang. Mereka merasa sudah selamat, padahal belum. Keselamatan adalah proses di mana seseorang hendak dikembalikan ke rancangan semula Allah. Mereka yang merasa sudah memiliki kasih karunia dan yakin sudah selamat, tidak ada usaha untuk bertumbuh sampai pengharapan keselamatan menjadi milik yang pasti (Ibr. 6:11), atau sampai pada level di mana seseorang memiliki hak penuh masuk Kerajaan Surga (2Ptr. 1:11).

     Jika ada yang mengatakan bahwa pandangan di atas ini membuat seseorang jadi tidak merasa memiliki kepastian selamat, tidak seluruhnya salah. Sebab untuk apa merasa memiliki kepastian selamat padahal tidak? Kepastian keselamatan harus memiliki landasan atau dasar dan bukti, bukan hanya keyakinan dalam pikiran atau pengaminan akali. Dari kehidupan yang terus bertumbuh yang ditandai dengan perubahan karakter semakin seperti Kristus, seseorang berhak memiliki keyakinan yang benar bahwa dirinya selamat. Dari fakta kehidupan yang dijalani atau dialami seseorang bukan hanya yakin memiliki keselamatan, tetapi juga tahu (dengan kesaksian dalam batin) bahwa dirinya sudah selamat. Dalam konteks ini, keyakinan belumlah dapat dipercaya, tetapi kesadaran dari fakta kehidupan lebih dari sekadar yakin sebab ada pembuktiannya. Pembuktiannya adalah semakin serupa dengan Tuhan Yesus.


https://overcast.fm/+IqODqtisc

Tidak ada komentar:

Posting Komentar