Salah satu yang dapat merusak persiapan seseorang menghadapi kematian adalah ketika jiwanya masih terikat dengan dunia ini. Terikat dengan dunia ini artinya jiwa yang masih bisa dibahagiakan oleh materi dunia dan segala hiburannya. Sekilas hal ini terkesan ekstrem, tetapi sebenarnya ini adalah standar yang ditetapkan oleh Yesus sendiri. Yesus berkata dalam Matius 16:25: “Karena barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya.” Kata “nyawa” dalam bahasa Yunaninya adalah psuke, yang bisa menunjuk kepada jiwa. Di dalam jiwa ada pikiran, perasaan, dan kehendak. Kehilangan nyawa atau kehilangan jiwa artinya melepaskan atau meninggalkan hal-hal dari dunia ini (materi dunia dan hiburannya) yang dapat menyenangkan atau membahagiakan pikiran dan perasaan seseorang. Meneguhkan kalimat ini Yesus berkata dalam Lukas 14:23, “Barangsiapa tidak melepaskan diri dan segala miliknya tidak dapat jadi murid-Ku.” Senada dengan ini Paulus mengatakan di dalam Filipi 3:7-8, “Tetapi apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi karena Kristus. Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya. Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus.”
Pikiran dan perasaan yang masih dapat dibahagiakan oleh materi dunia serta hiburannya pasti melahirkan kehendak atau keinginan yang tidak sinkron atau yang tidak sesuai dengan kehendak Allah. Tentu saja orang-orang seperti ini tidak mungkin bisa berkenan kepada Allah. Dalam Roma 8:8 mengatakan, “Mereka yang hidup dalam daging, tidak mungkin berkenan kepada Allah.” Orang yang hidup dalam daging artinya orang yang jiwanya masih dibelenggu oleh percintaan dunia, di mana suasana jiwanya ditentukan oleh materi dunia dan segala hiburannya. Orang yang masih terikat dengan dunia ini pasti merasa “betah” hidup dalam dunia dan ingin memperoleh sebanyak mungkin yang dapat diraihnya dari dunia ini, yaitu materi dunia dan segala hiburannya. Tidaklah mengherankan kalau mereka menjadi serakah untuk dapat memiliki sebanyak-banyaknya apa yang dapat diraihnya dari dunia ini; baik materi, hiburan, sanjungan, kehormatan, dan kekuasaan. Bagi mereka dunia ini adalah satu-satunya kesempatan hidup untuk dinikmati. Mereka tidak merasa perlu atau tidak yakin ada dunia lain yang dapat dinikmati. Padahal justru kehidupan yang sebenarnya adalah nanti setelah kematian, bukan di bumi sekarang ini.
Orang percaya harus belajar menutup pintu hatinya terhadap kesenangan apa pun selain Tuhan dan Kerajaan-Nya. Dalam hal ini orang percaya harus menyangkal diri, artinya mengubah paradigma atau mindset-nya yang sudah mengakar atau melekat dalam dirinya. Paradigma atau cara berpikir yang mengatakan bahwa dunia ini memiliki banyak sumber kebahagiaan diganti dengan hanya Tuhan satu-satunya sumber kebahagiaan. Dari hal ini terjadi konflik dalam diri orang percaya, yaitu antara perasaan bahagia yang ditopang oleh materi dunia dan hiburannya dengan kebahagiaan yang ditopang oleh kehadiran Tuhan dan harapan akan langit baru dan bumi baru. Sebagai orang percaya, tentu kita tidak lagi membiasakan diri menikmati materi dunia dan hiburannya sebagai kebahagiaan hidup.
Dari pembiasaan hidup menikmati Tuhan dan Kerajaan-Nya, terbangun cita rasa yang permanen dimana orang percaya tidak lagi merasa membutuhkan materi dunia dan hiburannya sebagai sumber kebahagiaan. Kalau orang percaya berusaha mengembangkan diri, memaksimalkan potensi, bekerja, bisnis, dan melakukan segala sesuatu, maka semua itu dilakukan untuk kepentingan pekerjaan Tuhan. Dalam hal ini seseorang dapat memenuhi yang dikatakan oleh Tuhan, “Baik makan atau minum atau melakukan sesuatu yang lain orang percaya melakukannya untuk kemuliaan Tuhan” (1Kor. 10:31). Untuk kemuliaan Tuhan artinya perjuangan untuk menjadi serupa dengan Yesus bagi diri sendiri dan menolong orang lain untuk serupa dengan Yesus pula.
Orang percaya harus memilih menikmati dunia ini, yaitu materi dan segala hiburannya atau menikmati Tuhan. Orang percaya tidak boleh dan memang tidak bisa berdiri di tengah. Sesuai dengan Firman Tuhan dalam Matius 6:24 yang berbunyi, “Tak seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon.” Hanya orang yang menjadikan Tuhan dan Kerajaan-Nya sebagai satu-satunya kebahagiaan yang memiliki persiapan yang benar dan kuat menyongsong hari kematiannya.
https://overcast.fm/+IqOCsXrkI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar